Pendekar Hina Kelana | Bab 11: Menghimpun Tenaga

 << Bab Sebelumnya - Halaman Indeks - Bab Selanjutnya >>

Terjemahan Cersil Balada Kaum Kelana

oleh Grace Tjan
Cerita asli oleh Jin Yong (Chin Yung / Louis Cha)
Berdasarkan novel edisi ketiga.

Smiling Proud Wanderer Jilid 2

[Dalam keadaan pusing, Linghu Chong merasakan sakit yang luar biasa dari dadanya, dan darahnya seolah mengalir ke segala arah, itu adalah ketidaknyamanan yang tidak diinginkan. Setelah beberapa lama, dia secara bertahap mendapatkan kembali kesadarannya. Tubuhnya sepertinya telah dipanggang dalam oven besar. Dia tidak bisa menahannya dan mengerang. Kemudian dia mendengar seseorang berkata, "Diam."]



Bab 11: Menghimpun Tenaga

Bagian 1

Linghu Chong mengintip ke dalam aula dan melihat bahwa tamu yang duduk di kursi kehormatan adalah seorang tua yang tinggi besar dan kurus kering, tangan kanannya mengengam bendera komando Perguruan Pedang Lima Puncak, ia menduga bahwa ia adalah si 'Tapak Bangau' Lu Bai dari Perguruan Songshan.Yang duduk di kursi sebelah kanan ialah seorang pendeta Tao berusia separuh baya dan seorang tua berusia sekitar lima puluh tahun, dari pakaian mereka dapat dibedakan siapa yang berasal dari Perguruan Taishan dan Heng Shan. Di sebelah kanannya lagi duduk tiga orang, semuanya berumur sekitar lima atau enam puluh tahun, di pinggang mereka masing-masing tergantung pedang bergaya Perguruan Huashan. Orang yang pertama berwajah kekuningan dan kelihatan keras kepala, kemungkinan besar ia adalah Feng Buping yang disebut-sebut oleh Lu Dayou itu. Guru dan ibu guru duduk di kursi tuan rumah. Di atas meja nampak teh hijau dan makanan kecil.

Terdengar orang tua dari Perguruan Heng Shan itu berkata, "Saudara Yue, sebenarnya kami sebagai orang luar tidak mau mencampuri masalah perguruanmu yang mulia. Tapi Perguruan Pedang Lima Puncak kita sudah berserikat, sama-sama jaya atau sama-sama runtuh, kalau ada sesuatu yang tidak pantas terjadi di salah satu perguruan dan menjadi bahan tertawaan di dunia persilatan, keempat perguruan lain juga ikut menanggung malu. Nyonya Yue baru saja berkata bahwa kami tiga perguruan Songshan, Taishan dan Heng Shan seharusnya tidak mencampuri urusan yang bukan urusan kami, perkataan ini agak kurang benar". Sepasang mata orang tua itu kuning keemasan, seakan ia menderita demam kuning sejak lahir.

Linghu Chong merasa agak lega, "Ternyata mereka masih memperdebatkan masalah ini, guru belum menyerah dan mundur dari jabatannya".

Nyonya Yue berkata, "Kakak Lu berkata demikian, apakah karena menganggap Perguruan Huashan kami tidak becus sehingga mencoreng nama baik perguruanmu yang terhormat?"

Orang tua bermarga Lu dari Perguruan Songshan itu samar-samar tersenyum sinis, ia berkata, "Aku sering dengar bahwa pendekar wanita Ning adalah ketua di belakang layar, dahulu aku tak percaya, hari ini aku melihat bahwa hal itu ternyata benar". Nyonya Yue berkata dengan gusar, "Kakak Lu datang ke Huashan sebagai tamu, hari ini aku tak bisa menyinggungmu. Tapi seorang ksatria ternama dari Perguruan Heng Shan kenapa bisa bicara sembarangan seperti ini? Kalau lain kali aku bertemu Tuan Mo Da, aku akan minta petunjuknya". Orang tua marga Lu itu tertawa sinis, "Karena aku seorang tamu, maka Nyonya Yue tak boleh menyinggungku, kalau tempat ini bukan Huashan, tentunya Nyonya Yue akan mengayunkan pedang untuk menebas kepalaku, benar tidak?" Nyonya Yue berkata, "Hal itu tak berani kami lakukan, Perguruan Huashan kami tak berani mencampuri urusan perguruanmu yang terhormat. Ketika tokoh perguruanmu yang terhormat bersekongkol dengan Sekte Iblis, hal itu  dibereskan oleh Ketua Perserikatan Zuo dari Perguruan Songshan, tak perlu campur tangan perguruan kami".

Liu Zhengfeng dari Perguruan Heng Shan dan Qu Yang dari Sekte Iblis binasa bersama di luar Kota Hengshan, semua orang di dunia persilatan tahu bahwa Perguruan Songshanlah yang membunuh mereka. Nyonya Yue mengungkit masalah itu untuk, pertama, membongkar cacat Perguruan Heng Shan, kedua, untuk mengolok-olok orang tua bermarga Lu itu karena melupakan dendam saudara seperguruannya, dan malah datang bersama dengan tokoh-tokoh Perguruan Songshan untuk membuat susah mereka suami istri. Air muka orang tua marga Lu itu berubah, dengan jumawa ia berkata, "Dari dahulu sampai sekarang, perguruan mana yang tak punya murid yang tak berbakti? Aku datang ke Huashan hari ini justru untuk menegakkan keadilan, membantu Kakak Feng untuk membereskan orang-orang licik di perguruannya".

Tangan Nyonya Yue mengenggam gagang pedangnya, dengan berwibawa ia berkata, "Siapa orang yang licik itu? Suamiku dijuluki orang si 'Pedang Budiman', siapa nama julukan tuan yang mulia?"

Wajah orang tua marga Lu menjadi merah padam, dengan sepasang matanya yang kuning keemasan itu ia menatap Nyonya Yue dengan geram, namun ia tak menjawab.

Walaupun orang tua itu adalah seorang tokoh angkatan tua di Perguruan Heng Shan, satu angkatan dengan Liu Zhengfeng dan Tuan Mo Da, namun ia tak punya nama besar di dunia persilatan, Linghu Chong tak tahu asal usulnya, maka ia berpaling ke arah Lao Denuo, "Orang ini siapa? Apa nama julukannya?" Ia tahu bahwa sebelum Lao Denuo masuk perguruan, ia sudah mempunyai banyak pengalaman di dunia persilatan, ia tahu banyak tentang desas desus di dunia itu. Ternyata Lao Denuo memang tahu, ia berbisik, "Orang ini namanya Lu Zhengrong, julukannya 'Elang Bermata Emas'. Tapi dia banyak omong dan membuat orang lain kesal, di belakang punggungnya orang-orang dunia persilatan menyebutnya "Gagak Bermata Emas' ". Linghu Chong tersenyum kecil seraya berpikir, "Walaupun orang tak berani memanggilnya dengan julukan yang kasar itu di depan mukanya, namun setelah beberapa lama, tentunya ia pernah mendengarnya. Ketika ibu guru bertanya siapa nama julukannya, tentunya ia tahu jelas bahwa yang dimaksud ibu guru ialah 'Gagak Bermata Emas' bukan 'Elang Bermata Emas' ".

Terdengar Lu Zhengrong berkata dengan suara keras, "Hah, 'Pedang Budiman' apa? Di belakang kata 'budiman' itu seharusnya ditambah satu kata lagi yaitu 'palsu' ". Ketika Linghu Chong mendengarnya menghina sang guru di hadapannya, ia tak bisa menahan dirinya lagi dan berseru keras-keras, "Gagak buta, sini kalau kau punya nyali!"

Yue Buqun sudah terlebih dahulu mendengar percakapan diantara Linghu Chong dan Lao Denuo dibalik pintu, pikirnya, "Kenapa Chong er turun gunung?" Ia segera menegurnya, "Chong er, jangan berbuat tidak sopan. Paman Guru Lu datang dari jauh sebagai tamu, kenapa kau bicara sembarangan?"

Lu Zhengrong begitu marah hingga matanya seakan mengeluarkan api, ia sudah mendengar tentang bagaimana murid tertua Perguruan Huashan Linghu Chong membuat onar di luar Kota Hengshan, maka ia segera menegur, "Kukira siapa, ternyata bocah yang tidur dengan pelacur di Kota Hengshan itu! Murid-murid Perguruan Huashan memang banyak yang berbakat". Linghu Chong tertawa, "Benar, aku tidur dengan pelacur di Kota Hengshan dan kenal dengan seorang pelacur marga Lu, yaitu seorang perempuan dari keluargamu!"

Yue Buqun berkata dengan geram, "Kau......kau jangan bicara sembarangan!" Ketika Linghu Chong mendengar sang guru naik pitam, ia tak berani berbicara lagi, namun Lu Bai, Feng Buping dan orang-orang lain yang berada di aula itu tak kuasa menahan senyum.

Lu Zhengrong tiba-tiba berbalik dan mengangkat kaki kirinya, "Bruk!", daun jendela yang panjang pun melayang. Ia tidak mengenali Linghu Chong, maka ia menunjuk ke arah para murid Perguruan Huashan sambil berkata dengan lantang, "Binatang mana yang baru saja bicara?" Para murid Huashan sama sekali tak bersuara. Lu Zhengrong lagi-lagi memaki, "Keparat, binatang mana yang baru saja berbicara?" Linghu Chong tertawa, "Kau sendiri yang baru saja berbicara, mana aku tahu ada binatang segala?" Lu Zhengrong tak bisa menahan amarahnya, sambil meraung ia menerjang ke arah Linghu Chong.

Ketika Linghu Chong melihat ia menerjang dengan ganas, ia melompat ke belakang, sekonyong-konyong sebuah sosok berkelebat, seseorang muncul di tengah aula, sinar perak berkilauan, "Trang, trang!", Nyonya Yuelah yang bertarung dengan Lu Zhengrong. Dalam satu tarikan napas, ia masuk ke aula, menghunus pedang, menangkis serangan dan menyerang balik, caranya melancarkan jurus sungguh indah, walaupun ia melancarkan jurus-jurus itu dengan cepat, namun orang lain yang menonton tidak memperhatikan kecepatannya, melainkan keindahannya.

Yue Buqun berkata, "Kita semua orang sendiri, tidak ada jeleknya kalau kita bicara perlahan-lahan, untuk apa berkelahi?" Tanpa buru-buru ia melangkah keluar aula, dengan enteng ia menghunus sebilah pedang dari pinggang Lao Denuo, membalikannya, lalu menekan pedang Nyonya Yue dan Lu Zhengrong. Lu Zhengrong mengerahkan tenaga ke lengannya dan mendorong ke atas, tak nyana pedangnya sama sekali tak bergeming, wajahnya kontan menjadi merah padam, lalu ia mencoba lagi dengan mengerahkan tenaga dalam.

Yue Buqun tersenyum, "Perguruan Pedang Lima Puncak kita satu akar banyak cabangnya, seperti keluarga sendiri, Kakak Lu tak usah memperdulikan anak-anak kecil ini". Ia berpaling dan menegur Linghu Chong, "Kau bicara sembarangan, kenapa kau tidak minta maaf pada Paman Guru Lu?"

Begitu Linghu Chong mendengar perintah sang guru, ia menyoja memberi hormat seraya berkata, "Paman Guru Lu, murid tidak bisa melihat, tak tahu kesopanan hingga berkaok-kaok tak keruan seperti gagak dan mencoreng nama baik seorang tokoh terkemuka di dunia persilatan, benar-benar lebih rendah dari seekor binatang. Mohon paman guru jangan marah, aku tidak memaki paman guru. Kaokan gagak bau yang tak keruan cuma raungan seekor binatang, kita anggap kentut saja!" Ia terus-terusan menyebut-sebut gagak bau ini dan itu, semua orang tahu tahu bahwa ia sedang memaki Lu Zhengrong, orang-orang lain bisa menahan diri, tapi Yue Lingshan tak kuasa menahan tawa.

Yue Buqun merasakan bahwa Lu Zhengrong berusaha untuk mengerakkan pedangnya ke atas tiga kali, ia tersenyum kecil, menarik pedangnya dan mengembalikannya kepada Lao Denuo. Ketika tenaga yang menekan pedang Lu Zhengrong tiba-tiba menghilang, lengannya dengan cepat terangkat, "Trang, trang!", dua potongan pedang jatuh ke tanah, ia dan Nyonya Yue tinggal mengengam pedang yang telah patah separuh. Ketika ia dan Yue Buqun beradu kekuatan, ia mengerahkan banyak tenaga sehingga potongan pedang terlontar ke atas dan hampir saja mengiris dahinya. Untungnya tenaga lengannya sangat kuat sehinga ia bisa menahannya tepat pada waktunya, namun ia terlihat kerepotan, maka wajahnya pun menjadi merah padam.

Dengan suara serak, ia berkata dengan gusar, "Kau......kau......dua orang mengeroyok satu orang!" Namun ia segera teringat bahwa pedang Nyonya Yue juga telah dipatahkan oleh tenaga dalam Yue Buqun. Tak lama kemudian Lu Bai, Feng Buping dan orang-orang lain sudah keluar dari aula untuk menonton pertarungan itu. Mereka semua telah melihat bahwa Yue Buqun hanya berusaha melerai mereka, memohon mereka berdua berhenti bertarung tanpa memihak salah satu dari mereka. Kalau pedang seorang istri dipatahkan suaminya, tidak banyak artinya, namun bagaimanapun juga Lu Zhengrong tak sudi menerimanya. Ia berkata lagi, "Kau......kau......" Ia menghentakkan kaki kanannya keras-keras sambil mengenggam patahan pedangnya, lalu bergegas turun gunung tanpa pernah menoleh ke belakang lagi.

Saat Yue Buqun menekan pedang kedua orang itu sampai patah, ia sudah melihat Enam Dewa Lembah Persik yang berdiri di belakang tubuh Linghu Chong, ia merasa bahwa penampilan keenam orang itu luar biasa, dalam hati ia bertanya-tanya, maka ia menjura seraya berkata, "Kalian berenam telah sudi berkunjung ke Huashan tapi kami belum menyambut kalian, mohon maafkan kami". Enam Dewa Lembah Persik menatapnya tanpa berkedip, mereka tak membalas salamnya, dan juga tak bersuara. Linghu Chong berkata, "Dia adalah guruku, ketua Perguruan Huashan Tuan Yue......"

Sebelum ia menyelesaikan kalimat itu, Feng Buping sudah menyela, "Ia adalah gurumu, itu benar, tapi apakah dia ketua Perguruan Huashan masih harus kita lihat lagi. Kakak Yue, caramu mempertunjukkan Ilmu Awan Lembayung ini sangat anggun, tapi dengan hanya mengandalkan ilmu tenaga dalam ini, kau belum tentu bisa memimpin Perguruan Huashan. Semua orang tahu bahwa Perguruan Huashan adalah salah satu dari Perguruan Pedang Lima Puncak, sebagai sebuah perguruan pedang, seharusnya pedanglah yang harus diutamakan. Kalau kau secara ngawur mempelajari tenaga dalam, itu adalah sama dengan masuk ke jalan iblis, kau tidak mempelajari ilmu aliran lurus perguruan kita".

Yue Buqun berkata, "Kakak Feng agak melebih-lebihkan. Perguruan Pedang Lima Puncak menggunakan pedang, ini benar, namun setiap perguruan menekankan prinsip 'tenaga dalam menggerakkan pedang'. Ilmu pedang adalah teknik luar, sedangkan ilmu tenaga dalam adalah teknik dalam, kita harus menguasai keduanya supaya dapat mencapai kesempurnaan dalam ilmu silat. Kalau seperti yang Kakak Feng katakan, kita hanya mempelajari ilmu pedang saja, kalau kita bertemu dengan seorang jago ahli tenaga dalam, kita akan kalah".

Feng Buping tertawa sinis, "Itu belum tentu benar. Di dunia ini paling baik kalau seseorang bisa menguasai Tiga Agama dan Sembilan Aliran[1], ilmu pengobatan, ilmu meramal, ilmu perbintangan, Empat Buku Dan Lima Kitab, dan delapan belas senjata dalam ilmu silat[2]. Kalau semua dapat dikuasai dengan sempurna mulai dari ilmu pedang sampai ilmu tombak, orang itu akan mengungguli semua orang. Akan tetapi usia manusia terbatas, bagaimana kau bisa menguasai semuanya? Bagi seseorang untuk menguasai ilmu pedang saja sudah sukar, bagaimana perhatiannya bisa tak terpecah kalau ia mempelajari kungfu lainnya? Aku tidak mengatakan bahwa mempelajari tenaga dalam itu tidak baik, namun aliran yang benar dalam mempelajari ilmu silat di Perguruan Huashan kita ialah aliran pedang. Kalau kau ingin mempelajari kungfu aliran sesat juga tidak apa-apa, bahkan kalau kau ingin mempelajari 'Ilmu Penghisap Bintang' milik Sekte Iblis, orang lain juga tak berhak mencampuri urusanmu, apalagi kalau cuma mempelajari tenaga dalam? Kalau seorang biasa menghancurkan latihannya karena keserakahan, ia sendirilah yang akan menanggung akibatnya. Kau sekarang memimpin Perguruan Huashan, cara-cara yang tidak jujur seperti ini akan menimbulkan bencana bagi para murid dan memberi pengaruh buruk yang tak ada batasnya".

