Pendekar Hina Kelana Bab 24 - Difitnah

 << Bab Sebelumnya - Halaman Utama Pendekar Hina Kelana - Bab Selanjutnya >>

Terjemahan Cersil Pendekar Hina Kelana

oleh Grace Tjan
Cerita asli oleh Jin Yong (Chin Yung / Louis Cha)
Berdasarkan novel edisi ketiga.

[Dalam lukisan, tangan kanan Biksu Dame diletakkan di belakang punggungnya, dan jari telunjuk tangan kanannya menunjuk ke langit-langit. Pria tua berambut abu-abu itu menyerang ke arah langit-langit dengan kedua telapak tangannya mengarah ke tempat yang ditunjuk Damo.]

Smiling Proud Wanderer Jilid 2

Bab XXIV Difitnah

Bagian Pertama

Linghu Chong berbalik dan berjalan ke jalan raya, lalu bertanya pada seorang pejalan kaki tentang letak Biro Pengawalan Fuwei, namun untuk sesaat ia tak ingin pergi ke sana dan hanya berjalan tak tentu arah di jalan-jalan kecil di sekitarnya. Sebenarnya ia tak berani menemui guru dan ibu guru, dan juga tak berani melihat dengan mata kepala sendiri hubungan diantara adik kecil dan Adik Lin sekarang. Ia terus mencari-cari alasan untuk menunda keberangkatannya. Namun sekonyong-konyong, ia mendengar sebuah suara yang sudah amat akrab di telinganya, "Lin Kecil, sebenarnya kau mau menemaniku minum arak atau tidak?"
 
Darah panas kontan bergejolak dalam dada Linghu Chong, kepalanya pusing. Ia jauh-jauh datang menempuh seribu li ke Fujian ini karena ingin mendengar suara itu serta melihat wajah yang empunya suara. Namun sekarang ketika ia benar-benar telah mendengarnya, ia malah tak berani berpaling. Seketika itu juga, ia tertegun bagai sebuah patung, air matanya berlinangan, sehingga pandangannya menjadi kabur,
 
Dari panggilan itu, dan dari kalimat itu, dapat diketahui bahwa adik kecil dan Adik Lin sangat akrab.
 
Terdengar Lin Pingzhi berkata, "Aku tak punya waktu, guru memberiku pelajaran tambahan, aku belum melatihnya sampai mahir". Yue Lingshan berkata, "Tiga jurus pedang itu gampang sekali. Temanilah aku minum, nanti akan kuajarkan kuncinya, bagaimana?" Lin Pingzhi berkata, "Guru dan ibu guru memerintahkan bahwa beberapa hari ini, kita tak boleh sembarangan berjalan-jalan di dalam kota supaya tak mengundang masalah. Menurutku, kita lebih baik pulang saja". Yue Lingshan berkata, "Masa cuma jalan-jalan saja juga tidak boleh? Kita tak melihat ada tokoh-tokoh dunia persilatan disini. Lagipula, kalaupun ada jago-jago dunia persilatan datang ke sini, selama kita tak mengusik mereka, kenapa harus khawatir?" Sambil mengobrol, keduanya perlahan-lahan berjalan menjauh.
 
Linghu Chong perlahan-lahan berpaling, ia melihat sosok Yue Lingshan yang langsing berada di sebelah kiri, sedangkan sosok Lin Pingzhi yang jangkung berada di sebelah kanannya, kedua orang itu berjalan sambil berendeng pundak. Yue Lingshan memakai baju hijau tua dan rok hijau zamrud, sedangkan Lin Pingzhi mengenakan jubah panjang berwarna kuning muda. Pakaian mereka bersih dan rapi. Kalau dilihat dari belakang, mereka nampak seperti pasangan yang serasi. Seketika itu juga, dada Linghu Chong seakan tersumbat sesuatu, ia seakan tak bisa bernapas. Ia sudah beberapa bulan tak bertemu dengan Yue Lingshan, namun ia terus terkenang padanya. Ketika melihatnya hari ini, ia sadar bahwa cintanya terhadapnya masih begitu mendalam. Tangannya menekan gagang pedang, kalau saja ia dapat menghunusnya dan mengorok lehernya sendiri. Mendadak pandangannya menjadi gelap, langit dan bumi seakan berputar dan iapun jatuh terduduk di atas jalan.
 
Setelah beberapa lama, ia menenangkan diri, lalu perlahan-lahan bangkit, namun kepalanya masih pusing, pikirnya, "Aku selamanya tak akan sanggup bertemu dengan mereka berdua. Apa gunanya membuat susah diri sendiri? Malam ini aku akan diam-diam mencari guru dan ibu guru, dan meninggalkan sepucuk surat untuk memperingatkan mereka bahwa Ren Woxing telah kembali ke dunia persilatan dan hendak melawan Perguruan Huashan. Ilmu silat orang ini luar biasa tingginya, beliau berdua harus amat berhati-hati. Aku juga tak boleh sampai meninggalkan namaku, lalu aku akan pergi ke negeri asing yang jauh, dan tak akan pernah menginjakkan kaki di Dataran Tengah lagi". Ia kembali ke penginapan, minta arak dan meminumnya. Setelah mabuk berat, ia tertidur di ranjang tanpa berganti pakaian.
 
Ia tidur sampai tengah malam, lalu bangun. Ia melompati tembok dan langsung menuju ke Biro Pengawalan Fuwei. Bangunan biro pengawalan itu nampak megah hingga amat mudah dikenali. Ia melihat bahwa semua lampu di biro pengawalan itu telah dipadamkan, dan sama sekali tiada suara sedikitpun, pikirnya, "Guru dan ibu guru entah tinggal dimana? Saat ini tentunya mereka telah tidur".
 
Tepat pada saat itu, ia melihat sebuah sosok manusia berkelebat di sebelah kiri tembok,  sebuah bayangan hitam melompati tembok dan masuk ke dalam. Melihat dari perawakannya, ia adalah seorang perempuan, perempuan itu lalu berlari ke arah barat daya, ilmu ringan tubuhnya adalah milik perguruannya sendiri. Linghu Chong mengerahkan qi dan mengejarnya, melihat punggungnya, nampaknya ia adalah Yue Lingshan, pikirnya, "Di tengah malam buta ini, adik kecil hendak pergi kemana?"
 
Ia melihat Yue Lingshan merapat ke sisi tembok, lalu berjalan dengan cepat. Linghu Chong merasa amat heran, ia mengikutinya dari jarak empat atau lima zhang di belakangnya, langkah kakinya amat ringan sehingga Yue Lingshan sama sekali tak mendengar suara sedikitpun. Jalanan di Kota Fuzhou berbelit-belit, Yue Lingshan berbelok ke barat, lalu ke timur, jelas bahwa ia sudah biasa melalui jalan ini, ia sama sekali tak ragu-ragu di perempatan jalan, setelah berlari dua li lebih, ia masuk ke sebuah lorong sempit di samping sebuah jembatan batu.
 
Linghu Chong melompat ke atas sebuah rumah dan melihatnya melangkah sampai di ujung lorong itu, lalu melompati dinding sebuah rumah besar. Rumah besar itu gerbangnya hitam dan temboknya putih, bagian atas tembok itu ditumbuhi tanaman merambat, cahaya memancar keluar dari jendela-jendela rumah itu.
 
Yue Lingshan melangkah ke bawah sebuah jendela di sayap timur rumah itu, lalu mengintip ke dalam melalui sela-sela jendela itu, sekonyong-konyong ia mengeluarkan sebuah jeritan melengking seram.
 
Tadinya Linghu Chong menduga bahwa rumah ini adalah rumah musuh, dan Yue Lingshan datang untuk memata-matai musuh, ketika ia tiba-tiba mendengar suara jeritan melengkingnya, ia tercengang, namun begitu ia mendengar suara orang yang berbicara dari balik jendela, ia langsung menyadari apa yang sedang terjadi.
 
Orang yang berada di balik jendela itu berkata, "Kakak, apa kau mau membuatku ketakutan setengah mati? Kalau aku mati ketakutan dan jadi setan, paling-paling akan sama denganmu sekarang".
 
Yue Lingshan tertawa dan berkata, "Lin bau, Lin mampus, kau mengataiku sebagai setan, awas, nanti kucabut jantungmu". Lin Pingzhi berkata, "Kau tak usah susah-susah mencabutnya, aku sendiri akan mencabutnya supaya kau bisa melihatnya". Yue Lingshan tertawa, "Baiklah, kalau kau bicara gila-gilaan seperti ini padaku, aku akan lapor mama". Lin Pingzhi tertawa dan berkata, "Kalau ibu guru bertanya padamu kapan dan dimana aku berkata begitu, kau akan jawab apa?" Yue Lingshan berkata, "Aku akan bilang, waktu berlatih pedang siang ini. Kau tak memusatkan perhatian untuk berlatih pedang dan malah mengobrol denganku". Lin Pingzhi berkata, "Kalau ibu guru marah, pasti dia akan mengurungku, dan selama tiga bulan aku tak akan bisa bertemu denganmu". Yue Lingshan berkata, "Bah, memangnya kenapa? Kalau tidak ketemu, ya tidak ketemu! Eh, Lin bau, kau belum membuka jendela, kau sedang apa sih?"
 
Di tengah suara tawa Lin Pingzhi, dengan suara berderit kedua pintu jendela didorong hingga terbuka. Yue Lingshan merunduk dan bersembunyi di sisi jendela. Lin Pingzhi berkata pada dirinya sendiri, "Kukira kakak datang, ternyata tak ada orang". Ia berpura-pura menutup pintu jendela. Yue Lingshan melompat masuk lewat jendela.
 
Linghu Chong berjongkok di sudut rumah, ia mendengar mereka berdua bergurau, seakan tak sadar bahwa mereka masih berada di dunia ini, ia tak ingin mendengar sepatah katapun, namun setiap kata malah terdengar dengan amat jelas di telinganya. Terdengar mereka berdua tertawa terpingkal-pingkal di dalam ruangan itu.
 
Jendela itu setengah tertutup, bayangan keduanya nampak di balik kertas penutup jendela, kepala mereka nampak saling beradu dan suara tertawa mereka terdengar makin lama makin lirih.
 
Linghu Chong menghela napas dengan pelan dan hendak berbalik lalu pergi. Namun tiba-tiba terdengar Yue Lingshan berkata, "Sudah larut malam begini tapi kau belum tidur juga, kau sedang apa sih?" Lin Pingzhi berkata, "Aku sedang menunggumu". Yue Lingshan tertawa, "Cis, kau suka berbohong, tak takut gigimu copot, ya? Dari mana kau tahu aku akan datang kesini?" Lin Pingzhi berkata, "Sang pertapa pandai meramal, dengan menghitung-hitung dengan jari, tahu bahwa kakak seperguruan yang mulia akan datang berkunjung". Yue Lingshan berkata, "Aku tahu, melihat rumahmu berantakan seperti ini, pasti kau sedang mencari kitab pedang itu, benar tidak?"
 
Linghu Chong sudah berjalan beberapa langkah ke depan, akan tetapi begitu mendengar perkataan 'kitab pedang' itu, hatinya terkesiap dan ia berbalik kembali. Terdengar Lin Pingzhi berkata, "Beberapa bulan ini, entah sudah berapa kali rumah ini kugeledah, bahkan sampai genting pecah di atas atap juga kubalikkan satu demi satu,  tinggal batu bata tembok saja yang belum kubongkar......ah, kakak, rumah tua ini memang sudah tak ada gunanya, ayo kita bongkar temboknya saja, bagaimana?" Yue Lingshan berkata, "Ini rumah keluarga Linmu, mau dibongkar juga tak apa, tidak dibongkarpun juga tak apa, untuk apa kau tanya padaku?" Lin Pingzhi berkata, "Justru karena ini rumah keluarga Lin, aku harus tanya padamu". Yue Lingshan berkata, "Kenapa?" Lin Pingzhi berkata, "Kalau bukan tanya kau, lalu tanya siapa lagi? Bukannya kelak kau bukan lagi bermarga......bukan lagi bermarga......hmm......hmm......hehehe".
 
Yue Lingshan menegurnya sambil bercanda, "Lin bau, Lin mampus, kau mengambil kesempatan dalam kesempitan, ya?" Terdengar suara 'plak, plak!', rupanya ia  menampar Lin Pingzhi.
 
Selagi mereka bersenda gurau di dalam rumah itu, hati Linghu Chong bagai disayat-sayat pisau, ia ingin segera pergi saja, namun Kitab Pedang Penakluk Kejahatan sangat besar artinya bagi dirinya. Saat orang tua Lin Pingzhi sekarat, mereka menitipkan wasiat kepada dirinya untuk disampaikan kepada putra mereka, saat itu hanya dirinyalah seorang yang berada di samping mereka, dan oleh karenanya ia terkena fitnah. Tak nyana setelah itu ia menerima ajaran Kakek Guru Feng dan berhasil menguasai ilmu pedang hebat dari Sembilan Pedang Dugu. Di Perguruan Huashan, semua orang menganggapnya telah mengelapkan Kitab Pedang Penakluk Kejahatan, bahkan adik kecil yang biasanya tahu isi hatinyapun amat curiga padanya. Namun  sejujurnya, ia memang tak dapat menyalahkan orang lain dalam masalah ini, tempo hari saat ia naik ke Siguoya, ketika bertanding dengan ibu guru ia tak mampu melawan 'Jurus Ning Tanpa Tanding', akan tetapi setelah beberapa bulan berdiam disana, ilmu pedangnya mendadak maju pesat, dan ilmu pedang itu berbeda dengan ilmu pedang perguruannya sendiri. Kalau ia tak mencuri kitab rahasia perguruan lain, mana bisa begitu? Dan kitab rahasia perguruan lain itu, kalau bukan Kitab Pedang Penakluk Kejahatan milik keluarga Lin, lalu kitab apa lagi?
 
Dirinya dicurigai semata-mata karena ia berjanji pada Kakek Guru Feng untuk tak membocorkan keberadaannya, benar-benar sulit untuk menjelaskan hal ini. Malam itu ia merenung, guru telah mengeluarkannya dari perguruan dan memutuskan hubungan dengannya, walaupun sang guru berkata bahwa ia melakukannya karena dirinya bergaul dengan setan-setan Sekte Iblis, namun kemungkinan besar sebab utamanya ialah karena sang guru percaya bahwa dirinya telah mengelapkan Kitab Pedang Penakluk Kejahatan. Orang yang melakukan perbuatan hina semacam itu tak dapat tetap menjadi murid Perguruan Huashan. Sekarang ketika ia mendengar Yue dan Lin berdua berbincang-bincang tentang kitab pedang itu sambil bersenda gurau dengan mesra, ia menahan rasa pedih di hatinya supaya dapat mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
 
Terdengar Yue Lingshan berkata, "Kau sudah mencarinya selama beberapa bulan, tapi tak dapat menemukannya, maka kitab pedang itu tentunya tak ada disini, untuk apa membongkar dinding segala? Kakak pertama......kakak pertama bicara sembarangan, kenapa kau anggap sungguhan?"
 
Hati Linghu Chong lagi-lagi terasa pedih, "Ternyata dia masih memanggilku 'kakak pertama' ". Lin Pingzhi berkata, "Ketika kakak pertama menyampaikan wasiat ayah, ia berkata bahwa di rumah tua di Lorong Xiangyang ada benda-benda peninggalan leluhurku yang tak boleh dengan semberono dibaca. Kupikir kalau kitab pedang itu dipinjam oleh kakak pertama dan untuk sementara ini tak dikembalikan......" Linghu Chong tertawa getir, pikirnya, "Walaupun kau bicara dengan sopan dan tak mengatakan bahwa aku menggelapkannya, tapi kau berkata bahwa aku telah meminjamnya dan untuk sementara waktu tak akan mengembalikannya, hah, tak usah berbelit-belit seperti itu".
 
Terdengar Lin Pingzhi meneruskan berbicara, "Tapi kakak pertama tak mungkin bisa mengarang perkataan 'rumah tua di Lorong Xiangyang' itu, perkataan itu pastilah wasiat dari ayah dan ibu. Kakak pertama belum pernah bertemu dengan keluargaku, dan juga belum pernah datang ke Fuzhou, ia tak mungkin tahu bahwa di Fuzhou ada Lorong Xiangyang, dan lebih-lebih lagi tak mungkin tahu bahwa rumah tua peninggalan leluhurku ada di Lorong Xiangyang. Bahkan orang asli Fuzhou yang tahu mengenai hal ini juga tidak banyak".
 
Yue Lingshan berkata, "Kalau perkataan itu ternyata benar-benar wasiat orang tuamu, lantas bagaimana?"
 
Lin Pingzhi berkata, "Ketika kakak pertama menyampaikan wasiat ayahku, ia menyebut perkataan 'jangan membacanya', maksudnya tentunya bukan membaca Empat Buku Dan Lima Kitab[1] atau catatan-catatan pembukuan lama, setelah kupikir-pikir, tentunya hal itu ada hubungannya dengan kitab pedang. Kupikir karena ayah menyebut Lorong Xiangyang dalam wasiatnya, walaupun kitab pedang itu sudah tak berada disini, namun  disini tentunya dapat ditemukan petunjuk tentang kitab itu".
 
Yue Lingshan berkata, "Benar juga katamu. Beberapa hari belakangan ini, kulihat kau tak bersemangat. Di malam hari kau juga tak mau tidur di biro pengawalan dan selalu ingin pergi kesini, aku khawatir, maka aku pergi kesini untuk menengokmu. Ternyata di siang hari kau berlatih pedang, dan juga harus capai lelah menemaniku, tapi di malam hari kau menggali sarang disini".
 
Lin Pingzhi tersenyum hambar, menghela napas, lalu berkata, "Kupikir kematian ayah dan ibu sangat mengenaskan, kalau aku dapat menemukan kitab pedang itu dan membunuh musuh dengan ilmu pedang warisan keluargaku, arwah ayah dan ibu akan terhibur di alam baka".
 
Yue Lingshan berkata, "Entah dimana kakak pertama sekarang? Baguslah kalau aku bisa bertemu dengannya, aku tentu akan meminta kitab pedang itu untukmu. Ilmu pedangnya sudah mencapai taraf yang sangat tinggi, kitab pedang itu seharusnya dikembalikan kepada yang empunya. Menurut aku, Lin Kecil, sebaiknya kau tak usah berkhayal, tak usah lagi mengacak-acak rumah tua ini. Kalau kitab pedang itu tak ada, kau pelajari Ilmu Awan Lembayung ayahku saja, lalu balas dendam". 
 
Lin Pingzhi berkata, "Tentu saja. Hanya saja semasa hidupnya ayah dan ibuku dihina dan disiksa orang, dan kematian mereka juga begitu mengenaskan. Kalau aku bisa membalas dendam menggunakan ilmu warisan keluarga Lin, aku akan benar-benar dapat melampiaskan dendam ayah dan ibu. Lagipula, Ilmu Awan Lembayung perguruan kita dari dulu tak sembarangan diajarkan pada para murid, aku paling terakhir masuk perguruan, kalaupun guru dan ibu guru sayang padaku, tapi para kakak seperguruan tak menerimanya, mereka pasti akan berkata......pasti akan berkata......"
 
Yue Lingshan berkata, "Pasti akan berkata apa?"
 
Lin Pingzhi berkata, "Berkata bahwa aku belum tentu bersikap tulus padamu, bahwa hanya karena aku mengincar Ilmu Awan Lembayung, aku mencari muka pada guru dan ibu guru". Yue Lingshan berkata, "Bah! Kalau orang lain suka berkata begitu, biar saja. Yang penting aku tahu bahwa sikapmu tulus". Lin Pingzhi tertawa dan berkata, "Bagaimana kau tahu kalau aku tulus?" "Plak!", Yue Lingshan entah memukul keras-keras bahu atau punggungnya, ia mendengus, lalu berkata, "Aku tahu kau cuma berpura-pura saja, kau adalah manusia berhati serigala!"
 
