Pendekar Hina Kelana - Bab 1

<<  Bab Sebelumnya - Halaman Indeks - Bab Selanjutnya >>

Terjemahan Cersil Balada Kaum Kelana

oleh Grace Tjan
Cerita asli oleh Jin Yong (Chin Yung / Louis Cha)
Berdasarkan novel edisi ketiga.

Smiling Proud Wanderer Jilid 1

[Pria muda itu tersenyum dan mengayunkan cambuknya ke udara dengan angkuh. Menjawab perintah tuannya, kuda putih itu meringkik gembira dan berlari sepanjang jalan berbatu. "Pengawal Shi," salah satu penjaga berteriak, "Bagaimana kalau kalian bawa pulang babi hutan, agar kita semua bisa berpesta!"]

Bab 1: Tumpas Kelor

Bagian 1

Angin sepoi-sepoi membelai pohon liu, harumnya bunga memabukkan manusia, musim semi di Selatan memang benar-benar sedang semarak-semaraknya.

Jalan Raya Gerbang Barat di Prefektur Fuzhou, Propinsi Fujian, adalah jalan raya berlapis batu yang membentang sampai ke Gerbang Barat. Di tepi jalan itu berdiri sebuah gedung megah. Di atas kedua altar batu yang berada di kiri kanannya berdiri tiang bendera yang kira-kira dua zhang [1] panjangnya, di pucuknya berkibar bendera hijau. Di bendera sebelah kanan tersulam dengan benang sutra berwarna kuning seekor singa jantan, pembawaannya gagah siap menerkam. Ketika bendera berkibar-kibar ditiup angin, singa jantan itu seakan bergerak-gerak, semakin gagah perkasa. Di atas kepala singa jantan itu tersulam dengan benang sutra hitam seekor kelelawar yang sedang terbang dengan sayap terbentang. Di bendera sebelah kiri tersulam empat huruf berwarna hitam 'Biro Pengawalan Fu Wei', dengan bordiran berwarna perak, kelihatannya sangat mentereng.

Gerbang utama rumah itu dipernis dengan lak berwarna merah, dihiasi dengan paku-paku tembaga sebesar cawan teh yang berkilauan. Di atas gerbang terdapat papan melintang bertuliskan empat huruf besar 'Biro Pengawalan Fu Wei', yang ditulis dengan lak emas. Dibawahnya tertulis melintang dengan dua huruf yang lebih kecil 'Kantor Pusat'. Di balik gerbang terdapat dua bangku panjang, dimana duduk delapan orang lelaki gagah berseragam, punggung mereka masing-masing tegak bagai buluh, jelas bukan orang sembarangan.

Tiba-tiba dari halaman belakang terdengar derap kaki kuda, kedelapan lelaki itu serentak berdiri, berebut keluar gerbang. Terlihat dari pintu samping barat muncul lima penunggang kuda. Mereka menuju ke pintu gerbang lalu berhenti di depannya. Paling depan nampak seekor kuda yang seluruh tubuhnya berwarna putih salju, pelana dan sanggurdinya seluruhnya disepuh perak. Diatas pelana duduk seorang pemuda berpakaian brokat, umurnya sekitar delapan belas atau sembilan belas tahun, di atas pundak kirinya bertengger seekor elang, di pinggangnya tergantung sebilah pedang bermata dua, di  punggungnya tersandang sebuah busur panjang, dengan gagahnya duduk diatas kuda. Di belakangnya menyusul empat penunggang kuda, keempatnya memakai pakaian hitam pendek. 

Ketika kelima penunggang kuda itu mencongklang melewati pintu gerbang biro pengawalan, tiga diantara kedelapan lelaki tadi serentak berseru, "Tuan muda pergi berburu!" Pemuda itu tertawa terbahak-bahak, suara cemeti kudanya mengelegar di langit luas, suaranya berkumandang di udara, kuda putih yang ditunganginya meringkik panjang, berderap di jalan raya berlapis batu. Seorang lelaki berteriak, "Pengawal Shi, hari ini bawa pulang babi hutan, supaya kita semua bisa makan sepuasnya." Di belakang pemuda itu menyusul seorang lelaki berumur empat puluhan tahun. Sambil tertawa ia berkata, "Ekor babi hutan pasti untukmu, tapi kau jangan mabuk-mabukan dulu." Diiringi derai tawa, rombongan itu dengan cepat telah pergi jauh.

Ketika kelima penunggang kuda itu telah melewati gerbang kota, sang tuan muda, Lin Pingzhi, dengan lembut menggunakan kedua betisnya memacu sang kuda putih, yang keempat kakinya segera berderap cepat. Keempat penunggang kuda lainnya langsung tertinggal jauh di belakang. Setelah sampai di sebuah lereng, ia melepaskan elang untuk menangkap seekor kelinci kuning yang muncul dari hutan. Ia mengambil busur panjang yang tergantung di punggungnya, lalu mengambil anak panah berukir dari kantong panah di sisi pelana. Dipasangnya anak panah pada busur, dan dengan suara berdesir langsung terpanahlah seekor kelinci kuning. Selagi memanah, seekor kelinci lain telah lari bersembunyi di balik rerumputan tebal. Pengawal Zheng langsung berkuda menghampiri, dan berkata sambil tertawa, "Tuan muda, ilmu memanahmu sungguh hebat!" Terdengar suara Pengiring Bai berteriak dari kiri hutan, "Tuan muda, cepat kesini, disini ada ayam hutan!" 

Lin Pingzhi segera memacu kuda mendatangi. Ia melihat seekor ayam hutan terbang keluar dari hutan. Lin Pingzhi segera melepaskan anak panah. Ia melihat ayam hutan itu terbang diatas kepalanya, tak disangka-sangka tak kena terpanah. Dengan tangkas, Lin Pingzhi melecutkan cemetinya ke udara. Lecutan yang kuat itu mengenai sang ayam hutan, yang langsung jatuh ke tanah dengan suara berdebam, bulunya yang berwarna-warni berterbangan ke segala penjuru. Mereka berlima bersorak sorai. Pengawal Shi berkata," Tuan muda hanya dengan sekali lecut, tak hanya ayam hutan, burung elangpun bisa dijatuhkan!"

Selagi kelima orang itu berburu di hutan, Pengawal Shi dan Zheng, serta para pengiring  Bai dan Chen, untuk menyenangkan hati sang tuan muda, selalu mengiring binatang buruan ke arahnya untuk memberinya kesempatan emas untuk membunuh binatang buruan itu, tapi mereka sendiri tak ikut turun tangan. Setelah berburu selama dua shichen[2] , Lin Pingzhi telah berhasil memanah dua ekor kelinci dan dua ekor ayam hutan, hanya saja belum mendapatkan binatang buruan besar seperti babi hutan dan rusa. Karena belum puas, ia berkata," Mari kita pergi ke gunung di depan sana mencari buruan lagi."

Pengawal Shi berpikir, "Kalau pergi ke gunung itu, bisa-bisa sampai hari gelap belum selesai, kalau kita pulang nanti pasti akan kena omel nyonya". Ia lalu berkata, "Hari sudah hampir gelap, di puncak gunung sana banyak batu tajam, jangan sampai kaki kuda putih terluka. Di lain hari kita bisa bangun pagi-pagi untuk berburu babi hutan besar". Kuda jantan itu dibeli dengan harga mahal oleh nenek dari pihak ibu Lin Pingzhi di Luoyang, dua tahun yang lalu kuda itu diberikan kepadanya sebagai hadiah ulang tahun ketujuh belasnya. 

Benar saja, begitu mendengar kalau kaki kuda bisa terluka, Lin Pingzhi langsung mengkhawatirkan kudanya. Ia berkata," Naga salju kecilku ini sangat pintar, pasti bisa menghindari batu tajam, tapi kuda-kuda kalian ini takutnya tidak bisa. Baiklah, kita semua pulang, jangan sampai pantat Chen Qi hancur berkeping-keping". 

Sambil tertawa terbahak-bahak, kelima orang itu berbalik pulang. Lin Pingzhi melarikan kudanya, tapi tak mengikuti jalan pulang sebelumnya, malah menuju ke utara. Setelah berkuda beberapa saat, ia merasa puas, lalu perlahan-lahan mengendurkan kekang kudanya. Ia melihat di tepi jalan sana terdapat papan nama sebuah kedai arak. Pengawal Zheng berkata," Tuan muda, bagaimana kalau kita minum arak? Masakan daging kelinci dan ayam hutan segar, sungguh lezat kalau ditemani arak". Lin Pingzhi berkata sambil tertawa, "Kau cuma pura-pura ikut berburu denganku, sebenarnya yang kau pentingkan cuma minum arak. Kalau sekarang tak kuundang minum arak, besok kau pasti akan malas ikut denganku". Diikatnya kudanya, lalu ia turun dari punggung kuda dan melenggang dengan santai menuju kedai arak itu.

Dahulu, si tua Cai pemilik kedai akan cepat-cepat mengambil tali kekang dari tangan mereka. "Tuan muda hari ini telah mendapatkan begitu banyak binatang buruan, ilmu memanahnya pasti sangat hebat, di dunia ini sungguh jarang ada!" Demikianlah puja puji yang sering dilantunkannya. Akan tetapi sekarang ini, saat tiba di depan kedai arak itu, suasana sangat sepi, di sisi tungku arak hanya terlihat seorang gadis muda berbaju hijau, rambutnya dikonde dua dan masing-masing dihiasi sebuah tusuk konde. Sepertinya ia sedang sibuk menata arak dagangannya, wajahnya menghadap ke dalam, seakan tak ingin membalikkan tubuhnya. Pengawal Zheng berteriak,"Mana si tua Cai? Kenapa tak keluar urus kuda kita?" Pengiring Bai dan Chen Qi menarik keluar bangku panjang, membersihkan debu dengan lengan baju mereka, lalu mempersilahkan Lin Pingzhi duduk. Pengawal Zheng dan Shi berdua duduk di sebelah kanan meja, kedua pengiring duduk di meja lain.

Suara batuk-batuk terdengar dari ruang belakang, lalu keluarlah seorang tua berambut putih. "Tamu-tamu silahkan duduk. Mau minum arak?" Ia berbicara dengan logat utara. Pengawal Zheng berkata,"Tak mau minum arak, masa mau minum teh? Ambilkan tiga jin[3] arak Daun Bambu Hijau. Si tua Cai kemana? Bagaimana kedai arak ini bisa berganti pemilik?" Orang tua itu berkata,"Baik. Baik. Wan Er, ambilkan tiga jin arak Daun Bambu Hijau. Aku tak bisa pura-pura di hadapan tamu. Aku si tua marga Sa, asli dari daerah ini, dari kecil sudah pergi berdagang, putra dan menantuku semua sudah meninggal. Aku pikir pohon yang sudah tinggi, daunnya akan luruh kembali ke akarnya, maka kubawa cucu perempuanku pulang kampung. Aku tahu setelah meninggalkan rumah empat puluh tahun lebih, sanak saudara dan handai taulan di kampung sudah tiada. Kebetulan si tua Cai pemilik kedai ini sudah tak mau kerja lagi, kedai ini dijual dengan harga 30 tahil[4] perak kepada aku si tua. Ai, akhirnya aku pulang kampung, bisa dengar orang bicara dengan logat kampung halaman, betapa senangnya aku. Aku sendiri si tua ini benar-benar malu tak bisa bicara dengan logat kampung halaman lagi".

Sang gadis kembali membawa nampan kayu sambil menunduk. Di hadapan Lin Pingzhi sekalian, ia menata cawan dan sumpit, lalu meletakkan tiga poci arak diatas meja. Ia pergi sambil terus menunduk, tak sekalipun melihat ke arah para tamu. 

Lin Pingzhi melihat bahwa tubuh gadis itu ramping dan gerakannya lincah. Kulitnya berwarna hitam dan kasar. Di wajahnya nampak tidak sedikit bekas-bekas cacar. Roman wajahnya benar-benar jelek. Ia pikir gadis ini tentunya baru saja mulai menjual arak, pembawaannya masih kaku, maka seketika itu juga ia tak memperhatikannya lagi.

Pengawal Shi mengambil seekor ayam hutan dan seekor kelinci kuning, lalu memberikannya kepada si tua Sa sambil berkata,"Cuci dan kuliti sampai bersih, lalu ditumis, dan hidangkan dalam dua piring". Si tua Sa berkata," Baik. Baik! Tuan tuan ini mau minum arak. Perlu ditemani daging sapi, kacang panjang dan kacang tanah". Tanpa menunggu perintah sang kakek, Wan Er langsung membawa daging sapi, kacang panjang dan lain-lain ke atas meja. Pengawal Zheng berkata,"Tuan muda Lin ini adalah putra pemilik Biro Pengawalan Fu Wei. Seorang pendekar muda pembela keadilan. Buang duit seperti air. Kalau kalian berdua bisa memasakkan masakan yang sesuai dengan selera tuan muda, tak sampai dua bulan modal kalian yang sebesar tiga puluh tahil perak itu pasti sudah akan kembali". Si tua Sa berkata," Baik. Baik! Banyak terima kasih. Banyak terima kasih!", lalu pergi membawa ayam hutan dan kelinci kuning itu. 

Pengawal Zheng menuangkan arak untuk Lin Pingzhi dan Pengawal Shi. Ia mengeringkan cawannya, menjilat bibir, lalu berkata, "Kedai arak sudah bertukar pemilik, tapi rasa araknya masih sama". Sekali lagi ia menuang secawan arak, selagi hendak minum, tiba-tiba ia mendengar derap kaki kuda. Dua penunggang kuda datang dari utara, mencongklang di jalan raya. 

Kedua penunggang kuda itu cepat sekali datangnya, tiba-tiba mereka sudah sampai di depan kedai, lalu terdengar suara seseorang berkata, "Disini ada kedai arak, ayo minum barang secawan dua cawan!" Pengawal Shi mendengar mereka berbicara dengan logat Sichuan, ia berpaling untuk memperhatikan mereka. Ia melihat dua lelaki berjubah hijau turun dari kuda di bawah pohon beringin yang tumbuh di depan kedai, lalu masuk ke kedai sambil melirik Lin Pingzhi dan kawan-kawannya. Mereka duduk dengan sikap angkuh. 

Kepala kedua orang itu terlilit secarik kain putih, sekujur tubuh mereka terbalut jubah hijau. Dari cara berpakaiannya, sepertinya mereka bukan orang sembarangan. Akan tetapi kedua kaki mereka yang memakai sepatu rami telanjang. Pengawal Shi tahu bahwa orang Sichuan memang begitu cara berpakaiannya. Kepala mereka dililit kain putih untuk mengenang saat meninggalnya Zhuge Liang[5]. Orang Sichuan berkabung untuknya, karena mereka benar-benar mencintai sang Marquis Wu. Walaupun seribu tahun telah berlalu, kain putih masih terlilit di kepala. Lin Pingzhi mau tak mau menjadi heran, pikirnya, "Kedua orang ini bukan sastrawan, tapi juga bukan pendekar. Dari penampilannya kelihatannya mereka sangat aneh". Terdengar si pemuda berseru,"Ambilkan arak! Propinsi Fujian sialan ini penuh gunung, bikin capai kuda saja".

Wan Er dengan kepala tertunduk menghampiri meja kedua orang itu, lalu dengan suara lirih bertanya, "Tuan tuan ingin arak apa?" Walaupun lirih, suaranya jernih dan merdu, enak didengar. Si lelaki muda tampak kaget, tiba-tiba ia menjulurkan tangan kanannya lalu mengangkat dagu Wan Er. Ia berkata sambil tertawa,"Sayang sekali! Sayang sekali!" Wan Er terkejut, lalu cepat-cepat pergi ke belakang. Lelaki yang satunya lagi berkata sambil tersenyum, "Adik Yu, potongan tubuh nona cacar ini sebenarnya boleh juga. Mukanya bulat telur, tapi penuh taji seperti kulit buah delima atau kulit rami". Si marga Yu tertawa terbahak-bahak.

Lin Pingzhi naik pitam, dijulurkannya tangannya untuk mengebrak meja keras keras, lalu berkata,"Kalian bicara apa! Kalian dua anak anjing buduk yang tak punya mata, datang ke prefektur Fuzhou kami ini cuma untuk mengacau!"

Lelaki muda bermarga Yu itu berkata sambil tertawa,"Adik kedua Jia, orang ini memaki orang lain di depan orang banyak, coba kau tebak, si anak kelinci[6] ini memaki siapa?" Wajah Lin Pingzhi mirip ibunya, roman mukanya halus, benar-benar cantik. Dalam keadaan biasa, kalau ada lelaki yang main mata dengannya seperti ini, pasti sudah kena bogem mentah. Saat ini, mendengar dia disebut 'anak kelinci' bagaimana ia bisa menahan diri? Diangkatnya poci arak yang ada diatas meja, lalu dilemparkannya. Si marga Yu itu menghindar, sehingga poci itu mendarat di rerumputan di balik pintu kedai arak itu. Arak pun tumpah di atas tanah. Pengawal Shi dan Zheng bergegas mendatangi, langsung menuju ke sisi kedua orang itu. 

Si marga Yu berkata sambil tersenyum,"Bocah ini harusnya naik panggung menyanyikan peran huadan[7], pasti banyak yang tergiur, dia mana bisa berkelahi!"

Pengawal Zheng berkata dengan lantang, "Dia ini adalah tuan muda Lin putra pemilik Biro Pengawalan Fu Wei. Nyali kalian besar sekali, berani-beraninya menantang langit dan bumi?" Begitu kata "bumi" keluar dari mulut, tangan kirinya langsung mengepal untuk  menyerang ke arah muka. Tangan kiri lelaki marga Yu itu menangkis, memegang pergelangan tangan Pengawal Zheng, lalu menarik dengan sekuat tenaga. Pengawal Zheng terhuyung, tubuhnya membentur meja dengan keras. Lelaki marga Yu itu memakai siku kirinya untuk memukul keras keras tengkuk Pengawal Zheng. Sambil mengerang, Pengawal Zheng ambruk bersama dengan meja itu, menyeret orang-orang lainnya ikut jatuh ke lantai. 

Walaupun bukan termasuk jagoan di Biro Pan Fu Wei, Pengawal Zheng juga bukan jago kelas kambing. Begitu melihat bahwa secara tak disangka-sangka ia langsung ambruk dalam sekali gebrak, Pengawal Shi tahu musuh bukan lawan yang enteng. Ia bertanya, "Anda siapa? Di dunia persilatan, siapa yang berani memandang Biro Pengawalan Fu Wei dengan sebelah mata?" Si lelaki marga Yu tertawa dingin, "Biro Pengawalan Fu Wei? Dari dulu sampai sekarang belum pernah dengar! Binatang apa itu?"

