Pendekar Hina Kelana Bab 17 - Dari Hati ke Hati

   << Bab Sebelumnya - Halaman Utama Pendekar Hina Kelana - Bab Selanjutnya >>

Terjemahan Cersil Pendekar Hina Kelana

oleh Grace Tjan
Cerita asli oleh Jin Yong (Chin Yung / Louis Cha)
Berdasarkan novel edisi ketiga.

smiling proud wanderer chapter 17
[Separuh wajah gadis itu bisa dilihat dari pantulan di air. Matanya tertutup rapat. Bulu mata panjang bergoyang tertiup angin. Dia adalah seorang gadis cantik berusia tujuh belas atau delapan belas tahun.]


Smiling Proud Wanderer Jilid 2

Bab XVII Dari Hati ke Hati 

Bagian Pertama

Wubagang terletak di perbatasan propinsi Shandong dan Henan, di sebelah timur Sungai Hege dan Dingtao di Shandong, dan di sebelah barat Dongming di Henan. Tanah di sekitarnya datar dan banyak rawa-rawanya. Kalau dipandang dari jauh, Wubagang itu tak nampak sangat tinggi, hanya seperti sebuah bukit saja. Para penunggang kuda dan kereta itu mencongklang ke arah timur, tak sampai beberapa li kemudian, mereka disambut oleh beberapa penunggang kuda. Ketika mereka sampai di depan kereta, mereka turun dari kuda dan memberi salam pada Linghu Chong dengan lantang, tutur kata mereka sangat sopan.

Ketika mereka makin dekat dengan Wubagang, orang-orang yang menyambut semakin banyak. Orang-orang ini memberitahukan nama mereka, namun Linghu Chong tak dapat mengingat begitu banyak nama. Kereta besar berhenti di depan sebuah bukit tinggi, di atas bukit itu nampak hutan cemara yang lebat dan jalan setapak yang berkelok-kelok menuju ke puncaknya.

Huang Boliu memapah Linghu Chong dan membantunya keluar dari kereta. Sebelumnya telah ada dua orang lelaki kekar yang mengusung sebuah tandu yang dudukannya empuk menunggu di sisi jalan. Linghu Chong merasa tak enak hati kalau ia duduk di tandu, sedangkan guru, ibu guru dan adik kecil berjalan kaki, maka ia berkata, "Ibu guru, duduklah di tandu, murid akan berjalan kaki". Nyonya Yue tersenyum, "Yang mereka sambut ialah Tuan Muda Linghu, bukan ibu gurumu". Ia mengerahkan ilmu ringan tubuhnya dan mulai mendaki bukit. Ayah beranak Yue Buqun dan Yue Lingshan juga ikut mendaki bukit dengan cepat. Linghu Chong tak punya pilihan lain dan duduk di dalam tandu.

Tandu diusung masuk ke sebidang tanah lapang di tengah hutan cemara diatas bukit itu, terlihat dari segala penjuru muncul rombongan orang-orang, dari penampilan dan raut mereka kelihatan bahwa mereka orang-orang kasar dari berbagai sungai dan lembah.

Orang-orang itu datang membanjir bagai sekawanan lebah. Ada yang berkata, "Apakah ini Tuan Muda Linghu?" Ada yang berkata, "Ini adalah obat mujarab turunan dari para leluhur hamba, obat ini dapat membangkitkan orang mati". Ada yang berkata, "Ini adalah ginseng tua yang kugali di Gunung Changbai dua puluh tahun yang lalu, sekarang sudah matang, silahkan Tuan Muda Linghu pergunakan". Ada seseorang yang berkata, "Ketujuh orang ini adalah para tabib yang paling pandai dari keenam prefektur di Shandong timur, aku mengundang mereka semua datang untuk memeriksa nadi Tuan Muda Linghu". Ketujuh tabib terkenal itu tangannya diikat dengan tambang tiga kali secara berenteng, raut muka mereka cemas, wajah mereka pucat, sama sekali tak nampak seperti para tabib termasyur. Jelas bahwa mereka telah dipaksa untuk datang oleh orang ini, kata 'mengundang' itu hanya untuk pemanis saja. Ada juga seseorang yang memikul dua buah keranjang bambu besar sambil berkata, "Segala macam bahan-bahan obat yang langka dan berharga di Kota Jinan[1] telah hamba ambil dan bawa kemari. Bahan obat apapun yang hendak tuan muda gunakan ada pada hamba, supaya kalau diperlukan semua telah tersedia".

Linghu Chong melihat bahwa penampilan kebanyakan orang-orang itu aneh, raut wajah mereka ganas dan kejam, namun mereka bersikap tulus pada dirinya, sama sekali tak menyimpan rasa curiga, maka mau tak mau ia merasa amat berterima kasih. Belakangan ini ia terus menerus mengalami kemalangan, mati hidupnya sukar dipastikan, maka ia menjadi mudah tersentuh. Dadanya bergolak, tak nyana ia meneteskan air mata, sambil menyoja ia berkata, "Teman-teman semua, Linghu Chong cuma bocah tak bernama, namun tiba-tiba menerima kebaikan kalian semua.....kalian semua begitu perduli, aku benar-benar.....benar-benar tak dapat......tak dapat membalasnya......". Ia berbicara sambil tersedu sedan dan tak bisa menyelesaikan perkataannya, maka ia segera bersujud di tanah.