Lin Pingzhi tertawa, "Baiklah, malam sudah semakin larut, sebaiknya kita pulang dulu. Aku akan mengantarmu ke biro pengawalan, kalau sampai ketahuan guru atau ibu guru bisa berabe". Yue Lingshan berkata, "Kau ingin aku cepat-cepat pergi, benar tidak? Kalau kau ingin aku pergi, aku akan pergi. Siapa yang perlu kau antar segala?" Nada suaranya amat kesal. Linghu Chong tahu bahwa saat ini ia tentunya sedang mencibirkan bibirnya yang mungil sambil berpura-pura marah dan menjadi amat menarik.
 
Lin Pingzhi berkata, "Kata guru, bekas ketua Sekte Iblis Ren Woxing muncul kembali di dunia persilatan, kabarnya ia telah tiba di Fujian, orang ini ilmu silatnya tak dapat diukur tingginya, sifatnya kejam dan telengas. Kau berjalan sendirian malam-malam begini, kalau sampai kebetulan bertemu dengannya, lalu......lalu bagaimana?"
 
Linghu Chong berkata dalam hati, "Ternyata guru juga sudah tahu tentang hal ini. Aku tahu, ketika aku membuat keributan di Pegunungan Xianxia itu, tentunya semua orang berkata bahwa Ren Woxing telah muncul kembali, kenapa guru belum mendengar kabar ini? Aku tak perlu menulis surat lagi".
 
Yue Lingshan berkata, "Hah, kalau kau mengantarku pulang, dan kebetulan bertemu dengannya, apa kau bisa membunuh atau menangkap dia?"
 
Lin Pingzhi berkata, "Kau sudah tahu ilmu silatku tak tinggi, untuk apa mengolok-olokku lagi? Aku jelas-jelas tak bisa melawan dia, tapi asal aku bisa bersamamu, kalaupun harus mati, aku akan mati bersamamu".
 
Yue Lingshan berkata dengan lembut, "Lin Kecil, aku bukannya mengatakan kalau ilmu silatmu rendah. Kau begitu tekun dan rajin berlatih, di kemudian hari kau tentu akan mengungguliku. Sebenarnya kecuali ilmu pedangmu yang belum mahir betul, kalau kita bertarung sungguhan, aku belum tentu dapat menandingimu".
 
Lin Pingzhi tertawa kecil, lalu berkata, "Kalau kau pakai tangan kiri untuk memainkan pedang barulah kita bisa bertanding".
 
Yue Lingshan berkata, "Aku akan membantumu mencarinya. Kau sudah terbiasa melihat barang-barang di rumah ini, sesuatu yang aneh tak akan nampak aneh di matamu, mungkin aku dapat menemukan sesuatu yang mencolok". Lin Pingzhi berkata, "Baiklah, kau lihat-lihatlah disini kalau-kalau ada sesuatu yang aneh".
 
Kemudian terdengar suara seseorang membuka laci dan menarik meja. Setelah beberapa saat, Yue Lingshan berkata, "Disini semuanya biasa-biasa saja. Apa di rumahmu ada tempat yang luar biasa?" Lin Pingzhi mengumam sebentar, lalu berkata, "Tempat yang luar biasa? Tak ada". Yue Lingshan berkata, "Dimana tempat berlatih silat keluargamu?" Lin Pingzhi berkata, "Tak ada tempat khusus untuk berlatih silat. Setelah mendiang kakek buyutku mendirikan biro pengawalan, ia pindah ke biro pengawalan dan tinggal disana. Kakek dalam dan ayahku keduanya berlatih silat di biro pengawalan. Lagipula, dalam wasiat ayahku ada perkataan 'baca dengan seksama', di tempat berlatih silat mana ada yang dapat dibaca dengan seksama?" Yue Lingshan berkata, "Benar. Ayo kita lihat-lihat kamar baca keluargamu". Lin Pingzhi berkata, "Kami ini keluarga pengawal, cuma ada ruang pembukuan, tidak ada kamar baca. Ruang pembukuan itu juga adanya di biro pengawalan sana". 
 
Yue Lingshan berkata, "Kalau begitu sulit mencarinya. Di rumah ini, apa yang bisa dibaca dengan seksama?"
 
Lin Pingzhi berkata, "Aku sudah memikirkan perkataan kakak pertama, katanya aku dilarang keras membaca dengan seksama barang-barang peninggalan leluhurku. Sebenarnya kemungkinan besar perkataan ini berarti sebaliknya, dan malah meyuruhku untuk membaca dengan seksama barang-barang peninggalan leluhurku di rumah tua ini. Tapi disini ada benda apa yang dapat dibaca dengan seksama? Setelah kupikir-pikir, hanya ada kitab-kitab suci Buddha kakek buyutku". Yue Lingshan melompat dan bertepuk tangan, "Kitab suci Buddha! Bagus sekali. Bodhidharma adalah leluhur ilmu silat, kalau di dalam kitab suci tersembunyi kitab pedang, hal ini bukan sesuatu yang aneh".
 
Ketika Linghu Chong mendengar Yue Lingshan berkata demikian, semangatnyapun timbul, pikirnya, "Kalau Adik Lin bisa menemukan kitab pedang itu dalam kitab suci Buddha, bagus sekali, aku tak akan lagi dicurigai menggelapkan kitab itu".
 
Terdengar Lin Pingzhi berkata, "Aku sudah membacanya dengan seksama, tak cuma sekali dua kali, dan juga tak cuma delapan atau sepuluh kali, jangan-jangan semuanya sudah seratus kali kubaca. Aku juga sudah membeli Kitab Jinkang, Kitab Huafa, Kitab Xin dan Kitab Lengqie, lalu membandingkannya kata demi kata dengan kitab-kitab Buddha peninggalan kakek buyut, benar-benar satu katapun tak ada yang berbeda. Kitab-kitab suci ini adalah kitab-kitab Buddha biasa". Yue Lingshan berkata, "Kalau begitu tak ada gunanya membaca kitab-kitab itu dengan seksama". Ia mengumam untuk beberapa saat, lalu berkata, "Apa kau sudah memeriksa lapisan dalamnya?"
 
Lin Pingzhi tertegun, ia berkata, "Lapisan dalamnya? Belum terpikirkan olehku. Ayo kita lihat".
 
Keduanya masing-masing membawa sebatang lilin, sambil berpegangan tangan mereka keluar dari kamar di sayap rumah itu, lalu melangkah ke halaman belakang. Linghu Chong mengikuti mereka dari atas atap, ia melihat cahaya lilin memancar keluar dari jendela kamar-kamar rumah itu, sampai akhirnya berhenti di sebuah ruangan di barat laut. Linghu Chong mengikutinya, dengan enteng melompat turun ke halaman, lalu mengintip ke dalam melalui sela-sela jendela. Ia melihat bahwa ruangan itu adalah sebuah ruangan pemujaan Buddha, di tengah ruangan tergantung sebuah lukisan tinta dan cat air, lukisan itu mengambarkan leluhur Bodhidharma dari belakang, tentunya melukiskan Bodhidharma ketika selama sembilan tahun bersemedi menghadap tembok. Di sisi barat ruangan itu terdapat sebuah bantalan untuk berlutut yang sudah sangat tua, sedangkan di atas meja terdapat sebuah ikan kayu, genta sembahyang dan setumpuk kitab suci Buddha. Linghu Chong berpikir, "Sesepuh Lin pendiri Biro Pengawalan Fu Wei ini nama besarnya pernah menggetarkan dunia persilatan, tentunya ia telah mencelakai tak sedikit bandit-bandit rimba hijau, rupanya di masa senjanya ia menebus pembunuhan yang telah dilakukan seumur hidupnya disini". Ia membayangkan seorang pahlawan dunia persilatan yang ketika rambutnya telah putih duduk di ruang pemujaan yang suram ini, menabuh ikan kayu dan membaca kitab suci dengan amat kesepian dan nelangsa. 
 
Yue Lingshan mengambil sebuah kitab suci dan berkata, "Ayo kita bongkar kitab-kitab ini dan kita periksa apakah di lapisan dalamnya ada sesuatu. Kalau kita tak bisa menemukan apa-apa, akan kita jilid kembali. Bagaimana pendapatmu?" Lin Pingzhi berkata, "Baik!" Ia mengambil sebuah kitab suci dan menarik benang yang digunakan untuk menjilidnya hingga putus, membentangkan halaman-halamannya di lantai, lalu memeriksa apakah di lapisan dalamnya tertulis sesuatu.
 
Yue Lingshan membongkar sebuah kitab suci lain, lalu memeriksa setiap halamannya di bawah sinar lilin.
 
Linghu Chong memandang sosoknya dari belakang, ia melihat pergelangannya yang seputih kumala, di tangan kirinya ia masih mengenakan gelang perak seperti dahulu, terkadang wajahnya sedikit berpaling, saling berpandangan dengan Lin Pingzhi dan tersenyum, lalu kembali memeriksa lembaran-lembaran buku itu. Entah karena cahaya lilin atau karena kedua pipinya memang merona merah, separuh wajahnya yang terlihat memang secantik buah persik musim semi. Linghu Chong diam-diam berdiri di balik jendela dan memandanginya dengan terkesima.
 
Kedua orang itu membongkar kitab demi kitab, ketika mereka hampir selesai membongkar kedua belas kitab yang berada di atas meja, mendadak Linghu Chong mendengar sebuah suara pelan di belakang punggungnya. Ia merapatkan tubuhnya ke dinding, lalu berpaling, ia melihat dua bayangan manusia menghampiri dari atap sebelah selatan, mereka saling memberi isyarat, lalu melompat turun ke halaman tanpa bersuara. Kedua orang itu kemudian mengintip ke dalam ruangan lewat sela-sela jendela.
 
Setelah beberapa saat, terdengar Yue Lingshan berkata, "Kita sudah membongkar semuanya, tapi semua tak ada isinya". Nada suaranya terdengar putus asa, namun ia kemudian berbicara lagi, "Lin Kecil, aku punya ide, ayo kita ambil sebaskom air". Suaranya terdengar agak bersemangat lagi. Lin Pingzhi bertanya, "Untuk apa?" Yue Lingshan berkata, "Waktu kecil aku pernah dengar ayah bercerita, bahwa ada sejenis rumput yang kalau direndam di cairan asam, lalu digunakan untuk menulis, tulisannya akan menghilang, namun begitu dibasahi, tulisan itu akan muncul kembali".
 
Hati Linghu Chong terasa pedih, ia mengenang saat guru menceritakan kisah itu, Yue Lingshan masih berusia delapan atau sembilan tahun, sedangkan dirinya berumur lima atau enam belas tahun. Kenangan masa silam itu mendadak membanjiri hatinya, ia ingat pada hari itu ia dan dia menangkap jangkrik untuk diadu, ia memberikan jangkrik yang paling besar dan kuat kepadanya, namun tak nyana ia malah kalah. Dia menangis tak henti-hentinya, sedangkan ia mencoba untuk menghiburnya sampai lama, sampai akhirnya dia kembali tersenyum, lalu mereka berdua pulang dan mohon guru bercerita. Ketika mengenang peristiwa itu, air matapun berlinangan di pelupuk matanya.
 
Terdengar Lin Pingzhi berkata, "Benar, tak ada jeleknya kalau kita coba". Ketika ia berbalik dan melangkah keluar, Yue Lingshan berkata, "Kita pergi bersama".
 
Dengan bergandengan tangan mereka keluar. Kedua orang yang bersembunyi di balik jendela itu menahan napas mereka dan tak bergeming. Beberapa saat kemudian, Lin Pingzhi dan Yue Lingshan yang masing-masing membawa sebaskom air memasuki ruangan sembahyang itu, lalu merendam tujuh atau delapan lembar halaman kitab suci dalam air. Lin Pingzhi tak bisa menahan diri lagi dan mengangkat sehelai lembaran kitab suci, lalu membacanya di bawah cahaya lilin, namun ia tak bisa melihat ada tulisan lain apapun di atasnya. Kedua orang itu mencoba merendam dua puluh halaman lebih, namun sama sekali tak menemukan sesuatu yang aneh.
 
Lin Pingzhi menghela napas dan berkata, "Tak usah kita coba lagi, sama sekali tak ada tulisan lain".
 
* * *
 
Ia baru saja mengucapkan perkataan itu, ketika kedua orang yang bersembunyi di balik jendela itu diam-diam berputar ke depan pintu, mendorong daun pintu hingga terbuka, lalu masuk. Lin Pingzhi berseru, "Siapa itu?" Namun kedua orang itu malah menerjang masuk dengan sebat bagai angin. Lin Pingzhi mengangkat tangannya hendak menangkis serangan, namun iganya telah kena totokan orang itu. Pedang Yue Lingshan baru separuh terhunus, namun dua jari musuh telah menusuk ke arah matanya,Yue Lingshan terpaksa melepaskan gagang pedangnya supaya dapat menangkis serangan musuh dengan tangannya. Tangan kanan orang itu tiga kali mencengkeram, semuanya mengarah ke tenggorokannya. Yue Lingshan amat terkejut, ia mundur dua langkah, namun punggungnya telah menyentuh sisi meja altar dan ia tak bisa mundur lagi. Tangan kiri orang itu memukul ke arah ubun-ubunnya, Yue Lingshan mengangkat kedua telapaknya untuk menangkis serangan, namun ternyata pukulan orang itu hanya jurus kosong belaka, tangan kanannya menotok dan pinggang Yue Lingshanpun terkena totokannya. Ia tergeletak melintang di atas meja altar dan tak mampu bergerak-gerak lagi.
 
Semua kejadian ini disaksikan oleh Linghu Chong, namun karena melihat bahwa nyawa Lin dan Yue berdua sama sekali tidak dalam bahaya, ia merasa bahwa ia tak perlu tergesa-gesa menolong mereka, sementara ini ia ingin mengetahui dahulu apa tujuan musuh. Kedua orang itu nampak memandang ke segala arah di ruang sembahyang itu. Yang seorang memungut bantalan lutut yang tergeletak di lantai, lalu mencabiknya menjadi dua bagian, sedangkan yang seorang lagi memukul ikan-ikanan kayu hingga hancur berkeping-keping. Lin Pingzhi dan Yue Lingshan sudah tak dapat berbicara dan bergerak-gerak, mereka melihat bahwa tenaga pukulan kedua orang begitu kuat bagai golok, mereka mencabik bantalan lutut dan memecahkan ikan-ikanan kayu, jelas bahwa mereka sedang mencari Kitab Pedang Penakluk Kejahatan. Mereka berdua berpikir, "Tak terpikir olehku kalau kitab pedang itu mungkin tersembunyi dalam bantalan lutut atau ikan-ikanan kayu itu". Namun ketika mereka melihat bahwa di dalam bantalan lutut atau ikan-ikanan kayu tak ada benda yang tersembunyi, mereka merasa girang.
 
Kedua orang itu berumur lima puluhan tahun lebih, yang seorang botak, sedangkan yang seorang lagi kepalanya dipenuhi rambut putih. Gerakan mereka amat sebat, dalam sekejap mereka telah menghancurkan benda-benda yang ada di atas meja altar; setelah tiada barang lagi yang dapat dipecahkan, mata kedua orang itu memandang ke arah lukisan Bodhidharma. Tangan kiri orang tua botak itu menjulur hendak mengambil lukisan itu. Namun tangan si orang tua berambut putih menghalanginya, ia berseru, "Tunggu dulu! Lihat kemana jarinya menunjuk!".
 
Pandangan mata Lin Pingzhi, Yue Lingshan dan Linghu Chong bertiga mengarah ke lukisan itu, mereka melihat bahwa tangan kiri Bodhidharma di lukisan itu berada di belakang punggungnya, seperti sedang memegang sebuah kitab rumus pedang, sedangkan jari telunjuk tangan kanannya menuding ke arah langit-langit. Si tua botak bertanya, "Apa anehnya jari-jarinya itu?" Si tua berambut putih berkata, "Tak tahu! Coba kau lihat". Ia melompat, sepasang telapaknya memukul ke arah yang ditunjuk oleh jari telunjuk Bodhidharma, tenaga yang dikeluarkan dari telapaknya memukul langit-langit.
 
"Buk!", debu dan kotoran berjatuhan ke bawah. Si tua botak berkata, "Mana ada......" Ketika ia baru mengucapkan perkataan itu, sebuah benda berwarna merah melayang turun dari langit-langit, ternyata benda itu adalah sehelai kasaya[2] yang biasa dipakai oleh para biksu.
 
Si tua berambut putih menyambutnya, lalu memeriksanya di bawah sinar lilin, dengan girang ia berkata, "Ternyata......ternyata ada disini". Ia begitu girang hingga seakan gila, suaranyapun gemetar. Si tua botak berkata, "Ada apa?" Si tua berambut putih berkata, "Lihatlah".
 
Linghu Chong memicingkan matanya, ia melihat bahwa diatas kasaya itu samar-samar tertulis huruf kecil-kecil yang tak terhitung banyaknya.
 
Si tua botak berkata, "Apakah ini Kitab Pedang Penakluk Kejahatan?" Si tua berambut putih berkata, "Mungkin sekali, seharusnya inilah kitab pedang itu. Hahaha, hari ini kita dua bersaudara telah berjasa besar. Adik, simpanlah". Si tua botak itu begitu senang sehingga mulutnya menganga, dengan hati-hati ia melipat kasaya itu dan memasukannya ke dalam saku dadanya. Ia lalu menunjuk ke arah Lin dan Yue berdua seraya berkata, "Kita bunuh mereka?"
 
Tangan Linghu Chong mengenggam gagang pedang, begitu si tua berambut putih hendak membunuh Lin dan Yue berdua, ia akan langsung menerjang masuk dan membunuh kedua orang tua itu terlebih dahulu. Namun ternyata si tua berambut putih itu berkata, "Kitab pedang sudah berada di tangan, kita tak perlu mencari gara-gara dengan Perguruan Huashan, biarkan mereka pergi". Dengan berendeng pundak kedua orang itu keluar dari ruang sembahyang, melompati tembok dan pergi.
 
Linghu Chong juga segera melompati tembok dan membuntuti mereka. Langkah kaki kedua orang tua itu amat cepat. Di tengah kegelapan, Linghu Chong khawatir akan kehilangan kedua orang itu, maka ia mempercepat langkah kakinya, sehingga ia hanya berjarak tiga zhang di belakang mereka.
 
Makin cepat kedua orang tua itu melangkah, Linghu Chong juga makin mempercepat langkahnya. Tiba-tiba kedua orang tua itu berhenti dan berbalik, di depan matanya seberkas sinar dingin berkelebat, Linghu Chong merasa bahu dan lengan kanannya kesakitan, ternyata ia telah terkena bacokan sepasang golok musuh. Kedua orang itu mendadak berdiri tak bergeming, lalu mendadak berbalik, gerakan mereka benar-benar secepat kilat.
 
Walaupun tenaga dalam Linghu Chong melimpah dan ilmu pedangnya cemerlang, saat menghadapi musuh yang mempunyai kepandaian khusus dan jurus-jurus aneh seperti ini, ia masih kalah jauh dari seorang jago kelas satu. Begitu musuh tiba-tiba menyerang,
jangankan menghunus pedang untuk menangkis serangan, bahkan sebelum jarinya menyentuh gagang pedang, ia sudah terluka parah.
 