Lin Pingzhi melompat sambil bersuara dengan lantang,"Khusus untuk menghajar bajingan seperti kalian!" Telapak kiri memukul, tapi sebelum tangan kirinya terjulur penuh, telapak kanannya sudah memukul dari bawah telapak kiri. Ini adalah jurus 'Langit dan Bumi Dibalik Awan' dari ilmu 'Tapak Pembalik Langit' warisan keluarganya. Si marga Yu berkata," Banci kecil ini ternyata punya satu dua tipuan juga". Ia membuka telapak tangannya, tangan kanannya mencengkeram bahu Lin Pingzhi. Lin Pingzhi sedikit menurunkan bahu kanannya untuk menghindar, tangan kirinya menyarangkan pukulan. Si marga Yu memiringkan kepala untuk menghindar, tak disangka-sangka tiba-tiba telapak kiri Lin Pingzhi membuka, berubah dari tinju menjadi telapak, pukulan lurus berubah menjadi meluas. Dengan jurus 'Melihat Bunga Dibalik Kabut', "Plak!", ia menamparnya. Si marga Yu marah besar, ia segera menyarangkan sebuah tendangan ke arah Lin Pingzhi. Lin Pingzhi melesat ke kanan, menangkis tendangan itu. 

Saat itu Pengawal Shi juga sudah beradu pukul dengan si marga Jia. Pengiring Bai memayang Pengawal Zheng. Pengawal Zheng memaki-maki sambil menyerang si marga Yu dari depan. Lin Pingzhi berkata, "Bantu Pengawal Shi. Anjing buduk ini biar aku yang urus". Pengawal Zheng tahu ia harus menang telak, tak mau dibantu orang lain, maka ia mengambil kaki meja yang patah dari lantai lalu memukulkannya ke kepala si marga Jia. 

Kedua pengiring segera lari keluar pintu, yang seorang mengambil pedang panjang Lin Pingzhi dari sisi pelana, yang seorang lagi membawa tombak untuk berburu, sambil menunjuk-nunjuk dan memaki si marga Yu. Di perusahaan ilmu silat mereka tidak menonjol, tapi karena sudah terbiasa meneriaki para pengawal, suara mereka semuanya lantang dan keras. Mereka memaki dengan dialek Fuzhou, kedua orang Sichuan itu satu katapun tak mengerti, tapi tahu bahwa itu pasti bukan kata-kata yang baik. 

Lin Pingzhi melancarkan satu demi satu jurus-jurus dari ‘Tapak Pembalik Langit’ yang diajarkan sendiri oleh ayahnya, setelah berkelahi lebih dari sepuluh jurus, keangkuhannya mulai berkurang, dengan terkejut ia menyadari bahwa musuh yang sedang dihadapinya benar-benar gagah. Orang itu membuka tangannya, mulutnya masih berbicara tak jelas, "Adik kecil, semakin lama kulihat, kau semakin tak mirip laki-laki, malahan seperti nona besar yang menyamar. Mukamu itu ada rona merahnya tapi juga putih mulus, cium aku dengan wajahmu yang wangi itu, kita tak usah berkelahi lagi, ya?”

Lin Pingzhi makin geram. Ketika ia melirik ke arah Pengawal Shi dan Zheng, ia melihat bahwa walaupun mereka berdua berkelahi dua lawan satu melawan si marga Jia, mereka berdua masih berada di bawah angin. Hidung Pengawal Zheng kena pukulan bertubi-tubi hingga mengalirkan darah, bagian depan jubahnya penuh darah segar. Lin Pingzhi cepat-cepat melancarkan pukulan, tiba-tiba, “Plak!” Ia berhasil menampar wajah si marga Jia itu, pukulannya kali ini benar-benar keras, si marga Jia menjadi murka dan berkata dengan lantang,” Anak kura-kura[8] kurang ajar, bapakmu lihat kau ini seperti nona besar, tadi aku cuma main-main saja. Anak kura-kura, ayo kita berkelahi sungguhan!” Ilmu pukulannya berubah, tiba-tiba menjadi seperti hujan badai yang jatuh bertubi-tubi. Kedua orang itu berkelahi sampai keluar kedai arak itu.

Lin Pingzhi melihat lawan meninju ke arah pusarnya, ia mengingat-ingat jurus ‘buyar’ yang diajarkan ayahnya, dan langsung menjulurkan tangan kirinya untuk menangkis dan membuyarkan tenaga tinjunya. Ia tak mengira bahwa tenaga si marga Yu ini sangat kuat, tak disangka-sangka tak dapat dibuyarkan. “Buk!” Tinju mendarat tepat di ulu hatinya.  Sekujur tubuh Lin Pingzhi bergetar, kerahnya telah dicengkeram oleh tangan kiri lawannya. Lengan orang itu sangat kuat, ia menekan bagian atas tubuh Lin Pingzhi ke bawah dengan menggunakan jurus ‘Gerbang Besi’. Ia menekan tengkuknya sambil tertawa terbahak-bahak, "Anak kura-kura, kau sujud dan panggil aku paman yang baik tiga kali, baru kulepas kau!”

Pengawal Shi dan Zheng sangat terkejut, mereka ingin menghindar dari lawan mereka untuk cepat-cepat menolong Lin Pingzhi, namun si marga Jia itu terus menerus memukul dan menendang, tak membiarkan mereka pergi. Pengiring Bai Er melemparkan tombak berburu ke punggung si marga Yu sambil berteriak, ”Masih tak mau melepaskan tuan muda kami? Kalau kau punya otak……” Kaki kiri si marga Yi menendang ke belakang, menendang tombak berburu itu hingga beberapa zhang jauhnya. Setelah itu kaki kanannya juga menendang Pengiring Bai hingga terguling-guling tujuh atau delapan kali, sampai-sampai untuk beberapa saat ia tak bisa berdiri. Chen Qi memaki-maki, “ Haram jadah pecundang! Bajingan tengik! Nenekmu tak punya mata!” Setiap memaki satu kalimat, ia mundur selangkah, setelah memaki delapan atau sembilan kalimat, ia telah mundur delapan atau sembilan langkah.

Si marga Yu tertawa, “Nona besar, kau mau sujud atau tidak!” Ia menambah kekuatan di lengannya dan menekan kepala Lin Pingzhi ke bawah, makin ditekan makin rendah hingga dahinya hampir menyentuh lantai. Lin Pingzhi membalikkan tangan dan meninju lengannya, namun pukulannya selalu kurang jauh beberapa cun[9] sehingga tak sampai pada sasarannya. Ia merasakan rasa sakit yang aneh di tulang lehernya, seperti akan patah, matanya berkunang-kunang, telinganya berdenging. Kedua tangannya memukul dan menjambak tak keruan, tiba-tiba mengenai sebuah benda keras tersembunyi di betisnya, ia terkejut, tanpa berpikir panjang, langsung ditariknya keluar dan ditusukkan pada perut si lelaki marga Yu itu.

Si lelaki marga Yu itu berteriak dan melepaskan kedua tangannya, lalu mundur dua langkah, di wajahnya muncul ekspresi ketakutan luar biasa. Terlihat sebilah pisau telah menancap di perutnya, tembus sehingga hanya gagangnya yang nampak. Wajahnya sedang menghadap ke barat, dan gagang pisau yang berlapis emas itu pun berkilauan ditimpa sinar mentari yang hampir tenggelam. Ia membuka mulut ingin berbicara, namun tak bisa berbicara, ia menjulurkan tangan ingin menarik pisau itu keluar, namun tak berani melakukannya.

Lin Pingzhi ketakutan, hatinya melonjak seakan hendak melompat keluar dari mulutnya, cepat-cepat ia mundur beberapa langkah. Si marga Jia dan kedua Pengawal Shi dan Zheng berhenti berkelahi, tertegun melihat si lelaki marga Yu itu.

Lin Pingzhi ketakutan, hatinya melonjak seakan hendak melompat keluar dari mulutnya, ia cepat-cepat mundur beberapa langkah. Si marga Jia dan kedua Pengawal Shi dan Zheng berhenti berkelahi, tertegun melihat lelaki marga Yu itu.

Terlihat tubuhnya bergoyang-goyang beberapa kali, tangan kanannya mencengkeram gagang pisau dan menariknya sekuat tenaga. Begitu pisau tercabut dari perut, darah segar langsung menyembur keluar beberapa chi[10] jauhnya. Orang-orang yang melihatnya berteriak kaget. Lelaki marga Yu itu berteriak, “Jia……Jia……katakan pada ayah……balas……balaskan dendamku……” Ia melambaikan tangan kanannya ke belakang untuk melemparkan pisau itu. Si marga Jia berseru, “Adik Yu. Adik Yu”, lalu cepat-cepat pergi. Si marga Yu menunduk dan terjatuh ke lantai, tubuhnya berkelojotan beberapa kali, lalu tak bergerak lagi.

Pengawal Shi berkata dengan suara pelan, “Ambil senjata!” Ia lari ke sisi kudanya dan mengambil pisaunya. Ia sudah kenyang makan asam garam dunia persilatan, ia tahu bahwa setelah melihat nyawa temannya melayang, si marga Jia pasti akan membalas dendam walaupun dengan taruhan nyawa.

Si marga Jia itu memandangi Lin Pingzhi dengan tajam untuk beberapa saat, lalu bergegas mengambil pisau, dan lari ke kudanya. Ia melompat ke punggung kuda tanpa membuka tali pengikat kuda. Dengan pisau itu ia memotongnya, lalu dengan kedua kakinya ia memacu kuda dan mencongklang ke utara.

Chen Qi menghampiri mayat si marga Yu dan menendangnya sampai terguling. Ketika ia melihat bahwa darah segar masih mengalir tak henti-hentinya dari lukanya, ia berkata,” Kau membuat jengkel tuan muda kami, sekarang kau telah mendapat pelajaran.”

Lin Pingzhi belum pernah membunuh orang, saat ini ia begitu ketakutan sehingga wajahnya pucat pasi, dengan suara gemetar ia berkata,” Pengawal……Pengawal Shi, sekarang……bagaimana ini? Aku sebenarnya……sebenarnya tidak bermaksud membunuh dia”.

Pengawal Shi berkata dalam hati, “Biro Pengawalan Fu Wei sudah tiga generasi menjalankan usaha pengawalan, di dunia persilatan, berkelahi dan membunuh orang adalah hal yang sulit dihindarkan. Tapi orang yang jadi korban biasanya tokoh dunia hitam dan selain itu pertarungan semacam itu biasanya terjadi di pegunungan yang sepi atau hutan belantara. Orang yang terbunuh segera dikubur dan masalah selesai. Masa ada perampok yang melaporkan Biro Pengawalan Fu Wei ke pejabat setempat? Tapi orang yang terbunuh kali ini jelas-jelas bukan perampok, dan juga terjadinya dekat kota. Kasus yang menyangkut nyawa manusia sangat penting, bukan masalah sepele. Jangankan tuan muda biro pengawalan, bahkan anak gubernur sendiri kalau membunuh orang, juga tidak gampang membereskan masalahnya". Sambil mengerutkan dahi ia berkata, "Ayo kita pindahkan mayat ini ke dalam kedai arak, disini dekat jalan besar, jangan sampai kelihatan orang". Untungnya hari sudah hampir malam, di jalan itu sudah tak ada orang lain. Bai Er dan Chen Qi mengusung mayat itu ke dalam kedai. Pengawal Shi berbisik, "Tuan muda, kau masih punya uang?” Lin Pingzhi cepat-cepat berkata, "Punya, punya, punya!” Ia mengambil dua puluhan tahil perak dari balik kantung dadanya dan mengeluarkan semuanya.

Pengawal Shi menjulurkan tangan dan mengambilnya, lalu masuk ke kedai arak dan menaruhnya di atas meja. Ia berkata pada si tua Sa, “Pak tua Sa, orang luar itu melecehkan nona keluargamu, tuan muda kami berusaha menegakkan keadilan dengan menolong nonamu, tapi ia terpaksa membunuh orang itu. Kita semua sudah melihatnya dengan mata kepala sendiri. Masalah ini timbul karena dirimu, kalau ada yang mengkorek-korek masalah ini, siapa yang bisa menghindar? Beberapa tahil perak ini kau ambil dulu, sekarang kita akan mengubur mayat ini, lalu perlahan-lahan lupakan saja semuanya”. Si tua Sa berkata, “Iya! Iya! Iya!” Pengawal Zheng berkata, "Kita dari Biro Pengawalan Fu Wei dalam menjalankan tugas, jika membunuh beberapa perampok rimba hijau[11] adalah benar-benar hal yang biasa. Dua tikus Sichuan ini memang mencurigakan. Menurutku, kalau mereka bukan perampok besar tentunya penjahat besar pemetik bunga. Kemungkinan besar mereka datang ke Prefektur Fuzhou ini untuk berbuat jahat. Tuan muda kita mengetahui tipu daya mereka, ia membereskan mereka untuk menjaga keamanan di Prefektur Fuzhou. Seharusnya dia pergi menghadap pejabat setempat untuk minta hadiah, akan tetapi tuan muda takut merepotkan, ia tak menginginkan reputasi kosong seperti ini. Pak tua, tutup mulutmu rapat-rapat, kalau hal ini sampai bocor, kami akan bilang bahwa kau yang menyuruh kedua perampok besar ini datang kemari. Kau buka kedai arak ini hanya untuk menyamar, tapi sebenarnya kau mata-mata mereka. Kalau mendengar logatmu, sama sekali tak mirip orang sini. Kalau tidak kenapa dua orang ini yang tadinya tidak mau datang, tiba-tiba setelah kau buka kedai arakmu lantas datang? Di kolong langit ini mana ada kebetulan semacam itu?” Si tua Sa pun berkali-kali berjanji.

Pengawal Shi menyuruh Bai Er dan Chen Qi mengubur mayat itu di kebun sayur di belakang kedai arak, dan juga mencangkuli dan membalik tanah di depan pintu kedai arak sehingga bekas-bekas darah benar-benar hilang. Pengawal Zheng berkata kepada si tua Sa, “Dalam sepuluh hari ini, kalau kami tidak dengar ada cerita yang bocor, kami akan beri lima puluh tahil perak lagi kepadamu untuk beli peti mati. Tapi kalau kau omong-omong tak keruan, hah, sudah ratusan perampok terbunuh di bawah golok Biro Pengawalan Fu Wei, kalau cuma bunuh kalian si tua dan si muda dan menguburkan dua mayat lagi di kebun sayurmu, apa susahnya? Si tua Sa berkata, "Banyak terima kasih, banyak terima kasih! Tak berani bicara, tak berani bicara!"

* * *

Setelah selesai mengurus semuanya dengan baik, hari sudah gelap. Hati Lin Pingzhi menjadi sedikit lega, akan tetapi ia masih agak gelisah ketika pulang ke biro pengawalan. Ketika masuk ke ruang utama, ia melihat ayahnya sedang duduk di kursi dengan mata terpejam, sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Ekspresi wajah Lin Pingzhi tak menentu, ia berseru, "Ayah!"

Wajah Lin Zhennan nampak cerah, ia bertanya, "Kau pergi berburu, ya? Apakah kau dapat babi hutan?" Lin Pingzhi berkata, "Tidak". Lin Zhennan mengangkat pipa bertangkai panjang yang digengamnya, tiba-tiba ia memukul bahunya sembari tersenyum, "Kena kau!" Lin Pingzhi tahu bahwa ayahnya sering menguji kungfunya saat   

ia tidak menyadarinya. Seperti biasanya, ketika ia melihat sang ayah memakai jurus

kedua puluh enam dari Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan yang bernama 'Bintang Jatuh', ia menanggapinya dengan jurus keempat puluh enam yaitu 'Bunga Mekar Memandang Sang Buddha'. Namun saat itu suasana hatinya tak menentu, ia berpikir bahwa ayahnya sudah tahu mengenai peristiwa ia membunuh orang di kedai arak kecil itu, dan sedang memukulinya dengan pipa bertangkai panjang itu. Ia tak berani menghindar dan berteriak, "Ayah!"

Tangkai pipa Lin Zhennan baru saja hendak memukul bahu sang anak, tapi tiba-tiba berhenti ketika hanya kurang tiga cun saja dari bajunya. Ia bertanya, "Kau kenapa? Kalau bertemu musuh tangguh di dunia persilatan, kalau kau begitu lamban seperti ini, apa bahumu ini masih ada?" Walaupun ada nada menyalahkan dalam kata-katanya, namun senyum masih mengembang di wajahnya.

Lin Pingzhi berkata, "Ya!" Ia menurunkan bahu kirinya, lalu memutar tubuhnya hingga ia berada di belakang punggung ayahnya, dengan mudah ia mengambil kemoceng yang ada diatas meja teh, lalu menusuk jantung sang ayah dari belakang, inilah jurus 'Bunga Mekar Memandang Sang Buddha' itu.

Lin Zhennan menganguk sembari tersenyum, "Betul". Ia menangkis serangan itu dengan pipa bertangkai panjangnya, inilah jurus 'Bermain Seruling Bambu Di Sungai'. Lin Pingzhi berkelahi dengan penuh semangat, ia menangkis dengan jurus 'Awan Ungu Dari Timur'. Setelah ayah dan anak itu bertukar lima puluh jurus lebih, pipa bertangkai panjang Lin Zhennan bergerak cepat, menyentuh dada kiri sang anak dengan pelan. Lin Pingzhi terlambat menangkis, ia merasa lengan kanannya kesemutan, kemocengnya pun terlepas dari tangannya dan jatuh ke lantai.

Lin Zhennan tersenyum, "Bagus sekali, bagus sekali. Sebulan belakangan ini, setiap hari selalu ada kemajuan. Hari ini kau bisa bertahan empat jurus lebih banyak". Ia berbalik dan kembali duduk di kursi, mengisi pipa bertangkai panjangnya dengan tembakau, dan berkata, "Ping er, kau harus tahu, hari ini biro pengawalan kita menerima kabar baik". Lin Pingzhi mengambil batu pemantik dan menyalakan pipa ayahnya, lalu berkata, "Apa ayah mendapat bisnis besar?" Lin Zhennan menggeleng seraya tersenyum, "Kalau dasar biro pengawalan kita kuat, kenapa mesti takut tak mendapatkan bisnis besar? Justru yang perlu ditakutkan ialah kalau ada bisnis besar yang mendatangi kita, tapi kita tak punya kemampuan untuk menerimanya". Ia menghembuskan asap panjang dan berkata, "Pengawal Zhang baru saja mengirim surat dari Hunan, katanya Ketua Yu dari Kuil Cemara Angin milik Perguruan Qingcheng dari Sichuan telah menerima hadiah yang kita kirimkan".