Tiba-tiba sebuah pikiran muncul di benak Linghu Chong, "Kakek Guru Feng hanya mengajariku ilmu pedang, dia......dia kemungkinan besar termasuk Faksi Pedang. Aku belajar ilmu pedang darinya, apakah......apakah ini suatu hal yang salah?" Seketika itu juga bulu romanya berdirinya dan keringat dingin mengucur dari punggungnya.

Yue Buqun tersenyum kecil, "Menimbulkan bencana bagi para murid dan memberi pengaruh buruk yang tak ada batasnya", itu tidak benar".

Orang pendek yang berada di sisi Feng Buping mendadak berkata dengan lantang, "Kenapa tidak benar? Kau sudah mengajari banyak murid yang tak berguna, bagaimana kau tidak "menimbulkan bencana bagi para murid dan memberi pengaruh buruk yang tak ada batasnya"? Kakak Feng mengatakan bahwa kungfu yang kau latih adalah kungfu aliran sesat dan kau tak pantas jadi ketua Perguruan Huashan, apa kau akan mengundurkan diri dengan sukarela? Apa kau ingin dipaksa orang untuk mundur?"

Saat itu Lu Dayou sudah tiba di luar aula, ia melihat sang kakak tertua memandangi orang pendek itu, wajahnya nampak bimbang, maka ia berkata dengan lirih, "Sebelumnya aku pernah dengar guru menjawab pertanyaannya, namanya Cheng Buyou".

Yue Buqun berkata, "Kakak Cheng, faksi pedangmu sudah meninggalkan perguruan kita dua puluh tahun yang lalu dan kalian sendiri sudah tidak mengaku sebagai murid Perguruan Huashan lagi, kenapa hari ini kau datang membuat masalah? Kalau kungfu kalian hebat, tak ada jeleknya kalau kalian mendirikan perguruan sendiri. Kalau kalian menjadi terkenal di dunia persilatan, melebihi Perguruan Huashan, si Yue ini akan merasa kagum. Tapi perdebatan yang tak ada juntrungannya seperti yang terjadi hari ini, hanya akan menyinggung dan membuat marah orang, apa gunanya?"

Cheng Buyou berkata dengan suara lantang, "Kakak Yue, aku tak punya permusuhan denganmu, aku tak ingin menyinggung atau membuatmu marah. Tapi kau telah merebut kedudukan ketua Perguruan Huashan, dan mengajarkan kepada murid-murid ilmu tenaga dalam, bukan ilmu pedang, sehingga nama perguruan kita makin lama makin merosot. Pada akhirnya kau harus mempertanggungjawabkan perbuatanmu. Sebagai murid Huashan, si Cheng ini tak bisa hanya berpangku tangan dan bersikap acuh tak acuh. Lagipula, saat itu ketika 'Faksi Tenaga Dalam' mengusir 'Faksi Pedang', mereka menggunakan cara-cara yang mencurigakan, tidak benar-benar jujur dan terbuka. Kami para murid 'Faksi Pedang' belum sepenuhnya yakin. Kami menunggu selama dua puluh tahun dengan sabar, dan hari ini kami akan membuat perhitungan".

Yue Buqun berkata, "Pertikaian diantara Faksi Pedang dan Faksi Tenaga Dalam di perguruan kita punya sejarah yang panjang. Pada hari itu ketika kedua faksi bertarung di Puncak Putri Kumala, menang dan kalah telah ditentukan, benar dan salah juga telah dipisahkan. Masalah ini sudah selesai dua puluh tahun yang lalu, sekarang kalian bertiga kembali mengkorek-korek masa lalu, apa gunanya?"

Cheng Buyou berkata, "Siapa yang menyaksikan hasil adu pedang saat itu? Kami bertiga adalah murid-murid 'Faksi Pedang', tapi tak seorangpun diantara kami yang menyaksikannya. Pendek kata, kau menduduki kedudukan ketua ini dengan cara yang tidak jelas dan meragukan, kalau tidak kenapa Ketua Perserikatan Zuo sebagai pemimpin Perguruan Pedang Lima Puncak memberikan bendera komando untuk memerintahkan kau mundur?" Yue Buqun menggeleng dan berkata, "Menurutku dalam hal ini ada sesuatu yang aneh. Ketua Perserikatan Zuo selalu melihat masalah dengan sangat jelas, tidak mungkin kalau tiba-tiba ia memberikan bendera komando untuk menganti ketua Perguruan Huashan". Cheng Buyou menunjuk ke arah bendera komando Perguruan Pedang Lima Puncak, "Siapa yang menganggap bendera komando ini palsu?" Yue Buqun berkata, "Bendera komando tidak palsu, namun bendera komando ini bisu dan tak bisa berkata-kata".

Dari tadi Lu Bai hanya menonton saja dan tidak bersuara, saat ini ia akhirnya menyela, "Kakak Yue berkata bahwa bendera komando ini bisu, apa si Lu ini juga bisu?" Yue Buqun berkata, "Aku tak berani mengambil keputusan, masalah ini adalah masalah penting, setelah menghadap Ketua Perserikatan Zuo, masalah ini baru bisa diselesaikan". Lu Bai berkata dengan bengis, "Kalau begitu, Kakak Yue tidak percaya pada perkataan si Lu ini?" Yue Buqun berkata, "Aku tak berani tak percaya padamu, kalaupun Ketua Perserikatan Zuo benar-benar punya maksud seperti itu, beliau tak mungkin hanya mendengarkan salah satu pihak saja, kalau beliau mengeluarkan perintah, beliau harus mendengar perkataanku juga. Lagipula, Ketua Perserikatan Zuo adalah pemimpin perserikatan Perguruan Pedang Lima Puncak dan beliau bertugas mengurus urusan yang menyangkut semua Perguruan Pedang Lima Puncak. Urusan dalam keempat perguruan Taishan, Heng Shan, Songshan dan Huashan diputuskan oleh masing-masing ketua perguruan sendiri".

Cheng Buyou berkata, "Kenapa kau begitu banyak omong? Kau bicara kesana kemari, tapi kau tak mau menyerahkan kedudukan ketua, benar atau tidak kataku?" Setelah ia mengucapkan kelima kata itu, yaitu "tak mau menyerahkan kedudukan ketua", "Sret!", ia telah menghunus pedang. Saat ia mengucapkan kata "benar", ia menyerang, saat ia mengucapkan kata "atau", ia menyerang, saat ia mengucapkan kata "tidak", ia menyerang, saat ia mengucapkan kata terakhir yaitu "kataku", ia menyerang sekali lagi. Setelah mengucapkan keempat kata itu ia telah menyerang empat kali.

Keempat jurus itu dilancarkan dengan sangat sebat dan lincah, dan masing-masing menggunakan gerakan yang berbeda-beda. Tikaman pertama menembus baju yang menutupi bahu kiri Yue Buqun, tikaman kedua menembus baju yang menutupi bahu kanannya, tikaman ketiga menembus baju di sisi kiri tubuhnya, dan tikaman keempat menembus baju di sisi kanan tubuhnya. Keempat tusukan itu menembus dari depan sampai ke belakang dan membuat delapan lubang di bajunya, mata pedang juga amat dekat dengan kulitnya, hanya berjarak kurang dari setengah cun saja, namun sama sekali tak melukai tubuhnya. Keempat gerakan ini sangat cemerlang, dilancarkan dengan sangat cepat menggunakan tenaga yang kuat, menunjukkan bahwa pelakunya adalah seorang jago kelas satu. Wajah para murid Huashan kecuali Linghu Chong menjadi pucat pasi, mereka semua berpikir, "Keempat gerakan ini memang ilmu pedang perguruan kita, namun guru tak pernah kelihatan memakainya. Seorang jago 'Faksi Pedang' ternyata memang luar biasa".

Namun Lu Bai, Feng Buping dan yang lain-lain lebih mengagumi Yue Buqun. Terlihat bahwa saat Cheng Buyou menyerang empat kali itu, setiap serangannya sangat ganas dan dapat mencabut nyawa Yue Buqun, namun senyum kecil tak pernah meninggalkan wajah Yue Buqun dan ia tetap bersikap tenang, kepandaian menahan diri seperti ini sungguh luar biasa. Cheng Buyou dan yang lain-lain datang ke Huashan terang-terangan untuk merebut kedudukan ketua. Yue Buqun memiliki pemikiran yang mendalam, kalau ia tak berjaga-jaga terhadap serangan-serangan lawan yang ganas itu, namun tidak menghindar dan tak memperdulikan keempat serangan itu, tentunya ia telah mempunyai strategi tersendiri. Begitu Cheng Buyou akan melukainya, ia sudah mempunyai cara untuk menghadapinya. Dalam sekejap, tak nyana ia dapat mempertahankan diri dan mengatasi lawan, ilmu silatnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Cheng Buyou. Walaupun ia tidak turun tangan, namun ia membuat orang takjub akan perbawanya, sama saja seperti kalau ia telah memenangkan pertarungan itu.

Linghu Chong melihat Cheng Buyou melancarkan keempat serangan itu, ia mengenali bahwa gerakan-gerakan itu berasal dari jurus ilmu pedang Perguruan Huashan yang diukir di dinding gua belakang itu, namun Cheng Buyou menambahkan beberapa perubahan sehingga keempat gerakan itu seakan empat jurus yang berlainan, namun sebenarnya hanya satu jurus saja. Ia berpikir, "Walapun jurus-jurus Faksi Pedang aneh, namun mereka masih tak bisa keluar dari jurus-jurus yang diukir di dinding gua itu".

Nyonya Yue berkata, "Kakak Cheng, suamiku menganggapmu sebagai tamu yang datang dari jauh, maka ia berkali-kali mengalah. Kau sudah menusuk bajunya empat kali, kau tak tahu bagaimana harus bersikap, Perguruan Huashan selalu menghormati tamu, namun kesabaran kami ada batasnya".

Cheng Buyou berkata, "Apa maksudmu tamu yang datang dari jauh, maka ia berkali-kali mengalah? Nyonya Yue, kau hanya perlu mematahkan keempat jurusku ini, maka si Cheng ini akan dengan patuh turun gunung, dan setelah itu tak akan berani menginjakkan kaki di Puncak Putri Kumala lagi". Walaupun ia sangat membanggakan ilmu pedangnya, namun ketika melihat bagaimana Yue Buqun sama sekali tak bergeming, ia tak berani menantangnya. Ia berpikir bahwa walaupun Nyonya Yue cukup punya nama di kalangan Perguruan Huashan, namun pada akhirnya ia cuma seorang perempuan. Ia melihat bahwa ketika melihat keempat jurusnya itu Nyonya Yue nampak tercengang dan jeri, kalau ia bisa membuatnya turun tangan, ia pasti akan bisa mengalahkannya. Saat itu mungkin Yue Buqun akan menyerah karena mengkhawatirkan keselamatan istrinya, atau mungkin pikirannya akan kacau, sehingga Feng Buping dapat memperoleh kesempatan untuk mengalahkannya. Sambil berbicara dengan lantang ia menghunus pedangnya, "Semua orang di kolong langit telah mendengar bahwa pendekar wanita Ning adalah jago Faksi Tenaga Dalam Huashan. Hari ini Cheng Buyou mohon petunjuk tentang ilmu tenaga dalam dari pendekar wanita Ning". Dengan berkata demikian, ia mengatakan dengan jelas bahwa pertarungan ini adalah pertarungan ulang Faksi Pedang dan Faksi Tenaga Dalam Huashan.

Nyonya Yue tahu bahwa keempat jurus Cheng Buyou itu amat hebat, belum tentu ia bisa mengalahkannya. Namun ia berwatak keras, bagaimana ia bisa menahan dirinya lagi? "Sret!", ia lantas menarik pedangnya.

Linghu Chong bergegas berkata, "Ibu guru, cara berlatih Faksi Pedang sesat, bagaimana bisa dibandingkan dengan ilmu silat aliran lurus perguruan kita? Biarkan murid bertanding dengan dia dulu, kalau ternyata ilmu tenaga dalam murid belum sempurna, ibu guru silahkan membereskan dia". Tanpa menunggu izin dari Nyonya Yue, ia melompat dan menghadang di depannya. Tangannya mengengam sebuah sapu rusak yang diambilnya dari sisi tembok. Ia mengayun-ayunkan sapu itu seraya berkata kepada Cheng Buyou, "Tuan Cheng kau sudah bukan orang perguruan kami lagi, maka aku terpaksa tak bisa memanggilmu paman guru lagi. Kalau kau sudah bertobat, kau boleh masuk perguruan lagi, tapi aku tak tahu apa guruku sudi menerimamu. Kalaupun guruku mau menerimamu, menurut peraturan perguruan kami, siapa yang masuk perguruan dahulu dialah yang lebih senior, maka kau harus memanggilku kakak seperguruan. Silahkan mulai!" Ia membalik gagang sapu itu hingga menghadap ke arah Cheng Buyou.

Cheng Buyou murka, dengan lantang ia berkata, "Bocah bau, kau bicara sembarangan! Kalau kau bisa menangkis empat jurusku ini, Cheng Buyou akan mengangkatmu menjadi guru". Linghu Chong menggeleng, "Aku tak bisa menerima murid sepertimu......" Sebelum ia sempat menyelesaikan kalimat itu, Cheng Buyou sudah berseru, "Hunus pedangmu dan bersiaplah untuk mati!" Linghu Chong berkata, "Apabila  tenaga dalam sudah dikuasai, rumput dan ranting bisa menjadi setajam pedang. Untuk menghadapi beberapa jurus Kakak Cheng yang tidak seberapa itu, untuk apa harus pakai pedang?" Cheng Buyou berkata, "Baik, kau begitu sombong, jangan salahkan aku kalau aku turun tangan dengan keras!"

Yue Buqun dan Nyonya Yue tahu jelas bahwa ilmu silat Linghu Chong kalah jauh dibandingkan dengan orang itu, bagaimana ia bisa memakai sapu untuk melawannya? Hal ini adalah sama seperti menangkis pedangnya yang tajam dengan tangan kosong, sesuatu yang sangat berbahaya, maka mereka segera serentak berseru, "Chong er, mundur!"

Namun terlihat sinar putih berkilauan, Cheng Buyou telah menyerang ke arah Linghu Chong, ternyata ia memakai jurus yang barusan dipakainya untuk menyerang Yue Buqun. Ia tidak merubah jurusnya, pertama, karena beberapa jurus ini ialah jurus yang telah menjadi keahlian seumur hidupnya, kedua, karena ia telah memperingatkan Linghu Chong bahwa ia akan memakainya, ketiga, dengan memakai kembali jurus yang sudah pernah dipakainya, ia jelas-jelas memberi kesempatan pada lawan untuk bersiap-siap, kedua belah pihak sama-sama diuntungkan, sehingga orang tak bisa berkata bahwa ia mengambil kesempatan dalam kesempitan dengan memakai senjata.

Saat Linghu Chong menantangnya, ia sudah merencanakannya masak-masak. Ia berpikir bahwa semua cara memecahkan jurus pedang yang terukir di dinding gua belakang menggunakan senjata yang aneh untuk menghadapi pedang. Kalau saat ini ia memakai pedang, ia belum menguasai Sembilan Pedang Dugu dan belum tentu bisa mengalahkan lawan. Namun sapu rusak ini sangat cocok karena mirip dengan gada petir yang terdapat dalam gambar-gambar itu. Dalam sekejap tikaman Cheng Buyou telah tiba, Linghu Chong menyapukan sapu ke depan wajah Cheng Buyou.

Kali ini Linghu Chong mengambil resiko yang sangat besar, gada petir terbuat dari baja, dan kalau terkena sapuannya musuh akan mati atau terluka, kalau di tangannya ia mengenggam gada petir sungguhan, sapuan ini akan sangat hebat dan musuh akan terpaksa menarik pedangnya untuk membela diri, namun bagaimana sapu rusak ini dapat mempunyai daya untuk memaksa musuh? Sebenarnya kekuatan tenaga dalamnya biasa-biasa saja, ia tadi cuma membual saja ketika ia berkata bahwa "apabila tenaga dalam sudah dikuasai, rumput dan ranting bisa menjadi setajam pedang". Bahkan kalau sapuan itu mengenai wajah Cheng Buyou, paling-paling hanya menimbulkan beberapa goresan saja, apalah artinya? Namun tikaman pedang Cheng Buyou ini tentu akan menembus dadanya. Tapi ia berpikir bahwa karena lawan adalah seorang sesepuh yang sudah punya nama, ia tak akan membiarkan sapu rusak yang penuh tahi ayam dan lumpur itu mengenai mukanya. Meskipun ia tewas terkena tebasan pedang itu, Cheng Buyou akan tetap sulit untuk menghapus rasa malu karena terkena sapuan itu.

Semua orang berseru kaget, benar saja, Cheng Buyou menelengkan kepalanya dan menarik balik pedangnya untuk menebas sapu itu. Linghu Chong menggeser sapu ke samping untuk menghindari tebasan itu.

Dalam satu jurus Cheng Buyou telah dipaksa olehnya untuk menarik pedang guna membela diri, maka mau tak mau wajahnya terasa panas karena malu, ia tak tahu bahwa sapuan Linghu Chong ini adalah jurus yang telah disempurnakan oleh sepuluh tetua Sekte Iblis dengan memeras otak entah berapa waktu lamanya, khusus untuk mematahkan jurus pedangnya ini. Mahakarya itu benar-benar telah diciptakan dengan susah payah dan telah beribu kali ditempa dan dipoles hingga sempurna. Cheng Buyou mengira Linghu Chong hanya kebetulan saja melakukan gerakan itu dan secara mengejutkan memecahkan jurusnya. Ia murka dan menyerang untuk kedua kalinya, namun serangan ini tidak mengikuti urutan sebelumnya, melainkan jurus keempat yang sebelumnya dipakainya untuk menusuk ketiak Yue Buqun.