Ilmu golok kedua orang tua itu amat sebat, setelah jurus pertama mengenai sasaran, bacokan kedua telah tiba. Linghu Chong amat tercengang, ia cepat-cepat melompat mundur, untung saja tenaga dalamnya berlimpah, begitu melompat ia langsung dapat mundur dua zhang lebih, ia kembali melompat dan mundur dua zhang  lagi. Kedua orang tua itu melihatnya telah terluka parah, namun masih bisa melompat dengan begitu gesit, mereka terkejut dan cepat-cepat menerjang ke arahnya.
 
Linghu Chong berbalik dan melarikan diri, ketika terkena bacokan bahu dan lengannya tak seberapa sakit, namun sekarang begitu sakit hingga ia hendak pingsan, pikirnya, "Kitab Pedang Penakluk Kejahatan kemungkinan besar tertulis di kasaya yang dicuri oleh kedua orang ini. Aku telah difitnah, biar bagaimanapun juga aku harus merebutnya kembali dan menggembalikannya kepada Adik Lin". Ia segera menahan rasa sakitnya dan menghunus pedang.
 
Ia menghunus pedangnya, namun ketika pedang baru terhunus separuh, tak nyana pedang itu tak dapat ditarik lagi, ternyata setelah lengan kanannya terbacok, tangannya sama sekali tak bertenaga. Di telinganya terdengar kesiuran angin di belakang kepalanya, bacokan golok baja orang itu telah tiba, ia segera mengerahkan qi dan melompat ke depan. Tangan kirinya menarik keras-keras, menarik ikat pinggangnya hingga putus, lalu ia mengenggam pedang dengan tangan kirinya dan dengan sekuat tenaga menguncangkan pedang sehingga sarungnya terjatuh ke tanah. Ia berbalik, namun merasakan kesiuran angin di wajahnya, dua golok itu telah serentak membacok ke arahnya.
 
Ia melompat ke belakang selangkah. Saat itu hari sudah mulai terang, namun sesaat sebelum matahari terbit adalah saat yang paling gelap, selain kilau golok yang berkelebat kesana kemari, ia memicingkan matanya namun tak dapat melihat apa-apa. Prinsip utama Sembilan Pedang Dugu yang dipelajarinya ialah mencari dan menggunakan kelemahan musuh, namun saat ini gerakan tubuh dan jurus-jurus musuh sama sekali tak dapat dilihatnya, sehingga ia tak dapat menggunakan ilmu pedangnya. Lengan kirinya terasa sakit, rupanya telah terkena sabetan mata golok musuh, ia terpaksa cepat-cepat melarikan diri ke jalan raya, tangan kirinya mengenggam pedang, sedangkan dengan telapaknya ia menekan mulut lukanya supaya darah yang mengalir keluar tidak terlalu banyak dan membuatnya terjatuh lemas.
 
Kedua orang tua itu mengejarnya, namun mereka melihat bahwa langkahnya amat cepat sehingga mereka tak bisa mengejarnya, untungnya kitab ilmu pedang rahasia itu sudah berhasil direbut, mereka tak ingin bersusah payah, maka mereka segera berhenti mengejar dan berbalik. Linghu Chong berseru, "Hei, maling kurang ajar, sesudah mencuri barang lantas mau lari, ya?" Ia malah berbalik mengejar mereka. Kedua orang itu amat gusar, mereka langsung berbalik dan mengayunkan golok untuk membacoknya. Linghu Chong tak ingin bertarung dengan mereka, maka ia berbalik dan kembali berlari, dalam hati ia diam-diam berdoa, "Semoga ada orang yang membawa lentera". Setelah berlari beberapa saat, mendadak sebuah ide muncul di benaknya, ia melompat ke atas atap dan memandang ke segala penjuru, dilihatnya bahwa dari jendela rumah di depan sebelah kiri ada cahaya lentera yang memancar keluar, maka ia cepat-cepat berlari menuju ke tempat asal sinar lentera itu. Namun kedua orang tua itu telah berhenti dan tak mengejarnya lagi.
 
Linghu Chong membungkuk dan memungut dua keping pecahan genting, lalu melemparkannya ke arah kedua orang itu seraya berseru, "Kalian telah mencuri Kitab Pedang Penakluk Kejahatan keluarga Lin, yang satu botak, yang satu lagi berambut putih, walaupun kalian lari ke ujung dunia, orang-orang gagah di dunia persilatan akan menangkap kalian dan mencabik-cabik kalian menjadi seribu keping". "Prang!", kepingan genting itupun jatuh menghantam batu pelapis jalan dan hancur berkeping-keping.
 
Begitu kedua orang tua itu mendengarnya mengucapkan nama Kitab Pedang Penakluk Kejahatan, mereka langsung melompat ke atap dan mengejarnya.
 
Linghu Chong merasa kakinya lemas, makin lama tenaganya makin lemah, mendadak ia mengambil napas panjang, lalu berlari sekencang-kencangnya ke arah sinar lentera itu. Tiba-tiba ia terhuyung-huyung dan terjatuh di depan rumah itu, namun ia cepat-cepat memakai jurus 'Ikan Emas Melompat' dan berjumpalitan hingga ia dapat bangkit kembali, lalu bersandar pada tembok.
 
Kedua orang tua itu melompat turun dengan enteng, lalu masing-masing melangkah ke depan dari kiri dan kanan. Si tua botak menyeringai menyeramkan dan berkata, "Si tua ini sudah memberi jalan bagimu untuk menyelamatkan nyawamu, tapi kau malah tak mau lari". Linghu Chong melihat bahwa kepalanya yang botak nampak licin berkilauan, hatinya terkesiap, "Rupanya fajar telah menyingsing". Ia tertawa dan berkata, "Kalian berasal dari perguruan atau keluarga apa? Kenapa kalian berkeras ingin membunuhku?"
 
Si tua berambut putih mengangkat golok pendeknya dan menebas ke ubun-ubun Linghu Chong.
 
Linghu Chong memindahkan pedang ke tangan kanannya, ia menikam dengan enteng, dan ujung pedangpun menembus leher orang itu.
 
Si tua botak amat terkejut, ia segera memainkan goloknya dan menerjang ke depan. Pedang Linghu Chong menebas tepat mengenai pergelangan tangannya, kontan golok dan tangannya serentak tertebas jatuh ke tanah, menyusul ujung pedang menikam ke arah lehernya. Linghu Chong berkata dengan lantang, "Sebenarnya kalian berasal dari perguruan apa? Katakanlah dan akan kuampuni jiwamu". Si tua botak tertawa terkekeh-kekeh, lalu berkata dengan sedih, "Kami dua bersaudara malang melintang di dunia persilatan dan jarang menemui lawan yang setimpal, namun hari ini kami harus binasa di bawah pedangmu, aku sungguh kagum. Hanya saja kalau aku tak tahu marga dan nama tuan yang mulia, setelah mati......setelah mati aku akan jadi setan penasaran".
 
Linghu Chong melihat bahwa walaupun tangannya buntung sebelah, namun ia tak takut dan masih pantang menyerah, ia menghargai seorang lelaki seperti ini, maka ia berkata, "Aku terpaksa membela diriku sendiri, sebenarnya aku sama sekali tak mengenal kalian berdua, maafkan aku karena aku tak sengaja melukai orang. Mohon berikan kasaya itu padaku, setelah itu kita berpisah".
 
Si tua botak berkata dengan jumawa, "Si Elang Botak mana bisa menyerah?" Tangan kirinya berbalik dan sebilah pisaupun menembus ulu hatinya sendiri.
 
Linghu Chong berpikir, "Orang ini lebih suka mati daripada menyerah, benar-benar seorang tokoh yang luar biasa". Ia membungkuk, hendak menarik kasaya yang tersimpan di saku dadanya keluar. Namun kepalanya terasa pening, ia tahu bahwa ia telah kehilangan banyak darah, maka ia merobek bagian depan bajunya dan dengan sembarangan membalut luka di bahu dan lengannya, lalu baru mengambil kasaya itu dari saku dada si botak.
 
Saat itu ia kembali merasa pusing, maka ia segera mengambil napas dalam-dalam, ia mencari arah yang benar, lalu langsung berjalan ke rumah tua Lin Pingzhi di Lorong Xiangyang itu. Setelah berjalan beberapa puluh zhang jauhnya, ia merasa sukar bertahan lagi, pikirnya, "Kalau aku sampai roboh disini, tak hanya jiwaku yang akan melayang, namun setelah matipun orang akan menyangkaku telah mencuri Kitab Pedang Penakluk Kejahatan, barang bukti ada di tubuhku, setelah mati namaku akan menjadi kotor". Ia segera memaksa dirinya untuk tetap bertahan, dan akhirnya ia berhasil melangkah ke Lorong Xiangyang.
 
Namun pintu gerbang rumah keluarga Lin itu tertutup rapat, Lin Pingzhi dan Yue Lingshan telah terkena totokan, tak ada orang yang membukakan pintu. Ia ingin melompati tembok, namun bagaimanapun juga ia tak berdaya, maka ia terpaksa mengedor pintu, menyusul kakinya mendepak pintu sekuatnya. 
 
Namun tendangan itu tak berhasil membuka pintu, guncangan yang keras dan tiba-tiba itu malah membuatnya pingsan.
 
* * *
 
Catatan Kaki Penerjemah
 
[1] Kitab-kitab klasik Konghucu.
[2] Jubah luar yang dipakai seorang biksu.


Bagian kedua

Ketika ia kembali siuman, ia merasa bahwa tubuhnya terbaring di atas ranjang, begitu membuka mata, ia melihat suami istri Yue Buqun berdiri di depan ranjang, Linghu Chong amat girang, serunya, "Guru.......ibu guru......aku......" Hatinya bergejolak, ia tak kuasa menahan air matanya bercucuran selagi ia berusaha untuk duduk. Yue Buqun tak menjawab, hanya bertanya, "Sebenarnya apa yang terjadi?" Linghu Chong berkata, "Adik kecil bagaimana? Dia......apakah dia baik-baik saja?" Nyonya Yue berkata, "Dia tidak apa-apa! Kau......kau bagaimana bisa sampai di Fuzhou ini?" Nada suaranya penuh perhatian dan pelupuk matanyapun memerah.

Linghu Chong berkata, "Kitab Pedang Penakluk Kejahatan Adik Lin dirampas oleh dua orang tua, aku membunuh dua orang itu dan merebutnya kembali. Kedua orang itu......kedua orang itu kemungkinan besar adalah jago-jago Sekte Iblis". Ia meraba-raba saku dadanya, akan tetapi kasaya itu sudah tak ada, ia cepat-cepat bertanya, "Di......dimana kasaya itu?" Nyonya Yue bertanya, "Apa?" Linghu Chong berkata, "Kasaya yang ada tulisannya itu, yang kemungkinan besar adalah Kitab Pedang Penakluk Kejahatan keluarga Lin". Nyonya Yue berkata, "Kalau benda itu milik Pingzhi, seharusnya dikembalikan kepadanya". Linghu Chong berkata, "Benar. Ibu guru, kau dan guru baik-baik saja? Adik-adik seperguruan juga semua baik-baik saja?" 

Nyonya Yue mengangkat lengan bajunya untuk mengusap air matanya yang meleleh, katanya, "Semuanya baik-baik saja".

Linghu Chong berkata, "Bagaimana aku bisa sampai disini? Apa guru dan ibu guru yang menolongku dan membawaku pulang?" Nyonya Yue berkata, "Pagi ini ketika aku tiba di rumah tua Pingzhi di Lorong Xiangyang, aku melihatmu sedang tergeletak pingsan di depan pintu". "Oh", ujar Linghu Chong, "Untung saja ibu guru datang, kalau tidak bisa-bisa aku akan ditemukan oleh setan-setan Sekte Iblis terlebih dahulu, nyawa anak tentu sudah melayang". Ia tahu bahwa ketika ibu guru tak menemukan putrinya pagi hari itu, ia buru-buru pergi ke Lorong Xiangyang untuk mencarinya, namun ia merasa tak pantas untuk berbicara tentang hal itu kepada dirinya.

Yue Buqun berkata, "Katamu kau telah membunuh dua setan Sekte Iblis, dari mana kau tahu kalau mereka orang Sekte Iblis?" Linghu Chong berkata, "Dalam perjalanan ke selatan, murid bertemu dengan banyak orang Sekte Iblis, dan beberapa kali berkelahi dengan mereka. Ilmu silat kedua orang tua itu aneh sekali, jelas mereka bukan orang aliran lurus kita". Diam-diam ia merasa girang, "Setelah aku berhasil merebut kembali Kitab Pedang Penakluk Kejahatan milik Adik Lin, tentunya guru, ibu guru dan adik kecil tak akan curiga lagi padaku; selain itu aku telah membunuh dua orang Sekte Iblis sehingga guru tentunya tak akan menyalahkan aku karena berkomplot dengan orang Sekte Iblis lagi".

Namun wajah Yue Buqun malah pucat pasi, ia mendengus, lalu membentak, "Sampai sekarang kau masih bicara sembarangan! Memangnya aku begitu mudah dibohongi?" Linghu Chong terperanjat, ia cepat-cepat berkata, "Murid tak akan berani membohongi guru". Yue Buqun berkata dengan bengis, "Siapa gurumu? Si Yue ini sudah lama memutuskan hubungan guru dan murid denganmu".

Linghu Chong turun dari ranjang dan berlutut di lantai, lalu bersujud sambil berkata, "Murid tak sedikit berbuat kesalahan dan rela menerima hukuman apapun dari guru, hanya......hanya hukuman dikeluarkan dari perguruan, kumohon guru sudi menariknya kembali".

Yue Buqun menghindar ke samping, tak mau menerima penghormatannya, dengan sinis ia berkata, "Putri Ketua Ren dari Sekte Iblis itu sangat menyukaimu, kau sudah lama berkomplot dengan Sekte Iblis, kenapa kau masih menginginkanku menjadi gurumu?" Dengan heran Linghu Chong berkata, "Putri Ketua Ren dari Sekte Iblis? Kenapa guru bisa berkata demikian? Walaupun aku pernah mendengar bahwa Ren......Ren Woxing mempunyai seorang putri, tapi murid belum pernah bertemu dengannya".

Nyonya Yue berkata, "Chong er, kenapa sampai sekarang kau masih berbohong juga?" Ia menghela napas dan berkata, "Nona Ren itu mengundang tokoh-tokoh aliran sesat ke Wubagang di Shandong untuk menyembuhkan penyakitmu, bukankah hari itu kami tidak pergi......"

Linghu Chong terkejut, dengan gemetar ia berkata, "Nona di Wubagang itu, dia......dia......Yingying......dia putri Ketua Ren?" Nyonya Yue berkata, "Berdirilah, lalu bicara". Linghu Chong perlahan-lahan bangkit, ia merasa bingung, sambil mengumam ia berkata, "Dia......dia......adalah putri Ketua Ren? Ba.....bagaimana hal ini dapat terjadi?"

Nyonya Yue nampak marah dan kesal, katanya, "Terhadap guru dan ibu guru, kenapa kau masih berdusta saja?"

Yue Buqun berkata dengan murka, "Siapa gurunya, siapa ibu gurunya?" Ia mengangsurkan tangannya dan mengebrak meja keras-keras, "Brak!", ujung meja kontan somplak.

Linghu Chong berkata dengan ketakutan, "Murid tentu tak berani menipu guru dan ibu guru......"

Yue Buqun berkata dengan bengis, "Si Yue ini memang punya mata tapi tak bisa melihat, sehingga aku sampai menerima seorang anak yang tak tahu malu sepertimu, aku sangat malu menghadapi orang-orang gagah di kolong langit ini. Apa kau mau merusak nama baikku? Kalau kau sekali lagi memanggil 'guru atau ibu guru', aku akan langsung membunuhmu!" Saat marah rona ungu mendadak muncul di wajahnya, ia benar-benar amat murka.

Linghu Chong menjawab, "Baik!" Ia bertopang pada ujung ranjang, wajahnya seluruhnya pucat pasi, tubuhnya terhuyung-huyung, ia berkata, "Mereka mengobati lukaku, itu memang benar. Tapi......tapi......tak ada seorangpun yang memberitahuku bahwa dia......dia adalah putri Ketua Ren". Nyonya Yue berkata, "Kau cerdas dan cerdik, masa kau tak dapat menduganya? Dia adalah seorang nona yang masih sangat belia, namun dengan hanya sekali berkata, dapat mengumpulkan tokoh-tokoh aliran sesat dari berbagai pelosok, dan mereka semua berlomba-lomba berusaha menyembuhkan lukamu. Kecuali Nona Ren dari Sekte Iblis, siapa lagi punya muka begitu besar di dunia ini?" Linghu Chong berkata, "Waktu itu mu......aku......mengira bahwa dia adalah seorang nenek tua". Nyonya Yue berkata, "Apakah dia bersalin rupa atau berganti pakaian?" Linghu Chong berkata, "Tidak. Hanya saja......hanya saja saat itu aku belum pernah melihat wajahnya".

"Ha!", ujar Yue Buqun seakan tertawa, namun wajahnya sama sekali tak nampak tertawa.

Nyonya Yue menghela napas, lalu berkata, "Chong er, kau sudah besar, watakmu juga telah berubah. Kau tak mengindahkan perkataanku". Linghu Chong berkata, "Ibu......ibu......terhadap perkataanmu aku tak akan....." Ia hendak berkata 'terhadap perkataanmu aku tak akan berani melanggarnya', tapi sebenarnya guru dan ibu guru telah berkali-kali memerintahkannya untuk tak berteman dengan orang-orang Sekte Iblis, sedangkan hubungannya dengan orang-orang semacam Yingying, Xiang Wentian dan Ren Woxing, masa dapat dikatakan hanya sekedar 'berteman' saja?

Nyonya Yue berkata, "Kalau putri Ketua Ren itu baik padamu, dan demi menyelamatkan nyawamu, kau membiarkannya mengumpulkan orang untuk menyembuhkan lukamu, boleh dikatakan bahwa hal itu dapat dimaklumi....." Yue Buqun berkata dengan gusar, "Dapat dimaklumi bagaimana? Demi menyelamatkan nyawa lantas boleh berbuat segala kejahatan?" Biasanya terhadap sang adik seperguruan yang juga istrinya itu ia selalu bersikap halus dan sopan, dan saling menghormati, namun hari ini ia memotong pembicaraannya dengan kata-kata yang kasar, jelas bahwa ia tak sangup menahan amarahnya lagi. Nyonya Yue tahu dengan jelas suasana hati suaminya dan tidak mendebatnya, ia meneruskan berbicara, "Tapi kenapa kau juga berkomplot dengan Xiang Wentian si gembong Sekte Iblis itu, dan membunuh tidak sedikit kawan-kawan aliran lurus kita? Sepasang tanganmu itu berlumuran darah segar tokoh-tokoh aliran lurus, kau......kau cepatlah pergi sana!"

Punggung Linghu Chong terasa sedingin es, ia mengenang kejadian di paviliun itu sebelum mereka memasuki lembah dalam, ketika ia dan Xiang Wentian bahu-membahu melawan musuh, memang benar tak sedikit orang aliran lurus yang binasa karena dirinya. Walaupun saat itu mereka sedang bertarung dengan sengit, kalau dirinya tak membunuh orang, ia sendiri akan terbunuh, benar-benar tak ada jalan lain, namun hutang darah ini akan selalu ditanggung olehnya.

Nyonya Yue berkata, "Setelah turun dari Wubagang, kau juga bergabung dengan Nona Ren dan membunuh beberapa murid Biara Shaolin dan Perguruan Kunlun. Chong er, sejak dahulu aku menganggapmu seperti putra kandungku sendiri, namun semua yang telah terjadi sampai hari ini, ibu......ibu gurumu ini memang tak becus. Aku tak sanggup membelamu lagi". Ketika berbicara sampai disini, dua tetes air mata jatuh dari pipinya.