Lin Pingzhi, begitu mendengar dua kata itu, yaitu 'Sichuan' dan 'Ketua Yu', jantungnya tiba-tiba berdebar-debar. Ia berkata, "Telah menerima hadiah kita?" Lin Zhennan berkata, "Mengenai soal-soal yang berhubungan dengan biro pengawalan ini, aku memang jarang membicarakannya denganmu, kau juga tak mengerti. Akan tetapi umurmu makin bertambah. Ayah memikul beban yang berat ini, tapi pada akhirnya, beban ini akan berpindah ke pundakmu. Setelah ini, kalau kau banyak menaruh perhatian pada urusan biro pengawalan tentunya akan sangat baik. Nak, kita sudah tiga generasi menjalankan bisnis pengawalan. Kita bisa menjadi seperti sekarang ini, biro pengawalan besar nomor wahid di selatan Sungai Yangtze, adalah karena beberapa hal. Pertama, karena nama besar kakek buyutmu pada saat itu. Kedua, karena ilmu yang diturunkan dari generasi ke generasi di keluarga kita. Kalau kau menyebutkan empat kata 'Biro Pengawalan Fu Wei' di dunia persilatan, semua pasti akan mengacungkan jempol dan berkata dengan satu suara, "Betapa beruntungnya! Betapa bergengsinya!" Di dunia persilatan, nama baik bernilai dua puluh persen, kungfu bernilai dua puluh persen dan sisanya yang bernilai enam puluh persen,  tergantung pada bagaimana kau memberi muka pada teman-teman dari golongan hitam dan putih. Coba kau pikir, kereta-kereta pengawalan Biro Pengawalan Fu Wei harus melewati sepuluh propinsi, kalau di setiap perjalanan kita harus beradu senjata dengan orang, berapa banyak nyawa yang melayang? Kalaupun kita setiap bertarung selalu menang, pepatah berkata, "Membunuh seribu musuh, melukai diri sendiri delapan ratus kali". Kalau ada pengawal yang jadi korban, kita harus memberi santunan pada anggota keluarganya, uang yang kita terima dari jasa pengawalan tidak akan cukup, harta benda kita mana ada sisanya? Oleh karena itu, kita yang mencari makan dari jasa pengawalan, harus pertama-tama punya hubungan baik dengan orang dan murah hati. Satu kata, yaitu 'persahabatan' ini lebih penting dari ilmu silat".

Lin Pingzhi menjawab, "Ya!" Dahulu, kalau ia mendengar ayahnya berbicara bahwa beban berat biro pengawalan pada akhirnya akan jatuh ke pundaknya, ia pasti akan sangat bersemangat, berdiskusi tanpa henti dengan sang ayah, akan tetapi saat ini hatinya gundah gulana, hanya bisa memikirkan dua kalimat, yaitu 'Sichuan' dan 'Ketua Yu'.

Lin Zhennan menghembuskan asap lagi dan berkata, "Ilmu silat ayahmu sekarang, tidak lebih baik dari kakek buyutmu, juga mungkin tidak lebih tinggi dari kakekmu, akan tetapi dalam mengurus urusan biro pengawalan ini, boleh dibilang lebih baik dari kakek dan buyutmu. Dari Fujian sampai Guangdong di selatan, sampai Zhejiang dan Jiangsu di utara, empat propinsi ini adalah pondasi yang diletakkan oleh kakek buyutmu. Penguasaan kita atas enam propinsi yaitu Shandong, Hebei, kedua Hu[12], Jiangxi dan Guangxi, ayahmulah yang memulainya. Apa rahasianya? Aku beri tahu, tak lain dari enam kata ini, yaitu 'banyak membuat teman, sedikit membuat musuh'. Fu Wei, Fu Wei, kata 'Fu' diatas dan kata 'Wei' dibawah. Ini berarti bahwa keberuntungan dibandingkan dengan kekuasaan dan pamor lebih penting. Keberuntungan berasal dari enam kata itu yaitu 'banyak membuat teman, sedikit membuat musuh'. Kalau diubah menjadi 'Wei Fu', apa nanti kita akan menyalahgunakan kekuasaan?[13] Hahaha!"

Lin Pingzhi beberapa kali tertawa hambar untuk menemani sang ayah, akan tetapi benar-benar tak ada rasa senang di dalam tawanya itu.

Lin Zhennan tidak merasakan kegundahan sang anak dan berbicara lagi, "Orang zaman dahulu berkata, "Selesai dengan Gansu, pandanglah Sichuan". Ayahmu selesai dengan E[14], memandang Shu[15]. Rute pengawalan kita berawal dari Fujian lalu menuju ke barat, melewati Jiangxi dan Hunan, sampai ke Hubei, baru berhenti disana. Kenapa kita tidak menghiliri sungai ke barat sampai ke Sichuan? Sichuan adalah tanah yang kaya, sangat makmur dan banyak penduduknya. Kalau kita bisa melewati Sichuan, kita bisa ke Shanxi di utara, atau Yunnan di selatan, bisnis akan bertambah palling sedikit tiga puluh persen. Akan tetapi propinsi Sichuan adalah tempat harimau mendekam dan naga sembunyi, jagoannya benar-benar tidak sedikit. Kalau kereta Biro Pengawalan Fu Wei ingin masuk ke Sichuan, tak bisa tidak kita harus berurusan dengan Perguruan Qingcheng dand Emei. Sejak tiga tahun belakangan, setiap musim semi dan gugur, aku selalu menyiapkan banyak hadiah untuk dikirim ke Kuil Cemara Angin milik Perguruan Qingcheng dan Vihara Puncak Emas milik Perguruan Emei, namun kedua ketua perguruan itu tidak pernah mau menerimanya. Pendeta Jin Guang dari Emei pernah mau menemui pengawal kita, mengucapkan beberapa kalimat terima kasih, mengajaknya makan makanan vegetarian, lalu belakangan mengirim kembali hadiah yang sama sekali tak disentuh kepada kita. Ketua Yu dari Kuil Cemara Angin lebih lihai lagi, ketika pengawal kita yang mengantar hadiah baru setengah jalan naik ke gunung, sudah dihentikan dahulu, katanya Ketua Yu sedang bersemedi, tidak bisa menemui tamu. Katanya mereka sudah punya semua, maka tak mau menerima hadiah. Pengawal kita tak bisa bilang telah bertemu Ketua Yu, gerbang Kuil Cemara Angin menghadap ke selatan atau utara saja mereka tak tahu. Setiap pengawal yang mengantar hadiah pasti pulang sambil marah-marah dan mengeluh, kalau tidak kunasehati bahwa tak perduli bagaimana kasarnya orang lain, kita harus tetap sopan, setelah diperlakukan seperti itu, siapa yang tidak ingin memaki-maki? Jangan-jangan mereka akan memulai perkelahian terlebih dahulu".

Ketika berbicara mengenai hal ini, ia nampak sangat bangga, lalu ia berdiri dan berkata, "Tak disangka, kali ini ternyata Ketua Yu mau menerima hadiah kita. Bahkan ia  juga berkata bahwa ia telah mengirim empat murid ke Fuzhou untuk membalas kunjungan kita......" Lin Pingzhi berkata, "Empat orang? Bukan dua orang?" Lin Zhennan berkata, "Betul, empat orang murid! Coba kau pikir, Ketua Yu begitu bersungguh-sungguh, reputasi Biro Pengawalan Fu Wei bagaimana tidak menjadi gilang gemilang? Baru saja aku menyuruh penunggang kuda cepat untuk memberitahu masing-masing kantor cabang di Jiangxi, Hunan dan Hebei untuk menyambut keempat tamu terhormat dari Perguruan Qingcheng itu dengan baik".

Lin Pingzhi tiba-tiba berkata, "Ayah, kalau orang Sichuan berbicara, apakah selalu memangil orang lain 'anak kura-kura'? Dan menyebut dirinya 'bapakmu'?" Lin Zhennan tertawa dan berkata, "Orang kasar dari Sichuan memang begitu bicaranya. Memangnya     

di Putian sini tidak ada orang kasar? Orang-orang macam ini memang mulutnya kotor. Kau dengarkan saja saat para pengiring di kantor kita berjudi, kata-katanya apa enak didengar? Kau kenapa bertanya seperti ini?" Lin Pingzhi berkata, "Tidak ada apa-apa". Lin Zhennan berkata, "Pada saat keempat orang murid Qingcheng itu sampai kesini, kau harus banyak bergaul dengan mereka, pelajarilah cara bersikap keempat murid teladan itu, bersahabatlah dengan mereka berempat, tentunya akan sangat berguna di kemudian hari".

Ayah dan anak itu berbincang-bincang lagi untuk beberapa saat, pikiran Lin Pingzhi mulai tidak tenang, tidak tahu apakah peristiwa ia membunuh orang itu harus diberitahukan kepada ayahnya atau tidak. Akhirnya ia berpikir bahwa ia harus berbicara dengan ibunya dahulu, setelah itu baru memberitahu ayahnya.

* * *

Setelah selesai makan malam, ketiga anggota keluarga Lin Zhennan pergi ke ruangan belakang untuk mengobrol. Lin Zhennan berunding dengan istrinya mengenai hadiah apa yang sebaiknya diberikan saat ulang tahun sang kakak ipar di permulaan bulan keenam. Akan tetapi mencari barang yang dianggap berharga di mata keluarga Golok Emas Wang dari Luoyang sungguh bukan hal yang mudah.

Ketika mereka sedang membicarakan hal ini, tiba-tiba dari luar ruangan terdengar suara orang ramai berbicara, diikuti dengan suara langkah kaki beberapa orang yang dengan cepat berlari masuk. Dahi Lin Zhennan berkerut, "Tak tahu aturan!" Ia melihat bahwa yang berlari masuk adalah tiga orang pengiring, orang yang paling depan dengan gugup berkata, "Ketua......ketua". Lin Zhennan berkata dengan keras, "Ada masalah apa, kenapa begitu ketakutan?" Chen Qi si pengiring berkata, "Bai......Bai Er sudah mati". Lin Zhennan terkejut, ia bertanya, "Siapa yang membunuh dia? Kalian berjudi lalu berkelahi, benar tidak?" Di dalam hati ia sangat marah, "Laki-laki yang sudah terbiasa hidup di dunia persilatan macam ini memang benar-benar sulit dikendalikan, gampang mencabut golok dan mengepalkan tinju. Di ibu kota propinsi ini, membunuh orang adalah masalah besar".

Chen Qi berkata, "Bukan, bukan. Baru saja si kecil Li pergi ke kakus, ia lihat Bai Er tergeletak di kebun sayur di samping kakus, di sekujur tubuhnya tak ada luka, tapi seluruh tubuhnya dingin seperti es, tidak tahu kenapa dia mati. Jangan-jangan karena penyakit berbahaya". Lin Zhennan menghela nafas, hatinya langsung merasa lega, ia berkata, "Aku akan melihatnya". Ia segera menuju ke kebun sayur itu. Lin Pingzhi mengikuti di belakangnya.

Di kebun sayur itu, ia melihat tujuh atau delapan pengawal dan pengiring yang mengelilingi sesuatu. Begitu melihat kepala perusahaan datang, semua orang memberi jalan. Lin Zhennan memandang mayat Bai Er, ia melihat bahwa seseorang telah membuka bajunya, di sekujur tubuhnya sama sekali tak nampak ada bercak darah. Ia bertanya pada Pengawal Zhu yang berdiri di sampingnya, "Tidak ada bekas luka?" Pengawal Zhu berkata, "Aku sudah memeriksanya dengan teliti, di sekujur tubuhnya sama sekali tidak ada bekas luka, kelihatannya juga bukan karena keracunan". Lin Zhennan mengangguk dan berkata, "Beritahu Tuan Dong di bagian pembukuan, suruh  dia mengurus pemakaman Bai Er, dan beri keluarga Bai Er seratus tahil perak".

Kematian seorang pengiring karena sakit, bukan suatu hal yang terlalu dipikirkan oleh Lin Zhennan. Ia berbalik untuk kembali ke aula, seraya berkata kepada putranya, "Hari ini Bai Er tidak ikut kau berburu?" Lin Pingzhi berkata, "Dia ikut. Waktu pulang ia sehat walafiat. Entah kenapa dia tiba-tiba sakit keras". Lin Zhennan berkata, "Hmm, peristiwa baik dan buruk di dunia ini memang sering tak bisa ditebak. Aku ingin membuka jalan ke Sichuan, kukira masih perlu berusaha sepuluh tahun lagi. Tiba-tiba Ketua Yu berubah pikiran, akhirnya mau menerima hadiah kita, bahkan mengirim empat orang murid, jauh-jauh datang kesini untuk membalas kunjungan kita".

Lin Pingzhi berkata, "Ayah, walaupun Perguruan Qingcheng adalah perguruan besar yang terkemuka di dunia persilatan, reputasi ayah dan Biro Pengawalan Fu Wei di dunia persilatan juga tidak rendah. Tiap tahun kita pergi ke Sichuan untuk mengirim hadiah, sekarang Ketua Yu mengirim orang ke tempat kita, ini memang sudah seharusnya".

Lin Zhennan tersenyum dan berkata, "Kau tahu apa? Di Sichuan, Perguruan Qingcheng dan Emei sudah beberapa ratus tahun berdiri, murid-murid mereka banyak yang berilmu tinggi, benar-benar luar biasa. Walau tak bisa dibandingkan dengan Shaolin atau Wudang, namun dengan kelima Perguruan Pedang Lima Puncak yaitu Songshan, Taishan, Heng Shan, Huashan dan Hengshan[16] terhitung sejajar. Kakek buyutmu, Kakek Yuantu menciptakan tujuh puluh dua jurus Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan, pada saat itu ia mengegerkan dunia persilatan, benar-benar tak tertandingi di kolong langit ini. Akan tetapi ketika diwariskan ke kakekmu, nama besarnya tidak bisa menyamai Kakek Yuantu. Di tangan ayahmu, bahkan makin menurun lagi. Selama tiga generasi, keluarga Lin kita hanya mempunyai seorang putra di tiap generasi, kita juga tak pernah punya murid. Kita hanya berdua, tak bisa menyamai perguruan lain yang banyak anggotanya".

Lin Pingzhi berkata, "Kalau kita mengumpulkan para pendekar dari kantor cabang kita di sepuluh propinsi, masa kita tak bisa melawan Perguruan Shaolin, Wudang, Emei, Qingcheng atau Perguruan Pedang Lima Puncak?"

Lin Zhennan tersenyum, "Nak, kau tidak apa mengatakan hal ini pada ayah, tapi kalau kau mengatakannya diluar, lalu terdengar orang lain, tentu akan langsung mengundang masalah. Ke delapan puluh empat pengawal kita di sepuluh kantor cabang masing-masing punya keahlian sendiri, kalau dikumpulkan menjadi satu, tentunya tak kalah dengan orang lain. Akan tetapi apa gunanya mengalahkan orang lain? Kata pepatah, keramahan berbuah kekayaan, lagipula kita mencari makan dari jasa pengawalan, kita harus selalu mengalah. Kita rendah hati, orang lain menyombongkan diri, memangnya kenapa?"

Tiba-tiba terdengar seseorang berteriak ketakutan, "Aiyo, Pengawal Zheng telah meninggal!"

Ayah beranak Lin terkejut. Lin Pingzhi bangkit dari kursinya, lalu berkata dengan gemetar, "Mereka datang membalas......" Sebelum kata 'dendam' itu terucap, langsung ditarik kembali olehnya. Saat itu Lin Zhennan sudah melangkah menuju ke pintu ruangan, sehingga ia tidak mendengar perkataan anaknya. Ia melihat Pengiring Chen Qi lari masuk dengan gugup seraya berkata, "Ketua......ketua, celaka! Pengawal Zheng......Pengawal Zheng kerasukan roh jahat dari Sichuan yang minta nyawanya". Air muka Lin Zhennan berubah kesal, dengan lantang ia berkata, "Roh jahat dari Sichuan apa, omong kosong!"

Chen Qi berkata, "Betul, betul! Roh jahat dari Sichuan itu......bocah Sichuan itu sewaktu masih hidup begitu kuat dan garang, setelah mati tentunya tambah lihai......" Pandangannya bertubrukan dengan tatapan marah sang ketua, ia melihat air muka sang ketua yang keras, maka ia tak berani berkata apa-apa lagi, hanya bisa melirik ke arah Lin Pingzhi, wajahnya memperlihatkan ekspresi ketakutan bercampur kesedihan. Lin Zhennan berkata, "Katamu pengawal Zheng tewas? Mayatnya ada di mana? Bagaimana matinya?"

Pada saat yang bersamaan, beberapa orang pengawal dan pengiring berlari masuk ke aula. Seorang pengawal berkata, "Adik Zheng meninggal di istal, persis seperti Bai Er, di sekujur tubuhnya juga sama sekali tak ada bekas luka. Tidak ada darah yang mengalir dari ketujuh lubang di tubuhnya, wajahnya juga tidak bengkak. Mungkinkah......mungkinkah waktu mereka ikut tuan muda berburu, mereka bertemu roh jahat......membuat marah roh jahat?"

Lin Zhennan mendengus, "Seumur hidupku aku berkelana di dunia persilatan, dari dulu sampai sekarang tak pernah bertemu setan. Ayo kita selidiki baik-baik". Sambil berbicara ia melangkah keluar ruangan, menuju ke istal. Ia melihat Pengawal Zheng terbaring di lantai, kedua tangannya memegang pelana, jelas bahwa ia sedang melepaskan pelana, lalu sekonyong-konyong mati mendadak. Tidak ada tanda-tanda ia berkelahi dengan seseorang.

Diluar hari telah gelap, Lin Zhennan menyuruh sesorang untuk mengambil lentera untuk menerangi tempat itu, dengan tangannya sendiri ia membuka baju Pengawal Zheng, lalu memeriksa segalanya dengan seksama, setelah itu ia menekan-nekan tulang belulang di sekujur tubuhnya. Benar saja, sama sekali tak ada bekas luka di tubuhnya. Jari-jarinya pun tak ada yang putus. Lin Zhennan tak pernah percaya bahwa setan itu ada, ketika Bai Er mati mendadak ia menganggapnya suatu kebetulan belaka. Akan tetapi setelah Pengawal Zheng tewas dengan cara yang persis sama, ia mulai merasakan ada sesuatu yang aneh di dalam peristiwa itu. Kalau kematian mereka disebabkan karena sejenis wabah, mengapa di tubuh mereka tidak ada bercak-bercak hitam atau merah? Ia memperkirakan bahwa masalah ini kemungkinan besar berhubungan dengan sesuatu yang terjadi saat putranya pergi berburu hari ini, maka ia berbalik ke arah Lin Pingzhi dan bertanya, "Hari ini yang ikut kau berburu, selain Pengawal Zheng dan Bai Er, apa juga termasuk Pengawal Shi dan dia?" Sambil berbicara, ia menunjuk ke arah Chen Qi. Lin Pingzhi mengangguk. Lin Zhennan berkata, "Kalian berdua ikut aku". Ia memberi instruksi pada seorang pengiring, "Minta Pengawal Shi datang ke aula timur untuk menghadap aku".

Setelah ketiga orang itu tiba di aula timur, Lin Zhennan bertanya pada putranya, "Ada apa sebenarnya?"

Lin Pingzhi langsung bercerita tentang bagaimana ia singgah di kedai arak untuk minum arak sepulang berburu; bagaimana dua orang Sichuan itu melecehkan gadis penjual arak, sehingga terjadi adu mulut; juga bagaimana mereka berkelahi, lalu lelaki itu mencengkeram lehernya dan memaksanya bersujud; bagaimana ketika dalam keadaan marah dan panik ia mencabut pisau dari sepatu botnya, lalu membunuh lelaki itu; juga bagaimana lelaki itu dikuburkan di kebun sayur, dan bagaimana ia menyuruh si tua pemilik kedai untuk tidak membocorkan masalah ini dengan memberinya beberapa tahil perak. Satu persatu dibeberkannya sesuai dengan faktanya.