Linghu Chong mengegos, ia memindahkan sapu ke tangan kirinya, seakan untuk menghindari serangannya, namun sapu rusak itu menyapu bagai halilintar ke arah dada Cheng Buyou. Sapu lebih panjang dari pedang, sehingga walaupun sapu itu bergerak belakangan, namun tiba lebih dahulu. Sebelum Cheng Buyou sempat memutar pedangnya, beberapa batang lidi sapu itu telah menyentuh dadanya. Linghu Chong berseru, "Kena!" "Wus!", pedang Cheng Buyou memotong kepala sapu itu hingga jatuh ke tanah, namun semua jago yang menonton melihat dengan jelas bahwa Cheng Buyou telah kalah. Kalau Linghu Chong tidak menggunakan sapu bambu, melainkan gada petir yang terbuat dari baja atau besi, garu bergigi sembilan, sekop bulan sabit atau senjata lain yang sejenis, dada Cheng Buyou akan terluka parah.

Kalau lawan adalah seorang jago kelas wahid, Cheng Buyou akan terpaksa membuang pedangnya dan mengaku kalah, dan tak lagi melanjutkan pertarungan, namun Linghu Chong jelas-jelas cuma murid angkatan muda, kalau ia kalah di bawah sapu rusaknya seperti ini, mau dikemanakan mukanya? "Wus, wus, wus!", ia segera menyerang tiga kali, semua jurusnya adalah jurus andalan Perguruan Huashan. Diantara ketiga jurus itu, dua jurus terukir di dinding gua belakang, tapi jurus yang satu lagi belum pernah dilihat oleh Linghu Chong. Namun sejak ia mempelajari 'Jurus Pemecah Pedang' Sembilan Pedang Dugu, ia sudah cukup tahu bagaimana memecahkan berbagai jurus pedang yang terdapat di kolong langit ini. Ia mengegos menghindari serangan lawan, lalu menggunakan jurus pemecah pedang yang dipakai pemegang toya di dinding gua itu. Ia memakai gagang sapu rusak sebagai toya dan memukul pedang Cheng Buyou hingga menceng ke samping, lalu ia mengacungkan gagang sapu itu hingga menyentuh ujung pedangnya.

Kalau saja yang tergenggam di tangannya adalah toya atau gada besi, karena toya keras dan pedang lentur, ketika keduanya berbenturan, pedang akan langsung patah, dan pemegang pedang tak akan bisa menghindarinya. Namun tak nyana ketika ia memakai cara ini dalam keadaan genting, ia tidak sadar bahwa yang berada dalam gengamannya cuma tongkat bambu. Begitu tongkat bambu bertemu dengan pedang yang tajam maka, "Krek!", pedang pun membelah tongkat bambu seperti pisau memotong tahu sampai hanya gagang pedang yang terlihat di luarnya.

Sebuah ide muncul di benak Linghu Chong dengan sangat cepat, ia memukul tongkat bambu itu dari samping dengan tangan kanannya, tongkat bambu dan pedang yang berada di dalamnya pun mencelat ke udara dengan menceng.

Cheng Buyou murka sekaligus malu, dengan cepat ia membalik tapak kirinya, "Plak!", ia memukul dada Linghu Chong. Ia sudah puluhan tahun berlatih silat, namun Linghu Chong hanya tahu seluk beluk ilmu pedang, kungfu tangan kosongnya tak bisa menandingi lawannya. Tubuhnya pun langsung terjatuh ke belakang, darah segar menyembur dengan deras dari mulutnya.

Tiba-tiba beberapa sosok manusia berkelebat, kedua pasang tangan dan kaki Cheng Buyou terangkat, terdengar ia berteriak penuh kengerian, dan tanah pun dipenuhi darah dan anggota tubuh yang berserakan, dengan mengejutkan ia telah dikoyak menjadi empat potong. Masing-masing kaki dan tangannya berada di genggaman empat orang aneh yang sangat buruk rupa, keempat dewa lembah persik telah mencabiknya menjadi empat bagian hidup-hidup.

Kejadian itu terjadi dengan begitu mendadak sehingga semua orang sangat ketakutan. Ketika Yue Lingshan melihat pemandangan yang mengerikan dimana darah dan daging bercampur menjadi satu, pandangannya menjadi gelap dan ia langsung pingsan. Walaupun Yue Buqun, Lu Bai dan lain-lain adalah jago-jago dunia persilatan yang sudah berpengalaman luas, namun mereka juga tertegun dengan mulut mengangga.

Saat keempat dewa lembah persik bersama-sama mencabik Cheng Buyou, Dewa Bunga Persik dan Dewa Biji Persik bergegas mendatangi Linghu Chong yang tergeletak di tanah, yang seorang menopang tubuhnya dan yang seorang lagi mengangkat kakinya, lalu dengan luar biasa lincahnya mereka membawanya turun gunung sambil berlari. Yue Buqun dan Feng Buping serentak menghunus pedang, lalu menikam punggung Dewa Batang Persik dan Dewa Daun Persik. Dewa Akar Persik dan Dewa Cabang Persik masing-masing mengeluarkan sebuah tongkat besi pendek, "Trang, trang!", mereka serentak menangkis serangan. Keempat dewa lembah persik mengerahkan ilmu ringan tubuh mereka dan sama sekali tak menoleh ke belakang lagi.

Dalam sekejap, keenam orang aneh itu dan Linghu Chong sudah tak kelihatan jejaknya lagi.

Lu Bai, Yue Buqun, Feng Buping dan orang-orang lain saling memandang dengan putus asa, mereka melihat bahwa keenam orang aneh itu begitu cepat bergerak hingga tak mungkin dikejar. Ketika mereka melihat darah segar dan potongan-potongan keempat kaki dan tangan Cheng Buyou yang berserakan di atas tanah, mereka merasa terkejut dan jeri, dan juga merasa amat malu. Setelah beberapa lama, Lu Bai menggeleng-gelengkan kepalanya, Feng Buping juga menggeleng-gelengkan kepalanya.

* * *

Catatan Kaki

[1] Tiga Agama yaitu Konghucu, Taoisme dan Buddhisme, Sembilan Aliran yaitu Konghucu, Taois, Legalis, Yin Yang, Logikawan, Mohist, Ilmu Strategi Politik, Eklektik dan Agrikulturalis.

[2] Delapan belas senjata yaitu golok, tombak, pedang, tombak bulan sabit kembar, kapak, kapak perang, gaetan, garpu, cambuk, godam, palu, cakar, trisula, gada, tombak bergagang panjang, gada pendek, toya dan bandulan bintang jatuh.

Bagian 2

Linghu Chong terluka parah terkena pukulan Cheng Buyou, setelah itu ia segera dibawa turun gunung oleh kedua dewa lembah persik, tak lama kemudian ia pun pingsan. Saat ia sadar, ia melihat dua wajah kuda yang panjang, dan dua pasang mata yang menatap dirinya tanpa berkedip, wajah mereka dipenuhi rasa khawatir.
 
Ketika Dewa Bunga Persik melihat Linghu Chong membuka matanya, ia berkata dengan girang, "Ia sudah sadar, ia sudah sadar. Bocah ini tak bisa mati". Dewa Biji Persik berkata, "Tentu saja ia tak mati, ia cuma kena pukul pelan-pelan, bagaimana ia bisa mati?" Dewa Bunga Persik berkata, "Kau bicara sembarangan, kalau pukulan itu mengenai tubuhmu, tentu saja tidak akan melukaimu, tapi kalau mengenai tubuh bocah  ini, mungkin dia akan mati". Dewa Biji Persik berkata, "Dia jelas-jelas tidak mati, bagaimana kau bisa bilang kalau ia akan mati kena pukulan?" Dewa Bunga Persik berkata, "Aku tidak bilang dia pasti mati, aku cuma bilang, mungkin bisa mati". Dewa Biji Persik berkata, "Karena ternyata dia masih hidup, kau tak bisa bilang "mungkin bisa mati". Dewa Bunga Persik berkata, "Aku bilang begitu, memangnya kenapa?" Dewa Biji Persik berkata, "Ini membuktikan kalau pandanganmu tidak tepat, dan boleh dibilang bahwa kau pada dasarnya tak punya pandangan". Dewa Bunga Persik berkata, "Karena kau sudah punya pandangan, sudah tahu bahwa dia pasti tak akan mati, lalu kenapa barusan ini kau masih menghela napas panjang dan wajahmu penuh rasa khawatir?" Dewa Biji Persik berkata, "Pertama, barusan ini aku menghela napas panjang bukan karena takut dia akan mati, tapi karena takut si biksuni kecil mengkhawatirkan dia. Kedua, kita telah menang bertaruh melawan si biksuni kecil dan telah setuju untuk pergi ke Huashan untuk mengundang Linghu Chong bertemu dengan dia. Saat ini karena kita telah mengundang Linghu Chong yang setengah mati setengah hidup ini, aku khawatir si biksuni kecil tak akan menepati janjinya". Dewa Bunga Persik berkata, "Kau sudah tahu pasti bahwa ia tak akan mati, maka kau bisa beritahu si biksuni kecil bahwa ia tak usah khawatir, karena si biksuni kecil sudah tak khawatir lagi, kenapa kau masih agak khawatir?" Dewa Biji Persik berkata, "Pertama, kalau aku menyuruh si biksuni kecil supaya tak khawatir, belum tentu ia akan mau mendengarkan perkataanku, kalaupun ia mau mendengarkan perkataanku, ia pura-pura tak khawatir, tapi sebenarnya ia masih khawatir. Kedua, walaupun bocah ini tidak mati, lukanya tidak ringan, keadaannya sulit dipastikan, tentu saja aku masih agak khawatir".
 
Linghu Chong mendengarkan kedua kakak beradik itu berdebat tak ada habis-habisnya, walaupun ia ingin tertawa, namun jelas bahwa mereka berdua benar-benar mengkhawatirkan keselamatannya, maka tak bisa tidak ia merasa berterimakasih. Ia mendengar lagi mereka berbicara berulang-ulang tentang bagaimana "si biksuni kecil mengkhawatirkan dia", kemungkinan besar biksuni kecil ini adalah Yilin, adik seperguruan dari Perguruan Hengshan itu, maka ia segera berkata sembari tersenyum, "Kalian jangan khawatir, Linghu Chong tak akan mati". Dewa Biji Persik berkata dengan girang kepada Dewa Bunga Persik, "Kau dengar, ia sendiri bilang bahwa ia tak akan mati, kau barusan bilang kalau ia mungkin akan mati". Dewa Bunga Persik berkata, "Ketika aku bilang begitu, dia belum buka mulut dan bicara". Dewa Biji Persik berkata, "Karena dia sudah membuka matanya, tentu saja ia bisa buka mulut dan bicara, semua orang juga tahu".
 
Linghu Chong mendengarkan kedua orang itu berdebat tak ada habis-habisnya, entah kapan mereka akan berhenti, maka ia berkata sembari tersenyum, "Tadinya aku mau mati, tapi begitu aku dengar kalian berdua berharap agar aku tak mati, aku pikir Enam Dewa Lembah Persik pamornya begitu besar, begitu......begitu......terkenal di dunia persilatan, kalau kalian mau aku tidak mati, aku mana berani mati?"
 
Begitu mendengarnya, Dewa Bunga Persik dan Dewa Biji Persik kontan sangat girang, mereka berkata dengan serentak, "Benar, benar! Perkataan orang ini sangat masuk akal! Kita harus menyampaikannya pada kakak pertama dan yang lain-lain". Mereka berdua lantas berlari pergi.
 
Saat ini Linghu Chong mendapati bahwa dirinya terbaring di atas sebuah ranjang papan, kelambu yang berada di atas kepalanya modelnya sudah kuno dan compang camping, ia juga tak tahu sedang berada di mana. Ia menoleh dengan pelan, namun ia merasakan rasa sakit yang sukar ditahan di dadanya, maka ia terpaksa hanya berbaring saja tanpa bergerak-gerak.
 
Tak lama kemudian, Dewa Akar Persik dan keempat dewa persik lainnya melangkah masuk ke dalam kamar. Keenam orang itu berbicara tanpa henti, ada yang memuji dirinya sendiri, ada yang memuji Linghu Chong yang tak jadi mati, dan ada lagi orang yang berbicara bahwa karena saat itu mereka harus menolong orang, mereka tak sempat membuat perhitungan dengan anjing tua dari Perguruan Songshan itu, kalau tidak mereka tentunya sudah mencabik orang itu menjadi empat, lalu setelah tubuhnya menjadi empat potong, mereka ingin tahu apakah ia masih bisa mengilas Enam Dewa Lembah Persik seperti seekor semut.
 
Linghu Chong berusaha keras untuk menghimpun tenaga, ia sempat mengucapkan beberapa kata memuji mereka, namun tak lama kemudian ia tak sadarkan diri lagi.
 
Samar-samar ia merasa muak di dadanya, seluruh pembuluh darah di sekujur tubuhnya seakan terbalik, sakitnya tak terlukiskan, setelah beberapa lama, pikirannya sedikit  demi sedikit menjadi terang kembali. Ia merasa tubuhnya seakan dipanggang di dalam sebuah tungku besar, mau tak mau ia mengerang. Terdengar seseorang berkata, "Jangan bersuara".
 
Linghu Chong membuka matanya, ia melihat bahwa diatas meja ada lentera kecil, sekujur tubuhnya telanjang bulat, ia terlentang di lantai, kedua pasang tangan dan kakinya terpentang, dipegangi oleh empat dewa lembah persik. Kedua orang lainnya, yang seorang menekan perutnya, sedangkan yang seorang lagi menekan titik baihui di ubun-ubunnya. Linghu Chong tercengang, namun ia merasakan suatu hawa panas naik dari telapak kaki kirinya, melewati kaki kiri, perut, dada, lengan kanan, dan berhenti di telapak tangan kanan. Suatu hawa panas lainnya turun dari telapak tangan kirinya ke bawah, melewati lengan kiri, dada, perut, kaki kanan, dan berhenti di telapak kaki kanan. Kedua hawa panas itu saling melingkari satu sama lain, seakan sedang memanggang dirinya, keringatnya bercucuran, panasnya hampir tak tertahankan.
 
Ia tahu bahwa Enam Dewa Lembah Persik sedang menggunakan tenaga dalam kelas satu untuk menyembuhkan lukanya, dalam hati ia merasa berterimakasih. Diam-diam ia mengerahkan ilmu tenaga dalam Perguruan Huashan yang diajarkan gurunya untuk menambah aliran tenaga, namun tak nyana bahwa begitu tenaga dalam naik dari dantian, tiba-tiba perutnya menjadi amat sakit, seakan sebilah pedang yang tajam menusuk perutnya, "Ah!", darah segar pun menyembur dengan deras dari mulutnya.
 
Enam Dewa Lembah Persik serentak berseru kaget, "Celaka!" Dewa Daun Persik membalik tangannya dan memukul kepala Linghu Chong sehingga ia langsung pingsan.
 
Linghu Chong terus menerus tak sadarkan diri, tubuhnya kadang-kadang panas, kadang-kadang dingin, kedua hawa panas itu juga terus berkeliling di antara kedua pasang kaki dan tangannya serta tulang-tulangnya, bahkan pada suatu saat tiba-tiba berbagai hawa itu saling bertabrakan satu sama lain, ketika hal ini terjadi sakitnya sukar ditahan.
 
Entah sudah berapa lama waktu berlalu ketika mendadak pikirannya menjadi jernih, ia mendengar Enam Dewa Lembah Persik sedang berdebat dengan sengit, ia membuka matanya dan mendengar Dewa Batang Persik berkata, "Kalian lihat, ia sudah berhenti berkeringat, matanya juga sudah terbuka, bukankah caraku yang benar-benar ampuh? Hawa murniku mengalir dari titik zhongdu ke fengshi, lalu melingkari titik yuanyenya, pasti bisa menyembuhkan luka dalamnya". Dewa Akar Persik berkata, "Kau masih  membual saja, kemarin lusa kalau tidak memakai caraku, yaitu mengalirkan hawa murni ke pembuluh jueyin yang berada di sepanjang kaki sampai hatinya, bocah ini pasti sudah mati duluan. Kalau begitu, kau mana bisa membuat hawa murni melingkari titik yuanye nya hari ini?" Dewa Cabang Persik berkata, "Benar. Tapi walaupun cara kakak tertua bisa menyembuhkan luka dalamnya, kedua kakinya tak dapat berjalan, ini berarti masih ada cacat dalam cara penyembuhanmu, caraku masih lebih baik. Luka dalam bocah ini berada pada pembuluh yang menuju ke selaput jantungnya, kita harus memakai hawa murni untuk membuka sanjiao[1] melalui pembuluh ginjalnya". Dewa Akar Persik berkata dengan gusar, "Kau memangnya sudah pernah menyusup ke tubuhnya, bagaimana kau bisa tahu luka dalamnya ada di pembuluh selaput jantungnya? Benar-benar omong kosong!" Ketiga orang itu saling berbicara, berdebat tak ada henti-hentinya.
 