Linghu Chong berkata dengan sedih, "Anak memang telah melakukan kesalahan yang tak berampun. Akan tetapi berani berbuat berarti berani menanggung akibatnya, aku tak bisa membiarkan nama baik Perguruan Huashan ternodai. Aku mohon agar kalian berdua mengadakan sidang dan mengundang para orang gagah dari semua perguruan untuk menjadi saksi, lalu menghukum mati anak di tempat sesuai dengan peraturan Perguruan Huashan".

Yue Buqun menghela napas panjang, lalu berkata, "Tuan Linghu, kalau hari ini kau masih terhitung murid Perguruan Huashan, cara itu dapat dipakai. Walaupun nyawamu melayang, nama baik Perguruan Huashan kita tetap terjaga, dan hubungan kita sebagai guru dan murid masih akan tetap ada. Namun aku sudah terlanjur mengirim surat ke semua orang, menyatakan bahwa kau telah dikeluarkan dari perguruan. Perbuatanmu setelah itu, apa hubungannya dengan Perguruan Huashan? Atas dasar apa aku berhak untuk menghukummu? Hah, yang lurus dan yang sesat memang tak dapat hidup berdampingan, lain kali kalau kau berbuat jahat dan bertemu denganku, aku akan membinasakanmu. Aku tak dapat membiarkanmu berbuat sekehendakmu".

* * *

Ketika mereka sedang berbicara mengenai hal itu, dari luar rumah terdengar sebuah seruan, "Guru, ibu guru". Ternyata ia adalah Lao Denuo. Yue Buqun bertanya, "Ada apa?" Lao Denuo berkata, "Diluar ada orang yang hendak mengunjungi guru dan ibu guru, katanya ia Zhong Zhen dari Perguruan Songshan, dan juga ada dua adik seperguruannya". Yue Buqun berkata, "Si Pedang Berlekuk Sembilan Zhong Zhen, dia juga datang ke Fujian? Baiklah, aku akan menemuinya". Tanpa berpamitan, ia keluar dari ruangan itu.

Nyonya Yue memandangi Linghu Chong, pandangan matanya penuh kelembutan, seakan menyuruhnya untuk menunggu karena nanti masih akan ada hal yang akan dibicarakan lagi, lalu ia ikut keluar.

Sejak kecil Linghu Chong menganggap ibu guru tak ada bedanya dengan ibu kandungnya sendiri, ketika melihatnya memperlihatkan kasih sayang padanya, dalam hati ia amat menyesal, pikirnya, "Semua yang terjadi disebabkan karena watakku yang suka melawan, benar atau salah, jahat atau baik, tak kubedakan dengan tegas. Kakak Xiang jelas-jelas bukan seorang budiman, kenapa tanpa menyelidiki latar belakangnya, aku langsung membantu dia berkelahi? Kalau aku mati sekarang tak ada artinya, akan tetapi guru dan ibu guru jadi tak punya muka untuk menemui orang. Karena di Perguruan Huashan ada seorang murid yang tak berbakti seperti ini, bahkan adik-adik seperguruan juga ikut kehilangan muka".

Ia berpikir lagi, "Ternyata Yingying adalah putri Ketua Ren, pantas saja Lao Touzi, Zu Qianqiu dan yang lainnya begitu hormat padanya. Hanya dengan sekali bicara saja banyak tokoh dunia persilatan diasingkan ke pulau tandus di Laut Timur, dan selama tujuh atau delapan tahun tak boleh kembali ke Dataran Tengah. Ai, seharusnya aku sudah menyadarinya sebelumnya. Di dunia persilatan, kecuali pemimpin Sekte Iblis, siapa lagi yang punya pengaruh yang begitu besar? Tapi saat dia dan aku bersama, sifat malu-malu kucingnya bahkan lebih tinggi tiga puluh persen dibandingkan dengan adik kecil, siapa yang menyangka bahwa dia adalah seorang tokoh penting Sekte Iblis? Akan tetapi saat itu Ketua Ren masih disekap Dongfang Bubai dalam sel di bawah Danau Barat, bagaimana putrinya bisa punya pengaruh yang begitu besar?"

Berbagai pikiran timbul tengelam di benaknya bagai gelombang, pasang surut tiada hentinya, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki seseorang yang berjalan dengan cepat,  seseorang menyelinap ke dalam kamar, yaitu dia yang siang malam selalu dirindukannya, adik kecil yang selalu ada dalam pikirannya. Linghu Chong berseru, "Adik kecil! Kau......" Perkataan berikutnya tak kuasa diucapkannya. Yue Lingshan berkata, "Kakak pertama, cepat......cepat pergi dari sini. Orang-orang Perguruan Songshan datang mencari gara-gara denganmu". Nada suaranya amat cemas.

Begitu melihatnya, masalah sebesar gunungpun menghilang dari benaknya, Perguruan Songshan atau apapun juga tak lagi dihiraukannya. Sepasang matanya menatapnya dengan nanar, rasa manis, pedih, pahit dan panas semuanya bercampur aduk dalam hatinya.

Ketika Yue Lingshan melihatnya menatap dirinya tanpa berkedip, wajahnya merona merah, ia berkata, "Ada seseorang bermarga Zhong yang datang bersama kedua adik seperguruannya, katanya kau telah membunuh orang-orang Perguruan Songshan dan dia mengejarmu sampai disini".

Linghu Chong tertegun, dengan bingung ia berkata, "Aku membunuh orang-orang Perguruan Songshan? Mana bisa?"

"Krek!", mendadak pintu kamar didorong hingga terbuka, dengan wajah penuh amarah Yue Buqun melangkah masuk, ia membentak, "Linghu Chong, bagus sekali perbuatanmu! Kau telah membunuh sesepuh Perguruan Songshan, tapi kau berkata bahwa mereka adalah setan-setan Sekte Iblis untuk mengelabuiku". Linghu Chong berkata dengan heran, "Mu......aku......aku telah membunuh sesepuh Perguruan Songshan? Aku......aku tidak......"

'Dewa Berambut Putih' Bo Chen, 'Elang Botak' Sha Tianjiang, apa kau membunuh kedua orang ini?"

Begitu mendengar julukan kedua orang itu, ia teringat bahwa sebelum si tua botak itu membunuh diri, ia berkata 'si Elang Botak mana bisa menyerah?'. Orang tua berambut putih yang satunya lagi tentunya adalah si 'Dewa Berambut Putih' Bo Chen, maka ia berkata, "Seorang tua berambut putih, dan seorang tua berkepala botak, memang akulah yang membunuhnya. Aku.....tapi aku tak tahu bahwa mereka adalah orang Perguruan Songshan, mereka memakai golok pendek, sama sekali bukan ilmu silat Perguruan Songshan". Wajah Yue Buqun bertambah bengis, tanyanya, "Jadi kau benar-benar membunuh kedua orang itu?" Linghu Chong berkata, "Benar".

Yue Lingshan berkata, "Ayah, orang tua berambut putih dan yang botak itu......" Yue Buqun membentak, "Keluar! Siapa suruh kau masuk kesini? Aku sedang bicara, untuk apa kau memotong pembicaraanku?" Yue Lingshan menundukkan kepalanya dan perlahan-lahan melangkah ke pintu kamar.

Linghu Chong merana sekaligus girang, "Walaupun adik kecil dan Adik Lin akrab, namun ternyata ia masih mempunyai rasa persabatan terhadapku. Ia rela dimarahi guru untuk memperingatkan aku, supaya aku cepat-cepat menghindari bencana".

Yue Buqun tersenyum dingin, "Apa kau paham semua ilmu silat setiap perguruan dalam Perguruan Pedang Lima Puncak? Bo dan Sha berdua berasal dari cabang Perguruan Songshan, entah dengan tipu muslihat keji apa kau membunuh mereka, tapi kau membawa bercak-bercak darah mereka ke rumah tua Pingzhi di Lorong Xiangyang. Ketika Perguruan Songshan menyelidikinya, mereka mengikuti jejaknya sampai kesini. Saat ini Saudara Zhong dari Perguruan Songshan sudah ada di luar sebagai tamuku, kau mau bicara apa lagi?"

Nyonya Yue masuk ke dalam kamar dan berkata, "Apa mereka menyaksikannya dengan mata kepala sendiri ketika Chong er membunuh mereka? Kalau hanya berdasarkan bercak-bercak darah ini, mereka tak bisa menuduh orang dari biro pengawalan ini, kita tolak saja tuduhan mereka mentah-mentah".

Yue Buqun berkata dengan geram, "Adik, ternyata kau sampai sekarang masih membela bergajul yang melakukan segala kejahatan ini, aku adalah ketua Perguruan Huashan, masa aku harus berbohong demi binatang kecil ini? Kau......kau......kalau kita melakukan hal itu, nama baik kita akan hancur".

Selama ini Linghu Chong sering berpikir bahwa guru dan ibu guru adalah saudara seperguruan yang menjadi suami istri, kalau ia dan adik kecil bisa menjadi seperti mereka ia akan merasa puas dan tak menginginkan apapun lagi. Sekarang ketika menyaksikan guru berbicara kepada ibu guru dengan wajah dan suara yang begitu bengis, mendadak ia berpikir, "Andaikan adik kecil adalah istriku, aku akan melakukan apapun yang diinginkannya, tak perduli apakah perbuatan itu baik atau jahat, aku pasti tak akan pernah melawan kehendaknya. Kalau ia ingin aku melakukan kejahatan yang tak berampun, aku juga tak akan ragu melakukannya".

Sepasang mata Yue Buqun menatap Linghu Chong dengan tajam, mendadak ia melihat seulas senyum lembut mengembang di wajah Linghu Chong, sedangkan sinar matanya dengan penuh rasa cinta memandang ke arah putrinya yang berdiri di ambang pintu kamar, ia membentak, "Binatang kecil, sampai sekarangpun kau masih punya maksud jahat?"

Bentakan keras Yue Buqun itu langsung membuat Linghu Chong tersadar dari lamunannya, ia mengangkat kepalanya, terlihat rona ungu samar-samar muncul di wajah sang guru, telapak tangannya terangkat, hendak memukul ke arah ubun-ubunnya. Mendadak ia merasakan kebahagiaan yang sulit dilukiskan, ia merasa bahwa dunia ini memang amat pahit dan getir, kalau hari ini ia harus mati di tangan sang guru, hal itu adalah suatu pembebasan yang sangat memuaskan, apalagi karena adik kecil berada di sampingnya dan akan menyaksikan dirinya dipukul sampai mati oleh ayahnya, hal ini adalah sesuatu yang diharapkannya dengan sepenuh hati.

Ia merasakan kesiuran angin di atas kepalanya, telapak Yue Buqun memukul ke bawah, namun tiba-tiba ia mendengar suara Nyonya Yue, "Jangan!" Jarinya lantas menotok ke arah titik 'Yuzhen' di belakang kepala suaminya. Sejak kecil mereka adalah saudara seperguruan yang belajar dan berlatih bersama, mereka sudah sangat akrab dengan ilmu silat masing-masing, titik yang ditotok oleh Nyonya Yue ini adalah titik penting yang dapat mengakibatkan kematian, maka mau tak mau Yue Buqun menarik tangannya untuk menangkis serangan. Nyonya Yue mengegos dan menghadang di depan tubuh Linghu Chong.

Wajah Yue Buqun pucat pasi, dengan murka ia berkata, "Kau......apa yang kau lakukan?" Nyonya Yue dengan cemas berseru, "Chong er, cepat lari! Cepat lari!" Linghu  Chong menggeleng sambil berkata, "Aku tak akan lari, kalau guru mau membunuhku, bunuh saja. Aku memang pantas dihukum". Nyonya Yue menghentakkan kakinya seraya berkata, "Selama aku ada disini, dia tak akan bisa membunuhmu, kau cepat pergi, pergilah jauh-jauh dan untuk selamanya jangan pernah pulang".

Yue Buqun berkata, "Hah, kalau dia pergi, bagaimana caranya kita akan menghadapi tiga orang Perguruan Songshan yang menunggu di ruang tamu itu?"

Linghu Chong berpikir, "Ternyata guru khawatir tak bisa menghadapi Zhong Zhen bertiga, aku harus keluar dulu untuk mengantikannya menghadapi mereka". Dengan lantang ia berkata, "Baiklah, aku akan menemui mereka". Sambil berbicara ia berjalan dengan langkah-langkah lebar keluar. Nyonya Yue berseru, "Jangan keluar, mereka akan membunuhmu". Namun Linghu Chong berjalan dengan amat cepat, dan dalam sekejap telah menerobos masuk ke dalam ruang tamu besar.

Benar saja, terlihat Pedang Berlekuk Sembilan Zhong Zhen, Cambuk Sakti Teng Bagong dan Singa Berbulu Pirang Gao Kexin bertiga sedang duduk dengan jumawa di kursi tamu sebelah barat. Linghu Chong duduk di kursi besar di depan mereka, dengan sinis ia berkata, "Kalian bertiga, untuk apa datang kesini?"

Saat ini Linghu Chong memakai baju pelayan rumah penginapan, ia juga sudah membuang cambang ikalnya, sehingga penampilannya sama sekali berbeda dengan canjiang yang mereka temui di tengah kegelapan malam di penginapan di Nianbapu itu. Ketika Zhong Zhen bertiga tiba-tiba bertemu dengan seorang pemuda kampung yang tubuhnya penuh bercak darah dan bersikap kasar seperti ini, mereka tak dapat menahan amarah mereka. Gao Kexin membentak, "Kau ini benda apa?" Linghu Chong tertawa dan berkata, "Kalian bertiga ini selatan utara macam apa?"[1] Gao Kexin tertegun, pikirnya, "Kok bisa disebut 'selatan utara macam apa'?" Namun ia menduga bahwa perkataan itu tentunya bukanlah perkataan yang baik, maka ia berkata dengan gusar, "Cepat suruh Tuan Yue keluar! Untuk apa kacung seperti kau bicara dengan kami?"

Pada saat itu Yue Buqun, Nyonya Yue, Yue Lingshan dan para murid Huashan sudah tiba di belakang pingmen[2], mendengarkan Linghu Chong menjawab mereka bertiga. Ketika Yue Lingshan mendengarnya bertanya 'kalian bertiga ini selatan utara macam apa?', mau tak mau ia merasa geli, namun ia tahu bahwa ketiga orang di hadapan mereka ini adalah jago-jago Perguruan Songshan, sedangkan kakak pertama telah membunuh orang mereka, dan sekarang juga bersikap kurang ajar terhadap mereka, mereka pasti akan berkelahi, dan nampaknya keadaan akan menjadi runyam. Kelihatannya ayah dan ibu mau tak mau harus ikut campur, ia tak tahu sebaiknya harus berbuat apa, ia merasa cemas sehingga tak jadi tertawa.

Linghu Chong berkata, "Tuan Yue itu siapa? Ah, maksudmu ketua Perguruan Huashan. Kebetulan aku sedang mencari dia. Dua murid tak berbakti Perguruan Songshan, yang satu namanya Setan Berambut Putih Bo Chen, yang satu lagi si Kokokbeluk Botak Sha Tianjiang, di tengah malam merampas Kitab Pedang Penakluk Kejahatan orang, dan juga menotok seorang pemuda dan pemudi, mereka bermaksud jahat. Karena ingin menolong orang, aku membunuh kedua orang itu. Kabarnya masih ada tiga orang Perguruan Songshan lain yang bersembunyi di Biro Pengawalan Fu Wei. Aku ingin minta Tuan Yue menyerahkan orang-orang itu, tapi Tuan Yue tak setuju. Menyebalkan sekali, menyebalkan sekali!" Lalu ia berteriak keras-keras, "Tuan Yue, di Perguruan Songshan ada tiga orang bodoh, yang seorang namanya Pedang Besi Rongsokan Zhong Zhen, yang seorang lagi bernama Setan Kecil Teng Bagong, dan masih ada lagi si Kucing Kurap Gao Kexin. Mohon cepat serahkan mereka padaku, supaya aku bisa membuat perhitungan dengan mereka. Jangan coba-coba melindungi mereka! Kalian Perguruan Pedang Lima Puncak satu akar banyak cabangnya, aku akan membuat perhitungan dengan kalian!"

Ketika mendengarnya, Yue Buqun dan yang lainnya terperanjat, mereka semua tahu ia sengaja berteriak-teriak seperti itu karena ingin menegaskan bahwa Perguruan Huashan tak ada sangkut-pautnya dengan pembunuhan itu. Namun ketiga orang Perguruan Songshan itu sudah lama termasyur, apalagi si Pedang Berlekuk Sembilan Zhong Zhen itu, diantara 'Tiga Belas Pelindung Besar Songshan' kedudukannya amat tinggi. Dari perkataan Linghu Chong itu, jelas bahwa ia sudah tahu asal usul Zhong Zhen bertiga. Ketika bertarung di tengah malam buta tempo hari, ia mengalahkan Feng Buping dari Faksi Pedang dan membutakan mata lima belas orang jago dunia persilatan, ilmu pedangnya benar-benar tak dapat dipandang remeh, namun saat ini ia terluka parah, berdiripun jangan-jangan ia tak sanggup, bagaimana ia bisa begitu nekad, dengan semberono memancing kemarahan orang?

Dengan murka Gao Kexin melompat bangkit, ia menarik pedangnya dari sarungnya, hendak menikam Linghu Chong. Namun Zhong Zhen mengangkat tangannya untuk menghalanginya, lalu bertanya kepada Linghu Chong, "Siapa tuan?"

Linghu Chong tertawa, "Hahaha, aku mengenalimu, tapi kau tak mengenaliku. Perguruan Songshan kalian ingin melebur Perguruan Pedang Lima Puncak menjadi satu sehingga Perguruan Songshan dapat mengambil alih keempat perguruan lainnya. Kalian ketiga 'selatan utara' ini datang ke Fujian, pertama, untuk merampas Kitab Pedang Penakluk Kejahatan keluarga Lin, dan kedua, untuk mencelakai tokoh-tokoh penting Perguruan Huashan dan Hengshan. Berbagai tipu muslihat kalian sudah keketahui semua. Rasanya perbuatan kalian sia-sia belaka, pada akhirnya semuanya tak akan ada gunanya. Hehehe, lucu sekali, lucu sekali!"

Yue Buqun dan Nyonya Yue saling memandang, mereka berpikir, "Perkataannya ini belum tentu sama sekali tak beralasan".

Wajah Zhong Zhen nampak kaget dan bingung, ia bertanya, "Tuan tokoh dari perguruan apa?"

Linghu Chong berkata, "Aku adalah orang yang ditolak kuil besar, dan tak diterima kuil kecil, seorang pengelana sebatang kara, setan yang bergentayangan di hutan belantara. Aku tak akan merampas mata pencaharian Perguruan Songshan kalian, tak usah khawatir. Hahaha, hahaha!" Suara tawanya penuh rasa getir.

Zhong Zhen berkata, "Karena tuan bukan anggota Perguruan Huashan, kami tak akan membuat repot Tuan Yue lagi, mari keluar untuk berbicara". Nada suaranya datar, namun sinar matanya menyeramkan, penuh nafsu membunuh, jelas bahwa karena Linghu Chong telah membongkar kedoknya, maka ia memutuskan untuk membunuhnya. Namun pada dasarnya ia agak jeri kepada Yue Buqun, sehingga ia tak berani menghunus pedang dan membunuh orang di dalam Biro Pengawalan Fu Wei, maka ia hendak memancing Linghu Chong keluar dan setelah itu baru turun tangan.