Lin Zhennan makin lama mendengarkan makin tak senang, namun berkelahi dengan orang dan membunuh orang dari luar daerah, bukanlah sesuatu hal yang membuat langit runtuh. Ia tak bersuara dan air mukanya tak berubah sampai putranya selesai bercerita, setelah mengumam beberapa saat ia berkata, "Dua lelaki itu tidak bilang mereka dari perguruan atau perkumpulan apa?" Lin Pingzhi berkata, "Tidak!" Lin Zhennan bertanya, "Cara bicara dan sikap mereka, apa ada suatu ciri tertentunya?" Lin Pingzhi berkata, "Tidak kelihatan ada sesuatu yang aneh. Lelaki marga Yu itu......" Sebelum ia menyelesaikan perkataannya, Lin Zhennan menyela, "Kau membunuh lelaki marga Yu itu?" Lin Pingzhi berkata, "Betul! Aku dengar orang yang satunya memanggil dia adik Yu. Tapi aku tidak tahu apa dia memang marganya Yu atau bukan. Logat mereka asing, susah dimengerti". Lin Zhennan mengeleng-gelengkan kepalanya, lalu berkata pada dirinya sendiri, "Tak mungkin. Tak mungkin begitu kebetulan. Ketua Yu berkata akan mengirim orang kesini, mana mungkin begitu cepat sampai di Prefektur Fuzhou, masa mereka punya sayap di punggungnya".

Lin Pingzhi menjadi ketakutan, ia bertanya, "Ayah, apa menurut ayah kedua orang itu mungkin dari Perguruan Qingcheng?" Lin Zhennan tak menjawab, ia hanya mengoyang-goyangkan tangannya, lalu bertanya, "Ketika kau berkelahi dengan dia dengan 'Tapak Pembalik Langit', bagaimana cara dia menangkisnya?" Lin Pingzhi berkata, "Ia tak bisa menangkisnya. Aku tampar mukanya keras-keras". Lin Zhennan tertawa, lalu berkata, "Bagus sekali! Bagus sekali! Bagus sekali!" Suasana di ruangan itu sebelumnya serius dan genting, akan tetapi melihat Lin Zhennan tertawa seperti itu, Lin Pingzhi juga tak bisa menahan diri untuk tak tertawa juga, hatinya terasa amat lega.

Lin Zhennan bertanya lagi, "Ketika kau pakai jurus ini untuk pukul dia, bagaimana caranya membalas?" Sembari berbicara ia mengerakkan tangannya. Lin Pingzhi berkata, "Waktu itu aku berkelahi dengan marah, tidak ingat dengan jelas seperti apa kejadiannya, aku juga meninju dadanya". Air muka Lin Zhennan berubah menjadi lembut, "Bagus, jurus ini memang harus begini caranya! Ia tak bisa memecahkan jurus ini, tentunya bukan anak atau keponakan Ketua Yu dari Kuil Cemara Angin milik Perguruan Qingcheng yang namanya begitu terkenal di kolong langit". Sebelumnya ia berkata "bagus sekali" bukan untuk memuji ilmu silat putranya, tapi karena merasa lega. Di Propinsi Sichuan entah ada berapa banyak orang bermarga Yu, lelaki marga Yu yang dibunuh putranya, ilmu silatnya tidak tinggi, tentunya tak ada hubungannya dengan Perguruan Qingcheng. Ia menjulurkan jari tengahnya dan berulang-ulang mengetuk permukaan meja, lalu bertanya lagi, "Bagaimana caranya dia mencengkeram kepalamu?" Lin Pingzhi memperagakan bagaimana caranya ia mencengkeram dirinya hingga ia tak bisa berkutik.

Chen Qi juga makin berani, ia menyela, "Bai Er juga menusuk orang itu dengan tombak baja, tapi dia menendang ke belakang sehingga tombak baja itu melayang, sekaligus menendang Bai Er sampai terguling-guling". Hati Lin Zhennan terguncang, ia bertanya, "Dia menendang Bai Er dan juga sekaligus menendang tombak baja yang dipegangnya sampai lepas? Bagaimana......bagaimana caranya dia menendang?" Chen Qi berkata, "Mirip sekali seperti ini". Kedua tangannya mencengkeram punggung kursi, kaki kanannya menendang ke belakang sehingga sekujur tubuhnya juga ikut melayang, kaki kirinya juga ikut menendang ke belakang. Kedua tendangan itu nampak kikuk, seperti kuda yang menyepak seseorang dengan kedua kaki belakangnya.

Ketika Lin Pingzhi melihat ia menendang dengan begitu kikuk, ia tak bisa menahan tawa dan berkata, "Ayah, kau lihat......" Akan tetapi melihat ekspresi wajah ayahnya yang begitu panik, ia langsung menutup mulutnya. Lin Zhennan berkata, "Kedua tendangan ke belakang itu agak mirip dengan 'Tendangan Maya Tak Berbayang' milik Perguruan Qingcheng, nak, bagaimana sebenarnya cara dia melancarkan kedua tendangan itu?" Lin Pingzhi berkata, "Waktu itu kepalaku sedang dicengkeram olehnya, aku tidak melihat tendangan ke belakang itu".

Lin Zhennan berkata, "Baiklah. Lebih baik aku pergi menanyai Pengawal Shi". Ia melangkah ke pintu aula sambil berteriak, "Kesini! Mana Pengawal Shi? Kenapa begitu lama memanggil dia?" Dua orang pengiring begitu mendengar suaranya bergegas masuk, dan berkata bahwa mereka sudah mencari Pengawal Shi namun tak bisa menemukannya.

Lin Zhennan berjalan mondar mandir di beranda, ia berkata pada dirinya sendiri, "Kedua tendangan ke belakang itu, kalau benar adalah 'Tendangan Maya Tak Berbayang', laki-laki itu walaupun bukan anak atau keponakan Ketua Yu, tapi pasti ada hubungannya dengan Perguruan Qingcheng. Siapa dia sebenarnya? Tak bisa tidak harus kuselidiki sendiri". Ia berkata, "Panggil Pengawal Cui dan Li kesini!"

Pengawal Cui dan Li dapat dipercaya dalam menjalankan tugasnya, berpengalaman dan hati-hati, mereka adalah orang kepercayaan Lin Zhennan. Mereka berdua melihat kematian Pengawal Zheng yang tiba-tiba dan mengenaskan, sedangkan Pengawal Shi juga menghilang, sudah terlebih dahulu menunggu di depan aula, menunggu tugas. begitu mendengar suara Lin Zhennan, mereka langsung masuk ke dalam aula.

Lin Zhennan berkata, "Kita perlu melakukan suatu hal. Nak, kau dan Bai Er, Cui dan Li berdua, ikut aku masuk".

* * *

Lima orang penunggang kuda meninggalkan kota ke arah utara. Lin Pingzhi berada  paling depan, memimpin rombongan.

Tak lama kemudian, kelima penunggang kuda itu tiba di depan kedai arak kecil itu. Terlihat pintu kedai sudah tertutup. Lin Pingzhi yang berada di depan mengetuk pintu sambil berseru, "Pak tua Sa, pak tua Sa, buka pintu". Setelah mengetuk selama beberapa saat, ternyata dari dalam kedai sama sekali tidak terdengar suara apapun. Pengawal Cui memandang Lin Zhennan, kedua tangannya memberi isyarat seakan hendak mendobrak pintu. Lin Zhennan mengangguk, kedua tangan Pengawal Zhi mendorong ke depan. "Krek!" Palang pintu pun patah. Kedua daun pintu membuka, bergoyang-goyang ke depan dan kebelakang dengan suara berkeriutan.

Pengawal Shi mendorong pintu hingga terbuka, lalu cepat-cepat menarik Lin Pingzhi ke sisinya. Setelah melihat bahwa di dalam ruangan sama sekali tak terlihat ada sesuatu yang bergerak, mereka menyalakan api dan masuk ke dalam, lalu menyalakan lampu minyak yang ada di atas meja dan juga menyalakan lentera. Mereka memeriksa diluar dan di dalam, tak ada orang, namun selimut, koper dan berbagai barang kecil lainnya semuanya belum dibawa pergi dari ruangan itu.

Lin Zhennan mengangguk, "Pak tua itu takut perkara, disini pernah terjadi pembunuhan, mayatnya pun dikubur di kebun sayurnya, ia takut terlibat maka ia langsung pergi". Ia pergi ke kebun sayur, lalu menunjuk sekop yang tersandar pada tembok dan berkata, "Chen Qi, gali mayatnya supaya bisa kita lihat". Chen Qi sudah terlebih dahulu percaya bahwa roh jahatlah yang membuat gara-gara, baru menggali dua sekop, kaki dan tangannya menjadi lemas, tubuhnya hampir ambruk ke tanah.

Pengawal Li berkata, "Apa-apaan ini? Kau ini pengawal macam apa!" Ia mengambil sekop dan memindahkan lentera ke tangan Chen Qi, lalu mengangkat sekop dan menggali tanah. Belum lama menggali, telah terlihat baju yang dipakai mayat itu, setelah menyekop beberapa kali lagi, ia menjulurkan sekop ke bawah mayat itu, lalu mengangkatnya kuat-kuat. Chen Qi memalingkan muka, tak berani melihat, tapi ketika mendengar keempat orang lainnya serentak berseru kaget, Chen Qi juga ikut terkejut, lentera yang dipegangnya terlepas dan jatuh ke tanah, lilin yang berada di dalamnya padam sehingga kebun sayur itu menjadi gelap gulita.

Lin Pingzhi berkata dengan gemetar, "Yang kita kubur disini jelas-jelas orang Sichuan itu, bagaimana......bagaimana......" Lin Zhennan berkata, "Cepat nyalakan lentera!" Ia selalu tenang, akan tetapi sekali ini suaranya mengandung rasa panik. Pengawal Cui mengambil api dan menyalakan lentera. Lin Zhennan membungkuk mengawasi mayat itu, setelah beberapa saat, ia berkata, "Di sekujur mayat ini sama sekali tidak ada bekas luka, cara membunuhnya persis sama". Chen Qi memberanikan diri untuk melirik ke arah mayat itu, lalu berkata dengan suara melengking, "Itu Pengawal Shi, itu Pengawal Shi!"

Tak disangka-sangka, mayat yang digali dari tanah itu adalah Pengawal Shi, mayat lelaki Sichuan itu entah kemana perginya.

Lin Zhennan berkata, "Pasti ada yang aneh pada diri si tua Sa itu". Ia cepat-cepat mengambil lentera dan lari ke dalam untuk memeriksa ruangan, mulai dari tempat arak di dapur, kuali besi, sampai ke meja kursi di ruangan utama diperiksanya dengan teliti, tapi tidak ada sesuatu yang aneh. Pengawal Cui dan Li serta Lin Pingzhi masing-masing juga ikut memeriksa. Tiba-tiba terdengar Lin Pingzhi berseru, "Hei! Ayah, lihat ini".

Lin Zhennan mengikuti suara anaknya, ia melihat putranya berdiri di kamar si nona, tangannya mengengam sehelai saputangan berwarna hijau. Lin Pingzhi berkata, "Ayah, perempuan miskin ini bagaimana bisa mempunyai benda seperti ini?" Lin Zhennan mengulurkan tangan untuk menyambutnya, saat itu bau harum yang samar-samar menyelinap ke dalam hidungnya, sapu tangan itu benar-benar halus dan licin, namun berat, jelas terbuat dari sutra satin bermutu tinggi. Setelah menelitinya, terlihat bahwa tepi saputangan itu dihiasi sulaman benang sutra hijau yang mengelilinginya tiga kali. Di salah satu sudutnya tersulam setangkai koral mungil berwarna merah, sulamannya sangat halus dan indah.

Lin Zhennan berkata, "Kau menemukan saputangan ini disini?" Lin Pingzhi berkata, "Nampaknya jatuh ke salah satu sudut di bawah ranjang, kelihatannya mereka buru-buru pergi, waktu membereskan barang-barang tidak terlihat". Lin Zhennan membungkuk sambil membawa lentera untuk menerangi kolong ranjang, namun tak melihat benda lain. Ia bergumam pada dirinya sendiri, lalu berkata, "Katamu nona yang menjual arak roman mukanya sangat buruk, bahan bajunya seharusnya tidak bisa begitu mewah, akan tetapi baju yang dipakainya sangat bersih dan rapi, benar tidak?" Lin Pingzhi berkata, "Waktu itu aku tidak memperhatikan, tapi sepertinya tidak kotor, kalau sangat jorok, tentunya waktu ia datang menuang arak tentunya aku tahu".

Lin Zhennan memandang ke arah Pengawal Cui, "Cui, apa pendapatmu?" Pengawal Cui berkata, "Aku rasa kematian Pengawal Shi, Pengawal Zheng dan Bai Er pasti ada kaitannya dengan sepasang orang tua dan muda ini, bahkan mungkin merekalah pembunuhnya". Pengawal Shi berkata, "Kedua orang Sichuan itu kemungkinan besar juga bersekongkol dengan mereka, kalau tidak untuk apa mereka memindahkan mayat itu?"

Lin Pingzhi berkata, "Si marga Yu itu jelas-jelas bersikap kurang ajar, melecehkan nona itu, kalau tidak aku juga tak akan memaki dia, tak mungkin mereka berkomplot". Pengawal Cui berkata, "Tuan muda tidak tahu, hati orang di dunia persilatan sangat licik, mereka sering membuat jebakan semacam ini untuk menjebak orang. Mereka berdua pura-pura berkelahi untuk memancing pihak ketiga untuk datang mendamaikan mereka, lalu kedua orang yang sedang berkelahi itu bergabung untuk melawan orang yang berusaha mendamaikan mereka itu, itu adalah tipuan yang sangat biasa". Pengawal Li berkata, "Bagaimana pendapat ketua?" Lin Zhennan berkata, "Si tua penjual arak dan nona itu, pasti sengaja datang kesini untuk menemui kita, hanya saja kita tidak tahu apakah mereka berkomplot dengan kedua orang Sichuan itu". Lin Pingzhi berkata,"Ayah, ayah berkata bahwa Ketua Yu dari Kuil Cemara Angin mengirim empat orang kesini, mereka......mereka bukannya berempat?"

Perkataan ini membuat Lin Zhennan tertegun tanpa ekspresi, ia mengumam pada dirinya sendiri, "Biro Pengawalan Fu Wei sangat menghormati Perguruan Qingcheng, dari awal mula sampai sekarang, kita tak pernah meyinggung mereka. Untuk apa Ketua Yu mengirim orang untuk mencari perkara denganku?"

Keempat orang itu saling berpandangan, untuk beberapa saat lamanya mereka tak bisa berbicara. Setelah beberapa lama, akhirnya Lin Zhennan berkata, "Mari kita pindahkan jenazah Pengawal Shi ke dalam ruangan dulu. Sesampainya kita di kantor, siapapun juga tidak boleh bicara tentang hal ini, agar tidak menarik perhatian pihak yang berwajib dan membuat keributan. Hah, si marga Lin ini sopan terhadap orang, tak suka menyinggung teman, tapi juga bukan manusia namanya kalau dipukul tidak berani membalas". Pengawal Li berkata dengan suara keras, "Ketua, memelihara pasukan untuk seribu hari, dipakai hanya dalam sehari, kita semua akan berusaha dengan sekuat tenaga, supaya tidak mencoreng reputasi biro pengawalan kita". Lin Zhennan menganguk, "Baiklah! Terima kasih banyak!"

* * *

Catatan Kaki

[1] Satu zhang sama dengan 3,5 meter.

[2] Satu shichen sama dengan dua jam.

[3] Satu jin sama dengan 0,5 kg.

[4] Satu tahil sama dengan 32,5 gram, biasanya digunakan sebagai ukuran berat untuk uang perak.

[5] Zhuge Liang (Cukat Liang dalam bahasa Hokkian) (118-234) adalah perdana menteri negara Shu pada zaman Tiga Negara. Wilayah Negara Shu ini sebagian besar terletak di propinsi Sichuan. Ia bergelar Marquis Wu.

[6] Tu er ye, yaitu boneka dari tanah liat yang kepalanya berbentuk kelinci, biasanya dimainkan anak-anak saat perayaan pertengahan musim gugur.

[7] Peran perempuan dalam opera China.

[8] Gui er zhi, makian yang berarti 'anak haram'.

[9] Satu cun sama dengan 3,33 cm

[10] Satu chi sama dengan 0,33 m.

[11] Lu lin adalah istilah yang dipakai untuk menyebut dunia hitam para penjahat.

[12] Propinsi Hubei dan Hunan.

[13] Zuowei zuofu berarti menyalahgunakan kekuasaan.

[14] Nama lain dari propinsi Hubei.

[15] Nama lain dari propinsi Sichuan, yang merupakan wilayah Negara Shu pada zaman Dinasti Zhou.

[16] Lima Gunung Suci (Wu yue) adalah lima gunung yang dianggap suci dalam kosmologi China sejak zaman Negara-Negara Berperang (abad kelima SM), yaitu Taishan di timur, Huashan di barat, Heng Shan di selatan, Hengshan di utara, dan Songshan di tengah.

-- Bagian 2

Kelima orang itu menunggang kuda pulang ke kota, ketika hampir sampai di kantor, dari kejauhan mereka melihat obor menyala di luar gerbang, banyak orang berkumpul disana. Jantung Lin Zhennan berdebar-debar, ia memacu kudanya. Beberapa orang berkata, "Ketua sudah pulang!" Lin Zhennan turun dari kuda, ia melihat wajah istrinya, Nyonya Lin, penuh kemarahan. Nyonya Lin berkata, " Kau lihat! Hah, ada orang yang hendak menganiaya kita di rumah sendiri".

Terlihat dua batang tiang bendera yang patah tergeletak di tanah, di masing-masing ujungnya terdapat sebuah bendera, yaitu bendera-bendera besar yang biasanya berkibar di depan gerbang biro pengawalan. Seseorang telah memotong kedua tiang bendera itu hingga jatuh ke tanah. Bagian tiang bendera yang terpotong begitu halus, jelas telah dipotong dengan pisau atau pedang bermutu tinggi yang tajam.

Nyonya Lin tidak membawa senjata, maka ia mengambil pedang dari pinggang suaminya, lalu, "Sret! Sret!" Ia memotong kedua bendera dari tiangnya. Digulungnya bendera-bendera itu, lalu dibawa masuk ke balik gerbang. Lin Zhennan memberi perintah, "Pengawal Cui, sisa tiang bendera ini sekalian dipotong saja! Hah, ingin menganggu Biro Pengawalan Fu Wei, tidak segampang ini!" Pengawal Cui berkata, "Baik" Pengawal Li memaki, "Sialan! Anjing buduk ini begitu pengecut, mengambil kesempatan di saat ketua sedang tidak ada di rumah, datang mengendap-endap melakukan tindakan yang keterlaluan seperti ini". Lin Zhennan melambaikan tangannya ke arah sang anak, kedua orang itu lalu masuk ke dalam. Pengawal Li masih memaki-maki,"Anjing buduk! Haram jadah bau!"