Dewa Daun Persik mendadak berkata, "Menurut aku mengalirkan hawa murni melingkari titik yuanye ini tidak tepat, lebih baik kita memperbaiki chi nya dahulu". Tanpa menunggu apakah orang lain setuju pada pendapatnya, ia langsung menekan titik yingu di lutut kiri Linghu Chong, hawa panas pun menembus dari titik itu. Dewa Batang Persik berseru dengan marah, "Hei! Kau selalu membuat masalah untukku. Kita coba-coba saja untuk melihat sebenarnya perkataan siapa yang benar". Ia segera mengerahkan tenaga dalamnya, menambah aliran hawa murni yang disalurkannya.
 
Linghu Chong merasa hendak muntah dan juga hendak memuntahkan darah, dalam hati ia terus menerus mengeluh, "Celaka, celaka! Walaupun keenam orang ini masing-masing bermaksud baik, ingin menyelamatkan nyawaku, namun keenam kakak beradik ini tidak sependapat, setiap orang memakai caranya sendiri untuk menyembuhkanku, aku Linghu Chong kali ini benar-benar bernasib sial". Ia ingin berteriak meminta keenam dewa itu untuk berhenti, namun ia tak punya kekuatan untuk membuka mulutnya.
 
Terdengar Dewa Akar Persik berkata, "Ia terkena pukulan tapak di dadanya, sehingga terluka dalam, tentunya kita harus mengobati pembuluh taiyang nya dari tangan sampai ke paru-parunya. Aku akan memusatkan hawa murniku di titik-titik zhongfu, chize, kongzui, lieque, taiyuan, shaoshang miliknya". Dewa Batang Persik berkata, "Kakak pertama, dalam segala hal lain aku mengagumimu, akan tetapi dalam hal kepandaian menyembuhkan luka dengan hawa murni ini kau berada dibawahku. Bocah ini demam tinggi, itu berarti bahwa ada terlalu banyak yang di dalam tubuhnya, oleh karena itu kita harus mulai dari pembuluh yangming nya dari tangan sampai ke usus besarnya. Aku akan membuka titik-titik shangyang, hegu, shousanli, quchi, dan yingxiang nya". Dewa Cabang Persik berkata, "Salah, salah, salah besar!" Dewa Batang Persik berkata dengan gusar, "Kau tahu apa? Kenapa kau bilang aku salah besar?" Namun Dewa Akar Persik sangat girang, ia tersenyum dan berkata, "Sebenarnya adik ketiga mengerti ilmu pengobatan, maka ia tahu aku benar, sedangkan adik kedua salah". Dewa Daun Persik berkata, "Walaupun adik kedua salah, kakak pertama juga tidak benar. Kalian lihat tatapan mata bocah ini kosong, bibirnya bergetar, ia tak mau bicara......" (Linghu Chong diam-diam memaki, "Kenapa aku tak bisa bicara? Setelah kalian mengalirkan hawa murni dengan kacau balau ke dalam tubuhku, bagaimana aku bisa bicara?"). Dewa Daun Persik melanjutkan berbicara, "......tentunya otaknya kacau, pikirannya linglung, kita harus menyembuhkan pembuluh yangming dari kaki ke perutnya". (Linghu Chong memaki dalam hati, "Kalianlah yang otaknya kacau dan pikirannya linglung!") Setelah Dewa Daun Persik selesai berbicara, Linghu Chong merasa titik sibai yang berada di bawah rongga matanya sakit, titik dicang yang berada di sisi mulutnya kesemutan, menyusul titik daying di pipinya, titik jiache, titik touwei dan xiaguan di kepalanya terasa amat sakit. Selain itu ia juga merasa kesemutan dan gatal-gatal, otot-otot wajahnya kejang, hal ini disebabkan karena Dewa Daun Persik sedang berusaha mengalirkan tenaga melalui titik yangmingnya.
 
Dewa Biji Persik berkata, "Kau sudah mengobati dia terus-terusan, tapi dia masih tak bisa bicara, menurutku bukan otaknya yang sakit, tapi lidahnya yang kaku. Ini adalah sakit dingin, aku akan mengobatinya dengan menyalurkan hawa murni ke titik yinbai, taibai, gongsun, shangqiu dan deji, tapi......tapi......kalau tidak sembuh, kalian tak boleh menyalahkan aku". Dewa Batang Persik berkata, "Kalau tidak sembuh, berarti kau telah mencabut nyawanya, bagaimana itu bukan salahmu?" Dewa Biji Persik berkata, "Tapi kalau kau tak menyembuhkan dia, sedangkan kau tahu bahwa lidahnya kaku, dan tidak mengobati titik taiyangnya, bukankah itu berarti bahwa kau cuma membiarkan dia mati saja dan tidak menolongnya?" Dewa Cabang Persik berkata, "Kalau salah mengobati, keadaan akan jadi runyam".
 
Dewa Bunga Persik berkata, "Kalau salah mengobati, keadaan akan jadi runyam, tapi kalau kita tak bisa menyembuhkannya, keadaan juga jadi runyam. Kita sudah lama berusaha mengobatinya, namun tak berhasil menyembuhkannya. Kurasa dia pasti punya penyakit di jantungnya, harus diobati melalui pembuluh shaoyinnya. Jelas bahwa kuncinya terletak pada titik-titik shaohai, tongli, shenmen dan shaozhong". Dewa Biji Persik berkata, "Kemarin kau bilang kita harus mengobati titik shaoyang nya, tapi hari kini kau bilang kita harus mengobati titik shaoyinnya. Di titik shaoyang terkumpul tenaga yang, sedangkan di titik shaoyinterkumpul tenaga yin, yang satu yang, yang satu yin, kedua hal ini sama sekali berlawanan, sebenarnya menurutmu cara mana yang benar?" Dewa Bunga Persik berkata, "Yinmelahirkan yang, mereka adalah dua sisi dari suatu hal yang sama yang terbagi menjadi dua. Taiji [2] melahirkan dua wujud, dua wujud itu bergabung menjadi taiji. Kadang-kadang mereka terlihat sebagai dua wujud, kadang-kadang menjadi satu. Shaoyang dan shaoying adalah dua sisi dari wujud yang sama, namun tak bisa dianggap sama".
 
Linghu Chong diam-diam mengeluh, "Kau berdebat tak ada juntrungannya, bicara sembarangan, memangnya hidupku ini masalah sepele?"
 
Dewa Akar Persik berkata, "Kita sudah mencoba berbagai cara, tapi tak ada yang berhasil, aku sudah memutuskan untuk menggunakan suatu cara yang luar biasa". Dewa Batang Persik, Dewa Cabang Persik dan yang lain-lain serentak berkata, "Cara luar biasa apa?" Dewa Akar Persik berkata, "Jelas bahwa ini adalah penyakit yang aneh, karena sakitnya aneh, kita harus menotok titik-titik jalan darah yang tidak biasa. Aku akan menggunakan cara menotok lingxu dan menotok titik-titik yintang, jinlu, yuye, yuyao, bailao dan dua belas titik jing nya". Dewa Batang Persik dan yang lainnya serentak berkata, "Kakak pertama, kau tak bisa melakukannya, hal ini terlalu berbahaya".
 
Terdengar Dewa Akar Persik berkata dengan lantang, "Kenapa tak bisa dilakukan? Kalau kita tidak turun tangan, nyawa bocah ini tidak bisa dipertahankan". Linghu Chong merasakan titik-titik yintang, jinlu dan lain-lain seperti ditusuk-tusuk pisau tajam, sakitnya tak tertahankan, setelah itu ia sama sekali tak lagi bisa membedakan dari titik mana rasa sakit itu berasal. Ia membuka mulut hendak berteriak, namun ia sama sekali tak bisa bersuara. Tepat pada saat itu, suatu hawa panas dari titik taiyinnya tiba-tiba menyeruak keluar, menyusul titik shaoyinnya juga mengeluarkan hawa panas. Kedua aliran hawa murni itu saling bertabrakan. Tak lama kemudian, tiga aliran hawa panas lain masuk melalui tiga pembuluh yang berbeda ke berbagai titik jalan darahnya.
 
Dalam hati Linghu Chong mengeluh sekaligus merasa geram, rasa sakit di sekujur tubuhnya sukar ditahan, sebelumnya ketika Enam Dewa Lembah Persik mengobatinya secara ngawur, ia masih berada dalam keadaan tidak sadar, maka ia tidak merasakannya. Namun saat ini ia sepenuhnya sadar, tapi tak berdaya menghentikan kekacauan yang ditimbulkan oleh keenam orang itu. Ia merasakan enam macam hawa murni berkecamuk dalam tubuhnya dan saling bertabrakan, hati, empedu, ginjal, paru-paru, jantung, limpa, perut, usus besar, usus kecil, selaput jantung, sanjiao, seluruh organ dalam tubuhnya menjadi medan perang bagi tenaga dalam keenam bersaudara itu. Linghu Chong sangat geram, dalam hati ia berteriak, "Kalaupun kali ini aku tidak mati, di kemudian hari aku pasti akan mencabik-cabik tubuh kalian enam anjing menjadi berkeping-keping!" Dalam hati ia tahu jelas bahwa Enam Dewa Lembah Persik hanya bermaksud baik, lagipula mereka juga menggunakan tenaga dalam mereka untuk membantunya, suatu hal yang mengurangi simpanan tenaga dalam mereka, kalau bukan untuk seorang sahabat karib, tentunya mereka tidak akan sembarangan melakukannya, namun saat ini ia menderita seakan sedang direbus atau dipanggang hidup-hidup, sakitnya sulit ditahan, kalau saja ia bisa membuka mulut untuk berbicara, ia akan memaki mereka dengan kata-kata yang paling berbisa di kolong langit ini.
 
Enam Dewa Lembah Persik masing-masing menyalurkan hawa murni mereka untuk mengobatinya, namun pada saat yang sama mereka masih berdebat tanpa henti, mereka tidak tahu bahwa kali ini mereka telah membuat pembuluh darah dan organ-organ dalamnya kacau balau tak keruan macamnya. Sejak kecil Linghu Chong telah mempelajari ilmu tenaga dalam kelas satu Perguruan Huashan, walaupun ia belum menguasainya secara menyeluruh dan mendalam, ia telah mempelajari ilmu tenaga dalam perguruan aliran lurus terkemuka dan dasarnya amat kuat. Untungnya berkat dasar yang kuat itu, ia masih bisa bertahan walaupun keadaannya makin memburuk, dan tak langsung mati ketika Enam Dewa Lembah Persik mengobatinya dengan ngawur.
 
Enam Dewa Lembah Persik telah lama menyalurkan tenaga, namun mereka melihat bahwa detak jantung Linghu Chong melemah, napasnya makin lama makin berat, nampaknya sewaktu-waktu ia dapat berhenti bernapas. Mau tak mau mereka menjadi khawatir, Dewa Biji Persik berkata, "Aku tak mau meneruskan lagi, kalau aku terus melakukannya dan membunuh dia, dia akan jadi setan penasaran yang akan menghantuiku terus, apa nanti aku tidak mati ketakutan?" Ia menarik tangannya dari titik jalan darah Linghu Chong. Dewa Akar Persik berkata dengan geram, "Kalau bocah ini mati, dia akan menyalahkan kau duluan. Kalau dia jadi setan penasaran, dia akan gentayangan menghantuimu". Dewa Biji Persik menjerit dan melompat keluar jendela.
 
Dewa Batang Persik dan Dewa Cabang Persik susul menyusul menarik tangan mereka, yang satu mengerutkan dahi, dan yang satu menggelengkan kepala, mereka tak tahu harus berbuat apa.
 
Dewa Daun Persik berkata, "Kelihatannya bocah ini tak bisa bertahan, sekarang bagaimana?" Dewa Batang Pohon berkata, "Kalian pergi beritahu si biksuni kecil kalau dia tak kuat menerima pukulan si pendek itu, oleh karena itu dia lantas mati. Kita telah membalaskan dendamnya dengan mencabik-cabik si pendek itu jadi empat potong". Dewa Akar Persik berkata, "Kita bilang tidak kalau kita memakai tenaga dalam untuk mengobati lukanya?" Dewa Batang Persik berkata, "Hal ini sama sekali tak boleh diberitahukan padanya!" Dewa Akar Persik berkata, "Tapi kalau biksuni kecil itu tanya kenapa kita tidak berusaha menyembuhkan dia, lalu bagaimana?" Dewa Batang Persik berkata, "Kalau begitu kita bilang saja kalau kita sudah berusaha menyembuhkan dia tapi tak berhasil". Dewa Akar Persik berkata, "Apa biksuni kecil nanti tidak akan menuduh Enam Dewa Lembah Persik tak becus dan tak lebih baik dari enam ekor anjing?" Dewa Batang Persik murka, dan berkata dengan lantang, "Biksuni kecil memaki kita sebagai enam ekor anjing? Kurang ajar sekali!" Dewa Akar Persik berkata, "Biksuni kecil belum memaki, cuma aku yang bicara begitu". Dewa Batang Persik berkata, "Kau tahu dari mana dia akan memaki kita?" Dewa Akar Persik berkata, "Mungkin dia akan memaki". Dewa Batang Persik berkata, "Mungkin juga dia tidak akan memaki. Kau ini omong kosong apa?" Dewa Akar Persik berkata, "Kalau bocah ini mati, biksuni kecil akan marah besar, kemungkinan besar ia akan memaki". Dewa Batang Persik berkata, "Menurutku dia akan menangis keras-keras dan tak akan memaki". Dewa Akar Persik berkata, "Biksuni kecil sangat manis, aku lebih suka dia memaki kita sebagai enam ekor anjing daripada menangis keras-keras".
 
Dewa Batang Persik berkata, "Dia belum tentu memaki kita sebagai enam ekor anjing". Dewa Akar Persik bertanya, "Lantas dia memaki kita sebagai apa?" Dewa Batang Persik berkata, "Memangnya kita enam kakak beradik seperti anjing! Menurutku sedikitpun tidak ada miripnya. Mungkin dia akan memaki kita sebagai enam ekor kucing". Dewa Daun Persik menyela, "Kenapa? Memangnya kita mirip kucing?" Dewa Bunga Persik ikut terjun ke medan perang, "Kata-kata makian tidak perlu mirip dengan orang yang dimaki. Kita enam bersaudara manusia, kalau si biksuni kecil mengatai kita manusia, itu bukan memaki". Dewa Cabang Persik berkata, "Kalau dia memaki kita berenam semua manusia bodoh atau manusia jahat, ya dia memaki kita". Dewa Bunga Persik berkata, "Itu mendingan daripada enam ekor anjing". Dewa Cabang Persik berkata, "Bagaimana kalau enam ekor anjing itu anjing yang pintar, anjing yang becus, anjing yang punya pamor, anjing yang gagah atau enam anjing yang menjagoi dunia persilatan? Sebenarnya mendingan jadi orang atau jadi anjing?"
 
Linghu Chong sedang terbaring sambil terengah-engah sekarat di atas ranjang, tapi mendengar mereka berdebat tak henti-hentinya seperti itu, mau tak mau ia merasa geli, entah bagaimana, tiba-tiba sebuah aliran hawa murni menyeruak ke atas sehingga ia bisa bersuara, "Enam ekor anjing jauh lebih mending dari kalian!"
 
Kelima dewa lembah persik amat tercengang, mereka tak bersuara, namun terdengar Dewa Biji Persik bertanya dari balik jendela, "Kenapa lima ekor anjing lebih mending dari kami semua?" Kelima dewa lembah persik juga serentak bertanya, "Iya, kenapa lima ekor anjing lebih mending dari kami semua?"
 
Linghu Chong ingin memaki-maki, tapi saat ini ia sama sekali tak berdaya, maka dengan terbata-bata ia berkata, "Kalian......kalian bawa aku......bawa aku pulang ke Huashan......hanya......hanya guruku yang bisa menyelamatkan......menyelamatkan nyawaku". Dewa Akar Persik berkata, "Kenapa? Kenapa hanya gurumu yang bisa menyelamatkan nyawamu? Apa Enam Dewa Lembah Persik tidak bisa menyelamatkan nyawamu?" Linghu Chong mengangguk-angguk, ia membuka mulutnya, namun tak bisa berbicara.
 
Dewa Daun Persik berkata dengan gusar, "Masa? Apa hebatnya gurumu? Apa dia lebih lihai dibandingkan dengan kami Enam Dewa Lembah Persik?" Dewa Bunga Persik berkata, "Hah, suruh gurumu ke sini untuk bertanding dengan kami!" Dewa Batang Persik berkata, "Kita tangkap sepasang tangan dan kaki gurunya, lalu kita cabik menjadi empat potong!"
 
Dewa Biji Persik melompat masuk ke kamar dan berkata, "Bahkan semua lelaki dan perempuan di Huashan, semua akan kami cabik menjadi empat potong". Dewa Bunga Persik berkata, "Bahkan semua anjing, kucing, babi, kambing, ayam, bebek, kura-kura, ikan dan udang di Huashan akan kami pegangi keempat anggota tubuhnya, lalu kami cabik menjadi empat potong".
 