Perkataannya ini memang sesuai dengan maksud Linghu Chong, ia berteriak keras-keras, "Tuan Yue, sejak saat ini kau harus lebih waspada. Ketua Ren dari Sekte Iblis telah muncul kembali, orang ini menguasai Ilmu Penghisap Bintang yang khusus untuk menghisap tenaga dalam orang lain, dan ia berkata bahwa ia akan membuat susah Perguruan Huashan. Selain itu, Perguruan Songshan berniat untuk mencaplok Perguruan Huashanmu. Kau adalah seorang ksatria yang berbudi, maka kau harus berhati-hati terhadap orang-orang yang berhati serigala". Tujuannya datang ke Fuzhou adalah untuk mengucapkan perkataan ini kepada sang guru, setelah selesai berbicara, ia melangkah keluar dengan langkah-langkah lebar. Zhong Zhen dan yang lainnya juga mengikutinya keluar.

* * *

Ketika Linghu Chong melangkah keluar dari Biro Pengawalan Fu Wei, ia melihat serombongan biksuni dan wanita berdiri di luar gerbang utama, mereka adalah para murid Perguruan Hengshan. Yihe dan Zheng E berdua membawa kotak hadiah, mereka berjalan di muka, rupanya mereka datang ke biro pengawalan itu untuk mengunjungi Yue Buqun dan Nyonya Yue. Linghu Chong terperanjat, ia cepat-cepat berpaling dan tak membiarkan mereka melihat wajahnya, namun ia sudah terlanjur dilihat oleh Yihe dan yang lainnya. Untung saja Yilin berada jauh di belakang dan tak melihat wajahnya.

Akan tetapi ketika Zhong Zhen bertiga keluar, Zheng E mengenalinya, ia tak dapat menahan rasa terkejutnya dan berhenti melangkah.

Linghu Chong berpikir, "Murid-murid Perguruan Hengshan sudah tahu guru ada disini, oleh karena itu mereka datang berkunjung. Sekarang mereka sudah berada dalam perlindungan guru dan ibu guruku, mereka tak mungkin celaka". Ia tak ingin dilihat oleh Yilin, maka ia menyingkir ke samping supaya dapat menyelinap pergi.

Zhong Zhen, Teng Bagong dan Gao Kexin serentak menghunus senjata dan menghadang di depannya, lalu berseru, "Kau masih mau lari?"

Linghu Chong berkata sembari tertawa, "Aku tak bawa senjata, mana bisa berkelahi?"

Saat itu Yue Buqun, Nyonya Yue dan murid-murid Perguruan Huashan telah berada di depan pintu, ingin melihat bagaimana Linghu Chong akan menghadapi Zhong Zhen bertiga. Yue Lingshan menarik pedangnya keluar dari sarungnya, lalu berteriak, "Kakak......" Ia bermaksud untuk melemparkan pedang itu kepadanya. Namun dua jari tangan kiri Yue Buqun menjulur dan menekan mata pedangnya, ia menggeleng. Yue Lingshan berkata dengan cemas, "Ayah!" Yue Buqun kembali menggeleng-geleng.

Semua kejadian itu dilihat oleh Linghu Chong, hatinya merasa amat terhibur, "Teryata adik kecil masih punya perasaan terhadapku seperti dulu".

Sekonyong-konyong, beberapa orang serentak berseru kaget.

Linghu Chong sadar bahwa pasti ada orang yang membokongnya, tanpa sempat berpaling, ia melompat ke depan. Tenaga dalamnya melimpah, maka lompatan itu tinggi dan sebat, namun ia masih sempat merasakan kesiuran angin di belakang kepalanya, ternyata sebilah pedang menebas ke punggungnya. Andaikan barusan ini ia sedikit terlambat melompat, atau tenaga dalamnya tak cukup, sehingga jarak diantara mereka tidak ada setengah chi, tubuhnya tentu sudah terkena bacokan orang hingga terbelah dua, benar-benar sangat berbahaya.

Begitu ia dapat berdiri dengan teguh ia menoleh ke belakang, namun ia mendengar suara bentakan dan melihat sinar putih berkilauan. Murid-murid Perguruan Hengshan serentak turun tangan. Satu barisan beranggotakan tujuh orang, seluruhnya ada tiga barisan, tujuh bilah pedang mengarah ke satu orang, mengepung Zhong Zhen bertiga. Kali ini ketika menghunus pedang, melangkah, mengepung musuh dan melancarkan jurus, gerakan mereka amat sebat, selain itu gerakan tubuh mereka lincah dan gaya mereka indah dipandang, jelas bahwa mereka telah lama berlatih barisan pedang ini. Setiap ujung pedang menuding titik vital musuh, kepala, tenggorokan, dada, perut, pinggang, punggung, dan iga. Ketujuh titik penting di tubuh manusia semua tertuding pedang. Setelah barisan pedang berhasil mengepung musuh, ketujuh murid itu diam tak bergeming.

Yang barusan ini membokong Linghu Chong ialah Zhong Zhen. Ketika mendengar perkataan Linghu Chong yang membahayakan Perguruan Songshan, ia segera memanfaatkan ketidaksiapannya dan menyerang secara keji. Ia bermaksud untuk secepat mungkin membinasakan saksi mata, supaya perkataannya itu tak membuat Yue Buqun curiga. Walaupun jurus yang dilancarkannya amat ganas, namun musuh masih dapat menghindarinya. Dan sekarang para murid Perguruan Hengshan telah mengepungnya, walaupun ilmu silatnya tinggi, ia masih tak dapat berkutik. Kalau ada anggota tubuhnya yang bergerak, pedang akan langsung menikamnya.

Ternyata para murid Hengshan sudah tahu dari Zheng E dan Yilin bahwa Zhong Zhen bertiga hendak mengambil kesempatan dalam kesempitan, mereka semua marah karena ia pernah memaksa Biksuni Dingjing menyetujui peleburan perguruan di Nianbapu, saat ini begitu melihatnya membokong orang, mereka segera mengepung mereka bertiga dengan barisan pedang.

Yue Buqun, Nyonya Yue dan yang lainnya tak tahu bahwa Perguruan Hengshan sudah pernah bertemu dengan Zhong Zhen sekalian di Nianbapu, ketika tiba-tiba melihat kedua belah pihak bertarung, mereka amat heran. Barisan pedang para murid Hengshan nampak begitu hebat, dua puluh satu orang terbagi menjadi tiga regu, kecuali lengan baju mereka yang berkibar-kibar ditiup angin, dan dua puluh satu bilah pedang yang berkilauan, sama sekali tak ada yang bergerak, namun di dalam barisan itu terkandung kekuatan untuk membunuh yang tak terbatas.

Linghu Chong melihat bahwa barisan pedang Perguruan Hengshan telah terbentuk dan tak lagi bergerak, tujuh bilah pedang telah menuding ke arah musuh dan sekaligus melindungi diri sendiri, ketujuh pedang itu membentuk sebuah cincin, sama sekali tak ada titik lemahnya, seakan telah dibuat menurut prinsip 'yang tak berjurus menang terhadap yang berjurus' Sembilan Pedang Dugu. Sambil terengah-engah, ia berseru memuji, "Bagus sekali! Barisan pedang ini amat cemerlang!"

Setelah Zhong Zhen sadar bahwa dirinya telah terkepung, ia segera tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Kita semua orang sendiri, untuk apa bercanda seperti ini?  Aku mengaku kalah saja, bagaimana?" "Trang!", ia melempar pedangnya ke tanah. Barisan pedang yang mengepungnya dipimpin oleh Yilin, begitu melihatnya melemparkan pedangnya dan mengaku kalah, ia segera menarik pedangnya sendiri, lalu keenam orang lainnya juga ikut menarik pedang mereka. Tanpa disangka-sangka ujung kaki kiri Zhong Zhen menendang badan pedang yang tergeletak di tanah sehingga pedang itu tiba-tiba melayang. Ujung jari Zhong Zhen menepuk gagang pedang, dan pedang itupun melesat bagai kilat, tiba-tiba menikam.

"Ah!", Yihe menjerit kaget, lengan kanannya tertikam pedang dan pedang yang berada di tangannya terjatuh ke tanah. Di tengah suara tertawa Zhong Zhen, sinar dingin berkilauan, murid-murid Perguruan Hengshan berturut-turut terluka. Karena kekacauan itu, pikiran keempat belas murid di dua barisan pedang lainnya menjadi terganggu. Teng Bagong dan Gao Kexin mengambil kesempatan itu dan mulai menyerang, dalam sekejap senjatapun beradu, suaranya berdentang keras.

Linghu Chong cepat-cepat mengambil pedang Yihe yang terjatuh di tanah, mengayunkannya dan menikam ke depan. Terdengar suara dentang senjata dan teriakan, ternyata pergelangan tangan Gao Kexin tertusuk dan pedangnya terjatuh ke tanah. Cambuk Teng Bagong berbalik dan membelit lehernya sendiri. Punggung tangan Zhong Zhen terpukul badan pedang, ia mundur beberapa langkah, pedangnya masih berada di tangannya, namun seluruh tangannya nyeri dan tak bertenaga.

Dua orang gadis serentak menjerit dengan suara melengking, yang seorang memanggil, "Jenderal Wu!", sedangkan yang seorang lagi memanggil, "Kakak Linghu!"

Yang memanggil 'Jenderal Wu' adalah Zheng E. Jurus yang digunakan Linghu Chong ketika ia memukul mundur ketiga orang itu sama dengan jurus pedang yang digunakannya untuk menghadapi ketiganya di penginapan di Nianbapu itu. Gao Kexin kebingungan dan tak tahu harus berbuat apa, Teng Bagong nyaris tercekik, sedangkan ekspresi wajah Zhong Zhen terkejut sekaligus gusar. Zheng E cerdas dan waspada, tempo hari ia pernah melihat Linghu Chong menggunakan jurus itu, walaupun sekarang rupa dan pakaiannya telah banyak berubah, ia masih segera dapat mengenalinya. Seseorang lain yang memanggil 'Kakak Linghu' memang Yilin adanya. Tadinya ia bersama dengan Yizhen, Yizhi dan kakak-kakak seperguruan lainnya membentuk barisan pedang dan mengepung Teng Bagong. Setiap orang memusatkan perhatian, mata mereka terpaku pada musuh dan sama sekali tak pernah beralih, yang ada dalam pandangan mata mereka hanyalah titik-titik vital di tubuh musuh, orang yang membidik kepala hanya melihat kepala, orang yang membidik dada hanya melihat dada, bahkan keempat anggota tubuh musuhpun tak mereka lihat. Tentu saja mereka lebih-lebih lagi tak melihat orang lain, maka sampai barisan pedang bubar, ia baru melihat Linghu Chong. Setelah berpisah lebih dari setahun lamanya, mereka sekonyong-konyong berjumpa lagi, sekujur tubuh Yilin gemetar hebat hingga nyaris pingsan.

Karena sekarang keadaan yang sesungguhnya telah diketahui dan tak dapat ditutup-tutupi lagi, Linghu Chong tersenyum dan berkata, "Nenekmu, kalian bertiga ini memang tak tahu apa yang baik bagi diri kalian sendiri. Para biksuni Perguruan Hengshan sudah mengampuni jiwa kalian, tapi kalian malah membalas air susu dengan air tuba. Jenderal benar-benar tak suka melihatnya. Aku......aku......." Ketika berbicara sampai disini, mendadak kepalanya pusing dan pandangan matanya menjadi gelap, "Bruk!", ia terjatuh ke tanah.

Yilin buru-buru memapahnya, dengan cemas ia berkata, "Kakak Linghu, Kakak Linghu!" Ketika melihat darah mengalir bagai mata air dari bahu dan lengannya, ia cepat-cepat menyingsingkan lengan bajunya dan mengambil Pil Empedu Beruang Awan Putih, obat mujarab penyembuh luka perguruannya, dan memasukannya ke dalam mulutnya. Zheng E, Yizhen dan yang lainnya mengambil Perekat Penyambung Langit Harum untuk dioleskan ke mulut lukanya. Setiap murid Perguruan Hengshan mengenang budi baiknya menyelamatkan mereka dengan penuh rasa terima kasih, tempo hari kalau ia tidak turun tangan menolong mereka, mereka semua sudah akan tewas, tak hanya mati secara mengenaskan, namun mungkin juga harus menerima hinaan musuh, maka mereka lantas sibuk mengambilkan obat, menyeka darah dan membalut luka, di tengah jalan raya itu mereka dengan sungguh-sungguh berusaha merawatnya. Semua perempuan di kolong langit ini apabila menghadapi keadaan genting seperti ini, tak bisa tidak pasti mengoceh, semua berebutan berbicara, tak henti-hentinya berkomentar. Walaupun murid-murid Perguruan Hengshan adalah pesilat, mereka juga tak bisa menahan diri mereka, ada yang menghela napas, ada yang nampak cemas, ada yang bertanya tentang siapa yang melukai jenderal mereka, dan ada yang memaki sang penyerang yang tak berperikemanusiaan, mereka saling berebutan berbicara dengan ribut, dengan sekali-kali diselingi ucapan 'amituofo'. 

Ketika orang-orang Perguruan Huashan melihat pemandangan ini, mereka semua amat heran.

Yue Buqun berpikir, "Sejak dahulu peraturan Perguruan Hengshan selalu sangat ketat, tapi para murid perempuan ini entah bagaimana malah tergila-gila pada Linghu Chong, si bergajul yang kelakuannya tak beres ini, di depan semua orang, mereka tak menjaga kesopanan di antara pria dan wanita, dan memanggilnya kakak seperguruan dan jenderal segala. Kapan maling cilik ini pernah menjadi jenderal? Benar-benar kacau balau tak keruan macamnya. Kenapa para sesepuh Perguruan Hengshan tidak mendisiplinkan mereka?"

Zhong Zhen memberi isyarat kepada kedua adik seperguruannya, mereka bertiga mengangkat senjata, lalu menerjang ke arah Linghu Chong. Mereka bertiga tahu bahwa kalau mereka tak membereskan orang ini, di kemudian hari akan banyak timbul masalah, lagipula, mereka telah dua kali kalah di bawah pedangnya, karena ia mendadak pingsan, sekarang adalah kesempatan emas untuk menghabisinya.

Yihe bersuit, seketika itu juga, empat belas orang murid membentuk barisan, pedang mereka menari-nari, menangkis serangan Zhong Zhen bertiga. Ilmu silat masing-masing murid ini tidaklah amat tinggi, namun begitu mereka membentuk barisan, menyerang dan bertahan bersama, keempat belas orang itu dapat melawan empat atau lima orang jago kelas satu.

Pada mulanya Yue Buqun bermaksud untuk mendamaikan kedua belah pihak, namun berbagai insiden yang tak terduga terus terjadi, dan ia juga tak tahu apa sebab mereka berseteru. Selain itu ia juga merasa sebal terhadap Songshan dan Hengshan, maka ia memutuskan untuk berpangku tangan dahulu untuk sementara waktu sampai keadaan menjadi tenang. Keempat belas murid Hengshan itu nampak bertahan dengan amat ketat, Zhong Zhen sekalian berkali-kali mengubah jurus mereka, namun tak pernah berhasil mendekati mereka untuk melancarkan serangan. Untuk sesaat Gao Kexin tak waspada, ia menyerang terlalu cepat dan pahanya malah tertusuk pedang Yiqing, walaupun lukanya tak parah, namun darah segarpun bercucuran dan ia berada dalam keadaan terdesak.

Dalam keadaan setengah sadar, Linghu Chong mendengar suara dentang denting pedang tak henti-hentinya beradu, ketika ia sedikit membuka matanya, ia melihat wajah Yilin nampak amat cemas, sedangkan mulutnya mengumamkan doa, "Semua makhluk berada dalam marabahaya, menderita kesulitan yang tak tertahankan, namun kebijaksanaan dan kekuatan Guanyin dapat menyelamatkan dunia dari penderitaan......" Dalam hari ia merasa berterima kasih, maka ia bangkit dan berkata dengan lirih, "Adik kecil, banyak terima kasih, berikan pedangmu padaku". Yilin berkata, "Kau......kau jangan.......jangan......" Linghu Chong tersenyum kecil, mengambil pedang dari tangannya, lalu sambil  bertumpu pada bahu Yilin dengan tangan kirinya, ia melangkah ke depan sambil terhuyung-huyung. Tadinya Yilin mengkhawatirkan keadaan lukanya, namun begitu melihat bahunya sendiri mampu menyangga tubuhnya, keberaniannya langsung bertambah dan iapun memusatkan seluruh kekuatannya di bahu kanannya.

Linghu Chong berjalan ke depan melewati beberapa murid perempuan, begitu pedangnya mengayun, pedang Gao Kexin terjatuh ke lantai, kali kedua pedangnya mengayun, cambuk Teng Bagong melilit lehernya sendiri, dan pada kali ketiga pedangnya berdentang, mata pedang Zhong Zhen terpukul. Zhong Zhen tahu bahwa ilmu pedangnya luar biasa dan bahwa ia tak dapat menandinginya, akan tetapi ia melihat bahwa berdirinya tak teguh, sekarang adalah saat yang tepat untuk menguncang pedang lawan hingga terjatuh dengan tenaga dalamnya. Begitu kedua pedang beradu, ia segera menyalurkan tenaga dalam ke pedangnya, namun tiba-tiba ia merasakan tenaga dalamnya mengalir keluar dengan cepat tanpa bisa dihentikan. Ternyata tanpa disadari kekuatan Ilmu Penghisap Bintang Linghu Chong dari hari ke hari makin bertambah kuat, tanpa perlu bersentuhan, asalkan lawan menggunakan tenaga dalam untuk menyerang, tenaga dalam itu dapat mengalir melalui senjata lawan ke dalam tubuhnya.

Zhong Zhen amat terkejut dan cepat-cepat menarik pedangnya, lalu langsung menikam. Linghu Chong melihat bahwa di iga lawan ada tempat yang terbuka, ia hanya tinggal mengambil kesempatan untuk menikam saja, dan ia akan dapat mencabut nyawanya, namun lengannya nyeri dan lemas, sehingga ia tak dapat melakukannya. Maka ia terpaksa hanya melintangkan pedang untuk menangkis serangan saja. Begitu kedua pedang beradu, tenaga dalam Zhong Zhen lagi-lagi mengalir keluar dengan deras, jantungnya berdebar keras, ia merasa terkejut sekaligus gusar. Ia menghimpun tenaga yang telah dikumpulkannya seumur hidup, lalu pedangnya dengan sebat menusuk, namun di tengah jalan, pedangnya sekonyong-konyong berbalik dan menikam dada Yilin yang berada di sisi Linghu Chong.

Jurus ini seperti pura-pura tapi ternyata sungguh-sungguh, sebuah serangan yang amat ganas, kalau Linghu Chong melintangkan pedangnya untuk menolong Yilin, musuh  akan membalikkan pedangnya untuk menusuk perut Linghu Chong, namun kalau ia tak menolongnya, tikaman itu akan benar-benar mengenai Yilin dan membuat pikiran Linghu Chong kacau sehingga ia dapat memanfaatkan keadaan untuk membunuhnya.

Semua orang berteriak kaget, ujung pedang telah menyentuh baju yang menutupi dada Yilin, namun pedang Linghu Chong mendadak berbalik dan menekan mata pedangnya.