Ayah dan anak berdua tiba di aula timur, Nyonya Lin telah mengelar kedua bendera itu diatas dua buah meja. Kedua mata singa kuning yang tersulam di bendera pertama telah dicungkil sehingga menampakkan dua lubang kosong, sedangkan di bendera yang satu, dimana tersulam empat huruf 'Biro Pengawalan Fu Wei', huruf 'Wei' nya telah dibuang. Walaupun Lin Zhennan pandai menahan diri, namun hal ini sukar diterimanya. "Brak!" Ia menjulurkan tangan dan mengebrak meja keras-keras. "Krak!" Kaki ba xian zhuo[1] yang terbuat dari kayu hua li[2] itu pun patah.

Lin Pingzhi berkata dengan suara gemetar, "Ayah, semua......semua ini salahku. Karena aku bencana besar ini menimpa kita!" Lin Zhennan berkata dengan suara tinggi, "Kita marga Lin, kalau mau bunuh orang memangnya kenapa? Orang macam ini kalau bertemu ayahmu, juga akan kubunuh". Nyonya Lin bertanya, "Membunuh siapa?" Lin Zhennan berkata, "Nak, beritahu ibumu".

Maka Lin Pingzhi pun menceritakan satu demi persatu mengenai bagaimana ia telah membunuh lelaki dari Sichuan itu dan bagaimana Pengawal Shi meninggal di kedai arak kecil itu. Mengenai hal kematian mendadak Pengawal Zheng dan Bai Er, Nyonya Lin telah mengetahuinya sebelumnya, ketika mendengar kematian mengenaskan Pengawal Shi, Nyonya Lin tidak takut malah sebaliknya murka, ia mengebrak meja dan bangkit dengan geram, lalu berkata, "Kakak, kenapa Biro Pengawalan Fu Wei membiarkan orang datang untuk melakukan penganiayaan semacam ini? Kita panggil orang-orang kita, lalu pergi ke Sichuan minta pertanggungjawaban Perguruan Qingcheng. Kita juga bisa minta ayahku, kakak dan adikku datang". Sejak kecil, perangai Nyonya Lin meledak-ledak bagai guntur, semasa gadis, ia sering menghunus golok melukai orang. Keluarganya, yaitu keluarga Golok Emas Wang adalah keluarga yang berpengaruh di kota Luoyang. Siapapun yang memandang muka ayahnya sang Golok Emas Tanpa Tanding Wang Yuanba selalu mengalah kepadanya. Walaupun putranya sekarang telah begitu besar, namun tabiatnya yang keras masih tak berkurang. 

Lin Zhennan berkata, "Siapa musuh kita saat ini masih belum jelas, belum tentu Perguruan Qingcheng. Aku rasa mereka tidak mungkin hanya memotong dua buah tiang bendera, membunuh dua orang pengawal, lalu masalah selesai......" Nyonya Lin menyela, "Mereka mau apa lagi?" Lin Zhennan melirik ke arah putranya, Nyonya Lin tahu apa maksud suaminya, jantungnya berdebar-debar seakan hendak melompat, air mukanya pun langsung berubah.

Lin Pingzhi berkata, "Masalah ini disebabkan oleh anakmu ini, seorang lelaki kalau berbuat harus berani menanggung akibatnya, anakmu ini......anakmu ini tidak takut". Mulutnya berkata bahwa ia tidak takut, akan tetapi sebenarnya ia tidak punya pilihan lain, suaranya gemetar, mengungkapkan rasa takut dan khawatir dalam hatinya.

Nyonya Lin berkata, "Hah! Kalau mereka mau menyentuh selembar rambutmu, mereka harus bunuh ibumu dulu. Bendera Biro Pengawalan Fu Wei keluarga Lin telah berdiri selama tiga generasi, tak pernah kehilangan pamor sedikit pun". Ia menoleh ke arah Lin Zhennan dan berkata, "Kalau kata-kata ini cuma omong kosong saja, kita tak ada gunanya jadi manusia". Lin Zhennan mengangguk dan berkata, "Kita akan mengirim orang untuk menyelidiki semua tempat baik di dalam maupun diluar kota, untuk mencari orang asing dari dunia persilatan. Lalu menambah orang untuk meronda di dalam dan diluar kantor. Kau temani Ping er menungguku disini, jangan perbolehkan dia berkeliaran diluar". Nyonya Lin berkata, "Baiklah. Aku mengerti". Suami istri itu tahu, bahwa musuh datang untuk turun tangan terhadap putra mereka. Musuh bersembunyi dalam kegelapan, namun mereka berada di tempat yang terang benderang. Begitu Lin Pingzhi melangkah keluar Biro Pengawalan Fu Wei, nyawanya akan langsung terancam. 

Lin Zhennan pergi ke aula besar dan memanggil para pengawal, memberi tugas kepada masing-masing pengawal untuk menyelidiki, meronda atau berjaga. Semua pengawal telah tahu sebelumnya mengenai apa yang terjadi. Peristiwa pemotongan tiang bendera Biro Pengawalan Fu Wei adalah tamparan keras di muka setiap orang. Kebencian mereka terhadap musuh berkobar-kobar, jauh sebelumnya, mereka telah mengenakan seragam dan membawa senjata, begitu selesai menerima perintah, mereka segera melaksanakan tugas.

Lin Zhennan melihat bahwa semua orang di kantor, mulai dari yang pangkatnya paling rendah sampai paling tinggi semua bersatu, mengerahkan tenaga melawan musuh, ia merasa agak lega. Ia kembali ke aula dan berkata pada putranya, "Ping er, beberapa bulan terakhir ini, ibumu sedang tidak sehat, sekarang ada musuh mendatangi, beberapa malam mendatang ini kau tidurlah di bangku panjang di luar kamar kita, menjaga ibumu". Nyonya Lin tersenyum, "Hei, aku mau dia......" Sebelum selesai berbicara, tiba-tiba ia menyadari, suaminya mau sang anak melindungi ibunya hanya alasan saja, sebenarnya pasangan itulah yang ingin dekat sang anak untuk melindunginya. Bocah ini ambisius dan angkuh, kalau dia harus berlindung di bawah  ketiak  ayah ibunya, bisa-bisa ia akan merasa sebal. Kalau ia sendirian keluar menantang musuh, tentunya akan sangat berbahaya, maka ia segera menarik kembali kata-katanya, "Betul. Ping er, beberapa bulan belakangan ini, penyakit rematik mama kumat, kaki tanganku linu-linu dan lemas. Ayahmu harus mengurus seluruh kantor, tak bisa seharian menemaniku. Kalau ada musuh yang menerobos masuk ke dalam gedung, mama khawatir tidak bisa melawan". Lin Pingzhi berkata, "Aku pasti akan menemani mama".

Malam itu Lin Pingzhi tidur di bangku panjang di luar kamar ayah ibunya. Lin Zhennan dan istrinya membiarkan pintu kamar terbuka, lalu menaruh senjata di sebelah ranjang. Mereka tak melepas baju dan sepatu, hanya menutupi tubuh dengan selimut tipis, menunggu tanda bahaya, siap untuk menghadapi musuh.

* * *

Namun malam itu berlalu dengan tenang dan damai. Pada hari kedua ketika hari baru mulai terang, seseorang berbisik dari luar jendela, "Tuan muda, tuan muda!" Lin Pingzhi tak bisa tidur setengah malam sebelumnya, saat fajar menyingsing ia baru bisa tidur nyenyak, maka ia tidak terbangun. Lin Zhennan berkata, "Ada apa?" Orang yang diluar itu berkata, "Kuda tuan muda......kuda itu mati". Lin Pingzhi sangat menyayangi kuda putih itu, ketika orang yang diserahi tugas untuk mengurus kuda melihat kuda itu telah mati, dengan sangat gugup ia datang melapor. Lin Pingzhi mendengar berita itu dalam keadaan masih mengantuk, ia bangun dan cepat-cepat berkata, "Aku akan pergi lihat". Lin Zhennan tahu bahwa ada sesuatu yang aneh, maka ia segera melangkah menuju istal. Ia melihat kuda putih itu terbaring di lantai, kelihatannya sudah lama mati, akan tetapi di sekujur tubuhnya sama sekali tidak ada bekas luka.

Lin Zhennan bertanya, "Apa tadi malam tidak ada yang dengar suara ringkikan kuda? Apa tidak ada suara gerakan?" Pengurus kuda itu berkata, "Tidak ada". Lin Zhennan menarik tangan putranya sambil berkata, "Tak usah sedih. Ayah akan panggil orang untuk membelikan kuda yang bagus untukmu". Lin Pingzhi membelai dan mengelus-elus tubuh kuda itu, air matanya jatuh berderai-derai.

Tiba-tiba Pengiring Chen Qi mendadak lari masuk, ia berkata dengan sangat gugup, "Ketua......ketua, celaka! Para pengawal......para pengawal itu telah dicabut nyawanya oleh roh jahat itu". Lin Zhennan dan Lin Pingzhi serentak bertanya dengan kaget, "Apa?"

Chen Qi hanya berkata, "Mati! Semua mati!" Lin Pingzhi berkata dengan gusar, "Bagaimana mereka semua bisa mati?" Sambil berbicara, ia menarik baju Chen Qi, lalu diguncang-guncangkannya orang itu beberapa kali. Chen Qi berkata, "Tuan......tuan muda......sudah mati". Lin Zhennan mendengar ia berkata 'tuan muda sudah mati', begitu kata-kata yang mengandung firasat buruk itu masuk ke telinganya, ia langsung merasa sangat muak dan marah, akan tetapi kalau sekarang ia menegur Chen Qi maka ia akan menunjukkan perasaannya sendiri. Terdengar suara ribut di luar, ada yang berkata, "Ketua bagaimana? Cepat lapor kepada beliau". Ada suara lain yang berkata, "Roh jahat ini sangat lihai. Kita harus bagaimana?"

Lin Zhennan berkata dengan suara keras, "Aku ada disini. Ada apa?" Begitu mendengar suaranya, dua orang pengawal dan tiga pengiring segera lari mendatangi. Seorang pengawal terlebih dahulu berkata, "Ketua, semua saudara yang kita kirim, tak ada seorangpun yang kembali". Ketika mendengar perkataan orang itu, Lin Zhennan mengira bahwa mereka telah mati mendadak, akan tetapi malam sebelumnya ia telah mengirim dua puluh dua pengawal dan pengiring untuk bersama-sama mengadakan penyelidikan, bagaimana mereka semua bisa binasa? Ia segera bertanya, "Apa ada yang meninggal? Kemungkinan besar, mereka sedang sibuk menanyai orang, sehingga terlambat pulang". Pengawal itu mengeleng, "Sudah ditemukan tujuh belas jenazah......" Lin Zhennan dan Lin Pingzhi serentak berseru kaget, "Tujuh belas jenazah?" Pengawal itu berkata dengan wajah ketakutan, "Benar. tujuh belas jenazah, termasuk Pengawal Fu, Qian dan Shi. Jenazah ditaruh di aula besar". Lin Zhennan tak bisa berbicara, ia cepat-cepat menuju aula besar. Di aula besar ternyata semua meja dan kursi telah dipinggirkan, di lantainya tergeletak tujuh belas mayat dalam keadaan berantakan.

Lin Zhennan telah banyak mengalami berbagai gelombang dalam hidupnya, namun ketika tiba-tiba melihat pemandangan semacam itu, kedua tangannya mau tak mau menjadi gemetar, lututnya menjadi lemas, ia hampir tak mampu berdiri. Ia bertanya, "Kenapa......kenapa......kenapa?" Tenggorokannya kering tak bisa mengeluarkan suara. 

Terdengar suara seseorang dari luar aula, "Ai, Pengawal Gao selalu tulus dan baik pada semua orang, tak nyana juga ikut dibunuh oleh roh jahat". Terlihat empat atau lima orang tetangga mengusung masuk sebuah jenazah yang diletakkan di atas daun pintu. Mereka dipimpin oleh seorang lelaki setengah baya yang berkata, "Ketika hamba membuka pintu hari ini, hamba melihat orang ini mati di jalan. Hamba mengenali dia sebagai Pengawal Gao dari perusahaan tuan yang terhormat. Hamba kira dia terkena wabah penyakit, oleh karenanya kubawa kesini". Lin Zhennan menjura sambil berkata, "Terima kasih banyak, terima kasih banyak". Kepada seorang pengiring ia berkata, "Beri tiga tahil perak kepada masing-masing tetangga yang baik ini, pergilah ke ruang pembukuan untuk mengambilnya". Para tetangga itu melihat aula penuh dengan mayat,  tak berani tinggal berlama-lama, begitu menerima perak dan mengucapkan terima kasih, mereka langsung pergi.

Tak lama kemudian, ada orang yang datang mengantarkan tiga mayat pengawal lagi, Lin Zhennan memeriksa jumlahnya, kemarin malam ia telah mengirim dua puluh dua orang, saat ini baru ada dua puluh satu mayat, hanya tinggal mayat Pengawal Chu yang belum ditemukan, namun sepertinya ini hanya soal waktu saja.

Ia kembali ke aula timur, lalu minum secangkir teh hangat, pikirannya kacau balau, namun ia tak bisa menenangkan dirinya. Ia pergi keluar gerbang dan memandang kedua tiang bendera yang telah dipotong, hatinya bertambah khawatir, sampai saat ini, musuh telah turun tangan membunuh dua puluh pengawal lebih, namun dari awal sampai akhir belum menunjukkan wajahnya, dan juga belum menyampaikan tantangan atau memberitahukan jati dirinya. Ia menoleh, memandang papan diatas pintu gerbang yang bertuliskan empat huruf keemasan 'Biro Pengawalan Fu Wei' itu sambil termenung-menung untuk beberapa saat lamanya. Ia berpikir, "Biro Pengawalan Fu Wei telah berjaya selama puluhan tahun di dunia persilatan, tak nyana hari ini harus hancur di tanganku".

Tiba-tiba terdengar suara derap kaki kuda di jalan, seekor kuda perlahan-lahan mendatangi, di punggung kuda itu terkulai seseorang. Dalam hati Lin Zhennan sudah  memiliki suatu dugaan, ia menghampiri, dan benar saja mayat yang terkulai diatas punggung kuda itu ialah Pengawal Shi, rupanya dibunuh orang saat ia dalam perjalanan, lalu mayatnya dibiarkan tetap di atas kuda. Kuda itu tahu jalan pulang dan berjalan pulang sendiri.

Lin Zhennan menghela nafas panjang, air matanya jatuh bercucuran, berjatuhan diatas tubuh Pengawal Chu, ia mengendong mayat itu masuk ke aula dan berkata, "Adik Chu, kalau aku tak bisa membalaskan dendammu, aku bersumpah aku bukan manusia, hanya sayang......sayang, ai, kau pergi terlalu cepat, tak sempat memberitahukan nama musuh". Pengawal Chu ini termasuk tidak menonjol di perusahaan dan tidak mempunyai hubungan dekat dengan Lin Zhennan, tapi karena suasana hati Lin Zhennan sedang galau, ia tak dapat menahan air matanya. Air mata ini pun lebih banyak disebabkan karena rasa marah dibanding dengan rasa sedih.

Nyonya Lin berdiri di pintu aula, tangan kirinya mengengam golok emas, tangan kanannya menunjuk ke halaman sambil menegur dengan suara keras, "Haram jadah, bisanya menyelinap dan menusuk orang dari belakang, kalau kau benar-benar lelaki jantan, datanglah secara terang-terangan ke Biro Pengawalan Fu Wei, hunus senjatamu ayo bertarung sampai mati. Perbuatan sembunyi-sembunyi seperti ini hanya pantas untuk tikus pencuri. Di dunia persilatan, siapa yang akan menaruh hormat padamu?" Lin Zhennan berkata dengan suara pelan, "Istriku, apa yang kau lihat?" Pada saat yang sama, ia meletakkan mayat Pengawal Chu di lantai. 

Nyonya Lin berkata dengan suara keras, "Aku tidak melihat apapun! Bajingan semacam ini, pasti takut kepada tujuh puluh dua jurus Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan keluarga Lin kita!" Tangan kanannya mengengam gagang golok emas dan menebaskannya di udara, seraya berkata dengan lantang, "Juga takut pada golok emas yang ada di tangan nyonya tua ini!" Tiba-tiba terdengar suara tawa dingin dari sudut rumah. "Wus!" Sepucuk senjata rahasia melayang. "Trang!" Senjata itu mengenai punggung golok emas. Lengan Nyonya Lin kesemutan, tangannya tak bisa menggengam dan golok pun jatuh ke lantai. Daya geraknya tak berkurang dan golok itu pun melayang ke tengah halaman.

Lin Zhennan berteriak. Sinar hijau berkilauan. Ia menarik pedang dari sarungnya, menjejakkan kedua kakinya ke tanah lalu naik ke atas atap. Inilah jurus, 'Menyapu Roh Jahat'. Ujung pedangnya bagai bunga yang bertebaran di angkasa, dengan cepat melesat ke arah musuh. Ia memendam rasa kesal yang amat sangat, selamanya tak pernah melihat wajah musuh, dalam satu jurus itu ia menumpahkan tenaga yang telah dihimpunnya seumur hidup, sama sekali tak memberi ampun. Namun ia tahu bahwa ia hanya mengenai udara kosong, sudut rumah itu kosong melompong, mana ada bayangan manusia? Ia melompat ke atap aula timur, namun disitu juga tak ada jejak musuh.

Nyonya Lin dan Lin Pingzhi naik ke atap dengan membawa senjata untuk membantu. Nyonya Lin mengamuk, dengan suara lantang ia berseru, "Haram jadah, kalau kau punya nyali, cepat keluar untuk bertarung sampai mati. Kalau kau cuma bisa sembunyi-sembunyi, kau tak ada bedanya dengan bajingan tengik!" Lalu ia bertanya kepada sang suami, "Bajingan itu sudah lari? Orang macam apa dia itu?" Lin Zhennan mengeleng sambil berbisik, "Jangan bikin kaget orang lain". Ketiga orang itu sekali lagi memeriksa atap, lalu melompat turun ke halaman. Lin Zhennan bertanya dengan suara pelan, "Senjata rahasia apa yang dilempar ke golok emasmu?" Nyonya Lin memaki, "Dasar bajingan! Tak tahu!" Ketiga orang itu memeriksa halaman, tapi tak menemukan senjata rahasia apapun, mereka hanya melihat di bawah pohon guihua[3] banyak sekali serpihan bata tersebar di atas tanah, rupanya musuh menggunakan sepotong bata kecil untuk memukul jatuh golok emas yang dipegang Nyonya Lin.

Walaupun Nyonya Lin memaki, 'Haram jadah, bajingan tengik', ketika melihat serpihan-serpihan bata kecil itu, rasa marahnya tak bisa tidak berubah menjadi rasa takut. Ia berdiam diri selama beberapa saat, tanpa berkata-kata masuk ke aula timur, mengikuti suami dan putranya. Setelah menutup pintu, ia berkata dengan suara pelan, "Ilmu silat musuh sungguh mengerikan, kita bukan tandingannya, sekarang bagaimana......sekarang bagaimana......" Lin Zhennan berkata, "Minta tolong pada teman-teman kita! Di dunia persilatan, kita saling membantu dalam kesusahan, ini sudah biasa". Nyonya Lin berkata, "Sahabat-sahabat akrab kita memang tidak sedikit, akan tetapi tidak ada yang ilmu silatnya lebih tinggi dari kita suami istri. Dibandingkan dengan kita cukup banyak kurangnya, kalau kita minta mereka datang juga tak ada gunanya". Lin Zhennan berkata, "Perkataanmu tidak salah, tapi banyak orang juga banyak ide, kalau kita mengundang beberapa orang untuk berunding juga bagus". Nyonya Lin berkata, "Baiklah. Menurutmu, siapa yang harus kita undang?" Lin Zhennan berkata, "Yang paling dekat yang kita undang dahulu. Pertama-tama kita akan memindahkan pendekar-pendekar tangguh dari ketiga kantor cabang di Hangzhou, Nanchang dan Guangzhou kesini, lalu kita akan mengundang jago-jago dunia persilatan dari empat propinsi yaitu Min, Zhe, Yue dan Gan[4]".