Dewa Cabang Persik berkata, "Ikan dan udang mana punya empat anggota tubuh? Bagaimana kita bisa memegangi keempat anggota tubuhnya?" Dewa Bunga Persik tertegun, lalu berkata, "Kita pegang kepala dan buntutnya, atau sirip atas dan sirip bawahnya, beres kan?" Dewa Cabang Persik berkata, "Tapi kepala ikan kan bukan keempat anggota tubuhnya?". Dewa Bunga Persik berkata, "Lho, memangnya kenapa?" Kalau bukan keempat anggota tubuhnya, ya sudah". Dewa Cabang Persik berkata, "Tentu saja ada artinya, karena bukan termasuk empat anggota tubuh, maka hal ini membuktikan bahwa kalimatmu yang pertama itu salah". Dewa Bunga Persik tahu bahwa Dewa Cabang Persik telah menemukan kelemahannya, tapi dia masih mencoba mengelak dengan bersilat lidah, "Kalimat pertamaku yang salah apa?" Dewa Cabang Persik berkata, "Kau bilang, 'Bahkan semua anjing, kucing, babi, kambing, ayam, bebek, kura-kura, ikan dan udang di Huashan akan kami pegangi keempat anggota tubuhnya, lalu kami cabik menjadi empat potong'. Bukankah kau berkata begitu?" Dewa Bunga Persik berkata, "Aku memang bilang begitu, tapi itu bukan kalimat pertamaku. Hari ini aku telah mengucapkan ratusan atau ribuan kalimat, bagaimana kau bisa bilang kalau kalimat itu adalah kalimat pertamaku? Kalau dihitung dari saat aku keluar dari rahim ibuku, entah berapa juta kalimat yang telah kuucapkan, lebih-lebih lagi kalimat tadi pasti bukan kalimat pertamaku". Dewa Cabang Persik tertegun dengan mulut mengangga dan tak bisa bicara apa-apa.
 
Dewa Cabang Persik berkata, "Kalau kura-kura bagaimana? Dewa Bunga Persik berkata, "Kura-kura kan punya kaki depan dan kaki belakang, tentu saja punya empat anggota tubuh". Dewa Batang Persik berkata, "Tapi kalau kita masing-masing memegangi keempat kaki depan dan belakang kura-kura, bagaimana kita bisa mencabiknya menjadi empat potong?" Dewa Bunga Persik berkata, "Kenapa tak bisa? Memangnya kura-kura punya kepandaian apa, sehingga bisa menangkis serangan kita enam bersaudara dan tidak bisa dicabik menjadi empat potong?" Dewa Batang Persik berkata, "Mencabik kura-kura menjadi empat potong itu gampang, tapi bagaimana dengan tempurungnya? Bagaimana kalian bisa mencabik kura-kura menjadi empat potong kalau kalian tak bisa mencabik tempurungnya? Kalau tak bisa mencabik tempurungnya, berarti kura-kura itu akan menjadi lima potong, bukan empat potong". Dewa Bunga Persik berkata, "Tempurung kura-kura itu satu bagian utuh, bukan satu potong, kau bilang lima potong, itu salah". Dewa Cabang Persik berkata, "Tapi di tempurung kura-kura seluruhnya ada tiga belas kotak-kotak, kalau kau bilang jadi empat potong itu salah, tapi kalau kau bilang lima potong juga salah".
 
Dewa Batang Persik berkata, "Aku bilang dicabik menjadi lima potong, bukan bahwa kotak-kotak di tempurung kura-kura itu seluruhnya ada lima potong. Kenapa kau jadi bingung begitu?" Dewa Akar Persik berkata, "Kau bilang kau mau mencabik kura-kura jadi empat potong, tapi kalau kau tak mencabik tempurungnya, kau cuma bisa bilang 'mencabik menjadi empat potong dan satu tempurung yang tak bisa dicabik'. Jadi kalau kau bilang 'dicabik menjadi lima potong' itu salah kaprah. Tak cuma salah kaprah tapi juga salah semuanya". Dewa Daun Persik berkata, "Kakak pertama, kau juga salah. Salah kaprah, bukan berarti salah semuanya. Salah semuanya bukan berarti salah kaprah. Dua hal ini sangat berbeda, bagaimana bisa dianggap sama?"
 
Linghu Chong mendengarkan mereka berdebat tak henti-hentinya, kalau saja hidupnya tidak sedang berada di ujung tanduk, ia pasti sudah tertawa terbahak-bahak karena perkataan mereka sangat kocak, akan tetapi semakin lama mendengarkan ia semakin kesal. Namun ia memikirkannya lagi, kali ini ia bertemu dengan enam orang aneh yang sangat  jarang ditemukan di kolong langit ini, suatu kebetulan yang sangat sukar terjadi. Ia beruntung sehingga bisa mendengarkan omongan kocak mereka dan bisa hadir dalam kesempatan semacam ini, hidupnya di di dunia ini boleh dibilang tak sia-sia, sungguh-sungguh sesuatu yang patut disulangi. Ketika berpikir sampai disini, mau tak mau semangatnya mengelora, maka ia berseru, "Aku......aku mau minum arak!"
 
Begitu Enam Dewa Lembah Persik mendengarnya, wajah mereka lantas menjadi gembira, mereka semua berseru, "Bagus sekali, bagus sekali!" Kalau dia ingin minum arak, artinya dia tak akan mati".
 
Linghu Chong mengerang, "Mau mati......juga tak apa......tak......tak mati juga tak apa. Pokoknya harus......harus minum......sepuasnya dulu".
 
Dewa Cabang Persik berkata, "Baik, baik! Aku ambilkan arak". Tak berapa lama kemudian, ia membawa sepoci arak besar ke dalam kamar.
 
Ketika Linghu Chong mencium harumnya arak, semangatnya lantas timbul, ujarnya, "Minumkan arak itu padaku". Dewa Cabang Persik menempelkan bibir poci di mulut Linghu Chong, lalu perlahan-lahan menuangkan arak itu. Setelah Linghu Chong minum sepoci arak itu hingga tandas, pikirannya bertambah terang, ujarnya, "Guruku...... sering bilang, "Orang gagah......di kolong langit ini......yang paling lihai adalah enam......enam......enam......" Enam Dewa Lembah Persik merasa tergelitik, mereka serentak bertanya, "Orang gagah paling lihai di kolong langit ini adalah enam apa?" Linghu Chong berkata, "Adalah enam......enam......enam......" Keenam dewa serentak berkata, "Enam Dewa Lembah Persik!" Linghu Chong berkata, "Tepat sekali. Kata guruku, ia ingin sekali minum beberapa cawan arak dengan Enam Dewa Lembah Persik dan bersahabat dengan mereka, lalu mohon mereka enam......enam orang......orang....." Enam Dewa Lembah Persik serentak berseru, "Enam pahlawan besar!" Linghu Chong berkata, "Benar, ingin mohon kalian enam pahlawan besar menunjukkan kepandaian kalian di hadapan seluruh murid-murid mengerahkan......mengerahkan kepandaian......"
 
Enam Dewa Lembah Persik berebutan berbicara, "Lalu bagaimana?" "Dari mana gurumu tahu kepandaian kami tinggi?" "Ketua Perguruan Huashan ternyata orang yang sangat baik, kita tidak boleh mematahkan sehelai rumput atau ranting pun di Huashan". "Itu sudah pasti, siapa pun yang mematahkan sehelai rumput atau ranting di Huashan tak akan kita ampuni". "Kami ingin sekali bersahabat dengan gurumu, ayo ke Huashan sekarang!"
 
Linghu Chong cepat-cepat menyela, "Benar, ayo ke Huashan sekarang!"
 
Enam Dewa Lembah Persik segera mengusung Linghu Chong dan berangkat. Setelah berjalan beberapa lama, Dewa Akar Persik sekonyong-konyong berkata, "Aiyo, salah! Biksuni kecil ingin kita membawa bocah ini untuk menemuinya, kenapa kita malah membawanya ke Huashan? Kalau kita tidak membawa bocah ini menemui si biksuni kecil, bagaimana kita bisa......bisa......bisa mengalahkannya lagi? Menang dua kali berturut-turut, bukankah ini sangat memalukan?" Dewa Batang Persik berkata, "Kali ini kakak tertua berkata benar, kita bawa dia menemui si biksuni kecil dulu, baru ke Huashan, supaya kita tidak menang lagi". Keenam orang itu berbalik dan berjalan ke selatan.
 
Linghu Chong sangat cemas, ia bertanya, "Si biksuni kecil mau bertemu orang hidup atau orang mati?"
 
Dewa Akar Persik berkata, "Tentu saja bertemu dengan bocah yang hidup, bukan bocah yang mati". Linghu Chong berkata, "Kalau kalian tak membawaku ke Huashan, aku akan memutus urat nadiku dan setelah itu tidak akan hidup kembali lagi". Dewa Biji Persik berkata dengan girang, "Ilmu tenaga dalammu pasti sangat tinggi hingga bisa memutus urat nadi, mohon ajari kami". Dewa Batang Persik berkata, "Begitu kau belajar kungfu ini, kau akan langsung mampus, buat apa kau mempelajarinya?" Dengan terengah-engah Linghu Chong berkata, "Masih ada gunanya, kalau ada orang yang......orang yang memaksa kalian berbuat sesuatu, hingga hidup segan matipun tak mau, tak bisa menahan rasa khawatir, lebih baik memutus urat nadi sendiri......begitu saja".
 
Raut wajah Enam Dewa Lembah Persik serentak berubah, "Si biksuni kecil ingin menjumpaimu, ia tak punya maksud buruk. Kami juga tak memaksamu". Linghu Chong menghela napas, "Walaupun kalian berenam bermaksud baik, tapi kalau aku tak melapor pada guru dan memperoleh izinnya, lebih baik aku mati daripada menurut. Lagipula guru dan ibu guruku selalu ingin bertemu dengan......bertemu dengan enam......enam orang....." Enam Dewa Lembah Persik serentak berkata, "Pahlawan besar!" Linghu Chong mengangguk-angguk.
 
Dewa Akar Persik berkata, "Baik, kami akan mengantarmu pulang ke Huashan!"
 
* * *
 
Beberapa shichen kemudian, ketujuh orang yang berjalan bersama-sama itu telah tiba di Huashan.
 
Begitu para murid Huashan melihat ketujuh orang itu, mereka segera lari pontang panting memberitahu Yue Buqun. Begitu mendengar keenam orang aneh yang menculik Linghu Chong telah kembali, suami istri Yue Buqun, walaupun terkejut, segera memimpin para murid untuk menyambut mereka. Enam Dewa Lembah Persik datang dengan amat cepat, baru saja suami istri Yue Buqun keluar dari Aula Hawa Murni, mereka telah melihat keenam orang itu berjalan di atas jalan yang berlapiskan batu. Dua orang diantara mereka mengusung sebuah tandu, Linghu Chong terbaring di atas tandu itu.
 
Nyonya Yue bergegas menerjang ke depan untuk melihat dengan lebih jelas, ketika ia melihat kedua pipi Linghu Chong cekung dan wajahnya pucat, ia memeriksa denyut nadinya. Ia merasakan bahwa denyut nadinya kacau, hidupnya berada di ujung tanduk, maka ia menjerit ketakutan, "Chong er, Chong er!" Linghu Chong membuka mata dan berkata dengan lirih, "Ibu......ibu......ibu guru!" Air mata memenuhi rongga mata Nyonya Yue, ia berkata, "Chong er, ibu guru akan membalaskan dendammu". "Sret!" Pedang pun terlolos dari sarungnya, ia hendak menikam ke arah Dewa Bunga Persik yang sedang mengusung tandu.
 
Yue Buqun berseru, "Tunggu dulu!" Ia menjura ke arah Enam Dewa Lembah Persik seraya berkata, "Kalian berenam sudah sudi berkunjung ke Huashan, kami tak sempat menyambut, mohon maafkan kami. Kami tak tahu siapa gerangan nama kalian berenam yang mulia dan dari perguruan mana kalian berasal".
 
Begitu mendengarnya, Enam Dewa Lembah Persik sangat marah sekaligus putus asa. Setelah mendengar perkataan Linghu Chong, mereka mengira bahwa Yue Buqun benar-benar sangat mengagumi mereka enam bersaudara, tak tahunya begitu membuka mulutnya, ia langsung menanyakan nama mereka, jelas bahwa ia tak mengenal Enam Dewa Lembah Persik. Dewa Akar Persik berkata, "Kami dengar kau sangat mengagumi kami enam bersaudara, apa itu sama sekali tidak benar? Kau benar-benar tak tahu apa-apa, sungguh keterlaluan!" Dewa Batang Persik berkata, "Kau pernah berkata bahwa diantara para pahlawan di kolong langit ini, yang paling lihai adalah Enam Dewa Lembah Persik. Aha, aku tahu! Pasti kau sudah lama mendengar tentang nama besar Enam Dewa Lembah Persik yang mengelegar bagai guntur, tapi tak tahu kalau kami adalah Enam Dewa Lembah Persik, pantas saja". Dewa Cabang Persik berkata, "Kakak kedua, dia berkata kalau dia ingin sekali minum beberapa cawan arak dengan Enam Dewa Lembah Persik dan bersahabat dengan kita. Sekarang kita berenam sudah naik gunung, tapi kelihatannya dia tidak senang, dan juga kelihatannya tidak ingin mengajak kita minum arak, ternyata ia sudah mendengar nama enam dewa tapi tidak mengenali wajah enam dewa. Hahaha, lucu sekali, lucu sekali!"
 
Ketika mendengar perkataan mereka, Yue Buqun sama sekali tak mengerti ujung pangkalnya, maka dengan dingin ia berkata, "Kalian menyebut diri kalian Enam Dewa Lembah Persik, Yue Buqun hanya orang biasa, aku tak berani berteman dengan kalian para dewa".
 
Raut wajah Enam Dewa Lembah Persik kontan menjadi cerah, Dewa Cabang Persik berkata, "Jangan khawatir. Kami enam dewa adalah sahabat muridmu, tidak ada jeleknya kalau kami juga berteman denganmu". Dewa Biji Persik berkata, "Walaupun ilmu silatmu rendah, kami tak akan memandang rendah kau, kau jangan khawatir". Dewa Bunga Persik berkata, "Kalau dalam ilmu silat ada yang tak kau mengerti, kau jangan segan bertanya, kami pasti bisa memberimu petunjuk".
 
Yue Buqun tersenyum hambar, "Banyak terima kasih".
 
Dewa Batang Persik berkata, "Tak usah sungkan-sungkan. Kami Enam Dewa Lembah Persik telah menganggapmu teman, maka kami akan memberitahukan semuanya kepadamu". Dewa Biji Persik berkata, "Bagaimana kalau kami menunjukkan beberapa jurus supaya kalian semua di Perguruan Huashan terbuka matanya?"
 
Nyonya Yue tak tahu bahwa keenam orang ini lugu dan sederhana, tak mengerti seluk beluk dunia, dan bahwa dalam perkataan mereka hanya ada maksud baik. Ketika mendengar mereka berbicara tanpa aturan seperti itu, ia merasa sangat geram, saat ini ia tak kuasa lagi menahan diri, maka ia menghunus pedangnya dan mengacungkannya ke arah dada Dewa Bunga Persik, lalu dengan lantang ia menegur, "Baik, aku mohon petunjuk di bawah senjata kalian". Dewa Biji Persik tertawa, "Kami Enam Dewa Lembah Persik sangat jarang turun tangan dengan memakai senjata, kau pernah berkata bahwa kau mengagumi ilmu silat kami, masa kau tak tahu?"
 
Nyonya Yue mengira bahwa perkataan ini mengejeknya, "Aku tidak tahu!" Pedangnya pun lantas menusuk ke depan.
 
Jurus pembuka ini amat cepat, gerakan pedangnya juga amat ganas. Dewa Biji Persik sama sekali tak punya rasa permusuhan terhadapnya, mereka sama sekali tak mengira bahwa Nyonya Yue benar-benar akan menyerang, tiba-tiba ujung pedangnya yang berkilat-kilat telah tiba di depan dadanya, kalau ia mau melawan, dengan ilmu silatnya yang tinggi, ia masih dapat melakukannya, hanya saja hatinya memang terlalu kecil, seketika itu juga ia tertegun dan tak bisa bergerak saking takutnya, maka pedangpun menembus dadanya.
 
Dewa Cabang Persik cepat-cepat menerjang dan memukul bahu Nyonya Yue. Tubuh Nyonya Yue bergoyang-goyang, ia mundur dua langkah, pedangnya terlepas dari tangannya, pedang yang menancap di dada Dewa Biji Persik itu masih bergetar. Dewa Akar Persik berlima serentak berseru kaget. Dewa Cabang Persik memapah Dewa Biji Persik dan bergegas mundur. Keempat dewa lainnya segera menerjang, dengan sangat cepat mereka memegang tangan dan kaki Nyonya Yue dan mengusungnya.
 
Yue Buqun tahu bahwa begitu keempat orang itu bergerak ke empat penjuru yang berlawanan, mereka akan mencabik tubuh Nyonya Yue menjadi empat, walaupun ia biasanya bisa bersikap tenang, namun menghadapi keadaan ini, ketika pedangnya menuding ke arah Dewa Akar Persik dan Dewa Daun Persik, tak nyana pergelangan tangannya bergetar.
 
Linghu Chong terbaring di atas tandu, ketika ia melihat sang ibu guru berada dalam keadaan genting, ia cepat-cepat melompat berdiri dan berteriak keras-keras, "Jangan lukai ibu guruku, kalau tidak aku akan memutuskan urat nadiku!" Setelah ia meneriakkan dua kalimat itu, darah segar kontan menyembur dengan deras dari mulutnya, seketika itu juga ia pun jatuh pingsan.
 