Sekonyong-konyong pedang Zhong Zhen berhenti di udara dan tak dapat bergerak, dengan sekuat tenaga ia mendorong pedangnya ke depan, namun tak nyana ujung pedangnya sama sekali tak bergeming sedikitpun, mata pedang bahkan perlahan-lahan melengkung ke atas dan pada saat yang sama tenaga dalamnya membanjir keluar dengan cepat. Namun ia sangat cepat menyesuaikan diri dengan keadaan, ia segera menarik pedangnya dan melompat ke belakang, namun karena tenaga yang dipakainya sebelumnya sudah habis, sedangkan tenaga cadangan belum sempat dikerahkan, ketika tubuhnya masih melayang di udara, mendadak ia menjadi lemas lunglai. "Bruk!", ia terjatuh, punggungnya menghantam tanah. Kali ini jatuhnya amat keras, seperti orang biasa yang tak bisa bersilat saja. Kedua tangannya menekan tanah, perlahan-lahan ia merayap bangkit, namun ketika ia baru separuh bangkit, punggungnya terasa amat sakit, sehingga iapun kembali terjerembab.

Teng Bagong dan Gao Kexin buru-buru memapahnya, mereka serentak bertanya, "Kakak, kenapa?" Sepasang mata Zhong Zhen menatap wajah Linghu Chong tanpa berkedip, ia segera teringat kepada Ren Woxing, ketua Sekte Iblis yang puluhan tahun yang lalu pernah menguncangkan dunia persilatan, namun pemuda yang baru berumur dua puluhan tahun lebih ini tak mungkin adalah Ren Woxing, maka ia berkata, "Kau adalah mu.....murid Ren Woxing, kau bisa menggunakan Ilmu.......Ilmu Setan Penghisap Bintang!" Gao Kexin berkata dengan kaget, "Kakak, apa tenaga dalammu dihisap olehnya?" Zhong Zhen berkata, "Benar!" Namun begitu ia berdiri tegak, ia merasakan tenaga dalamnya perlahan-lahan bertambah. Ternyata Linghu Chong belum melatih Ilmu Penghisap Bintang secara sempurna, dan ia juga tidak bermaksud menghisap tenaga dalam Zhong Zhen, hanya saja ketika Zhong Zhen merasakan tenaga dalamnya membanjir keluar, ia menjadi panik dan terjatuh hingga keadaannya menjadi runyam.

Teng Bagong berkata, "Ayo kita pergi, di kemudian hari kita akan kembali lagi". Zhong Zhen melambaikan tangannya dan berkata dengan lantang kepada Linghu Chong, "Siluman Sekte Iblis, kau telah memakai ilmu siluman yang begitu ganas, kau akan dimusuhi oleh semua orang gagah di kolong langit ini. Hari ini si marga Zhong bukan tandinganmu, namun laksaan pahlawan aliran lurus kami tak akan sudi bertekuk lutut di bawah ilmu silumanmu itu". Sambil berbicara ia berbalik dan menjura ke arah Yue Buqun, katanya, "Tuan Yue, kau tak punya hubungan apapun dengan siluman Sekte Iblis ini, benar tidak?"

Yue Buqun mendengus, dan sama sekali tak menjawab.

Zhong Zhen tak berani berlaku tak sopan di hadapannya, maka ia berkata, "Perkara yang sebenarnya tentu akan menjadi terang nanti, sampai jumpa". Tanpa berpamitan, ia mengajak Teng dan Gao berdua pergi.

* * *

Catatan Kaki Penerjemah 

[1] Gao Kexin bertanya, "Kau ini benda (dongxi) apa?". Dongxi secara harafiah berarti 'timur barat'. Linghu Chong balik bertanya dengan mempelesetkannya menjadi 'selatan utara'. 

[2] Pintu angin (screen door) yang terdapat di antara halaman dalam dan luar di rumah  China kuno. 

Bagian ketiga

Yue Buqun menuruni tangga batu pintu gerbang dan berkata dengan dingin, "Linghu Chong, kau memang hebat, ternyata kau telah mempelajari Ilmu Penghisap Bintang Ren Woxing". Linghu Chong memang telah mempelajari kungfu Ren Woxing itu, walaupun ia mempelajarinya dengan tak sengaja, namun kejadiannya memang demikian, sehingga ia tak dapat membela diri.

Yue Buqun berkata dengan bengis, "Aku tanya kau, apa benar begitu?" Linghu Chong berkata, "Benar!".

Yue Buqun berkata dengan tegas, "Kalau kau mempelajari ilmu sesat ini, kau akan menjadi musuh bersama kaum aliran lurus. Hari ini kau terluka, aku tak akan mengambil kesempatan saat keadaanmu sedang runyam. Kali berikutnya kita bertemu lagi, kalau bukan aku yang membunuhmu, kaulah yang akan membunuhku". Ia berbalik ke arah para murid dan berkata, "Orang ini adalah musuh besar kalian, kalau ada yang masih merasa sebagai saudara seperguruannya, ia bukan lagi anggota aliran lurus. Kalian dengar tidak?" Para murid serentak menjawab, "Ya!" Ketika Yue Buqun melihat bibir putrinya bergerak-gerak seakan hendak mengatakan sesuatu, ia berkata, "Shan er, walaupun kau adalah putriku, namun kau tak dikecualikan, kau dengar tidak?" Yue Lingshan berkata dengan lirih, "Dengar".

Linghu Chong sudah amat lemah, ketika mendengar perkataan itu, ia merasa kedua lututnya lemas tak bertenaga, "Trang!", pedangnya terjatuh ke tanah dan iapun terkulai lemas.

Yihe yang berdiri di sampingnya menyokong bahu kanannya, lalu berkata, "Paman Guru Yue, dalam hal ini pasti telah terjadi kesalahpahaman. Kau belum menyelidiki duduk perkaranya secara jelas, namun sudah begini kejam, kau terlalu tergesa-gesa mengambil kesimpulan". Yue Buqun berkata, "Ada salah paham apa?" Yihe berkata, "Ketika Perguruan Hengshan kami dihina setan-setan Sekte Iblis, nyawa kami diselamatkan oleh Jenderal Linghu Wu ini. Kalau ia anggota Sekte Iblis, mana mungkin ia malah membantu kami dan memusuhi Sekte Iblis?" Ia telah mendengar Yilin memanggilnya 'Kakak Linghu' dan Yue Buqun memanggilnya Linghu Chong, namun ia sendiri hanya mengenalnya sebagai 'Jenderal Wu', maka ia terpaksa memanggilnya dengan kedua nama itu. 

Yue Buqun berkata, "Sekte Iblis penuh tipu muslihat, kalian jangan sampai tertipu. Perguruan kalian yang mulia ini datang ke selatan dibawah pimpinan biksuni siapa?" Ia berpikir bahwa para biksuni dan nona-nona muda belia itu tentunya telah terbujuk oleh kata-kata manis Linghu Chong, hanya seorang biksuni senior yang telah luas pengalamannyalah yang dapat menyelami rencana jahatnya.

Yihe berkata dengan sedih, "Sayang sekali guruku Biksuni Dingjing telah dicelakai oleh Sekte Iblis".

"Ah!", ujar Yue Buqun dan Nyonya Yue, mereka amat terkejut.

Tepat pada saat itu, dari ujung jalan yang satunya seorang biksuni berusia setengah baya dengan cepat menghampiri mereka, lalu berkata, "Merpati pos dari Biara Baiyun mengantarkan sepucuk surat". Ia melangkah ke depan Yihe,mengeluarkan sebuah tabung bambu mungil dari saku dadanya, lalu mengangsurkannya dengan kedua belah tangannya.

Yihe menerimanya, membuka tutup tabung bambu itu, mengeluarkan sebuah gulungan dan membacanya, lalu menjerit, "Aiyo, celaka!" Ketika para murid Perguruan Hengshan mendengar bahwa ada surat datang dari Biara Baiyun, mereka mengerumuninya. Ketika mereka melihat wajah Yihe nampak panik, mereka bertanya dengan cemas, "Ada apa? Apa bunyi surat guru? Apanya yang celaka?" Yihe berkata, "Adik, kau bacalah". Ia memberikan surat itu kepada Yiqing.

Yiqing menerima gulungan itu, lalu dengan lantang membaca tulisan di atasnya,"Aku dan Biksuni Dingyi terkepung di Lembah Pandai Pedang Longquan[1]". Lalu ia berkata lagi, "Ini adalah surat......yang ditulis dengan darah paman guru ketua sendiri. Kenapa beliau bisa sampai di Longquan?"

Yizhen berkata, "Ayo kita cepat pergi!" Yiqing berkata, "Tapi siapa musuh sebenarnya?" Yihe berkata, "Tak perduli dia iblis macam apa, kita harus segera pergi kesana. Kalau harus mati, kita akan mati bersama dengan paman guru".

Yiqing berpikir, "Ilmu silat kedua paman guru itu amat hebat, namun mereka masih dapat dikepung orang. Kalau kita buru-buru kesana, kemungkinan besar tak akan membuat keadaan menjadi lebih baik". Ia mengambil surat darah itu, melangkah ke hadapan Yue Buqun, lalu berkata sembari menjura, "Paman Guru Yue, paman guru kami mengirim surat yang bunyinya, 'kami terkepung di Lembah Pandai Pedang Longquan'. Mohon agar paman guru mengingat persahabatan diatara Perguruan Pedang Lima Puncak dan berusaha untuk menolong beliau".

Yue Buqun menerima surat itu, membacanya, lalu berkata sambil mengumam, "Biksuni Dingxian dan Biksuni Dingyi bagaimana bisa sampai di Zhejiang selatan? Ilmu silat mereka berdua amat tinggi, bagaimana mereka bisa sampai dikepung musuh,hal ini sungguh aneh. Apakah surat ini ditulis oleh biksuni sendiri?" Yiqing berkata, "Memang benar-benar ditulis oleh paman guru kami sendiri. Jangan-jangan beliau terluka dan buru-buru menulis surat dengan darahnya sendiri". Yue Buqun berkata, "Siapa musuh mereka?" Yiqing berkata, "Kemungkinan besar Sekte Iblis, selain mereka, perguruan kami tak punya musuh lain". Yue Buqun melirik ke arah Linghu Chong, lalu berkata dengan perlahan, "Mungkin ini adalah surat palsu yang dibuat oleh Sekte Iblis untuk memancing kalian masuk ke dalam perangkap mereka, tipu muslihat para penjahat itu tak ada habis-habisnya, kita harus waspada". Ia berhenti sejenak, lalu kembali berkata, "Masalah ini harus kita selidiki dengan jelas, lebih baik kita mempertimbangkannya dengan lebih lanjut dahulu".

Yihe berkata dengan lantang, "Paman guru sedang dalam kesusahan, keadaan amat genting, yang paling penting adalah cepat-cepat menolong mereka. Adik Yiqing, ayo kita cepat berangkat, Paman Guru Yue tak punya waktu, kalau kita terus memohon-mohon juga tak ada gunanya". Yizhen menimpali, "Benar, kalau kita terlambat sedikit saja, kita akan menyesal selamanya". Ketika murid-murid Perguruan Hengshan melihat Yue Buqun terus menolak dengan berbagai alasan tanpa mengindahkan rasa setia kawan, mereka merasa gusar.

Yilin berkata, "Kakak Linghu, untuk sementara ini kau sembuhkanlah lukamu di Fuzhou dulu, kami akan pergi menolong guru dan paman guru, setelah itu kami akan kembali mencarimu". Linghu Chong berkata, "Bandit kecil hendak mencelakai orang, jenderal mana bisa hanya berpangku tangan saja? Kita pergi bersama-sama menolong mereka saja dulu". Yilin berkata, "Kau terluka parah, mana bisa berjalan cepat?" Linghu Chong berkata, "Jenderal siap mengorbankan nyawa demi negara, mage guo shi, bukankah aku masih punya kaki? Ayo, ayo, cepat pergi".

Sebelumnya para murid Hengshan merasa tak pasti dapat menyelamatkan guru mereka dari bahaya, namun karena Linghu Chong pergi bersama mereka, keberanian mereka bertambah tak sedikit, wajah mereka langsung nampak girang. Yizhen berkata, "Banyak terima kasih, kami akan mencari kuda tunggangan untuk kau naiki".

Linghu Chong berkata, "Kita semua naik kuda! Maju ke medan perang, kalau tak naik kuda lantas bagaimana? Ayo berangkat, ayo berangkat!" Ketika ia melihat sang guru begitu telengas, hatinya terasa geram sekaligus getir, keangkuhannyapun muncul.

Yiqing menjura ke arah Yue Buqun dan Nyonya Yue, "Kami mohon diri dahulu". Yihe berkata dengan kesal, "Untuk apa bersikap sopan pada orang semacam ini? Buang-buang waktu saja. Hah, benar-benar tak punya rasa setia kawan, nama besarnya kosong belaka, dijuluki si 'Pedang Budiman' segala, tapi masih kalah jauh dari......" Yiqing berseru, "Adik, tak usah banyak bicara!"

Yue Buqun tersenyum-senyum, pura-pura tak mendengar perkataan mereka.

Lao Denuo menerobos ke depan, lalu berkata, "Mulut kalian yang kotor bilang apa? Perguruan Pedang Lima Puncak kita seharusnya satu akar banyak cabangnya, kalau ada satu perguruan yang bermasalah, keempat perguruan lain akan bersama-sama menolongnya. Tapi kalian berkomplot dengan Linghu Chong siluman Sekte Iblis ini, bertindak dengan sembunyi-sembunyi, tentu saja guruku ingin mempertimbangkannya lebih lanjut. Kalian bunuhlah dulu siluman Sekte Iblis Linghu Chong ini untuk membuktikan bahwa kalian bersih. Kalau tidak Perguruan Huashan kami tak bisa ikut berkubang dalam lumpur dengan Perguruan Hengshan kalian".

Yihe murka, ia menghentakkan kakinya, tangannya menekan gagang pedang, dengan lantang ia bertanya, "Apa maksudmu 'berkubang dalam lumpur'?" Lao Denuo berkata, "Kalian berkomplot dengan Sekte Iblis, apa itu namanya bukan 'berkubang dalam lumpur'?" Yihe berkata dengan gusar, "Linghu Daxia[2] ini siap mengangkat senjata untuk membela keadilan, siap menolong orang yang kesusahan, ini namanya benar-benar pahlawan dan lelaki sejati, tak seperti orang semacam kalian, mengaku sebagai orang gagah, tapi sebenarnya tak perduli pada orang yang sedang kesulitan, kalian adalah wei junzi yang tak memperdulikan orang yang sedang kesusahan!"

Yue Buqun dijuluki 'junzi jian', oleh karenanya para murid Huashan paling jeri mendengar perkataan wei junzi itu[3]. Lao Denuo tahu bahwa perkataannya itu ditujukan untuk menyindir sang guru, "Sret!", ia menarik pedang dari sarungnya dan mengacungkannya ke tenggorokan Yihe. Jurus ini adalah jurus andalan ilmu pedang Huashan, yaitu 'Burung Hong Datang Menyembah'. Yihe tak menyangka bahwa ia dapat dengan begitu cepat beraksi, sebelum ia sempat menghunus pedang untuk menangkis serangan, pedang lawan telah mengacung ke arah tenggorokannya, ia berseru kaget. Menyusul sinar pedang berkelebat, tujuh bilah pedang serentak menikam ke arah Lao Denuo.

Lao Denuo cepat-cepat menarik pedangnya untuk menangkis serangan, namun ia hanya dapat menangkis pedang yang menikam ke dadanya, "Sret, sret!", enam bilah pedang membuat enam buah robekan di bajunya, setiap robekan panjangnya sekitar satu chi. Untung saja para murid Hengshan tak ingin mencabut nyawanya, setiap goresan itu berhenti sebelum menyentuh tubuhnya, hanya Zheng E yang kungfunya relatif masih dangkal dan kurang dapat mengendalikan gerakan pedangnya, setelah merobek lengan baju kanannya, mata pedangnya masih melukai lengan kanannya. Lao Denuo amat terkejut, ia cepat-cepat melompat ke belakang, "Duk!", sebuah kitab terjatuh dari saku dadanya.

Di bawah sinar matahari, setiap orang dapat melihat dengan jelas bahwa di kitab itu tertulis empat huruf, yaitu 'Kitab Rahasia Awan Lembayung'.

Wajah Lao Denuo pucat pasi, ia cepat-cepat menerjang ke depan, hendak memunggut kitab yang terjatuh itu. Linghu Chong berseru, "Hentikan dia!" Saat itu Yihe telah mencabut pedangnya, "Wus, wus, wus!", ia menyerang tiga kali. Lao Denuo menangkis serangan dengan pedangnya, namun sama sekali tak dapat melangkah ke depan.

Yue Lingshan berkata, "Ayah, bagaimana kitab rahasia ini bisa ada di tubuh kakak kedua?"

Linghu Chong bertanya dengan suara keras, "Lao Denuo, kau membunuh adik keenam, benar tidak?"

Sejak hari itu di puncak Huashan ketika murid keenam Lu Dayou tewas dengan misterius dan Kitab Rahasia Awan Lembayung lenyap tanpa jejak, ia selalu dicurigai. Tak nyana ketika murid-murid Hengshan merobek baju dan ikat pinggang Lao Denuo, dan juga merobek buntalan yang dibawanya, kitab pusaka ilmu pernapasan Perguruan Huashan itu ternyata ikut terjatuh.

Lao Denuo berseru, "Omong kosong!" Ia merunduk dan mendadak menerjang ke sebuah lorong kecil, lalu lari sekencang-kencangnya.

Linghu Chong amat gusar dan mengejarnya, namun ketika baru mengambil beberapa langkah, ia terhuyung-huyung dan terjatuh. Yilin dan Zheng E cepat-cepat berlari kedepan untuk memapahnya.

Yue Lingshan memungut kitab itu dan memberikannya kepada sang ayah seraya berkata, "Ternyata kitab ini dicuri oleh kakak kedua".

Wajah Yue Buqun pucat pasi, ia menerima kitab itu dan membacanya, ternyata kitab itu memang kitab rahasia ilmu pernapasan warisan leluhur perguruannya, untung saja halaman-halaman kitab itu masih utuh dan tak dirusak, dengan gemas ia berkata, "Ini semua gara-gara kau yang mengambilnya untuk diberikan kepada orang, sehingga Lao Denuo bisa mencurinya".

Yihe yang bermulut tajam lantas menggunakan kesempatan itu menyindirnya, "Itu namanya ikut berkubang dalam lumpur!"

* * *

Yu Sao melangkah ke hadapan Linghu Chong dan bertanya, "Linghu Daxia, bagaimana keadaanmu?" Sambil mengertakkan gigi Linghu Chong berkata, "Adik seperguruanku dibunuh oleh pengkhianat itu, sayang aku tak bisa mengejarnya". Ketika melihat Yue Buqun dan para murid lainnya berbalik masuk ke dalam rumah, lalu menutup pintu, ia berpikir, "Murid tertua guru telah mempelajari ilmu silat Sekte Iblis yang sesat, murid kedua juga telah mencelakai sesama saudara seperguruan, menjadi seorang maling jahat pencuri kitab rahasia perguruan, tak heran beliau menjadi gusar!" Ia berkata, "Guru kalian terkepung, kita tak boleh buang waktu, yang paling penting ialah menyelamatkan mereka secepat mungkin. Lao Denuo si pengkhianat itu cepat atau lambat akan jatuh ke tanganku". Yu Sao berkata, "Kau terluka, jadi......jadi.....ai, aku tak bisa berkata......" Ia tadinya adalah seorang pelayan, walaupun saat ini di Perguruan Hengshan kedudukannya sudah tak rendah lagi dan ilmu silatnya juga tak lemah, namun pikirannya terbatas, ia tak tahu bagaimana sebaiknya menunjukkan rasa terima kasihnya kepadanya.

Linghu Chong berkata, "Ayo kita cepat pergi ke pasar kuda, begitu lihat kuda kita langsung membelinya". Ia mengambil perak dan emas dari saku dadanya, lalu memberikannya kepada Yu Sao.