Nyonya Lin berkata sambil mengerutkan dahi, "Kalau kita buru-buru minta tolong, dan beritanya tersebar di dunia persilatan, nama besar Biro Pengawalan Fu Wei akan benar-benar tenggelam". Lin Zhennan tiba-tiba berkata, "Istriku, kau tahun ini akan berumur tiga puluh sembilan tahun, benar tidak?" "Bah!", cela Nyonya Lin, di saat seperti ini kau malah bertanya berapa umurku? Aku shio macan. Apa kau tak tahu berapa umurku?" Lin Zhennan berkata, "Aku akan mengirimkan undangan untuk merayakan ulang tahun keempat puluhmu......" Nyonya Lin berkata, "Kenapa kau tiba-tiba ingin menambah umurku setahun? Apa aku kurang cepat menjadi tua?" Lin Zhennan mengeleng sambil berkata, "Kau kapan mejadi tua? Selembar rambut putih pun kau tak punya. Aku berkata akan merayakan ulang tahunmu, adalah alasan untuk mengundang teman dan handai taulan, siapapun tak akan merasa curiga. Pada saat para tamu sudah datang, kita bisa diam-diam berbicara dengan sahabat-sahabat kita, dengan cara ini reputasi perusahaan kita tak akan tercoreng". Nyonya Lin menelengkan kepala sambil berpikir selama beberapa saat, lalu berkata, "Baiklah. Terserah kau saja. Tapi kau akan beri kado apa untukku?" Lin Zhennan berbisik di telinganya, "Kuberi kado besar --- tahun depan kita akan punya bayi lelaki yang gemuk!"

Nyonya Lin mencemooh, wajahnya memerah, "Bah! Tua-tua tak tahu malu, pada saat seperti ini, masih bisa bicara begini". Lin Zhennan tertawa terbahak-bahak lalu pergi ke ruang pembukuan untuk menyuruh orang menulis surat undangan untuk para sahabat. Sebenarnya dia merasa sangat cemas, tadi ia bergurau hanya untuk mengurangi rasa takut istrinya. Dalam hati ia menduga-duga, "Air yang jauh sukar memadamkan api yang dekat, kemungkinan besar malam ini akan terjadi sesuatu disini. Pada saat teman-teman yang diundang sudah datang, entah di dunia ini masih akan ada Biro Pengawalan Fu Wei atau tidak?"

Ketika ia sampai di depan pintu ruang pembukuan, dua pengiring lelaki mendatanginya dengan wajah penuh ketakutan, dengan suara gemetar mereka berkata, "Ketua......ketua......ce......celaka!" Lin Zhennan berkata, "Ada apa?" Pengiring lelaki yang seorang berkata, "Barusan ini tuan kasir menyuruh Lin Fu untuk membeli peti mati. Dia......dia......begitu melewati belokan Gang Timur dia jatuh dan mati". Lin Zhennan berkata, "Ada masalah apa lagi ini? Dia dimana?" Pengiring lelaki itu berkata, "Masih di jalan". Lin Zhennan berkata, "Pergi ambil mayatnya". Ia berpikir, "Di siang bolong begini, musuh tak disangka-sangka membunuh orang di tengah keramaian, benar-benar nekad". Kedua pengiring lelaki itu berkata, "Baik......baik......", tapi mereka diam saja. Lin Zhennan berkata, "Ada apa?" Kedua pengiring itu berkata, "Mohon ketua melihat......melihat......"

Lin Zhennan tahu benar bahwa telah terjadi sesuatu yang aneh. Ia mendehem, lalu pergi ke pintu gerbang. Di pintu gerbang nampak tiga orang pengawal dan lima orang pengiring yang memandang keluar gerbang, muka mereka pucat pasi, mereka sangat ketakutan. Lin Zhennan berkata, "Ada apa?" Tak satu pun dari mereka yang menjawab, mereka sudah tahu apa yang terjadi. Di atas batu hijau yang melapisi jalan diluar gerbang, enam huruf besar ditulis dengan darah segar yang masih menetes-netes, 'Keluar gerbang sepuluh langkah akan mati'. Kira-kira sepuluh langkah dari pintu gerbang, nampak sebuah garis selebar satu cun yang terbuat dari darah segar.

Lin Zhennan berkata, "Kapan ini ditulis? Bagaimana mungkin tidak ada yang melihat?" Salah seorang pengawal berkata, "Ketika Lin Fu meninggal di Gang Timur, kami semua  pergi melihat, tidak ada orang di depan gerbang, tentu saja tidak ada yang melihat siapa yang menulisnya. Entah siapa yang membuat lelucon ini!" Lin Zhennan berkata dengan lantang, "Si marga Lin sudah bosan hidup, aku ingin tahu apakah kalau keluar gerbang sepuluh langkah akan benar-benar mati!" Dengan langkah-langkah lebar ia keluar dari gerbang.

Kedua pengawal itu serentak berseru, "Ketua!" Lin Zhennan melambaikan tangannya, lalu melangkahi garis darah itu seorang diri. Ia melihat bahwa huruf dan garis darah itu masih basah, maka ia menjulurkan kakinya dan menggosok keenam huruf darah itu sehingga tak kelihatan lagi bentuknya, lalu ia masuk kembali ke pintu gerbang. Ia berkata kepada ketiga pengawal itu, "Ini cuma permainan untuk menakut-nakuti orang, kalian takut apa? Adik bertiga tolong pergi ke toko peti mati, lalu setelah itu pergi ke Kuil   Keheningan Langit di Kota Barat, mohon Pendeta Ban untuk datang memimpin upacara selama beberapa hari, mendoakan almarhum dan mengusir wabah".

Ketiga pengawal itu melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana sang ketua melangkahi garis darah itu, mereka merasa aman dan tenang, maka mereka langsung menyetujui permintaan itu. Setelah mengambil senjata, mereka berjalan berendeng keluar gerbang. Lin Zhennan memandang mereka melewati garis darah, lalu berbelok di sudut jalan. Ia menunggu beberapa saat, lalu masuk ke rumah.

Ia masuk ke ruang pembukuan, lalu berkata pada Tuan Huang si pemegang buku, "Guru Huang, mohon tulis beberapa lembar surat undangan untuk perayaan ulang tahun istriku, undang sanak saudara dan handai taulan untuk minum arak ulang tahun". Tuan Huang berkata, "Baik. Apa sekiranya tuan sudah tahu harinya?" Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki, seseorang berlari masuk, Lin Zhennan berpaling, ia mendengar suara berdebam, ada seseorang yang jatuh ke lantai. Lin Zhennan bergegas mengikuti suara itu, ia melihat Pengawal Di, yaitu salah seorang dari tiga pengawal yang baru saja disuruhnya pergi ke toko peti mati, tubuhnya masih mengeliat-geliat. Lin Zhennan menjulurkan tangannya untuk memapahnya berdiri seraya bertanya dengan bingung, "Adik Di, ada apa?" Pengawal Di berkata, "Mereka sudah mati. Aku.......aku lari pulang". Lin Zhennan berkata, "Musuh seperti apa?" Pengawal Di berkata,"Tak......tak......tak tahu". Tubuhnya berkelojotan, lalu ia berhenti bernafas.

Tak lama kemudian, semua orang di perusahaan itu telah tahu apa yang terjadi. Nyonya Lin dan Lin Pingzhi keluar dari rumah. Bisik-bisik yang mereka dengar dari mulut semua orang hanya enam kata yaitu 'keluar gerbang sepuluh langkah akan mati'. Lin Zhennan berkata, "Aku akan membawa pulang dua jenazah pengawal itu". Tuan Huang si pemegang buku berkata, "Ke......ketua......jangan pergi. Tersedia hadiah besar bagi lelaki pemberani. Siapa......siapa yang membawa pulang jenazah akan diberi hadiah tiga puluh tahil perak". Ia berkata tiga kali, namun tak seorang pun yang bersuara. Nyonya Lin tiba-tiba berseru, "Eh, Ping er dimana? Ping er, Ping er!" Panggilan terakhir itu penuh rasa takut. Semua orang ikut berteriak, "Tuan muda, tuan muda!"

Sekonyong-konyong terdengar suara Lin Pingzhi dari luar gerbang, "Aku disini!" Semua orang merasa lega dan berlari ke gerbang. Terlihat sosok Lin Pingzhi membelok di sudut jalan, sambil membawa jenazah di masing-masing bahunya. Mereka adalah kedua pengawal yang meninggal di jalan itu. Lin Zhennan dan Nyonya Lin berdua cepat-cepat menyambutnya sambil menghunus senjata. Mereka melewati garis darah, lalu melindungi Lin Pingzhi dari belakang.

Segenap pengawal dan pengiring serentak bersorak, "Tuan muda adalah pahlawan muda, pandai dan pemberani!" 

Lin Zhennan dan Nyonya Lin merasa sangat bangga. Nyonya Lin mengomel, "Nak, kenapa kau melakukan tindakan gegabah seperti ini? Walaupun kedua pengawal ini adalah teman baik kita, tapi mereka sudah meninggal, tak perlu menempuh bahaya seperti ini".

Lin Pingzhi tersenyum, namun hatinya amat sedih, "Semua ini disebabkan karena waktu itu aku tak bisa menahan diri. Aku membunuh seseorang, dan oleh karena itu semua orang ini harus mati gara-gara aku. Kalau setelah ini aku cuma memikirkan diriku sendiri, apa gunanya jadi manusia?"

Tiba-tiba terdengar teriakan dari belakang gedung, "Pak Hua sehat walafiat kenapa tiba-tiba meninggal?"

Lin Zhennan meneriakkan sebuah pertanyaan, "Ada apa?" Wajah pengelola perusahaan pucat pasi, dengan ketakutan ia menghampiri, "Ketua, Pak Hua keluar dari gerbang belakang untuk beli sayur, namun meninggalnya di luar batas sepuluh langkah.  Di pintu gerbang belakang juga ada......ada enam huruf berdarah". Pak Hua ini adalah tukang masak perusahaan, kungfu memasaknya benar-benar tidak jelek. Beberapa masakannya seperti sup labu putih, Buddha-melompati-tembok[5], ikan tim arak dan pangsit kulit babi terkenal di Fuzhou. Ia adalah modal nomor satu Lin Zhennan untuk mengambil hati pejabat dan pedagang kaya. Pikiran Lin Zhennan terguncang, ia berkata dalam hati, "Ia cuma koki biasa, bukan pengawal atau pengiring. Menurut peraturan dunia persilatan, pada saat menyerang iring-iringan pengawalan, kusir kereta, tukang tandu, pengurus keledai, kuli panggul, semuanya tidak boleh dibunuh. Musuh turun tangan dengan begitu kejam. Apa dia memang ingin memusnahkan seluruh keluarga besar Biro Pengawalan Fu Wei milikku ini?" Kepada semua orang ia berkata, "Kita jangan takut dan panik. Hah, bajingan tengik seperti ini selalu memanfaatkan kesempatan untuk turun tangan terhadap orang yang tidak siap membela diri. Kalian semua sudah melihat dengan mata kepala sendiri, baru saja tuan muda dan kami suami istri jelas-jelas keluar gerbang melewati batas sepuluh langkah, namun bajingan tengik itu berani berbuat apa?"

Semua orang mengangguk-angguk setuju, namun tak seorang pun berani keluar gerbang biar hanya selangkah. Lin Zhennan dan Nyonya Lin saling memandang sambil mengerutkan dahi, mereka tak tahu harus berbuat apa.

Malam itu Lin Zhennan mengatur jadwal ronda para pengawal, namun tak nyana, saat ia memeriksa mereka, ia melihat lebih dari sepuluh pengawal duduk melingkar di dalam aula, tak seorangpun berada di luar. Ketika para pengawal itu melihat sang ketua, mereka dengan malu-malu bangkit berdiri, namun tak seorang pun bergerak. Lin Zhennan berpikir bahwa musuh begitu kuat, telah membunuh begitu banyak orang, dirinya sendiri sampai saat ini tak bisa menemukan jalan keluarnya, tak heran mereka semua begitu ketakutan. Sekarang ia berusaha menghibur mereka dengan sepatah dua kata, lalu ia menyuruh orang untuk membawa masuk makanan dan arak. Semua orang sedang khawatir, siapa pun tak ada yang ingin berbicara, hanya minum-minum saja. Tak lama kemudian beberapa orang mulai mabuk.

Keesokan harinya selepas siang, tiba-tiba terdengar derap kaki kuda, ada beberapa penunggang kuda yang mencongklang keluar biro pengawalan. Lin Zhennan menyelidiki apa yang terjadi, ternyata mereka adalah lima pengawal yang tidak tahan dengan keadaan di perusahaan, lalu pergi tanpa memberitahu. Ia mengeleng sambil menghela nafas, "Saat bencana datang, masing-masing cari selamat. Si marga Lin ini tak berdaya melindungi saudara semua, kalian yang ingin pergi silahkan pergi". Para pengawal yang tersisa tinggal tujuh atau delapan orang saja, mereka mencela lima orang itu sebagai orang yang tidak setia; namun ada beberapa orang yang diam tak bersuara, hanya menghela nafas, diam-diam berpikir, "Kenapa aku tidak pergi?"

Menjelang senja, lima ekor kuda pulang membawa lima mayat. Kelima pengawal itu hendak menghindar dari bahaya, namun malah terlebih dahulu mengantar nyawa.

Lin Pingzhi tak bisa menahan amarah dan kesedihan yang bergejolak di hatinya, ia mengambil pedang dan lari keluar gerbang. Ia berdiri tiga langkah di luar garis darah, dengan suara lantang ia berkata, "Seorang lelaki sejati, berani berbuat berani menanggung akibatnya, orang Sichuan marga Yu itu aku Lin Pingzhi yang membunuhnya, sama sekali tak ada hubungannya dengan orang lain. Kalau mau balas dendam, silahkan balas dendam pada Lin Pingzhi, diris-iris pun aku akan mati tanpa penyesalan. Namun kalian terus membunuh orang baik-baik, orang gagah macam apa kalian itu? Aku Lin Pingzhi ada di sini, kalau ada urusan denganku ayo datang bunuh aku! Kalau tak berani kalian itu sejenis dengan bandit pengecut, haram jadah!" Makin lama berteriak, makin nyaring suaranya, ia membuka bajunya, mempertunjukkan dadanya dan menepuk-nepuknya sambil berseru, "Seorang lelaki sejati tak takut mati, tetap berani walaupun golok datang menebas, kenapa tak berani bertatap muka denganku? Anjing tak punya nyali, binatang rendah!" 

Kedua matanya memerah, ia memukul-mukul dadanya sambil berteriak, orang-orang yang berlalu lalang di jalan melihatnya dari kejauhan, namun siapa yang berani dekat-dekat biro pengawalan itu untuk menonton?

Ketika mendengar suara teriakan putra mereka, Lin Zhennan dan istrinya berdua bergegas keluar gerbang. Kedua orang itu selama beberapa hari belakangan ini memendam amarah mereka dalam hati, dada mereka penuh rasa benci seakan hendak meledak. Ketika mendengar bagaimana Lin Pingzhi menantang musuh, mereka juga ikut memaki keras-keras.

Para pengawal saling memandang dengan putus asa, walaupun mereka mengagumi keberanian ketiga orang itu, masing-masing berpikir, "Ketua memang adalah seorang pahlawan, istrinya juga seorang pendekar wanita. Namun tuan muda yang seperti seorang nona besar, ternyata begitu berani memaki musuh seperti ini".

Lin Zhennan bertiga memaki-maki untuk beberapa saat, namun dari awal sampai akhir, di seluruh penjuru suasana sunyi senyap. Lin Pingzhi berseru, "Kata siapa kalau berjalan sepuluh langkah lantas mati, aku jelas-jelas sudah melangkah kemana-mana, coba lihat kalian bisa apa?" Sembari berteriak ia berjalan keluar beberapa langkah, menghunus pedang sambil berdiri tegak, lalu memandang ke empat penjuru dengan jumawa.

Nyonya Lin berkata, "Baiklah. Bajingan tengik itu hanya berani menganiaya orang lemah, menghadapi putraku saja tidak berani". Ia menarik tangan Lin Pingzhi, lalu masuk kembali lewat gerbang. Lin Pingzhi masih sangat marah sehingga seluruh tubuhnya gemetar, setelah masuk ke kamar tidurnya pun ia masih tak bisa menenangkan diri. Ia bersandar pada bangku panjang dan menangis keras-keras. Lin Zhennan mengelus-elus kepalanya seraya berkata, "Nak, nyalimu tidak kecil, kau patut disebut lelaki sejati dari keluarga Lin kita, kalau musuh tak berani menunjukkan mukanya, apa yang bisa kita perbuat? Kau tidur saja dulu".

Setelah menangis beberapa saat, dalam keadaan bingung ia pun tertidur. Setelah makan malam, ia mendengar ayah ibunya berbicara dengan suara pelan, bahwa ada beberapa pengawal yang mempunyai ide gila-gilaan, ingin menggali tanah di halaman belakang supaya bisa keluar, menghindari garis darah sepuluh langkah lalu melarikan diri. Kalau tidak, mereka akan terperangkap di biro pengawalan, siang malam mengantar nyawa. Nyonya Lin tertawa dingin, "Mereka ingin menggali tanah untuk meloloskan diri. Sayang......sayang......hah!" Ayah beranak Lin mengerti apa maksud perkataannya itu, yaitu bahwa mereka akan bernasib sama dengan kelima pengawal yang melarikan diri sebelumnya, mengantar nyawa sebelum waktunya dengan sia-sia. Lin Zhennan bergumam pada dirinya sendiri, lalu berkata, "Aku akan menyelidiki apakah jalan keluar ini bisa kita gunakan". Ia keluar untuk beberapa saat, setelah kembali ke kamar ia berkata, "Mereka ini cuma sesumbar saja, tapi tidak ada yang benar-benar berani mulai menggali tanah". Malam itu mereka bertiga tidur pagi-pagi. Semua orang di biro pengawalan itu sudah pasrah kepada nasib, tidak ada yang meronda dan berjaga lagi.

 Lin Pingzhi tidur sampai tengah malam, tiba-tiba ia merasa ada orang yang menepuk bahunya, ia melompat bangkit, lalu mengambil pedang yang tersembunyi di balik bantal, namun ia mendengar ibunya berkata, "Ping er, ini aku. Ayahmu sudah lama keluar tapi belum kembali juga. Ayo kita cari dia". Lin Pingzhi terkejut, "Ayah pergi kemana?" Nyonya Lin berkata, "Tak tahu!"