Dewa Akar Persik menghindari serangan Yue Buqun sambil berteriak, "Bocah itu akan memutus urat nadinya, tak bisa dibiarkan! Lepas perempuan ini!" Keempat dewa melepaskan Nyonya Yue, karena mereka mengkhawatirkan nyawa Dewa Biji Persik, mereka lantas mengejar Dewa Cabang Persik dan Dewa Biji Persik.
 
* * *
 
Pada saat yang sama, Yue Buqun dan Yue Lingshan memburu ke sisi Nyonya Yue, ketika mereka hendak membantunya berdiri, Nyonya Yue sudah berdiri, perasaan takut sekaligus marah bercampur baur dalam dirinya, wajahnya pucat pasi, tubuhnya berkali-kali gemetar. Yue Buqun berkata dengan suara rendah, "Adik tak usah gusar, kita pasti akan balas dendam. Keenam orang itu adalah musuh yang tangguh, untungnya kau sudah membunuh salah satu diantara mereka".
 
Nyonya Yue ingat keadaan saat Cheng Buyou dicabik-cabik oleh Enam Dewa Lembah Persik, jantungnya berdebar-debar tak keruan, dengan suara gemetar ia berkata, "Ini......ini......ini......" Tubuhnya menggigil dan ia tak bisa bicara.
 
Yue Buqun tahu bahwa sang istri sangat terkejut, maka ia berkata pada putrinya, "Shan er, kau temani Mama ke kamar untuk berisitirahat". Saat  memperhatikan Linghu Chong, ia melihat bahwa wajah dan lehernya berlumuran darah segar dan napasnya lemah, sudah lebih banyak napas yang keluar daripada yang masuk, kelihatannya ia sukar bertahan.
 
Yue Buqun menekan titik lingtai di punggungnya, ia hendak menggunakan tenaga dalamnya yang tinggi untuk menyelamatkan nyawanya, tapi begitu ia mengalirkan tenaganya, ia merasakan ada beberapa tenaga yang sangat aneh dalam tubuh Linghu Chong menyerang balik hingga telapaknya hampir terlepas, mau tak mau ia sangat terkejut. Tak lama kemudian ia mengetahui bahwa beberapa tenaga yang aneh dalam tubuh Linghu Chong itu saling bertumbukan sendiri, tak henti-hentinya saling melawan.
 
Ketika ia menekan titik shanzhong di dada Linghu Chong, telapaknya tergetar keras, bahkan tak nyana dadanya sendiri juga terasa agak nyeri, kali ini Yue Buqun sangat tercengang, ia merasa bahwa beberapa aliran hawa murni dalam tubuh Linghu Chong itu gerakannya liar dan aneh, jelas bahwa tenaga-tenaga itu adalah tenaga dalam orang lain yang sangat hebat. Setiap aliran hawa murni itu masih agak lebih lemah dibandingkan dengan 'Ilmu Awan Lembayung' miliknya, namun kalau dua diantaranya bergabung menjadi satu, atau kalau semuanya menjadi satu kesatuan, ia tak bisa melawannya. Setelah memeriksanya dengan teliti, ia sadar bahwa di dalam tubuh Linghu Chong ada enam aliran hawa murni yang aneh. Yue Buqun tak berani menekan lagi dan menarik telapaknya sambil berpikir, "Ada enam aliran hawa murni, tentunya keenam orang aneh itulah yang telah mengalirkannya ke dalam tubuh Chong er. Keenam orang aneh itu begitu kejam, setiap orang mengalirkan tenaga mereka ke enam pembuluh yang berbeda supaya Chong er menderita, tak bisa hidup tapi juga tak bisa mati". Ia mengerutkan dahi sambil menggeleng-geleng, lalu menyuruh Gao Genming dan Lu Dayou mengusung Linghu Chong ke kamar dalam, sedangkan ia sendiri menjenguk sang istri.
 
Nyonya Yue masih merasa terguncang, ia duduk di sisi ranjang sambil mengengam tangan putrinya, wajahnya masih pucat pasi, denyut nadinya tak teratur, begitu ia melihat Yue Buqun, ia langsung bertanya, "Chong er bagaimana? Apa lukanya serius?" Yue Buqun memberitahu tentang bagaimana di dalam tubuh Linghu Chong berkecamuk enam aliran tenaga orang lain yang saling berlawanan. Nyonya Yue berkata, "Kita harus memunahkan keenam tenaga asing itu satu demi satu, hanya saja apakah masih ada waktu untuk melakukannya?" Yue Buqun mendongak sambil mengumam, setelah beberapa lama, ia berkata, "Adik, menurutmu apa maksud keenam orang aneh itu membuat Chong er menderita?"
 
Nyonya Yue berkata, "Mereka ingin Chong er bertekuk lutut mengakui kekalahan, atau untuk memaksanya membuka rahasia perguruan kita. Tentu saja Chong er lebih suka mati dari pada menurut, oleh karenanya kelima orang buruk rupa itu menyiksa dia". Yue Buqun mengangguk, "Sepertinya memang begitu. Tapi di perguruan kita tidak ada rahasia apa-apa. Keenam orang aneh itu juga sama sekali belum pernah bertemu dengan kita suami istri. Mereka menangkap Chong er dan membawanya pergi, lalu mengembalikannya lagi, untuk apa?" Nyonya Yue berkata, "Jangan jangan.....", ia tidak meneruskan bicaranya karena berpikir bahwa pendapatnya itu tidak masuk akal. Ia menggeleng, "Tak mungkin".
 
Sepasang suami istri itu saling memandang tanpa berbicara sepatah kata pun, keduanya mengerutkan dahi sambil berpikir.
 
Yue Lingshan menyela, "Walaupun di perguruan kita tidak ada rahasia, namun ilmu silat Perguruan Huashan terkenal di kolong langit, mungkin keenam orang aneh itu menculik kakak pertama untuk memaksanya memberitahukan inti ilmu tenaga dalam dan pedang perguruan kita". Yue Buqun berkata, "Hal ini juga sudah terpikir olehku, namun ilmu tenaga dalam Chong er tidak tinggi, sedangkan tenaga dalam keenam orang aneh itu sendiri amat tinggi, mereka bisa langsung tahu hal itu dengan sekali pandang saja. Sedangkan mengenai ilmu luar, aliran ilmu silat keenam orang aneh itu sama sekali tidak mirip dengan ilmu pedang Perguruan Huashan, tak mungkin mereka bersusah payah untuk mencari tahu tentang ilmu perguruan kita. Lagipula kalau mereka ingin menanyainya, seharusnya mereka melakukannya di tempat yang jauh dari Huashan, dan perlahan-lahan menyiksanya, untuk apa mereka membawanya pulang kemari?" Nyonya Yue mendengar bahwa nada suaranya makin lama makin yakin, setelah sekian tahun menjadi istrinya, ia tahu bahwa sang suami sudah memecahkan misteri itu, tanyanya, "Sebenarnya apa alasan dibalik perbuatan mereka itu?"
 
Dengan wajah serius, Yue Buqun berkata perlahan-lahan, "Memakai luka Chong er untuk menguras tenaga dalamku".
 
Nyonya Yue bangkit dan berkata, "Benar! Demi menyelamatkan nyawa Chong er, kau akan terpaksa memakai tenaga dalammu untuk memunahkan keenam hawa murni itu, pada saat kau telah hampir menyelesaikan pekerjaan itu, keenam orang buruk rupa itu akan muncul, menunggu sampai kau kehabisan tenaga, lalu membunuh kita". Setelah berhenti sejenak, ia berkata lagi, "Untungnya sekarang hanya tinggal lima orang aneh saja. Kakak, barusan ini mereka jelas jelas sudah menangkapku, tapi kenapa begitu mereka mendengar Chong er bicara, mereka langsung melepaskan aku?" Ketika ia mengingat bahaya besar yang baru dialaminya, dalam hatinya masih tersisa rasa takut, maka mau tak mau suaranya bergetar.
 
Yue Buqun berkata, "Aku sudah memikirkan masalah ini. Kau telah membunuh salah seorang dari antara mereka, bukankah itu membuat mereka sangat benci pada kita? Tapi mereka takut Chong er akan memutus urat nadinya sendiri, maka mereka langsung melepaskanmu. Coba kau pikir, kalau mereka tak punya suatu muslihat besar, masa mereka begitu menghargai hidup Chong er?"
 
Nyonya Yue mengumam, "Keji sekali! Kejam sekali!" Ia berpikir, "Ketika keempat monster itu mencabik-cabik Cheng Buyou, mereka turun tangan dengan begitu kejam. Hal ini sangat jarang terdengar di dunia persilatan, dalam dua hari ini, kalau mengingatnya jantungku kontan berdebar-debar. Rencana Feng Buping untuk merebut kedudukan ketua Perguruan Huashan terhenti dan ia turun gunung dengan kecewa bersama Lu Bai dan yang lain-lain. Untuk sementara keenam orang aneh itu menghindarkan Perguruan Huashan dari kesusahan. Siapa yang tahu bahwa mereka lalu malah membuat masalah di Huashan? Apa yang dipikirkan kakak tentu benar". Ia berkata, "Kau tak bisa menggunakan tenaga dalammu untuk menyembuhkan luka Chong er. Walaupun tenaga dalamku jauh dibawahmu, namun aku harap bisa membantu mempertahankan hidupnya untuk sementara ini". Sambil berbicara ia melangkah ke pintu kamar.
 
Yue Buqun berseru, "Adik!" Nyonya Yue berpaling. Yue Buqun menggeleng, "Jangan, tak ada gunanya. Keenam hawa murni sesat yang aneh itu sangat dahsyat". Nyonya Yue berkata, "Mereka hanya bisa dipunahkan dengan 'Ilmu Awan Lembayung' milikmu, benar tidak? Jadi bagaimana?" Yue Buqun berkata, "Saat ini kita hanya bisa berjalan selangkah demi selangkah dan melihat apa yang terjadi. Sekarang kita harus membuatnya tetap bernapas, hal itu toh tidak akan menguras banyak tenaga dalamku".
 
Ketiga orang itu masuk ke kamar dimana Linghu Chong sedang terbaring. Ketika Nyonya Yue melihat napasnya begitu lemah, ia tak bisa menahan air matanya bercucuran, ia hendak memeriksa denyut nadinya, namun Yue Buqun memegangi tangan Nyonya Yue sambil menggeleng-gelengkan kepalanya, lalu melepaskan tangannya. Ia menempelkan kedua telapak tangannya ke sepasang telapak tangan Linghu Chong, lalu perlahan-lahan menyalurkan tenaga dalamnya. Ketika tenaga dalamnya bersentuhan dengan tenaga di dalam tubuh Linghu Chong, sekujur tubuh Yue Buqun bergetar hebat, wajahnya nampak keunguan, dan ia mundur selangkah.
 
Sekonyong-konyong Linghu Chong membuka mulutnya dan berbicara, "Adik......Adik Lin dimana?" Yue Lingshan berkata dengan heran, "Untuk apa kau mencari si Lin kecil?" Kedua mata Linghu Chong masih terpejam rapat, ia berkata, "Ayahnya......saat sekarat, memberiku pesan untuk disampaikan......disampaikan kepadanya. Aku......aku selalu tak punya waktu untuk bicara dengan dia......aku tak bisa bertahan, cepat......cepat suruh dia kemari". Air mata Yue Lingshan bercucuran, ia menutupi wajahnya dan berlari keluar.
 
Murid-murid Perguruan Huashan menanti di balik pintu. Begitu mendengar pesan Yue Lingshan, Lin Pingzhi langsung masuk ke kamar dan melangkah ke depan dipan Linghu Chong, ujarnya, "Kakak pertama, jagalah dirimu baik baik". Linghu Chong berkata, "Apa......apa ini Adik Lin?" Lin Pingzhi berkata, "Ini aku". Linghu Chong berkata, "Saat......ayahmu meninggal, aku ada......aku ada di sisinya, beliau ingin aku memberitahu.....memberitahumu....." Ketika ia berbicara sampai disini, suaranya makin melemah. Semua orang menahan napas, kamar itu sunyi senyap. Setelah beberapa saat, Linghu Chong menarik napas dan berkata, "Dia berkata bahwa benda di rumah tua......di rumah tua di Gang Xiangyang......di Fuzhou itu, harus......harus kau jaga baik baik. Tapi......tapi kau dilarang.....dilarang keras membacanya, kalau tidak......kalau tidak akan timbul bencana yang tak ada habis-habisnya......"
 
Lin Pingzhi berkata dengan heran, "Rumah tua di Gang Xiangyang? Sudah lama tak ada orang yang tinggal disana, tidak ada sesuatu yang penting disitu. Ayah melarangku membaca apa?"
 
Linghu Chong berkata, "Aku tak tahu. Ayahmu......ingin aku menyampaikan......dua kalimat itu......kepadamu, selain itu tidak ada perkataan lain......lalu mereka......mereka meninggal". Suaranya melemah lagi.
 
Keempat orang itu menunggu untuk beberapa lama, namun Linghu Chong tak pernah berbicara lagi. Yue Buqun menghela napas dan berkata kepada Lin Pingzhi dan Yue Lingshan, "Kalian temanilah kakak pertama, kalau keadaan lukanya berubah, segera beritahu aku". Mereka berdua mengangguk.
 
* * *
 
Catatan Kaki
 
[1] Tiga rongga dalam tubuh manusia yang berisi organ-organ dalam.
 
[2] Yang Absolut dalam kosmologi China, sumber dari segala sesuatu.


Suami istri Yue Buqun kembali memasuki kamar mereka, ketika memikirkan luka Linghu Chong yang sulit disembuhkan, mereka merasa sedih. Tak berapa lama kemudian, air mata Nyonya Yue mengalir, perlahan-lahan berjatuhan dari kedua pipinya.
 
Yue Buqun berkata, "Kau tak usah bersusah hati. Kita akan membalas dendam pada musuh-musuh Chong er". Nyonya Yue berkata, "Karena enam orang aneh itu sudah merencanakan muslihat berbisa ini, mereka pasti akan kembali, kalau kita melawan mati-matian, kita belum tentu kalah......" Yue Buqun menggeleng, "Empat kata ini "kita belum tentu kalah", lebih mudah dikatakan dari pada dilakukan. Kalau kita suami istri melawan tiga dari antara mereka, paling bagus kita akan seri, kalau melawan empat orang dari antara mereka, kemungkinan besar kita akan kalah. Kalau mereka berlima serentak menyerang......" Sambil berbicara ia perlahan-lahan menggeleng.
 
Nyonya Yue sebenarnya tahu bahwa mereka berdua tak bisa melawan kelima orang aneh itu, namun ia tahu bahwa ilmu silat sang suami sudah maju pesat sejak ia menguasai 'Ilmu Awan Lembayung' beberapa tahun belakangan ini, oleh karena itu ia berharap bahwa masih ada kesempatan untuk menang. Namun begitu mendengarnya berkata begitu, ia menjadi sangat cemas, ia berkata, "Kalau begitu bagaimana? Apa kita harus berpangku tangan saja menunggu kematian?" Yue Buqun berkata, "Kau jangan putus asa, seorang lelaki sejati harus bisa menyesuaikan diri dengan keadaan. Menang atau kalah tidak harus seketika ditentukan. Bagi seorang ksatria, membalas dendam sepuluh tahun kemudian juga belum terlambat". Nyonya Yue berkata, "Maksudmu kita akan lari?"
 
Yue Buqun berkata, "Bukan lari, tapi menghindar untuk sementara, musuh banyak sedangkan kita sedikit, kita suami istri juga cuma berdua, bagaimana bisa melawan lima orang yang saling membantu? Lagipula kau telah membunuh seorang aneh, sebenarnya saat ini kita berada di atas angin, kalau kita sementara ini menghindar, kita tak akan menenggelamkan pamor Perguruan Huashan. Apa lagi kalau kita tidak bicara pada orang lain, orang luar belum tentu akan tahu masalah ini".
 
Nyonya Yue berkata sambil tersedu sedan, "Walaupun aku telah membunuh seorang aneh, namun hidup Chong er sulit dipertahankan, kita cuma......cuma seri saja. Chong er......" Setelah berhenti sejenak, ia berkata, "Baiklah, kita turuti katamu, kita bawa Chong er bersama kita sambil perlahan-lahan berusaha mencari jalan untuk menyembuhkan lukanya".
 
Yue Buqun mengumam namun tak berkata apa apa. Nyonya Yue berkata dengan cemas, "Maksudmu kau tak mau membawa Chong er pergi bersama kita?" Yue Buqun berkata, "Luka Chong er amat parah, kalau kita membawanya bepergian dengan buru-buru, tak sampai setengah shichen saja nyawanya akan melayang". Nyonya Yue berkata, "Lalu......lalu bagaimana? Apa benar-benar tak ada cara untuk menyelamatkan dia?" Yue Buqun menghela napas, "Ai, pada hari itu aku bermaksud untuk mengajarinya 'Ilmu Awan Lembayung', siapa yang tahu bahwa ia malah berkhayal yang tidak-tidak dan tersesat ke jalan iblis Faksi Pedang. Andaikan saat itu ia telah mempelajari rumus rahasia itu, kalaupun ia hanya mempelajari satu atau dua halaman saja, saat ini ia akan sudah bisa mengobati lukanya sendiri dan boleh jadi tak dibuat susah oleh enam aliran hawa murni yang sesat itu".
 