Namun kuda yang tersedia di pasar tak cukup banyak, para murid yang bobotnya ringan terpaksa menunggang kuda berdua, mereka keluar dari gerbang utara Fuzhou, lalu mencongklang dengan kencang ke utara.

Setelah mencongklang beberapa li  jauhnya, mereka melihat puluhan ekor kuda sedang merumput di sebuah padang, kuda-kuda itu dijaga oleh enam atau tujuh orang serdadu, tentunya kuda-kuda ini berasal dari barak militer pemerintah. Linghu Chong berkata, "Ayo rampas kuda-kuda itu!" Yu Sao berkata,"Ini kuda pemerintah, rasanya tak pantas". Linghu Chong berkata, "Yang terpenting ialah menolong orang, kuda kaisar kita rampas saja, masa bodoh pantas atau tidak". Yiqing berkata, "Kalau kita menyinggung pejabat kekaisaran, jangan-jangan......" Linghu Chong berkata, "Mana yang lebih penting, menolong guru atau mematuhi hukum? Pejabat kekaisaran nenekmu! Aku Jenderal Wu juga pejabat kekaisaran. Kalau jenderal ingin minta kuda, masa keroco-keroco itu tak mau menurut perintah?" Yihe berkata,"Benar". Linghu Chong berseru, "Totok prajurit-prajurit ini, lalu bawa kudanya kemari". Yiqing berkata, "Kita cukup mengambil duabelas ekor saja". Linghu Chong berseru, "Ambil semua saja, supaya dijalan kita bisa bertukar tunggangan".

Ia meneriakkan perintah itu dengan penuh wibawa. Sejak Biksuni Dingjing meninggal, murid-murid Perguruan Hengshan selalu merasa sedih dan cemas, dan tak tahu harus berbuat apa, mendengar teriakan Linghu Chong itu, mereka lantas menggebah kuda mereka supaya berlari ke depan, menotok beberapa prajurit penjaga kuda, lalu mengambil puluhan ekor kuda itu.

Para prajurit itu belum pernah melihat para biksuni dan nona-nona yang begitu liar, mereka hanya sempat berteriak, "Apa yang kalian lakukan? Kalian sedang main apa?", lalu terjatuh ke tanah tanpa bisa berkutik.

Setelah merampas kuda-kuda itu, para murid tertawa cekikikan dan bergurau, mereka amat bersemangat. Bagi mereka mencuri adalah sesuatu yang sama sekali baru, mereka segera melompat ke punggung kuda-kuda pemerintah itu dan mencongklang secepat-cepatnya. Saat tengah hari, mereka berhenti untuk beristirahat disebuah kota kecil.

Ketika penduduk kota itu melihat serombongan perempuan dan biksuni membawa begitu banyak kuda, sedangkan diantara mereka hanya terdapat seorang lelaki, mereka semua amat heran.

Setelah makan mi dengan sayuran, Yiqing mengambil uang untuk membayar, lalu berkata dengan lirih, "Kakak Linghu, uang kami tak cukup". Sebelum ini di pasar kuda, mereka sangat ingin menyelamatkan guru mereka hingga mereka tak bersemangat menawar, dan sekarang uang mereka habis ludas, hanya tersisa beberapa kepeng tembaga saja. Linghu Chong berkata, "Adik Zheng, kau dan Yu Sao ambil seekor kuda dan juallah, tapi jangan jual kuda pemerintah". Zheng E mengiyakan, lalu bersama Yu Sao menuntun seekor kuda ke pasar untuk menjualnya. Sambil menutupi mulut, para murid lain tertawa dengan sembunyi-sembunyi, mereka semua berpikir, "Yu Sao memang tak bisa apa-apa, tapi Zheng E seorang nona yang begitu manis ini, tak nyana harus pergi menjual kuda di pasar, benar-benar aneh". Namun Zheng E memang cerdas dan cerdik, pintar bicara lagi, ia belum lama tiba di Fujian, tapi ia ternyata sudah dapat berbicara beberapa ratus kata Bahasa Fujian, bahasa yang paling susah diucapkan di kolong langit ini. Tak lama kemudian mereka telah berhasil menjual seekor kuda dan kembali dengan membawa uang untuk membayar bon makan.

Saat menjelang senja, dari lereng sebuah bukit, mereka melihat bahwa di kejauhan ada sebuah kota besar, rumah-rumahnya begitu rapat seperti sisik ikan, paling tidak ada tujuh atau delapan ratus rumah disana. Setibanya di kota itu, mereka makan dan membayarnya dengan uang hasil penjualan kuda itu, namun setelah itu tak banyak uang yang tersisa. Dengan penuh semangat Zheng E berkata sembari tertawa, "Besok kita jual seekor lagi". Linghu Chong berbisik,"Kau pergi ke jalan dan bertanya-tanyalah pada orang, siapa orang yang paling kaya, dan siapa orang yang paling jahat di kota ini".

Zheng E mengangguk-angguk, ia mengajak Qin Juan pergi bersamanya, tak sampai setengah shichen kemudian, ia telah kembali dan melapor, "Orang yang paling kaya di kota ini marganya Bai, julukannya baopi [4], ia punya pengadaian dan toko beras. Orang ini dijuluki Si Bai Tukang Menguliti Orang, kurasa ia tentunya bukan seorang yang baik". Linghu Chong tertawa, "Malam ini kita akan minta derma padanya". Zheng E berkata, "Orang semacam ini paling kikir, jangan-jangan minta derma uang sekepeng atau sesuap nasi saja tak akan dapat". Linghu Chong hanya tertawa tapi tak berkata apa-apa, setelah beberapa saat, ia berkata, "Ayo kita pergi".

Mereka melihat bahwa hari sudah gelap, akan tetapi karena teringat bahwa guru mereka sedang dalam kesulitan, mereka tak mengelak dari pekerjaan berat dan rela terus berjalan semalaman, tak lama kemudian mereka telah keluar dari kota dan menuju ke utara. Tak sampai beberapa li kemudian, Linghu Chong berkata, "Baiklah, kita beristirahat dulu disini". Semua orang menuruti perkataannya dan beristirahat di tepi kali kecil itu.

Linghu Chong memejamkan mata dan menenangkan pikiran, setelah setengah shichen lebih, ia membuka matanya dan berkata pada Yu Sao dan Yihe, "Kalian berdua masing-masing bawalah enam orang murid, dan mintalah derma di rumah Bai Baopi, Adik Zheng menjadi penunjuk jalan". Diam-diam Yu Sao dan Yihe merasa aneh, namun mereka tetap mengiyakan.

Linghu Chong berkata, "Paling tidak mintalah derma lima ratus tahil perak, paling bagus kalau dapat dua ribu tahil". Yihe berkata dengan lantang, "Aiyo, mana bisa minta begitu banyak derma?" Linghu Chong berkata, "Dua ribu tahil itu kecil, jenderal cuma memandangnya dengan sebelah mata. Dari dua ribu itu, seribu kita pakai sendiri, yang seribu lagi kita sedekahkan pada orang miskin di kota ini". Semua orang tiba-tiba menyadari maksudnya, mereka saling berpandangan. Yihe berkata, "Kau......kau ingin kami merampok harta si kaya untuk disedekahkan pada si miskin?" Linghu Chong berkata, "Kita bukannya merampok, kita mohon derma pada si kaya untuk menolong orang miskin. Kita terdiri atas puluhan orang, tapi kalau kita mengumpulkan uang kita, paling-paling hanya ada dua tahil perak saja, kita sama melaratnya dengan seorang janda tua. Kalau kita tidak mohon derma dari orang kaya untuk membantu kita kaum rudin ini, kita mana bisa sampai di Lembah Pandai Pedang Longquan?"

Begitu mereka mendengar perkataan 'Lembah Pandai Pedang Longquan', tanpa berpikir panjang lagi mereka berseru, "Ayo pergi minta derma!"

Linghu Chong berkata, "Minta derma yang seperti ini, jangan-jangan belum pernah kalian lakukan, caranya agak sedikit berbeda. Kalian harus menutupi muka kalian dengan sapu tangan, saat minta derma pada Bai Baopi, kalian jangan berkata apa-apa, begitu melihat emas atau perak, langsung ambil saja". Zheng E tertawa dan berkata, "Bagaimana kalau ia tak sudi mendermakannya?" Linghu Chong berkata, "Kalau begitu ia tak tahu terima kasih. Para tokoh Perguruan Hengshan tak dapat dipandang sepele di dunia persilatan, orang lain mungkinakan mengirim joli yang diusung delapan orang untuk minta kalian datang berkunjung, tapi toh kalian belum tentu sudi berkunjung untuk minta derma, betul tidak? Tapi si Bai Baopi itu cuma begundal kota kecil saja, di dunia persilatan dia punya kedudukan apa? Kalau lima belas orang jago Perguruan Hengshan sudi berkunjung ke rumahnya, yaitu kalian sekalian, bukankan ini berarti mukanya seperti dilabur emas? Tapi kalau ia benar-benar tak mau menemui kalian, tak ada jeleknya kalau kalian mencoba-coba ilmu silatnya. Kalau bertanding satu lawan satu, coba lihat apakah ilmu silat si Bai Baopi itu lebih lihai dari pukulan Adik Zheng atau tidak".

Mendengar perkataannya itu, semua orang tertawa. Murid-murid yang sudah lebih berpengalaman seperti Yiqing samar-samar merasa bahwa hal ini tak pantas,mereka berpikir bahwa peraturan Perguruan Hengshan amat ketat dan melarang perampokan, cara mencari derma seperti ini agak bertentangan dengan larangan itu. Namun Yihe, Zheng E dan yang lainnya sudah berangkat dengan cepat, walaupun dalam hati mereka merasa bahwa perbuatan ini tak benar, namun sudah terlambat untuk mengatakannya.

Linghu Chong berpaling dan melihat sepasang mata Yilin yang indah memandanginya dengan penuh perhatian, maka ia tersenyum kepadanya dan berkata, "Adik kecil, apa menurutmu perbuatan ini tidak benar?" Yilin menghindari pandangan matanya dan berkata dengan lirih, "Aku tak tahu. Apapun yang kau katakan, aku......aku selalu menganggapnya benar". Linghu Chong berkata,"Tempo hari itu ketika aku ingin makan semangka, bukankah kau pergi ke sebuah kebun dan minta sedekah sebuah semangka?"

Wajah Yilin memerah, ia teringat saat ia berdiam bersamanya di tengah hutan belantara, tepat pada saat itu, sebuah bintang jatuh yang berkilauan melesat diangkasa sambil menarik ekornya yang amat panjang. Linghu Chong berkata,"Apa kau ingat kaul yang kau ucapkan di hatimu?" Yilin berkata,"Kaul apa?" Ia berpaling, lalu berkata, "Kakak Linghu, kaul itu sungguh manjur". Linghu Chong berkata, "Benarkah? Apa yang kauinginkan?"

Yilin menunduk dan tak menjawab, dalam hati ia berkata, "Aku telah berkaul seribu kali supaya dapat bertemu denganmu lagi, dan sekarang aku benar-benar sudah berjumpa denganmu lagi".

* * *

Mendadak dari kejauhan terdengar derap kaki kuda, seorang penunggang kuda datang dari selatan, yaitu dari arah kepergian Yu Sao dan Yihe berlimabelas. Namun mereka tidak pergi dengan menunggang kuda, apa yang sedang terjadi? Semua orang bangkit dan memandang ke tempat asal suara derap kaki kuda itu.

Terdengar suara seorang wanita berseru, "Linghu Chong, Linghu Chong!" Hati Linghu Chong terkesiap, suara itu memang suara Yue Lingshan, ia berseru, "Adik kecil, aku ada disini!" Tubuh Yilin gemetar, mukanya pucat pasi dan ia mundur selangkah.

Dari tengah kegelapan, seekor kuda putih berderap menghampiri mereka dengan cepat, setelah berlari sampai beberapa zhang jauhnya dari mereka, kuda itu meringkik keras dan berdiri, lalu berhenti, rupanya Yue Lingshan tiba-tiba menarik kekang kudanya. Linghu Chong melihat bahwa ia datang dengan tergesa-gesa, dalam hati ia merasakan sebuah firasat buruk, serunya, "Adik kecil, apa guru dan ibu guru baik-baik saja?" Yue Lingshan duduk di punggung kuda, di bawah sinar rembulan, walaupun hanya separuh wajahnya yang terlihat, nampak bahwa wajahnya pucat pasi. Terdengar ia berkata dengan lantang, "Siapa guru dan ibu gurumu? Ayah dan ibuku, apa hubungannya denganmu?"

Dada Linghu Chong seakan ditinju orang keras-keras, tubuhnya bergoyang-goyang, Yue Buqun memang bersikap keras padanya, namun Nyonya Yue dan Yue Lingshan selalu mengingat masa lalu mereka dan selalu memperlakukannya dengan cukup ramah. Saat ini ketika mendengar nada suara Yue Lingshan itu, mau tak mau ia berkata dengan sedih, "Baiklah, aku memang sudah dikeluarkan dari Perguruan Huashan dan sudah tak berhak menyebut mereka guru dan ibu guru lagi". Yue Lingshan berkata, "Kalau kau sudah tahu kau tak berhak memanggil mereka demikian, kenapa kau masih mengatakannya juga?" Linghu Chong menunduk dan tak berkata apa-apa, hatinya bagai disayat-sayat sembilu.

Yue Lingshan mendengus, ia menyuruh kudanya maju beberapa langkah, lalu berkata, "Berikan padaku!" Ia mengangsurkan tangan kanannya. Dengan lemas Linghu Chong bertanya, "Apa?" Yue Lingshan berkata, "Sampai sekarang kau masih berpura-pura saja, apa kau kira kau bisa mengelabuiku?" Mendadak dengan nada tinggi ia berseru, "Berikan padaku!" Linghu Chong menggeleng seraya berkata, "Aku tak mengerti. Apa yang kau inginkan?" Yue Lingshan berkata, "Apa yang kuinginkan? Kitab Pedang Penakluk Kejahatan keluarga Lin!" Linghu Chong tercengang, katanya,"Kenapa kau pikir aku memilikinya?"

Yue Lingshan tertawa sinis, lalu berkata, "Kalau bukan memintanya darimu, lantas dari siapa? Kasaya itu, siapa yang mencurinya dari rumah tua keluarga Lin?" Linghu Chong berkata,"Dua orang dari Perguruan Songshan itu, yang satu dipanggil 'Dewa BerambutPutih' Bo Chen, dan yang satunya lagi dijuluki si 'Elang Botak' Sha Tianjiang". Yue Lingshan berkata, "Siapa yang membunuh marga Bo dan Sha berdua itu?" Linghu Chong berkata, "Aku". Yue Lingshan berkata, "Siapa yang mengambil kasaya itu?" Linghu Chong berkata, "Aku". Yue Lingshan berkata, "Ayo berikan padaku!" 

Linghu Chong berkata, "Aku terluka dan pingsan, lalu aku ditolong oleh ibu gu.......ibumu. Sekarang kasaya itu sudah tak ada padaku lagi". Yue Lingshan mendongak dan tertawa terbahak-bahak, namun dalam suaranya sama sekali tak ada nada tawa, lalu ia berkata, "Jadi menurutmu, ibuku yang menggelapkannya? Bisa-bisanya kau mengucapkan perkataan yang rendah dan memalukan seperti itu". Linghu Chong berkata, "Aku tak ingin mengatakan bahwa ibumu yang menggelapkannya. Tuhan menjadi saksi, dalam hati Linghu Chong sama sekali tak ada maksud untuk bersikap tak hormat kepada ibumu. Aku hanya berkata......hanya berkata......"Yue Lingshan berkata, "Apa?" Linghu Chong berkata, "Begitu ibumu melihat kasaya itu, ia langsung tahu bahwa benda itu adalah milik keluarga Lin, maka ia akan mengembalikannya kepada Adik Lin".

Yue Lingshan tertawa dingin, "Kenapa ibuku malah mengeledah tubuhmu? Walaupun hendak dikembalikan kepada Adik Lin, kau telah mempertaruhkan nyawa untuk mendapatkan barang itu, hah, setelah kau siuman, apa kau tak bisa mengembalikan barang itu sendiri? Kenapa dia tak membiarkanmu melakukan perbuatan yang memang sudah sepantasnya itu?"

Linghu Chong berpikir, "Perkataan ini masuk akal. Jangan-jangan kasaya itu memang telah dicuri orang?" Hatinya cemas, seketika itu juga keringat dingin bercucuran dipunggungnya, katanya, "Kalau begitu, dalam kejadian ini ada suatu hal lain". Ia mengibaskan pakaiannya dan berkata, "Pakaian dan semua barang milikku ada disini, kalau kau tak percaya, geledahlah aku".

Yue Lingshan kembali tertawa dingin, "Kau ini memang licik. Setelah mengambil barang milik orang lain, masa lalu disembunyikan di tubuh sendiri? Lagipula,kau punya begitu banyak bawahan biksu dan biksuni, perempuan-perempuan yang tak keruan ini, masa seorangpun tak bisa menyembunyikan barang ini untukmu?"

Ketika melihat sikap Yue Lingshan terhadap Linghu Chong yang seperti sedang menginterogasi tawanan, sejak tadi para murid Hengshan telah merasa tak senang, ketika mendengarnya berbicara seperti itu, beberapa suara langsung serentak berseru, "Omong kosong!" "Apa maksudmu perempuan yang tidak keruan?" "Disini mana ada biksu?" "Kau sendirilah yang tak keruan!"

Tangan Yue Lingshan mengenggam gagang pedang, ia berkata, "Kalian adalah murid-murid Buddha, tapi kalian malah bergaul dengan seorang lelaki dewasa, siang malam tak pernah berpisah dengannya, kelakuan itu bukannya tak keruan? Cis, tak punya malu!" 

Para murid Hengshan murka, suara 'sret, sret' tak henti-hentinya terdengar, tujuh atau delapan orang telah menghunus pedang mereka.

Yue Lingshan juga menghunus pedangnya, "Sret!", pedang tertarik keluar dari sarungnya, ia berkata, "Kalian mengandalkan jumlah banyak untuk menang, kalau kalian ingin membinasakan orang, silahkan maju! Kalau Nona Yue takut pada kalian, aku bukan murid Perguruan Huashan!"

Tangan kiri Linghu Chong melambai, menghentikan para murid Hengshan, lalu ia berkata,"Kalau kau selalu mencurigaiku, apa boleh buat. Tapi bagaimana dengan Lao Denuo? Kenapa kau tak menanyai dia? Dia telah mencuri Kitab Pedang Penakluk Kejahatan, mungkin kasaya itu jugadicuri olehnya?" Yue Lingshan berkata dengan lantang, "Kau ingin aku menanyainya, benar tidak?" Dengan heran Linghu Chong berkata, "Tentu saja!" Yue Lingshan berkata, "Baiklah, kau cabut saja nyawaku sekalian! Kau sudah menguasai Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan keluarga Lin, aku bukan tandinganmu!" Linghu Chong berkata, "Aku.......aku mana bisa melukaimu?" Yue Lingshan berkata, "Kau ingin aku menanyai Lao Denuo, kalau kau tak membunuhku, bagaimana aku bisa menemui dia di neraka?"

Linghu Chong terkejut sekaligus girang, katanya, "Lao Denuo, dia......dia......dibunuh gu......dibunuh ayahmu?" Ia tahu bahwa Lao Denuo sudah berilmu cukup tinggi ketika  masuk perguruan, di Perguruan Huashan, selain dirinya sendiri ilmu silatnya paling lihai, kalau Yue Buqun tak turun tangan sendiri, orang lain tak akan dapat membinasakannya. Orang ini telah membunuh Lu Dayou dan ia amat membencinya, sekarang mendengar bahwa ia telah tewas, adalah suatu hal yang mengembirakan.