Kedua orang itu keluar kamar dengan membawa senjata, lalu melihat keadaan dari luar aula. Di dalam aula nampak lentera dan lilin menyala terang benderang, beberapa pengawal sedang asyik berjudi. Beberapa hari belakangan ini mereka sangat tegang, mereka merasa tak perlu membuang tenaga lagi, lebih baik tidak usah memikirkan nasib mereka. Nyonya Lin memberi isyarat dengan tangannya, lalu berbalik dan pergi. Ibu dan anak itu mencari di mana-mana, namun sama sekali tak bisa menemukan jejak Lin Zhennan. Makin lama hati kedua orang itu makin khawatir, namun mereka tak berani menunjukannya. Suasana hati semua orang di biro pengawalan itu sangat cemas, kalau ada berita bahwa sang ketua hilang, tentunya keadaan akan jadi kacau balau. Mereka mencari sampai ke belakang, tiba-tiba Lin Pingzhi mendengar suara pelan dari gudang senjata di sebelah kiri, dari kisi-kisi jendela nampak sinar lampu menembus keluar. Ia berbalik menghampiri, lalu menjulurkan jari untuk menusuk kertas penutup jendela. Ia melihat ke dalam dan berkata dengan gembira, "Ayah, ternyata kau ada disini".

Lin Zhennan nampak sedang membungkuk, wajahnya menghadap dinding, ketika mendengar suara anaknya, ia memalingkan mukanya. Lin Pingzhi yang melihat ekspresi wajah ayahnya yang sangat ketakutan, menjadi terguncang hatinya, air mukanya yang tadinya cerah seketika berubah menjadi serius, mulutnya ternganga, namun tak bisa mengeluarkan suara.

Nyonya Lin mendorong pintu kamar hingga terbuka, lalu bergegas masuk. Terlihat lantai ruangan penuh darah, ada tiga bangku panjang yang diatur sejajar, diatasnya terbaring seseorang, tubuhnya telanjang, dada dan perutnya telah diris-iris. Ketika melihat wajah mayat itu, ia mengenalinya sebagai Pengawal Huo. Siang hari sebelumnya, ia bersama empat pengawal lainnya melarikan diri dengan menunggang kuda, akan tetapi kuda-kuda itu lalu pulang membawa mayat mereka. Lin Pingzhi juga masuk ke dalam gudang senjata, lalu menutup pintu ruangan. Lin Zhennan mengambil jantung manusia yang masih berlumuran darah dari dada orang mati itu dan berkata, "Jantung ini hancur menjadi delapan atau sembilan keping, tentunya adalah......tentunya adalah......" Nyonya Lin menyela, "Tentunya adalah 'Tapak Penghancur Jantung' Perguruan Qingcheng!" Lin Zhennan mengangguk, tak bisa berbicara.

Lin Pingzhi sekarang mengerti, bahwa ayahnya sedang membedah mayat itu untuk menyelidiki penyebab kematiannya.

Lin Zhennan mengembalikan jantung manusia itu, membalut mayat itu dengan kain minyak, menaruhnya di sudut ruangan, mencuci bercak-bercak darah dari tangannya, lalu kembali ke kamar tidur bersama istri dan anaknya. Ia berkata, "Musuh ternyata benar-benar jago Perguruan Qingcheng. Istriku, menurutmu kita harus berbuat apa?" 

Lin Pingzhi berkata dengan geram, "Masalah ini disebabkan oleh anak, besok pagi anak akan keluar menyampaikan tantangan untuk bertarung sampai mati dengan dia. Kalaupun aku bukan tandingannya, terbunuh olehnya juga tidak apa-apa". Lin Zhennan mengeleng dan berkata, "Orang ini dengan sekali pukul bisa menguncang jantung hingga menjadi tujuh atau delapan keping, akan tetapi sama sekali tidak meninggalkan bekas luka sedikit pun di tubuh orang yang dibunuhnya. Orang ini ilmu silatnya tinggi, tentunya terhitung salah satu jago Perguruan Qingcheng, kalau dia mau membunuhmu, tentunya dari dahulu sudah dilakukannya. Aku lihat musuh punya motif lain, tidak langsung membunuh kita bertiga sekeluarga". Lin Pingzhi berkata, "Dia mau apa?" Lin Zhennan berkata, "Bajingan tengik ini adalah kucing yang hendak menangkap tikus, ia mau mempermainkannya sampai puas, sehingga si tikus ketakutan setengah mati, dan akhirnya mati ketakutan sendiri, barulah dia puas". Lin Pingzhi berkata dengan gusar, "Hah, beraninya bajingan tengik ini membuat Biro Pengawalan Fu Wei kita kelihatan seperti pecundang".

Lin Zhennan berkata, "Dia memang ingin membuat Biro Pengawalan Fu Wei kita kelihatan seperti pecundang". Lin Pingzhi berkata, "Mungkin ia takut pada tujuh puluh dua jurus Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan ayah, tapi kenapa selamanya tidak pernah berani terang-terangan bertarung satu lawan satu, cuma mengambil kesempatan di saat orang tidak siap, diam-diam mencelakai orang?" Lin Zhennan mengeleng, "Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan ayah kalau dipakai untuk menghadapi bandit biasa, sudah lebih dari cukup. Tapi kungfu Tapak Penghancur Jantung orang ini jauh sekali diatas ayahmu. Aku......aku tak suka mengalah pada orang, tapi setelah melihat jantung Pengawal Huo......ai!" Lin Pingzhi melihat wajah ayahnya yang putus asa, begitu berbeda dari biasanya, ia tidak berani berkata apa-apa lagi.

Nyonya Lin berkata, "Karena musuh lihai, lelaki sejati harus bisa menyesuaikan diri dengan keadaan, untuk sementara ini kita menghindar dahulu". Lin Zhennan mengangguk, "Aku juga berpikir begitu". Nyonya Lin berkata, "Malam ini juga kita pergi ke Luoyang, untungnya kita sudah tahu asal usul musuh, bagi seorang junzi [6] membalas dendam sepuluh tahun kemudian pun tidak terlambat". Lin Zhennan berkata, "Benar! Teman-teman ayah mertua tersebar di seantero kolong langit, pasti bisa membantu kita mencari jalan keluar. Kemasi semua barang berharga, lalu berangkat". Lin Pingzhi berkata, "Kita pergi meninggalkan begitu banyak orang di perusahaan ini, tanpa ada yang mengurusi mereka, bukankah ini tidak baik?" Lin Zhennan berkata, "Musuh tak punya dendam pada mereka, kalau kita pergi, semua orang di perusahaan ini malah akan baik-baik saja". 

Lin Pingzhi berkata dalam hati, "Perkataan ayah ini masuk akal, musuh telah membunuh banyak orang di biro pengawalan ini, sebenarnya hanya demi aku seorang. Kalau aku pergi, musuh tentunya tak akan menganggu para pengawal dan pengiring yang tak ada hubungannya dengan dia". Ia segera kembali ke kamarnya untuk berkemas-kemas. Ia berpikir bahwa musuh mungkin akan membakar biro pengawalan sampai rata dengan tanah, ketika ia memandangi baju-baju dan mainannya, ia merasa sayang kalau kehilangan barang-barang itu, maka akhirnya ia membungkusnya dalam dua buntalan besar. Akan tetapi ia merasa barang-barang yang ditinggalkan masih terlalu banyak, maka tangan kirinya masih mengambil sebuah patung kuda kumala, dan tangan kanannya menggulung selembar kulit macan tutul. Kulit macan tutul itu berasal dari macan tutul yang dibunuh dan dikulitinya sendiri. Ia menyampirkan kulit itu di bahunya, lalu pergi ke kamar ayah ibunya.

Ketika Nyonya Lin melihatnya, ia tak bisa menyembunyikan tawanya, "Kita ini sedang mengungsi, bukan mau pindah rumah, untuk apa membawa begitu banyak barang?" Lin Zhennan menghela nafas, lalu mengeleng seraya berpikir, "Walaupun keluarga kita turun temurun mempelajari ilmu silat, tapi anak ini sudah terbiasa hidup enak sejak kecil, di luar urusan belajar ilmu silat, tidak ada bedanya dengan anak manja dari keluarga kaya biasa. Hari ini tiba-tiba kita mengalami kesulitan, harus cepat-cepat menghindari bahaya, maka sikapnya ini dapat dimengerti". Ia tak bisa menahan timbulnya perasaan sayang dalam hatinya, maka ia berkata, "Di rumah kakek luarmu[7] sudah tersedia segala sesuatu, tak perlu membawa terlalu banyak barang. Kita hanya perlu membawa banyak emas dan uang perak, juga beberapa perhiasan berharga. Kita akan melewati kantor-kantor cabang di Jiangxi, Hunan dan Hubei, kau takut harus mengemis di jalan? Barang bawaan kita makin sedikit makin baik, kalau tubuh kita lebih ringan satu liang [8], waktu harus berkelahi tentu lebih lincah". Lin Pingzhi tak punya pilihan lain, ia terpaksa meletakkan buntalannya di lantai.

Nyonya Lin berkata, "Kita akan terang-terangan menunggang kuda keluar dari gerbang depan, atau diam-diam menyelinap keluar dari pintu belakang?"

Lin Zhennan duduk di kursi, ia memejamkan mata sambil menghisap tembakau dari pipa, setelah beberapa lama, ia membuka mata dan berkata, "Ping er, kau pergi beritahu para pembantu bahwa kita akan berkemas-kemas, lalu besok pagi berangkat bersama-sama. Suruh ruang pembukuan membagikan perak untuk semua orang. Setelah wabah berlalu, kita akan pulang". Lin Pingzhi menjawab, "Ya!" Dalam hati ia merasa aneh, mengapa ayahnya tiba-tiba merubah rencananya? Nyonya Lin berkata, "Kau ingin kita semua berpencar? Siapa yang akan mengurus perusahaan ini?" Lin Zhennan berkata, "Tak usah diurus. Rumah yang dihantui setan seperti ini, siapa yang berani memasukinya untuk menghantar nyawa? Lagipula, setelah kita bertiga pergi, orang-orang yang masih tertinggal, bagaimana mungkin tak ikut pergi juga?" Begitu Lin Pingzhi keluar kamar untuk menyampaikan berita itu, seluruh biro pengawalan langsung kacau balau.

 

Catatan Kaki

[1] Meja Delapan Dewa, yaitu meja segi empat untuk delapan orang.

[2] Jenis kayu dari pulau Hainan yang dipakai untuk membuat perabot mahal.

[3] Osmanthus, sejenis tanaman yang bunganya harum.

[4] Nama-nama lain dari propinsi Fujian, Zhejiang, Guangdong (Kanton) dan Jiangxi. 

[5] Buddha-melompati-tembok atau Fo tiao qiang adalah hidangan sejenis sup sirip ikan hiu yang terkenal dari propinsi Fujian dan Guangdong (Kanton). 

[6] Orang yang berakhlak mulia, berasal dari istilah Konghucu yang berarti manusia ideal yang bajik dan adil.

[7] Wai gong, yaitu kakek dari pihak ibu.

[8] Ukuran berat China tradisional.


-- Bagian 3

Lin Zhennan menunggu putranya kembali ke kamar, baru berkata, "Istriku, kami ayah dan anak akan berganti baju pengiring, kau berpakaianlah seperti seorang pelayan tua, besok pagi saat seratus orang ribut berpencar, walaupun ilmu silat musuh tinggi, mereka paling hanya berdua saja, mereka mau mengejar siapa?" Nyonya Lin bertepuk tangan memuji, "Akal ini sungguh bagus". Ia pergi mengambil dua setel pakaian pengiring yang kotor. Ia menunggu Lin Pingzhi kembali, lalu membantu ayah dan anak bertukar pakaian. Ia sendiri memakai pakaian hitam dan membungkus kepalanya dengan kain kembang biru. Kecuali kulitnya yang putih bersih, ia nampak seperti seorang pelayan tua yang kasar. Lin Pingzhi merasa bahwa bajunya baunya tak tertahankan, dalam hatinya ia merasa sangat enggan memakainya, tapi tak ada pilihan lain. 

Saat fajar menyingsing, Lin Zhennan memerintahkan pintu gerbang dibuka, lalu berkata kepada semua orang, "Hari ini nasibku jelek, roh jahat dan wabah penyakit menganggu biro pengawalan ini, kita semua lebih baik menghindar. Saudara-saudara semua kalau masih ingin bekerja sebagai pengawal silahkan pergi ke Hangzhou atau Nanchang untuk bergabung dengan kantor cabang Zhejiang atau Jiangxi kita, disana Pengawal Liu dan Yi tak akan menelantarkan kalian. Ayo kita berangkat!" Lebih dari seratus orang langsung menaiki kuda di halaman dengan kacau balau, lalu berebutan keluar gerbang.

Lin Zhennan menggembok pintu gerbang. Sambil berteriak, lebih dari sepuluh penunggang kuda mencongklang melewati garis darah dengan berani. Mereka sudah tak ketakutan lagi, mereka merasa bahwa lebih cepat meninggalkan biro pengawalan, lebih cepat pula mereka akan selamat. Suara derap kaki kuda terdengar bising dan kacau, beriringan mencongklang ke gerbang utara. Mereka kebanyakan tak punya rencana tertentu, ketika melihat orang lain menuju ke utara, ikut-ikutan mengarahkan kuda kesana.

Di sudut jalan, Lin Zhennan memberi isyarat dengan tangannya, menyuruh istri dan putranya untuk memisahkan diri, dengan suara pelan ia berkata, "Biar mereka pergi ke utara, kita pergi ke selatan". Nyonya Lin berkata, "Kalau kita pergi ke Luoyang, kenapa ke selatan?" Lin Zhennan berkata, "Musuh menduga kita akan pergi ke Luoyang, mereka pasti sudah menunggu kita di luar gerbang utara, tapi kita sebaliknya ke selatan, memutar lalu baru ke utara, biar keparat itu menangkap udara kosong". 

Lin Pingzhi berkata, "Ayah!" Lin Zhennan berkata, "Ada apa?" Lin Pingzhi berkata, "Anak masih ingin lewat gerbang utara, keparat itu telah membunuh banyak orang kita, kalau kita tidak bertarung mati-matian dengan mereka, penghinaan ini bagaimana bisa kita telan?" Nyonya Lin berkata, "Penghinaan macam ini memang harus dibalas, tapi dengan kemampuanmu yang masih rendah ini, apa kau bisa mengatasi Tapak Penghancur Jantung mereka?" Dengan kesal Lin Pingzhi berkata, "Paling juga seperti Pengawal Huo, jantungnya hancur berkeping-keping, memangnya kenapa?".

Wajah Lin Zhennan pucat pasi, ia berkata, "Tiga generasi keluarga Lin kita, kalau semua suka menyombongkan kenekatannya seperti kau ini, Biro Pengawalan Fu Wei tidak usah diganggu orang juga sudah hancur sendiri terlebih dahulu".

Lin Pingzhi tak berani berkata apa-apa lagi, ia mengikuti ayah ibunya pergi ke selatan, setelah keluar dari kota mereka berbelok ke arah barat daya, sesudah melewati sungai Min, mereka tiba di Nanyu.

* * * 

Mereka terus melarikan kuda mereka dengan cepat selama setengah hari, boleh dibilang kuda-kuda mereka tak pernah berhenti berderap. Setelah lewat tengah hari, mereka baru berhenti untuk makan di sebuah kedai nasi kecil di tepi jalan.

Lin Zhennan minta pada lelaki penjual nasi untuk segera mengambilkan lauk yang tersedia untuk dimakan bersama nasi, lebih cepat lebih baik. Lelaki itu mengiyakan dan pergi. Namun setelah beberapa lama, sama sekali tak ada kegiatan. Lin Zhennan tak sabar untuk segera melanjutkan perjalanan, ia berseru, "Pelayan, cepat sedikit!" Setelah berteriak dua kali tetap tidak ada jawaban. Nyonya Lin juga ikut berseru, "Pelayan, pelayan......" Namun masih tetap tidak ada jawaban.

Nyonya Lin tiba-tiba berdiri, cepat-cepat membuka buntalannya dan mengambil golok emas, mengengamnya erat-erat lalu lari ke belakang kedai nasi. Penjual nasi itu tergeletak di lantai, di ambang pintu seorang nyonya terbaring miring, rupanya istri lelaki itu. Nyonya Lin mencari hembusan nafas lelaki itu, namun ia sudah tak bernafas, jarinya menyentuh bibirnya, masih terasa hangat.

Saat itu ayah dan anak juga sudah menghunus pedang lalu memeriksa di sekeliling kedai nasi itu. Kedai nasi kecil itu adalah satu-satunya rumah makan di tempat itu, dibangun menempel pada sebuah bukit, bertetangga dengan sebuah hutan cemara, sama sekali tak punya tetangga dekat. Ketiga orang itu berdiri di depan rumah makan, memandang ke keempat penjuru, mereka sama sekali tidak melihat sesuatu yang aneh.

Lin Zhennan melintangkan pedang di depan tubuhnya dan berkata dengan lantang, "Teman-teman dari Perguruan Qingcheng, aku si Lin ada disini menunggu kematian, mohon tunjukkan diri kalian". Setelah memanggil beberapa kali, terdengar gema dari lembah, "Tunjukkan diri kalian! Tunjukkan diri kalian!" Suara itu mengambang di udara, selain itu tiada suara lain. Ketiga orang itu tahu bahwa musuh mengintai dari samping, tempat ini adalah tempat yang mereka pilih untuk turun tangan. Walaupun hati mereka merasa cemas dan takut, akan tetapi karena tahu bahwa akan segera ada penyelesaian, mereka malah merasa lega. Lin Pingzhi berteriak keras-keras, "Aku Lin Pingzhi ada disini! Bunuhlah aku! Bangsat, haram jadah, aku tahu kalian pasti tak berani menunjukkan diri. Sembunyi-sembunyi, memang cara bajingan dunia persilatan!" 

Sekonyong-konyong, dari hutan cemara muncul suara tawa panjang yang lantang, mata Lin Pingzhi seakan kabur, setelah itu ia melihat seseorang telah berdiri di depannya. Tanpa melihat lebih jelas, pedangnya langsung dengan cepat menikam dada musuh menggunakan jurus 'Menyerang Huanglong' [1]. Orang itu mengeser tubuhnya menghindar. Lin Pingzhi menebas ke samping. Orang itu tertawa mengejek, lalu berputar ke sebelah kiri Lin Pingzhi. Tangan kiri Lin Pingzhi memukul, lalu kembali menusukkan pedangnya. 

Lin Zhennan dan Nyonya Lin masing-masing menghunus senjata, sebelumnya mereka ingin langsung membantu, tapi setelah melihat putra mereka melancarkan beberapa jurus dengan sempurna, segera mundur dua langkah ke belakang. Walaupun baru pertama kalinya bertemu musuh tangguh, namun Lin Pingzhi sedikitpun tidak bingung. Tubuh musuh dibalut jubah hitam, di pinggangnya tergantung sebilah pedang, yaitu sebuah pedang panjang. Ia kira-kira berumur dua puluh tiga atau dua puluh empat tahun, ekspresi wajahnya meremehkan. 