Nyonya Yue segera bangkit dan berkata, "Kita tak boleh terlambat, ajarilah dia 'Ilmu Awan Lembayung' saat ini juga, walaupun ia sedang luka parah hingga tak bisa menangkap keseluruhannya, namun lebih baik daripada ia sama sekali tak belajar. Kalau tidak, tinggalkan kitab 'Ilmu Awan Lembayung' itu agar ia dapat mempelajarinya".
 
Yue Buqun menarik tangannya dan berkata dengan lembut, "Adik, aku menyayangi Chong er, sama sekali tak ada bedanya dengan kau. Tapi pikirlah, saat ini lukanya begitu parah, bagaimana ia bisa mendengarkan kita mengajarkan rumus dan berlatih ilmu itu? Kalau aku memberikan kitab 'Ilmu Awan Lembayung' kepadanya supaya ia bisa mempelajarinya saat pikirannya sudah agak terang, begitu lima orang aneh itu datang mencarinya dan Chong er tak berdaya membela dirinya sendiri, kitab rahasia yang paling berharga Perguruan Huashan kita apakah nanti tidak jatuh ke tangan lima orang aneh itu? Kalau orang-orang aliran sesat seperti itu memperoleh rumus ilmu tenaga dalam aliran lurus perguruan kita, apa mereka nanti tidak menjadi seperti harimau yang tumbuh sayapnya dan mengacaukan dunia? Aku Yue Buqun akan dikutuk orang sepanjang zaman".
 
Nyonya Yue berpikir bahwa perkataan suaminya sangat masuk akal, namun tak bisa tidak ia menatapnya dengan nanar sambil melelehkan air mata.
 
Yue Buqun berkata, "Kelima orang aneh itu tak dapat ditebak tindak tanduknya, kita harus segera bertindak. Kita berangkat sekarang".
 
Nyonya Yue berkata, "Apa kita akan meninggalkan Chong er disini dan membiarkan kelima orang aneh itu menyiksanya lagi? Aku akan tinggal disini untuk melindunginya". Begitu ia mengucapkan perkataan itu, ia langsung sadar bahwa ini hanyalah pemikiran spontan seorang ibu rumah tangga biasa, tak cocok dengan kedudukannya sebagai 'Pendekar Wanita Huashan', kalau kali ini ia tinggal, itu sama dengan menghantar satu nyawa lagi dengan sia-sia, bagaimana ia bisa melindungi Linghu Chong? Lagipula, kalau ia tinggal, bagaimana suami dan putrinya akan mau turun gunung? Ia cemas sekaligus sedih, maka mau tak mau air matanya pun mengalir deras bagai mata air.
 
Yue Buqun menggeleng-gelengkan kepalanya seraya menghela napas panjang, ia menyisihkan bantal dan mengambil sebuah kotak besi tipis dari baliknya, membuka tutup kotak, lalu mengeluarkan sebuah kitab bersampul kain brokat. Ia menyembunyikan kitab itu di balik saku dadanya, membuka pintu dan melangkah keluar.
 
Ia melihat Yue Lingshan menunggu di balik pintu, katanya, "Ayah, kelihatannya kakak pertama......kakak pertama tak bisa bertahan". Yue Buqun terkejut, "Ada apa?" Yue Lingshan berkata, "Ia meracau tak keruan, makin lama pikirannya makin tak terang". Yue Buqun berkata, "Ia meracau tentang apa?" Wajah Yue Lingshan memerah, "Aku juga tak mengerti dia meracau tentang apa".
 
Ternyata setelah Linghu Chong menerima enam aliran hawa murni yang saling berlawanan dari Enam Dewa Lembah Persik, ketika ia dengan pikiran bingung melihat Yue Lingshan berdiri di sampingnya, ia berkata tanpa berpikir, "Adik kecil, aku......aku sangat merindukanmu! Apa kau jatuh cinta pada Adik Lin, lalu tak memperdulikanku lagi?" Yue Lingshan sama sekali tak menyangka bahwa ia bisa menanyakan hal-hal semacam itu di depan Lin Pingzhi, mau tak mau kedua pipinya memerah dan ia merasa sangat rikuh. Terdengar Linghu Chong berkata lagi, "Adik kecil, aku tahu bahwa kau dari kecil tumbuh besar bersamaku, bermain dan berlatih ilmu pedang bersama, aku......aku benar-benar tak tahu bagaimana aku telah membuatmu tersinggung, kalau kau mau marah padaku, pukul atau maki aku, atau kalau kau mau......menusuk-nusuk tubuhku dengan pedang, aku tak akan mengeluh sepatah katapun. Tapi jangan perlakukan aku dengan dingin seperti ini, mengacuhkanku......" Perkataan ini dalam beberapa bulan terakhir ini entah sudah berapa kali diulanginya dalam hati, kalau pikirannya jernih, walaupun ia sendirian bersama Yue Lingshan, tak mungkin ia berani mengatakannya. Saat ini ia sama sekali tak kuasa menahan dirinya dan mengucapkan perkataan yang berasal dari lubuk hatinya yang terdalam.
 
Lin Pingzhi sangat jengah, ia berkata, "Aku keluar dulu sebentar".
 
Yue Lingshan berkata, "Jangan, jangan! Kau tetap disini mengawasi kakak pertama". Ia cepat-cepat berlari ke depan kamar ayah ibunya, dan kebetulan mendengar mereka membicarakan bagaimana 'Ilmu Awan Lembayung' bisa menyembuhkan luka. Ia tak berani menerjang masuk dan memotong pembicaraan ayah ibunya, maka ia menunggu di balik pintu.
 
Yue Buqun berkata, "Sampaikan perintahku supaya semua orang berkumpul di Aula Hawa Murni". Yue Lingshan menjawab, "Baik. Kakak pertama bagimana? Siapa yang akan merawatnya?" Yue Buqun berkata, "Kau suruh Dayou merawatnya". Yue Lingshan menjawab, lalu segera menyampaikan perintah.
 
* * *
 
Tak lama kemudian, para murid Huashan telah berbaris sesuai urutan masing-masing di Aula Hawa Murni.
 
Yue Buqun duduk di kursi tengah, Nyonya Yue duduk di sisinya. Yue Buqun memandangi mereka dengan sekilas dan melihat bahwa semua murid telah hadir, kecuali Linghu Chong dan Lu Dayou berdua, maka ia berkata, "Diantara para sesepuh generasi lalu perguruan kita, ada beberapa orang yang berlatih ilmu silat dengan cara yang sesat, dengan membabi buta berlatih ilmu pedang dan mengacuhkan ilmu tenaga dalam. Mereka tidak sadar bahwa ilmu silat kelas satu di kolong langit ini, semuanya berdasarkan pada tenaga dalam, kalau ilmu tenaga dalam belum dikuasai dengan benar, walaupun ilmu pedangnya tinggi, pada akhirnya seseorang takkan dapat mencapai puncak kesempurnaan. Sayang sekali para sesepuh ini berkeras untuk terus berjalan di jalan yang sesat, berbuat sekehendak hati mereka dengan membentuk sebuah faksi, yang mereka sebut Faksi Pedang Huashan, dan menyebut faksi aliran lurus kita Faksi Tenaga Dalam Huashan. Faksi Pedang dan Tenaga Dalam berseteru selama beberapa puluh tahun, hal ini sangat menghambat kemajuan perguruan kita, sungguh sangat disayangkan". Ketika ia berbicara sampai disini, ia menghela napas panjang.
 
Nyonya Yue berpikir, "Kelima orang aneh itu bisa datang sewaktu-waktu, tapi kau malah dengan santai bercerita tentang kejadian masa lampau disini". Ia melirik ke arah sang suami, tapi tak berani menyela. Ia memandang ke arah papan yang bertuliskan tiga kata yaitu 'Aula Hawa Murni' seraya berpikir, "Ketika aku pertama kali masuk Perguruan Huashan untuk belajar ilmu pedang, papan di aula ini bertuliskan empat huruf yaitu 'Hawa Pedang Menjulang Ke Langit', sekarang sudah dirubah menjadi 'Aula Hawa Murni', entah kemana papan yang dulu itu. Ai, saat itu aku masih seorang gadis kecil berumur tiga belas tahun, sekarang......"
 
Yue Buqun berkata, "Namun yang lurus dan yang sesat tidak sama, dan pada akhirnya pasti akan terlihat siapa yang benar. Dua puluh lima tahun yang lalu, Faksi Pedang sudah kalah telak dan mengundurkan diri dari perguruan. Kakek guru kalian menjadi ketua perguruan dan mewariskannya kepadaku. Tak disangka-sangka, beberapa hari yang lalu, murid-murid perguruan kita yang sudah dikeluarkan, Feng Buping, Cheng Buyou dan lain-lain entah dengan akal apa berhasil menipu ketua perserikatan Perguruan Pedang Lima puncak, ketua Zuo. Dengan bendera komando di tangan, mereka datang ke Huashan untuk merebut kedudukan ketua. Aku telah menjabat ketua Perguruan Huashan selama bertahun-tahun, urusan sehari-hari banyak, saat kelima perguruan bertemu juga banyak masalah yang disebabkan karena desas-desus, tadinya aku ingin mundur untuk orang lain yang lebih memenuhi syarat, supaya aku bisa mempelajari inti ilmu tenaga dalam tertinggi perguruan kita dengan tenang. Kalau ada orang yang bisa mengambil alih bebanku, aku akan sangat senang". Ketika ia berbicara sampai disini, ia berhenti sejenak.
 
Gao Genming berkata, "Guru, Feng Buping dan murid-murid Faksi Pedang lain yang telah dikeluarkan sudah lama terjerumus ke jalan sesat, hampir sama dengan pengikut Sekte Iblis. Mereka sama sekali tak boleh masuk ke perguruan kita, bagaimana kita bisa membiarkan impian mereka untuk merebut jabatan ketua perguruan kita terkabul?" Lao Denuo, Liang Fa, Shi Daizhi dan yang lain-lain semua berkata, "Kita tak akan membiarkan rencana jahat murid-murid kurang ajar itu berhasil".
 
Ketika Yue Buqun melihat bahwa perasaan para murid menggelora, ia tersenyum dan berkata, "Apa aku menjadi ketua atau tidak, itu tidak ada artinya. Tapi kalau orang Faksi Pedang yang sesat menguasai perguruan kita, ilmu silat Perguruan Huashan yang luas dan murni, yang telah dipupuk selama beberapa ratus tahun, akan hancur dalam sekejap. Setelah mati nanti, bagaimana kita akan punya muka untuk menghadap para sesepuh perguruan kita? Dan sejak saat itu nama Perguruan Huashan akan dipandang rendah di dunia persilatan".
 
Lao Denuo dan yang lain-lain serentak berseru, "Benar, benar! Bagaimana kita bisa membiarkan hal itu terjadi?"
 
Yue Buqun berkata, "Kalau hanya Feng Buping dan lain-lain murid buangan Faksi Pedang, aku tidak khawatir. Akan tetapi mereka telah berhasil membawa bendera komando Perguruan Pedang Lima Puncak, dan juga telah bersekongkol dengan tokoh-tokoh Perguruan Songshan, Taishan dan Heng Shan, maka kita tak boleh meremehkan mereka. Oleh karena itu......", sinar matanya menyapu ke arah para murid, "Hari ini kita berangkat ke Songshan menemui Ketua Perserikatan Zuo untuk menuntut keadilan".
 
Para murid semua terkejut. Perguruan Songshan adalah pemimpin Perguruan Pedang Lima Puncak, selain itu ketua Perguruan Songshan Zuo Lengchan juga adalah seorang tokoh kelas wahid di dunia persilatan saat itu, ilmu silatnya telah mencapai puncak kesempurnaan dan ia terkenal banyak akalnya dan sangat licin. Setiap orang di dunia persilatan begitu mendengar perkataan 'Ketua Perserikatan Zuo' akan bertindak dengan hati-hati. Di dunia persilatan, dalam mencari keadilan, kalau kata-kata tak cukup, sering berujung pada kekerasan. Para murid semua berpikir, "Walaupun ilmu silat guru tinggi, ia belum tentu bisa melawan Ketua Perserikatan Zuo, lagipula adik seperguruan Ketua Zuo dari Perguruan Songshan ada lebih dari sepuluh orang, yaitu yang disebut orang dunia persilatan 'Tiga Belas Pelindung Songshan'. Walaupun 'Tapak Songyang Besar' Fei Bin menghilang, namun masih ada dua belas orang lain. Diantara kedua belas orang ini, tidak satupun yang bukan seorang jago papan atas, murid-murid generasi kedua Huashan pasti tak bisa menandingi mereka. Kalau kita sembarangan membuat onar di Songshan, bukankah ini tindakan yang sangat gegabah? Walaupun para murid berpikir seperti itu, namun tak seorangpun berani berbicara.
 
Ketika Nyonya Yue mendengar perkataan sang suami, dalam hati ia bersorak, "Akal kakak ini sangat bagus, untuk menghindari kelima orang aneh lembah persik, kita meninggalkan Huashan dan pergi jauh-jauh ke tempat lain, kalau kelak dunia persilatan tahu tentang hal ini, mau ditaruh di mana muka Perguruan Huashan? Tapi kalau orang lain tahu bahwa kita pergi ke Songshan untuk menuntut keadilan, mereka malah akan mengagumi keberanian kita. Ketua Perserikatan Zuo bukan orang yang keras kepala, setelah tiba di Songshan belum tentu kita harus bertarung mati-matian, masih ada ruang untuk bergerak. Ia segera berkata, "Benar, Feng Buping membawa bendera komando untuk mengacau di Huashan, tapi darimana kita tahu kalau ia tidak mencuri bendera komando itu? Bahkan kalau benar bendera komando itu diberikan oleh Ketua Perserikatan Zuo, urusan dalam Perguruan Huashan kita sendiri tak boleh dicampuri oleh Perguruan Songshan mereka. Walaupun Perguruan Songshan punya banyak orang dan ilmu silat Ketua Perserikatan Zuo tak tertandingi, namun kita Perguruan Huashan lebih baik mati daripada menyerah. Siapa yang pengecut dan takut mati silahkan tinggal disini".
 
Para murid tidak ada yang mau mengaku sebagai pengecut yang takut mati, maka mereka semua berkata, "Karena guru dan ibu guru sudah memerintahkan, kami para murid rela masuk ke lautan api".
 
Nyonya Yue berkata, "Bagus sekali, kita tak boleh terlambat, kita semua harus bersiap-siap dan dalam setengah shichen kita akan turun gunung".
 
Saat itu juga ia menjenguk Linghu Chong, ketika melihat napasnya putus-putus dan hidupnya berada di ujung tanduk, hatinya merasa sedih, namun kelima orang aneh dari lembah persik bisa datang sewaktu-waktu, tidak mungkin demi Linghu Chong seorang seluruh Perguruan Huashan dibiarkan hancur. Ia menyuruh Lu Dayou untuk memindahkan Linghu Chong ke sebuah pondok di belakang dan merawatnya baik-baik,  "Dayou, demi urusan perguruan yang amat penting, kami akan pergi ke Songshan untuk menuntut keadilan dari Ketua Perserikatan Zuo, perjalanan ini sangat berbahaya, kami hanya berharap agar dibawah pimpinan gurumu, kami dapat menegakkan keadilan, dan dapat pulang dengan selamat. Luka Chong er sangat parah, kau harus merawatnya dengan teliti, kalau ada musuh yang datang menyerang dari luar, kalian harus berusaha sebisanya untuk menghindar, walaupun harus menerima hinaan, kalian tak usah menghantarkan nyawa dengan sia-sia". Lu Dayou menyanggupinya sambil menahan air mata.
 
* * *
 
Lu Dayou melepas guru, ibu guru dan semua kakak dan adik seperguruan sampai ke bawah gunung, lalu dengan sedih dan cemas ia kembali ke pondok kecil dimana Linghu Chong terbaring. Di puncak Huashan yang begitu luas, kini hanya tinggal sang kakak pertama yang tak sadarkan diri, dan dirinya sendiri yang sebatang kara. Tak lama kemudian senja pun makin temaram, mau tak mau ia merasa cemas dan jeri.
 
Ia pergi ke dapur dan memasak bubur, setelah itu ia mengambil semangkuk dan membantu Linghu Chong bangun untuk makan dua suap bubur. Saat memakan suap ketiga, Linghu Chong memuntahkan bubur itu, bubur yang putih berubah menjadi merah jambu, sepertinya ia telah memuntahkan seluruh darah segar di perutnya. Lu Dayou amat cemas dan menidurkannya kembali, ia menaruh mangkuk itu dan memandang ke langit yang gelap dari jendela dengan nanar. Entah sudah berapa lama waktu berlalu ketika ia mendengar jeritan burung hantu dari kejauhan, ia makin merasa jeri.
 
Tiba-tiba ia mendengar suara langkah kaki yang enteng dari jalan setapak yang menaiki gunung, Lu Dayou cepat-cepat meniup lilin hingga padam, menghunus pedang, dan berjaga di kepala ranjang Linghu Chong. Suara langkah kaki makin mendekat, tak nyana langsung menuju ke pondok kecil itu, Lu Dayou begitu takut hingga jantungnya seakan melompat keluar dari tenggorokannya. Dalam hati ia berkata, "Tak nyana musuh tahu kakak pertama sedang menyembuhkan luka disini, celaka sekali, bagaimana caranya aku bisa melindungi kakak pertama?"
 
Mendadak terdengar suara seorang gadis memanggil dengan pelan, "Monyet Keenam, apa kau ada di dalam?" Tak nyana ternyata suara itu adalah suara Yue Lingshan.
 