Yue Lingshan tertawa dingin, "Seorang lelaki sejati berani berbuat berani menanggung akibatnya, kaulah yang membunuh Lao Denuo, kenapa kau tak mau mengakuinya?" Linghu Chong berkata dengan heran, "Menurutmu aku yang membunuhnya? Kalau benar aku yang membunuhnya, kenapa aku tak mau mengakuinya? Orang ini telah membunuh adik keenam, ia pantas mati, aku menyesal karena tak bisa membunuhnya dengan tanganku sendiri".

Yue Lingshan berkata, "Kenapa kau juga membunuh adik kedelapan? Memangnya dia pernah menyinggungmu? Kau......kau benar-benar kejam!"

Linghu Chong amat terkejut, dengan suara gemetar ia bertanya, "Adik kedelapan selalu amat baik padaku, mana mungkin aku.......aku membunuhnya?" Yue Lingshan berkata, "Sejak kau berkomplot dengan setan-setan Sekte Iblis, tingkah lakumu aneh, siapa yang tahu kenapa kau......kenapa kau membunuh adik kedelapan......kau......kau......" Ketika berbicara sampai disini, ia tak kuasa menahan air matanya berlinangan. Linghu Chong maju selangkah, lalu berkata, "Adik kecil, kau jangan sembarangan menduga-duga. Adik kedelapan masih sangat muda, ia tak punya permusuhan dengan siapapun, jangankan aku, siapapun tak akan tega membunuhnya". Alis Yue Lingshan mendadak terangkat tinggi-tinggi, ia membentak, "Kalau begitu kenapa kau tega membunuh Adik Lin?"

Linghu Chong begitu terkejut sehingga wajahnya pucat pasi, "Adik Lin......dia......dia juga tewas?" Yue Lingshan berkata, "Saat ini ia belum mati, bacokanmu tak membunuh dia, tapi......tapi tak ada orang yang tahu......apakah dia......dia bisa sembuh". Ketika berbicara sampai disini, ia tersedu sedan. Linghu Chong menghela napas, lalu berkata, "Apakah ia terluka parah? Dia tentunya tahu siapa yang membacoknya. Apa katanya?" Yue Lingshan berkata, "Di dunia ini mana ada orang yang selicik kau? Kau membacok dia dari belakang......punggungnya mana punya mata?"

Hati Linghu Chong dipenuhi rasa getir, ia tak mampu menahan dirinya lagi, ia menghunus pedang yang tergantung di pinggangnya, mengerahkan tenaga dalam dan memusatkannya di lengannya, lalu, "Wus!", ia melemparkan pedang itu.Pedang itu melayang dengan lurus ke arah sebatang pohon cemara besar yang garis tengahnya sekitar satu chi lebih, mata pedang menebas batangnya, sehingga pohon besar itu terpotong putus. Separuh pohon itu bergoyang-goyang hebat, lalu roboh ke tanah, "Bruk!", tanah dan batu berterbangan, debu berhamburan ke segala penjuru.

Ketika Yue Lingshan melihat kekuatan yang seperti itu, mau tak mau ia menarik kekang kudanya sehingga kuda itu mundur dua langkah, lalu berkata, "Kenapa? Kau sudah menguasai ilmu siluman Sekte Iblis, ilmu silatmu jadi lihai dan sekarang ingin pamer di depanku?"

Linghu Chong menggeleng sambil berkata, "Kalau aku benar-benar ingin membunuh Adik Lin, aku tak perlu membokong dia, dan lebih-lebih lagi tak mungkin tak bisa membunuhnya dengan sekali bacok".

Yue Lingshan berkata, "Siapa yang tahu ada rencana jahat apa dalam hatimu? Hah, pasti adik kedelapan memergoki perbuatan jahatmu, lalu kau membunuhnya, dan kau masih merusak wajahnya juga, seperti caramu membereskan kakak......Lao Denuo".

Linghu Chong menahan perasaannya yang bergejolak, ia sadar bahwa dalam kejadian itu ada persengkongkolan besar yang tak dipahaminya, maka ia bertanya, "Apakah wajah Lao Denuo dirusak orang?" Yue Lingshan berkata, "Kau sendirilah yang melakukannya, masa kau tak tahu? Malah bertanya padaku!" Linghu Chong berkata, "Siapa lagi orang-orang Perguruan Huashan yang terluka?" Yue Lingshan berkata, "Kau telah membunuh dua orang, melukai seorang, apa belum cukup?"

Ketika mendengarnya berkata demikian, ia tahu bahwa tidak ada anggota Perguruan Huashan lain yang terluka, hatinya terasa agak lega, ia berpikir, "Siapa yang membunuh dengan begitu keji?" Mendadak hatinya terkesiap, ia ingat bahwa di Mei Zhuang di Bukit Gu di Hangzhou, Ren Woxing berkata bahwa kalau dirinya sendiri tak sudi masuk Sekte Iblis, ia akan membantai seluruh anggota Perguruan Huashan, jangan-jangan ia telah datang ke Fuzhou dan mulai turun tangan? Dengan cemas ia berkata, "Kau.....kau cepatlah pulang. Laporkan kepada ayah dan ibumu bahwa jangan-jangan.....jangan-jangan gembong Sekte Iblis telah datang untuk membunuh orang-orang Perguruan Huashan dengan keji".

Yue Lingshan mencibir, tertawa sinis, lalu berkata, "Benar, memang gembong Sekte Iblis telah datang untuk membunuh orang-orang Perguruan Huashan kami dengan keji. Tapi gembong Sekte Iblis ini sebelumnya adalah anggota Perguruan Huashan. Ini namanya mencari masalah dengan memelihara macan, air susu dibalas air tuba!"

Linghu Chong tertawa getir, pikirnya, "Aku telah berjanji akan pergi ke Longquan untuk menolong Biksuni Dingxian dan Dingyi, tapi guru dan ibu guruku sendiri juga sedang menghadapi kesulitan besar, bagaimana sebaiknya? Kalau benar Ren Woxing yang telah melakukan tindakan kejam ini, aku jelas bukan tandingannya,tapi guru dan ibu guru yang berbudi sedang kesusahan, walaupun aku cepat-cepat datang dan menghantarkan nyawaku, tetap akan sia-sia belaka. Namun aku akan dapat hidup dan mati bersama mereka. Masalah ada yang berat dan yang ringan, hubungan ada yang dekat dan yang jauh, aku terpaksa membiarkan Perguruan Hengshan mengurus masalah mereka sendiri dahulu. Kalau aku bisa menghentikan Ren Woxing, aku akan segera menyusul ke Lonquan untuk menolong mereka". Setelah mengambil keputusan, ia berkata, "Hari ini setelah meninggalkan Fuzhou, aku selalu bersama-sama dengan kakak-kakak dari Perguruan Hengshan ini, kapan aku punya waktu untuk pergi membunuh adik kedelapan dan Lao Denuo? Tak ada jeleknya kalau kau menanyai mereka".

Yue Lingshan berkata, "Hah, menanyai mereka? Mereka sama-sama berkubang dalam lumpur denganmu, masa tak bisa berbohong untukmu?"

Begitu para murid Hengshan mendengarnya, kontan tujuh atau delapan orang diantara mereka berteriak-teriak. Walaupun tutur kata para biksuni tetap sopan, namun beberapa murid dari kalangan awam memaki-maki dengan sengit.

Yue Lingshan menarik kekang kuda hingga kuda itu mundur beberapa langkah, lalu berkata, "Linghu Chong, luka Lin Kecil amat parah, tapi walaupun dalam keadaan tak sadar ia masih terus mengingat-ingat kitab pedangnya, kalau kau masih punya sedikit hati nurani, seharusnya kau mengembalikan kitab pedang itu kepadanya. Kalau tidak......kalau tidak......" Linghu Chong berkata, "Apa dalam pandanganmu aku benar-benar seseorang yang hina dan tak tahu malu seperti itu?" Yue Lingshan berkata, "Kalau kau bukan seseorang yang hina dan tak tahu malu, di dunia ini tak ada orang yang hina dan tak tahu malu!"

Dari samping Yilin mendengar percakapan diantara kedua orang itu, hatinya bergejolak, dan saat ini ia tak lagi dapat menahan diri, katanya, "Nona Yue, Linghu Chong amat baik padamu. Hatinya benar-benar tulus terhadapmu, kenapa kau memakinya dengan begitu sengit?" Yue Lingshan tertawa dingin dan berkata," Kau seorang biksuni, kau mana tahu dia baik atau tidak padaku?" Sekonyong-konyong Yilin merasa angkuh, ia merasa bahwa Linghu Chong telah difitnah dan diperlakukan dengan tak adil, kalaupun ia harus mati seratus kali, ia harus membelanya. Tentang larangan dan pantangan bagi umat Buddha, dan bagaimana gurunya kelak akan menegurnya, untuk saat ini dibuangnya jauh-jauh dari pikirannya, saat itu juga dengan lantang berkata, "Kakak Linghu sendirilah yang mengatakannya padaku". Yue Lingshan berkata, "Hah, sampai hal-hal seperti inipun dikatakannya padamu. Dia.....dia memang ingin baik padaku, oleh karena itu dia mencelakai Adik Lin".

Linghu Chong menghela napas, lalu berkata, "Adik Yilin, tak usah banyak bicara lagi. Perekat Penyambung Langit Harum dan Pil Empedu Beruang Awan Putih perguruanmu yang mulia amat mujarab, mohon berikan sedikit pada adik......berikan sedikit pada Nona Yue, supaya ia bisa membawanya untuk mengobati orang".

Yue Lingshan menarik kekang kuda, lalu berbalik pergi sambil berkata, "Kau tak bisa membunuhnya dengan sekali bacok, dan sekarang ingin meracuninya, ya? Aku tak bisa kau tipu. Linghu Chong, kalau Lin Kecil tak bisa sembuh, aku......aku......"Ketika berbicara tentang hal ini, suaranya berubah menjadi sedu sedan, ia cepat-cepat melecutkan cambuk, lalu mencongklang ke selatan.

Linghu Chong mendengarkan derap kaki kudanya makin menjauh, hatinya terasa pedih.

Qin Juan berkata, "Wanita ini begitu kasar dan keterlaluan, Lin Kecilnya itu biar mati saja". Yizhen berkata, "Adik Qin, kita adalah umat Buddha, kita harus bersikap welas asih, walaupun sikap nona itu tak benar, tapi kita tak boleh menyumpahi orang supaya mati".

Sebuah ide muncul di benak Linghu Chong, ia berkata, "Adik Yizhen, aku ingin minta sesuatu darimu, aku ingin kau pergi ke suatu tempat, namun perjalanan ini akan membuatmu lelah". Yizhen berkata, "Apapun yang Kakak Linghu perintahkan akan kulaksanakan". Linghu Chong berkata, "Aku tak berani. Orang yang bermarga Lin itu adalah adik seperguruanku, menurut perkataan Nona Yue ia terluka parah. Kupikir obat luka perguruan kalian yang mulia amat manjur......" Yizhen berkata, "Kau ingin aku mengantarkan obat luka itu kepadanya, benar tidak? Baik, aku akan segera kembali ke Fuzhou, Adik Yiling, temanilah aku pergi". Linghu Chong merangkap tangan serayaberkata, "Mohon maaf karena telah merepotkan kalian berdua". Yizhen berkata, "Kakak Linghu selalu bersama-sama dengan kita, bagaimana ia bisa membunuh orang? Fitnahan orang ini harus kujelaskan kepada Paman Guru Yue".

Linghu Chong menggeleng sambil tersenyum getir, ia berpikir bahwa sang guru menganggap dirinya telah masuk Sekte Iblis dan telah melakukan segala kejahatan, bagaimana ia bisa mempercayai perkataan mereka? Ketika ia melihat Yizhen dan Yiling berdua mencongklang pergi, ia berkata dalam hati, "Mereka begitu tulus kepadaku, kalau aku meninggalkan mereka dan kembali ke Fuzhou, bagaimana hatiku bisa tenang? Lagipula Biksuni Dingxian sekalian memang benar-benar sedang dikepung musuh, sedangkan apakah Ren Woxing benar-benar telah datang ke Fuzhou, aku tak dapat mengetahuinya dengan pasti......" Ketika ia melihat Qin Juan memunggut pedang yang tadi digunakannya untuk memotong pohon itu, lalu memberikannya kepadanya untuk dimasukkan kembali ke dalam sarung di pinggangnya, mendadak ia teringat,"Aku berkata bahwa kalau aku ingin membunuh Adik Lin, untuk apa aku membacok punggungnya? Dan masa aku tak bisa membunuhnya dengan sekali bacok? Kalau orang yang berusaha membunuhnya adalah Ren Woxing, dia lebih-lebih lagi mana mungkin tak bisa membunuhnya dengan sekali bacok? Pasti ada orang lain. Asalkan bukan Ren Woxing, untuk apa guruku takut padanya?"

Ketika berpikir sampai disini, hatinya terasa lega, ia mendengar suara langkah kaki dikejauhan, beberapa orang menghampiri mereka, tentunya Yu Sao dan lainnya yang baru pulang dari meminta derma. Benar saja, tak seberapa lama kemudian, Yihe berlima belas berlari mendatangi mereka. Yu Sao berkata, "Pendekar Muda Linghu, kami berhasil......berhasil minta sedekah banyak emas dan perak, kita......kita tak akan bisa menghabiskannya. Di tengah malam yang gelap begini, kita juga tak dapat membagikannya pada orang miskin". Yihe berkata,"Sekarang ini pergi ke Longquan yang paling penting. Tentang menolong orang miskin, dapat kita lakukan perlahan-lahan nanti". Ia berpaling ke arah Yiqing dan berkata, "Barusan ini kami bertemu seorang perempuan muda di jalan. Apa kalian melihat dia? Entah apa sebabnya, tiba-tiba ia mengajak kami berkelahi".

Linghu Chong berkata dengan terkejut, "Mengajak kalian berkelahi?" Yihe berkata, "Benar, di tengah kegelapan malam, wanita ini mencongklang dengan cepat, begitu melihat kami, ia langsung memaki kami sebagai biksuni-biksuni yang tak keruan dan tak tahu malu". Linghu Chong mengeluh dalam hati, ia cepat-cepat bertanya, "Apakah dia menderita luka parah?" Yihe bertanya dengan heran, "Eh, dari mana kau tahu dia terluka?" Linghu Chong berpikir, "Kalau dia memaki kalian dengan begitu sengit, dan watakmu juga berangasan begini, ia seorang diri melawan kalian berlima belas, bagaimana ia bisa tak menderita luka parah?" Ia bertanya lagi, "Dimana ia terluka?"

Yihe berkata, "Sebelumnya aku sudah bertanya padanya, kenapa walaupun kita sama sekali belum pernah bertemu, tapi ia langsung memaki-maki seperti itu? Ia berkata, 'Hah, aku mengenali kalian. Kalian adalah para biksuni Perguruan Hengshan yang tak menaati peraturan agama'. Aku bertanya, 'Apa maksudmu tidak menaati peraturan agama? Omong kosong. Mulutmu itu dicuci bersih sedikit'. Ia mengayunkan cambuknya dan sama sekali tak memperdulikanku, lalu berseru, 'Minggir!' Aku menangkap cambuknya dan ikut berseru, 'Minggir!' Lalu kami mulai berkelahi".

Yu Sao berkata, "Begitu dia menghunus pedang, kami tahu bahwa ia anggota Perguruan Huashan, saat itu gelap sehingga kami tak bisa melihat wajahnya dengan jelas, setelah itu kami dapat mengenalinya sebagai nona Tuan Yue. Aku cepat-cepat menghentikan serangan, tapi lengannya sudah terlanjur terluka di dua tempat, tapi tidak parah".

Yihe tertawa, "Aku sudah mengenalinya lebih dahulu. Perguruan Huashan mereka ketika berada di Kota Fuzhou sangat kasar pada Kakak Linghu, ketika Perguruan Hengshan kita kesusahan, mereka juga hanya berpangku tangan saja, sama sekali tak punya rasa setia kawan, sama sekali tak punya hati nurani. Aku ingin membuat mereka minum sedikit pil pahit". Zheng E berkata, "Kakak Yihe benar-benar menunjukkan belas kasihan pada Nona Yue. Dengan jurus 'Jarum Emas Menangkal Bahaya' itu ia sudah membacok lengan kirinya, namun ia hanya mengores sedikit saja, lalu langsung menarik pedangnya, kalau sungguhan, lengannya pasti sudah putus".

Linghu Chong merasa bahwa begitu sebuah gelombang baru saja lewat, gelombang berikutnya telah muncul, adik kecil bersifat ambisius dan angkuh, selamanya tak pernah mau mengaku kalah, pertarungan malam ini tentu diangapnya sebagai sebuah peristiwa yang paling memalukan seumur hidupnya, dan kemungkinan besar ia akan menyalahkannya. Semuanya ini tentunya sudah ditakdirkan, namun bagaimanapunjuga untung saja lukanya tak parah dan tak akan menimbulkan masalah baginya.

Zheng E sudah lama tahu bahwa Linghu Chong amat memperhatikan Nona Yue itu, maka ia berkata, "Kalau kami sudah tahu bahwa ia adalah adik seperguruan Kakak Linghu, biarpun ia memaki kami juga tak apa, namun di tengah kegelapan kami tak bisa melihat dengan jelas. Di lain hari kalau kita berjumpa lagi dengannya, kita sebaiknya minta maaf atas kesalahan kita padanya". Yihe berkata dengan gusar, "Minta maaf atas kesalahan apa? Kita tak menyinggung dia,justru dialah yang memaki kita. Di seluruh dunia, mana ada hal semacam itu!"

Linghu Chong berkata, "Kalian sudah meminta derma, ayo kita berangkat. Bagaimana dengan Bai Baopi yang kalian datangi itu?" Hatinya sedih, ia tak ingin menyinggung masalah Yue Lingshan lagi, maka ia mengubah topik pembicaraan.

Yihe dan yang lainnya bercerita tentang peristiwa meminta derma, mereka amat bersemangat dan perkataan merekapun membanjir bagai air bah, "Biasanya kalau kami minta derma pada orang kaya, minta sedekah satu atau dua tahil perak saja susahnya minta ampun, tapi malam ini kami berhasil minta sedekah beberapa ribu tahil perak". Zheng E tertawa dan berkata, "Si Bai Baopi itu berguling-guling di tanah sambil menangis dan berteriak-teriak, katanya hasil jerih payah puluhan tahun dalam semalam hilang seperti hanyut dibawa air". Qin Juan berkata sembari tertawa, "Siapa suruh dia bermarga Bai? Ia tukang menguliti orang, memeras harta benda orang, tapi pada akhirnya semuanya sia-sia belaka"[5].

Semua orang tertawa terpingkal-pingkal, namun tak lama kemudian, mereka teringat pada kedua guru mereka yang terkepung, dan suasana hati mereka kembali tertekan.

Linghu Chong berkata, "Kita sudah punya uang bekal perjalanan, ayo cepat berangkat!"


Catatan Kaki Penerjemah 

[1] Longquan adalah sebuah kota di Propinsi Zhejiang yang sejak ribuan tahun yang lalu terkenal sebagai penghasil pedang kelas satu di China.
[2] 'Pendekar besar' (Hokkian: Tayhiap).
[3] 君子剑 (junzi jian) berarti si 'Pedang Budiman', sedangkan 伪君子 (wei junzi) berarti 'budiman palsu' atau seorang munafik.
[4]'Tukang menguliti orang'.
[5] 白(bai) yang berarti 'putih', selain merupakan nama marga juga dapat berarti 'sia-sia' dalam ungkapan yang dipakai Qin Juan.


No Comment
Add Comment
comment url