Lin Pingzhi sudah lama memendam amarah, ia menebas dan menusuk dengan menggunakan Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan, berkelahi menyabung nyawa tanpa memperdulikan keselamatan dirinya sendiri. Kedua tangan orang itu tetap kosong, ia hanya sekedar menghindar, sama sekali tak membalas. Ia menunggu sampai Lin Pingzhi telah melancarkan dua puluh jurus lebih, setelah itu ia tertawa mengejek, "Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan, ternyata cuma seperti ini!" "Trang!" Ia menyentil dengan jarinya, Lin Pingzhi merasa bagian diantara ibu jari dan telunjuknya amat sakit, pedangnya pun jatuh ke tanah. Orang itu meloncat, lalu menendang Lin Pingzhi sampai terguling-guling beberapa kali.

Lin Zhennan dan istrinya langsung maju berendeng, menghadang di depan sang anak. Lin Zhennan berkata, "Siapa nama tuan yang mulia? Apa tuan berasal dari Perguruan Qingcheng?" Orang itu tertawa dingin, "Dengan mengandalkan kemampuan Biro Pengawalan Fu Wei yang cuma begini ini, kau tak pantas menanyakan namaku. Tapi hari ini adalah hari untuk balas dendam, maka akan kuberitahu, memang tak salah, bapakmu ini dari Perguruan Qingcheng". 

Ujung pedang Lin Zhennan mengarah ke tanah, tangan kirinya menumpang di punggung tangan kanannya, lalu ia berkata, "Aku yang rendah[2] ini sangat menghormati Ketua Yu dari Kuil Cemara Angin, tiap tahun aku mengirim pengawal untuk hadir di Qingcheng, selamanya aku tidak pernah berani tidak mengindahkan tata krama, tahun ini Ketua Yu telah mengirim empat murid ke Fuzhou. Entah kesalahan apa yang telah menyinggung tuan yang terhormat?" Pemuda itu mendongakkan kepalanya ke langit seraya tertawa sinis, setelah beberapa saat, ia berbicara, "Benar, guruku memang mengirim empat murid ke Fuzhou, aku adalah salah satunya". Lin Zhennan berkata, "Bagus sekali. Bolehkah aku tahu siapa nama tuan yang mulia?" Pemuda itu seakan tak sudi menjawab, ia mendengus lalu berkata, "Aku marga Yu, namaku Yu Renhao". Lin Zhennan mengangguk, " 'Yingxiong haojie, qingcheng sixiu'[3], ternyata tuan adalah salah satu dari empat murid senior dari Kuil Cemara Angin, tak heran tingkat Tapak Penghancur Jantung tuan begitu tinggi. Membunuh orang tanpa menumpahkan darah. Sungguh mengagumkan! Sungguh mengagumkan! Pendekar Yu sudah datang dari jauh untuk berkunjung, tapi aku si Lin ini belum menyambut, maafkan aku kurang sopan".

Yu Renhao tertawa dingin, "Tapak Penghancur Jantung itu, he he......kau belum pernah menyambutku. Tuan muda yang ilmu silatnya tinggi ini juga belum menyambutku. Bahkan dia membunuh anak kesayangan guruku, tapi tak dianggap kurang sopan".

Begitu mendengar perkataan itu, Lin Zhennan merasakan hawa dingin menembus dari punggungnya, mula-mula ia berpikir bahwa orang yang dibunuh putranya adalah murid Perguruan Qingcheng biasa, maka ia bisa minta seorang tokoh dunia persilatan yang dihormati untuk menengahi dan mendamaikan mereka. Dengan minta maaf pada musuh, mungkin masih ada kemungkinan untuk memperbaiki keadaan. Namun ternyata  orang itu adalah putra kandung kesayangan ketua Kuil Cemara Angin Yu Canghai sendiri. Oleh karena itu, tidak ada jalan lain selain bertarung mati-matian. Ia menghunus pedangnya, lalu memandang langit sambil tertawa terbahak-bahak, "Lucu sekali. Pendekar muda Yu memang suka bercanda". Yu Renhao berkata dengan angkuh, "Aku bercanda apa?" Lin Zhennan berkata, "Aku sudah lama mengagumi ilmu silat Ketua Yu yang luarbiasa dan pengajarannya yang sangat disiplin, di dunia persilatan tak ada orang yang tak mengaguminya. Namun orang yang dibunuh putraku adalah bajingan yang melecehkan gadis dari keluarga baik-baik di kedai arak. Karena ia bisa dibunuh putraku, tentunya ilmu silatnya juga biasa-biasa saja. Orang semacam itu, mana mungkin adalah tuan mudanya Ketua Yu? Makanya aku pikir pendekar muda Yu pasti sedang bercanda".

Wajah Yu Renhao menjadi masam, untuk beberapa saat lamanya ia tak bisa menjawab.  Tiba-tiba dari tengah hutan cemara terdengar seseorang berkata, "Benar kata pepatah: dua kepalan sulit melawan empat tangan. Di kedai arak kecil itu, tuan muda Lin memimpin dua puluh empat pengawal dari Biro Pengawalan Fu Wei, lalu tiba-tiba mengeroyok adik Yuku......" Sembari berbicara ia menunjukkan dirinya, orang itu berkepala kecil, tangannya mengoyang-goyangkan kipas lipat yang dipegangnya, ia meneruskan berbicara, "Kalau bertarung secara jujur, apa yang mau dikata? Jujur saja, walaupun Biro Pengawalan Fu Wei punya banyak orang, tapi tidak ada gunanya. Tuan muda Lin telah meracuni arak adik Yuku, juga melepaskan tujuh belas senjata rahasia beracun. He he, anak kura-kura ini ternyata begitu berbisa. Kami berkunjung dengan maksud baik, tak menduga akan disergap seperti itu". 

Lin Zhennan berkata, "Siapa nama tuan yang mulia?" Orang itu berkata, "Aku tak berani menerima pujian itu. Aku yang rendah ini Fang Renzhi".

Lin Pingzhi mengambil pedang, dengan marah ia berdiri di samping, hanya menunggu ayahnya menjelaskan duduk perkara. Ia ingin berkelahi lagi. Ketika ia mendengar omong kosong Fang Renzhi itu, ia langsung dengan marah berkata, "Kentut! Aku dan dia tak ada masalah, dari dulu tak pernah bertemu muka, sama sekali tak tahu dia orang Perguruan Qingcheng, buat apa aku membunuhnya?" 

Fang Renzhi mengeleng, "Kentut, kentut! Bau sekali, bau sekali! Karena kau tak ada masalah dengan adik Yuku, mengapa kau menyembunyikan lebih dari tiga puluh pengawal dan pengiring diluar kedai arak kecil itu? Adik Yuku melihat kau melecehkan gadis dari keluarga baik-baik itu, ia tak bisa melihat ketidakadilan itu, maka ia ingin memberi kau pelajaran. Ia mengampuni jiwamu, tapi kau bukan saja tidak berterima kasih, kau malah menyuruh pengawal-pengawal anjing itu untuk menyerang adik Yuku". Jantung Lin Pingzhi seakan hendak meledak, ia berteriak, "Ternyata semua orang di Perguruan Qingcheng adalah bajingan bermuka tebal yang suka memutarbalikkan kenyataan!" Fang Renzhi menyengir, "Anak kura-kura, kau menuduh orang!" Lin Pingzhi berkata dengan marah, "Aku menuduhmu bagaimana?" Fang Renzhi mengangguk, "Kau mau menuduh, terserah saja, tak ada hubungannya denganku". 

Lin Pingzhi tercengang, kata-kata itu benar-benar diluar dugaannya. Tiba-tiba terdengar suara berdesir, seseorang melompat ke arahnya. Ia segera memukul dengan tinju kirinya, akan tetapi masih terlambat selangkah. "Plak!" Pipi kanannya terkena tamparan keras, matanya berkunang-kunang seakan hampir pingsan. Pukulan Fang Renzhi itu sangat cepat, setelah itu ia mundur ke tempatnya semula, lalu membelai pipi kanannya sendiri sambil berkata dengan marah, "Bocah, kenapa kau pukul orang? Aduh sakit, aduh sakit, hahaha!"

Nyonya Lin melihat putranya dihina, segera menghunus goloknya dan menebas ke arah Fang Renzhi dengan jurus 'Api Padang Rumput Membakar Langit'. Jurus itu dilancarkannya dengan mantap dan bertenaga. Fang Renzhi menghindar, ujung golok hampir mengenai lengan kanannya, hanya berselisih empat cun saja. Fang Renzhi terkejut, ia memaki, "Nyonya yang luarbiasa". Tak berani memandang enteng musuh, ia menghunus sebilah pedang dari pinggangnya, menangkis serangan golok kedua dari Nyonya Lin, lalu menyerang balik.

Lin Zhennan menghunus pedangnya dan berkata, "Perguruan Qingcheng ingin menganiaya Biro Pengawalan Fu Wei, itu hal yang sangat gampang. Tapi dunia persilatanlah yang akan menentukan siapa yang benar dan siapa yang salah. Pendekar muda Yu, silahkan mulai!" Yu Renhao menekan sarung pedangnya, "Sret!", pedang keluar dari sarungnya. Yu Renhao berkata, "Ketua Lin, silahkan mulai".

Lin Zhennan berpikir, "Aku sudah lama mendengar bahwa Ilmu Pedang Cemara Angin Perguruan Qingcheng kokoh sekaligus enteng, katanya kokoh seperti pohon cemara dan enteng seperti angin. Aku harus mengambil kesempatan dahulu kalau mau menang". Ia segera bertindak tanpa sungkan-sungkan lagi, pedangnya menusuk ke depan, lalu menebas ke samping. Inilah salah satu jurus Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan yang bernama 'Menolak Kejahatan'. Yu Renhao melihat bahwa ia melancarkan jurus itu dengan ganas dan penuh tenaga, maka ia segera menghindar. Lin Zhennan tak menyelesaikan jurus itu, tapi langsung melancarkan jurus kedua 'Zhongkui[4] Mencungkil Mata', ujung pedangnya menusuk kedua mata musuhnya. Yu Renhao melompat. Lin Zhennan mengikutinya dengan jurus ketiga, Yu Renhao mengangkat pedang dan menangkisnya. "Trang!" Lengan kedua orang itu berguncang.

 Lin Zhennan berpikir, "Kukira ilmu Perguruan Qingchengmu itu seperti apa, ternyata cuma begini saja. Dengan kungfumu yang rendah ini, bagaimana kau bisa menggunakan Tapak Penghancur Jantung yang lihai itu? Tak mungkin, kemungkinan besar ada orang lain yang membantu dibelakang dia". Berpikir sampai disitu, tak bisa tidak hatinya merasa khawatir. Pedang Yu Renhao berputar, tiba-tiba menusuk, bagai bintang perak berpendaran, ujung pedangnya terus menerus menusuk ke segala penjuru. Gerakan Lin Zhennan juga sangat cepat, ia menyerang dengan sekuat tenaga. Kedua orang itu bolak-balik bertarung, setelah dua puluh jurus lebih masih berimbang.

 Namun pertarungan diantara Nyonya Lin dan Fang Renzhi tidak seimbang. Golok emas harus terus menerus menangkis jurus pedang musuh yang secepat kilat.

 Lin Pingzhi melihat ibunya berada dibawah angin, segera mengangkat pedang dan berlari ke arah Fang Renzhi, pedangnya membabat ke ubun-ubunnya. Fang Renzhi memiringkan tubuhnya untuk menghindar. Lin Pingzhi seperti kesetanan, ia langsung menubruk. Tiba-tiba ia terhuyung-huyung, entah tersandung apa, ia pun terjatuh. Terdengar seseorang berkata, "Rebah!" Sebuah kaki menginjak tubuhnya keras-keras, lalu ia merasakan ujung pedang menyentuh punggungnya. Di depan matanya hanya nampak debu di tanah. Ia mendengar ibunya berteriak dengan suara melengking, "Jangan bunuh dia, jangan bunuh dia!" Fang Renzhi berkata, "Kau juga rebah".

Ternyata ketika ibu dan anak bertarung melawan Fang Renzhi, ada seseorang yang diam-diam datang dari belakang, lalu menyapukan kaki sehingga Lin Pingzhi tersandung. Ia menghunus pisau dan menempelkannya di dada Lin Pingzhi. Nyonya Lin sebelumnya sudah tak mampu melawan, kini ia merasa khawatir dan bingung, maka gerakan goloknya pun menjadi kacau, begitu terkena sodokan siku Fang Renzhi, ia langsung terjatuh. Fang Renzhi cepat-cepat menotok kedua orang itu. Orang yang membuat Lin Pingzhi terjatuh tadi adalah lelaki marga Jia yang berkelahi dengan dua orang pengawal di kedai arak kecil di luar kota Fuzhou itu.

 Ketika melihat istri dan putranya ditangkap musuh, Lin Zhennan menjadi panik. "Wus, wus, wus!" Dengan khawatir ia menyerang beberapa kali dengan pedangnya. Yu Renhao tertawa panjang sambil melancarkan beberapa jurus, sekarang ia berada di atas angin. Dalam hati Lin Zhennan merasa sangat terkejut, "Bagaimana orang ini bisa tahu Ilmu Pedang Penakluk Kejahatanku?" Yu Renhao tersenyum, "Bagus tidak Ilmu Pedang Penakluk Kejahatanku ini?" Lin Zhennan berkata, "Kau......kau......kau bagaimana bisa menggunakan Ilmu Pedang Penakluk......"

Fang Renzhi tersenyum, "Ilmu Pedang Penakluk Kejahatanmu ini apa istimewanya? Aku juga bisa!" Pedangnya bergoyang-goyang, 'Menolak Kejahatan', 'Zhongkui Mencungkil Mata', 'Burung Walet Terbang Melewati Pohon Liu', tiga jurus berturut-turut itu memang semua adalah jurus-jurus Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan.

 Saat itu, Lin Zhennan seakan melihat pemandangan paling mengerikan di kolong langit ini, sama sekali tak terpikirkan, Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan keluarganya yang telah hilang, ternyata bisa dipakai oleh musuh, ia begitu kecewa sehingga ia tak bisa berpikir lagi, nafsu bertarungnya pun sirna. Yu Renhao berkata dengan lantang, "Kena kau!" Lutut kanan Lin Zhennan tertusuk, kedua lututnya menjadi ngilu dan lemas, lutut kanannya tertekuk. Ia cepat-cepat meloncat, namun pedang Yu Renhao telah menyentuh dadanya. Terdengar Jia Renda bersorak, "Adik Yu, jurus 'Bintang Jatuh Mengejar Bulan' yang bagus!"

 Jurus 'Bintang Jatuh Mengejar Bulan' itu juga adalah salah satu jurus Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan.

 Lin Zhennan menghela nafas panjang, melemparkan pedangnya, lalu berkata, "Kau......kau......bisa menggunakan Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan, cepat bereskan kami!" Punggungnya kesemutan setelah ditotok oleh Fang Renzhi dengan gagang pedang, ia mendengar Fang Renzhi berkata, "Hah, mana bisa segampang itu? Anak kura-kura marga Lin, istri kura-kura, cucu kura-kura, kalian sekeluarga bertiga harus menghadap guruku".

 Tangan kiri Jia Renda menjambak baju di punggung Lin Pingzhi dan menariknya berdiri, lalu tangan kiri dan kanannya berentetan menampar Lin Pingzhi keras-keras. Ia memaki, "Anak haram, sejak hari ini, setiap hari bapakmu ini akan memukulmu delapan belas kali. Di sepanjang jalan ke Gunung Qingcheng di Sichuan, akan kutaboki mukamu sampai berwarna-warni seperti muka huadan!" Lin Pingzhi sangat geram, ia meludah ke arah Jia Renda. Jarak diantara kedua orang itu tak lebih dari satu chi, hingga Jia Renda tak sempat menghindar, ludah itu mendarat tepat di batang hidungnya. Jia Renda murka, ia melemparkan Lin Pingzhi ke tanah keras-keras, lalu menendanginya dengan bengis. Fang Renzhi tertawa, "Sudah, sudah! Kalau kau menendangnya sampai mati, bagaimana nanti kita menjelaskannya di muka guru? Bocah ini mirip nona besar, bisa-bisa ia tak tahan kau pukuli".

Ilmu silat Jia Renda biasa-biasa saja, sifatnya buruk, sang guru tak pernah menyukainya. Saudara-saudara seperguruannya pun tak ada yang menghargainya. Setelah mendengar Fang Renzhi berbicara seperti itu, ia tak berani menendang lagi, namun hanya meludahi tubuh Lin Pinzhi berulang kali untuk melampiaskan amarahnya.

Yu dan Fang berdua membawa masuk ketiga anggota keluarga Lin itu ke dalam kedai nasi, lalu melemparkan mereka ke lantai. Fang Renzhi berkata, "Kita makan dulu lantas pergi. Adik Jia, tolong buatkan nasi". Jia Renda berkata, "Baik". Yu Renhao berkata, "Kakak Fang, kita harus menjaga mereka bertiga supaya tidak kabur. Si tua ini ilmu silatnya lumayan, kau saja yang buat rencana". Fang Renzhi tersenyum, "Itu gampang! Habis makan, kita putuskan urat tangannya, lalu kita tindik tulang selangka tiga anak kura-kura itu pakai tali, kita renteng seperti merenteng kepiting. Aku jamin mereka tak bisa kabur".

Lin Pingzhi memaki, "Kalau kalian punya nyali, cepat bunuh ketiga tuan besarmu ini, kalau kalian pakai cara-cara kotor seperti ini, kalian benar-benar keterlaluan!". Fang Renzhi menyeringai, "Haram jadah cilik, kalau kau berani memaki lagi, aku akan cari tahi sapi atau anjing untuk menyumpal mulutmu". Kalimat ini ternyata benar-benar ampuh, Lin Pingzhi walaupun begitu gusar sampai hampir pingsan, langsung menutup mulutnya, setelah itu ia tak berani memaki barang sepatah kata pun lagi.

Fang Renzhi tersenyum, "Adik Yu, guru mengajari kita tujuh puluh dua jurus Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan, kita berdua menjalankannya persis seperti aslinya, si ketua begitu melihatnya, langsung ketakutan setengah mati sampai lemas. Ketua Lin, aku tebak kau sekarang pasti sedang berpikir: Perguruan Qingcheng bagaimana bisa menggunakan Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan keluarga Lin kami? Benar tidak?"

Lin Zhennan saat itu memang sedang berpikir, "Perguruan Qingcheng bagaimana bisa menggunakan Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan keluarga Lin kami?"

 

Catatan Kaki

[1] Huanglong adalah ibukota bangsa Tatar Nuzhen. Jenderal Dinasti Song Yue Fei (Gak Hui dalam bahasa Hokkian) (1103-1142) bersumpah untuk merebutnya.

[2] Cai xia (cayhe dalam bahasa Hokkian)

[3] Yingxiong haojie berarti 'pahlawan' atau 'orang gagah'. Keempat murid senior Perguruan Qingcheng masing-masing menggunakan salah satu dari keempat huruf itu dalam nama mereka. Qingcheng sixiu berarti 'empat ksatria Qingcheng'.

[4] Tokoh pengusir setan dari mitologi China.


No Comment
Add Comment
comment url