Lu Dayou amat girang, ia cepat-cepat berkata, "Adik kecil, apa itu kau? Aku......aku ada disini". Ia bergegas menyalakan lampu minyak, tapi karena terlalu bersemangat, ia menumpahkan minyak dalam lampu itu ke tangannya.
 
Yue Lingshan mendorong pintu hingga terbuka dan berkata, "Kakak pertama bagaimana?" Lu Dayou berkata, "Ia memuntahkan banyak darah".
 
Yue Lingshan melangkah ke sisi ranjang dan meraba dahi Linghu Chong, ia merasa tangannya panas membara, maka ia mengerutkan dahinya dan bertanya, "Kenapa dia muntah darah lagi?" Sekonyong-konyong Linghu Chong berkata, "Adik......adik kecil, apa ini kau?" Yue Lingshan berkata, "Benar, kakak pertama, badanmu rasanya bagaimana?" Linghu Chong berkata, "Masih......masih......tak apa-apa".
 
Dari saku dadanya Yue Lingshan mengambil sebuah bungkusan kain, dengan lirih ia berkata, "Kakak pertama, ini Kitab Rahasia Awan Lembayung, kata ayah......" Linghu Chong berkata, "Kitab Rahasia Awan Lembayung?" Yue Lingshan berkata, "Benar, kata ayah di tubuhmu ada tenaga dalam jago aliran sesat, harus dipunahkan dengan ilmu tenaga dalam perguruan kita yang paling tinggi. Monyet Keenam, bacakanlah kata demi kata supaya kakak pertama bisa mendengarkan, kau sendiri tak boleh belajar, kalau tidak, hah, kau tahu sendiri apa akibatnya".
 
Lu Dayou amat girang, ia cepat-cepat berkata, "Memangnya aku siapa, masa aku berani mencuri belajar ilmu tenaga dalam tertinggi perguruan kita? Adik kecil, kau jangan khawatir. Demi menyelamatkan nyawa kakak tertua, guru yang terhormat tidak segan membuat pengecualian dan memberikan kitab rahasia ini kepadanya, kakak pertama akan tertolong". Yue Lingshan berkata dengan lirih, "Hal ini tak boleh kau beritahukan kepada siapapun. Aku mencuri kitab rahasia ini dari ayah". Lu Dayou terperanjat, "Kau mencuri......mencuri kitab rahasia tenaga dalam guru? Kalau beliau tahu bagaimana?" Yue Lingshan berkata, "Memangnya kenapa? Masa ia mau bunuh aku? Paling jelek ia akan memaki atau memukulku. Kalau karena hal ini jiwa kakak pertama dapat diselamatkan, ayah dan mama pasti akan sangat gembira, dan tidak akan mempertanyakannya". Lu Dayou berkata, "Benar, benar! Saat ini yang paling penting ialah menyelamatkannya".
 
Sekonyong-konyong Linghu Chong berkata, "Adik kecil, ambillah kembali, kembalikan.....kembalikan pada guru".
 
Yue Lingshan heran, "Kenapa? Tidak gampang untuk mencuri kitab rahasia ini dari ayah, lalu aku harus mendaki jalanan gunung puluhan li jauhnya di tengah malam buta untuk kembali kesini, kenapa kau tidak mau? ini bukan mencuri belajar ilmu silat, tapi menyelamatkan nyawa". Lu Dayou juga berkata, "Benar, kakak pertama, kau tak udah mempelajari semuanya, kau hanya perlu belajar sampai kau bisa memunahkan tenaga sesat kelima orang aneh itu, lalu kembalikan kitab rahasia ini kepada guru. Saat itu guru kemungkinan besar toh akan mengajarkannya padamu. Kau adalah murid tertua perguruan kita, kalau guru tidak mengajarkan Kitab Rahasia Awan Lembayung kepadamu, dia akan mengajarkannya kepada siapa lagi? Ini cuma soal waktu saja, memangnya kenapa?"
 
Linghu Chong berkata, "Aku......aku lebih baik mati daripada melanggar perintah guru. Guru pernah berkata bahwa aku......aku tak boleh belajar 'Ilmu Awan Lembayung' ini. Adik......adik kecil......" Napasnya terputus dan ia pun tak sadarkan diri lagi.
 
Yue Lingshan memeriksa di bawah hidungnya, walaupun tarikan napasnya lemah, namun ia masih bernapas. Yue Lingshan menghela napas dan berkata pada Lu Dayou, "Aku harus kembali dulu, kalau hari sudah terang dan aku belum kembali ke kuil itu, ayah dan ibu akan cemas setengah mati. Kau terus bujuk kakak pertama, bagaimanapun juga ia harus mendengar kataku dan belajar Kitab Rahasia Awan Lembayung ini. Jangan......jangan kecewakan aku". Ketika berbicara sampai disini, wajahnya merona merah, "Aku sudah semalaman berlarian dengan susah payah". 
 
Lu Dayou berkata, "Aku pasti akan membujuk dia. Adik kecil, guru dan yang lain-lain menginap di mana?" Yue Lingshan berkata, "Malam ini kami menginap di Kuil Kuda Putih". Lu Dayou berkata, "Ai, Kuil Kuda Putih jaraknya tiga puluh li lewat jalan pengunungan, adik kecil, kau berlari pulang pergi enam puluh li di tengah malam buta, kakak pertama selamanya tak akan bisa melupakannya". Pelupuk mata Yue Lingshan memerah, sambil tersedu sedan ia berkata, "Aku cuma berharap ia bisa sembuh, bagus sekali kalau ia bisa sembuh. Apakah dia ingat atau tidak ingat hal ini, apalah artinya?" Sambil berbicara ia mengangsurkan kedua tangannya yang memegang Kitab Rahasia Awan Lembayung itu, lalu menaruhnya di kepala ranjang Linghu Chong. Setelah terpaku menatapnya selama beberapa saat, ia berlari pergi. 
 
Setelah lebih dari satu shichen berlalu, Linghu Chong baru sadar kembali, sebelum membuka mata, ia sudah bertanya, "Adik......adik kecil". Lu Dayou berkata, "Adik kecil sudah pergi". Linghu Chong berseru, "Sudah pergi!" Tiba-tiba ia duduk dan mencengkeram dada Lu Dayou. Lu Dayou tersentak dan berkata, "Benar, adik kecil sudah turun gunung, lagipula, kalau ia belum pulang setelah hari terang, guru dan ibu guru akan khawatir. Kakak pertama, kau berbaringlah dengan tenang". Linghu Chong mendengar perkataan itu tapi tak mendengarkannya, "Dia......dia sudah pergi, apa dia pergi bersama dengan Adik Lin?" Lu Dayou berkata, "Dia bersama guru dan ibu guru".
 
Sepasang mata Linghu Chong menatap dengan nanar, otot-otot wajahnya nampak kejang. Lu Dayou berkata dengan pelan, "Kakak pertama, adik kecil sangat memperhatikanmu, setengah malam ia berlari pulang pergi dari Kuil Kuda Putih, ia seorang nona kecil, tapi berlarian pulang pergi enam puluh li jauhnya, ia begitu sayang padamu. Sebelum dia pergi ia terus-terusan menyuruhku membujukmu supaya kau mau mempelajari Kitab Rahasia Awan Lembayung ini, jangan sampai mengecewakan dia......dia begitu sayang padamu". Linghu Chong berkata, "Dia bilang begitu?" Lu Dayou berkata, "Ya, masa aku berani bohong padamu?"
 
Linghu Chong tak sangup bertahan lagi, ia jatuh terlentang, "Bruk!" Bagian belakang kepalanya membentur kang[1], namun ia tak merasa sakit.
 
Lu Dayou tersentak kaget, ujarnya, "Kakak pertama, aku akan membacakannya untukmu". Ia mengambil Kitab Rahasia Awan Lembayung itu, membalik halaman pertamanya dan membacanya, "Dalam semua ilmu silat yang ada di kolong langit ini, qi adalah yang utama. Qi yang berkelimpahan ini adalah anugrah langit, tapi orang biasa tak mampu memupuknya dan malah membiarkan sifat mereka menghalangi hawa murni itu. Bahaya bagi seorang pendekar adalah sifat kasar, angkuh, kejam dan jahat. Sifat kasar menganggu pikiran sehingga mengacaukan qi, sifat angkuh membuat jiwa terpisah sehingga qi pergi, sifat kejam membuat rasa welas asih hilang sehingga qi lenyap, sifat jahat membuat orang menjadi kejam sehingga qi menjadi pendek. Kempat hal ini semuanya memutuskan qi, seperti dipotong dengan pisau......"
 
Linghu Chong berkata, "Kau sedang baca apa?" Lu Dayou berkata, "Ini adalah bab pertama Kitab Rahasia Awan Lembayung. Di bawahnya tertulis......" Ia meneruskan membaca, "Hindari keempat sifat itu dan kembali ke semua yang lembut dan baik, kendalikan sifat kasar dan kejam, peliharalah aliran qi, tabuhlah tambur langit, minumlah madu kumala, cucilah kolam pelangi, ketuklah palang emas[2]. Ikutilah langkah-langkah ini, maka perubahan akan terjadi".
 
Linghu Chong berkata dengan gusar, "Ini adalah rahasia perguruan kita yang tak boleh disampaikan, kau sembarangan membacanya, ini melanggar peraturan perguruan, cepat berhenti". Lu Dayou berkata, "Kakak pertama, dalam keadaan genting seorang lelaki sejati melakukan apa yang ia harus lakukan, kenapa harus mengurusi hal yang remeh temeh? Saat ini yang penting ialah menyelamatkan nyawamu. Aku akan membacakannya lagi". Ia lantas membacakan rincian cara berlatih ilmu pernapasan kelas wahid itu, bagaimana cara 'menabuh tambur langit dan minum madu kumala', juga bagaimana cara 'mencuci kolam pelangi dan mengetuk palang emas'. Linghu Chong berseru keras-keras, "Tutup mulut!"
 
Lu Dayou tertegun, ia mengangkat kepalanya dan berkata, "Kakak pertama, kau kenapa? Apamu yang sakit?" Linghu Chong berkata dengan gusar, "Ketika aku mendengar kau......membaca kitab rahasia tenaga dalam guru, seluruh badanku terasa sakit. Kau mau menjadikan aku seorang......murid yang tidak setia dan tidak berbakti, benar tidak?" Lu Dayou tercengang, "Tidak, tidak, bagaimana kau bisa jadi murid yang tidak setia dan tidak berbakti?" Linghu Chong berkata, "Saat itu guru membawa Kitab Rahasia Awan Lembayung ini ke Siguoya untuk mengajarkannya padaku, tapi ia merasa bahwa tak hanya caraku berlatih salah, tapi juga pembawaanku......pembawaanku tak cocok, maka ia berubah pikiran......berubah pikiran......" Ketika berbicara sampai disini, napasnya tersengal-sengal dan ia sangat sukar berbicara lagi. Lu Dayou berkata, "Namun sekarang kita melakukan hal ini untuk menyelamatkan nyawamu, bukan untuk mencuri belajar ilmu silat, hal ini......hal ini sama sekali tidak sama". Linghu Chong berkata, "Sebagai murid, apa hidup sendiri yang lebih penting, atau perintah guru yang lebih penting?" Lu Dayou berkata, "Guru dan ibu guru ingin kau hidup, itu adalah hal yang terpenting, lagipula......lagipula adik kecil telah dengan susah payah berlari-lari di tengah malam buta, cinta seperti itu, bagaimana dapat kau sia-siakan?"
 
Dada Linghu Chong terasa nyeri, air mata berlinangan di rongga matanya, ia berkata, "Hanya karena dia......dia membawakannya untukku......aku Linghu Chong adalah seorang lelaki sejati, bagaimana aku bisa menerima belas kasihan orang lain?" Saat  mengucapkan perkataan itu, mau tak mau sekujur tubuhnya gemetar, pikirnya, "Aku Linghu Chong selamanya bukan orang yang kaku dan tak bisa menyesuaikan diri, demi menyelamatkan nyawaku, memangnya kenapa kalau aku mempelajari ilmu tenaga dalam perguruanku sendiri? Sebenarnya aku tak mau belajar 'Ilmu Awan Lembayung' karena aku marah pada adik kecil. Sebenarnya dalam lubuk hatiku yang terdalam aku gusar karena adik kecil akrab dengan Adik Lin, tapi ia bersikap dingin padaku. Linghu Chong, oh Linghu Chong, kenapa pikiranmu begitu sempit?" Akan tetapi begitu berpikir bahwa begitu fajar menyingsing, Yue Lingshan akan bertemu dengan Lin Pingzhi, lalu berpergian jauh ke Songshan, di sepanjang jalan akan selalu berjalan berendeng, entah bercakap-cakap berapa lama, entah menyanyikan berapa lagu daerah, dadanya terasa sakit dan akhirnya air matanya pun mulai jatuh bercucuran.
 
Lu Dayou berkata, "Kakak pertama, pikiranmu ini salah, adik kecil dan kau dibesarkan bersama-sama sejak kecil, kalian......kalian seperti kakak beradik kandung saja". Linghu Chong berkata dalam hati, "Aku tak mau seperti kakak beradik kandung saja dengan dia". Namun ia tak bisa mengucapkan perkataan itu dan membiarkan Lu Dayou meneruskan berbicara, "Aku akan terus membaca, kau dengarkanlah baik-baik, kalau kau tak bisa mengingatnya, aku akan membacakannya lagi. Dalam semua ilmu silat yang ada di kolong langit ini, qi adalah yang utama. Qi yang berkelimpahan ini adalah anugrah langit......" Linghu Chong membentak, "Jangan baca!"
 
Lu Dayou berkata, "Baik, baik. Kakak pertama, karena berharap kau cepat sembuh, hari ini adik terpaksa tak menuruti perkataanmu. Dosa melanggar perintah guru, aku sendirilah yang akan menanggungnya. Kau mau bilang apa juga aku tak akan menurut, aku Lu Dayou bagaimanapun juga akan tetap membacakannya. Kitab Rahasia Awan Lembayung ini dengan satu jarimu pun sama sekali tak pernah kau sentuh, rumus yang tertulis di kitab rahasia ini, satu huruf pun tak pernah kau baca, apa kesalahanmu? Kau tak bisa turun dari ranjang, ini artinya kau tak bisa berbuat apa-apa, aku Lu Dayoulah yang memaksamu belajar. Dalam semua ilmu silat yang ada di kolong langit ini, qi adalah yang utama. Qi yang berkelimpahan ini adalah anugrah langit....." Setelah itu ia membaca tanpa ada putus-putusnya.
 
Linghu Chong berusaha untuk tidak mendengarkan, namun kata demi kata menerobos masuk ke dalam telinganya. Mendadak ia mengerang keras-keras. Lu Dayou terperanjat dan bertanya, "Kakak pertama, apa kau baik-baik saja?" Linghu Chong berkata, "Tolong......tolong naikkan......naikkan bantalku lebih tinggi".
 
Lu Dayou berkata, "Baik". Ia menaikkan bantalnya. Linghu Chong dengan cepat menjulurkan jarinya, menghimpun tenaga dan menotok titik shanzhong di dadanya. Lu Dayou hendak mengerang namun tak mampu bersuara, dengan lemas ia tergeletak di atas kang.
 
Linghu Chong tersenyum getir, "Adik keenam, maafkan aku. Untuk saat ini kau berbaringlah di atas kang ini untuk beberapa shichen, jalan......jalan darahmu akan terbuka sendiri". Ia perlahan-lahan berjuang untuk bangkit dari ranjang. Setelah memandangi Kitab Rahasia Awan Lembayung itu tanpa berkedip selama beberapa saat, ia menghela napas, melangkah ke samping pintu, mengangkat palang pintu yang tersandar di sisi pintu, memakainya sebagai tongkat penyangga dan berjalan keluar sambil bertumpu padanya.
 
Lu Dayou amat cemas, ia berseru, "Kakak......kakak....pergi......pergi.....kemana?" Sebenarnya kalau titik shanzhong seseorang kena ditotok, orang itu sama sekali tak bisa berbicara sepatah katapun. Namun tenaga dalam Linghu Chong lemah, totokannya hanya bisa membuat kaki dan tangan Lu Dayou kesemutan dan lemas, tapi tak dapat membuat sekujur tubuhnya lumpuh.
 
Linghu Chong berpaling dan berkata, "Adik keenam, Linghu Chong akan pergi jauh-jauh dari Kitab Rahasia Awan Lembayung ini, jangan sampai orang lain melihat kitab rahasia ini ada di sisi mayatku, lalu menuduhku mencuri belajar ilmu silat dan mati sebelum mempelajarinya......jangan sampai Adik Lin memandang rendah diriku......" Ketika berbicara mengenai hal itu, darah segar menyembur dari mulutnya.
 
Ia tak berani menunggu lagi, khawatir bahwa setelah ini tenaganya akan surut dan ia tak berdaya berjalan keluar lagi, dengan bertumpu pada palang pintu, ia menarik napas dengan tersenggal-senggal dan melangkah ke depan. Dengan mengandalkan kemauannya yang keras, akhirnya ia perlahan-lahan dapat berjalan menjauh.
 
 
Catatan Kaki
 
[1] Tempat tidur dari batu bata yang bisa dihangatkan dengan kayu bakar yang ditaruh di bawahnya. Banyak dipakai di China utara.
[2] Nama titik-titik jalan darah.

No Comment
Add Comment
comment url