Gerombolan orang itu dengan ribut berkata, "Kami tak berani menerima penhormatan ini!" "Mohon cepat berdiri". "Hamba tak patut menerimanya". Mereka semua berlutut menghormat. Dalam sekejap, lebih dari seribu orang yang berada di puncak Wubagang semua telah berlutut, kecuali Yue Buqun, para murid Huashan dan Enam Dewa Lembah Persik. Yue Buqun dan para muridnya yang berdiri di depan orang-orang itu berpaling dan melangkah ke samping supaya tak dikira menerima penghormatan itu. Namun Enam Dewa Lembah Persik menunjuk-tunjuk para pendekar itu sambil tertawa terkekeh-kekeh dan berbicara tak keruan.

Linghu Chong dan gerombolan pendekar itu saling bersujud beberapa kali, saat ia berdiri, air mata hangat meleleh di wajahnya, dalam hati ia berkata, "Tak perduli apa maksud kawan-kawan ini datang kemari, setelah ini Linghu Chong rela tubuhnya hancur berkeping-keping dan menempuh bahaya apapun demi mereka".

Ketua Partai Sungai Langit Huang Boliu berkata, "Tuan Muda Linghu, mohon pergi ke pondok di depan untuk beristirahat". Ia mengajaknya dan suami istri Yue Buqun ke sebuah gubuk beratap alang-alang. Gubuk itu baru didirikan, di dalamnya ada beberapa buah kursi dan meja, dan diatas meja tersedia poci dan cawan teh. Huang Boliu melambaikan tangannya, dan beberapa pengikutnya datang untuk menuangkan arak, dan juga ada orang yang datang membawakan dendeng sapi, ham dan makanan lain yang cocok untuk teman minum arak.

Linghu Chong mengambil cawan arak dan melangkah keluar gubuk, lalu berkata dengan lantang, "Kawan-kawan sekalian, Linghu Chong dan kalian baru bertemu, maka kita harus minum bersama untuk menjalin persahabatan. Sejak saat ini susah dan senang akan kita tanggung bersama. Mari kita minum secawan arak ini bersama sebagai sahabat". Sambil berbicara ia mengangkat tangan kanannya dan mencipratkan arak itu ke langit, dalam sekejap arak itupun berubah menjadi laksaan tetesan arak  yang berhamburan ke segala penjuru.

Sorak-sorai para pendekar itu meledak bagai guntur, mereka semua berkata, "Perkataan Tuan Muda Linghu benar, sejak saat ini kami akan menanggung susah dan senang bersamamu".

Yue Buqun mengerenyitkan dahi, pikirnya, "Sikap Chong er sangat semberono dan keras kepala, dia tak memikirkan akibat perbuatannya. Begitu orang-orang ini bersikap baik kepadanya, ia langsung berkata bahwa ia akan menanggung susah dan senang bersama mereka. Diantara semua orang ini, jangan-jangan tak seorangpun yang taat pada hukum, semuanya sejenis dengan Tian Boguang. Mereka merampok dan memperkosa, masa kau akan menanggung susah dan senang bersama mereka? Kita aliran lurus harus memusnahkan para penjahat ini, tapi kau malah ingin senasib dengan mereka?"

Linghu Chong berkata lagi, "Aku sama sekali tak tahu kenapa teman-teman semua begitu memperhatikan Linghu Chong. Akan tetapi tahu atau tidak bukan masalah bagiku, hal apapun yang mempersulit kalian, silahkan katakan dengan terus terang. Lelaki sejati selalu bersikap jujur dan terus terang, dan selalu mengatakan apa yang ada dalam pikirannya. Kalau ada hal yang dapat Linghu Chong lakukan, walaupun harus melewati gunung golok dan rimba pedang, aku tak akan menghindarinya". Ia berpikir bahwa orang-orang ini belum pernah ditemuinya, namun mereka berusaha keras untuk bersahabat dengannya, tentunya mereka ingin minta bantuannya untuk suatu hal yang besar, karena ia sudah akan berjanji pada mereka, kalaupun ia nanti tak mampu menepatinya, juga tak apa-apa karena ia toh akan segera mati.

Huang Boliu berkata, "Kenapa Tuan Muda Linghu berkata demikian? Kawan-kawan semua mendengar bahwa tuan muda akan berkunjung, karena kami semua mengagumi dan menghormatimu, maka secara kebetulan kami berkumpul disini agar dapat melihat sendiri pembawaan tuan muda yang anggun dengan penuh hormat. Kami juga mendengar kabar bahwa tuan muda sedang tidak sehat, maka kami mengundang para tabib ternama, dan mencarikan bahan obat. Kami sama sekali tak mohon apapun dari tuan muda. Kami semua tidak berasal dari kelompok yang sama, kami sebelumnya hanya saling mengenal nama masing-masing, dan ada juga yang tidak akur. Namun karena tuan muda berkata bahwa sejak saat ini kita harus menanggung susah dan senang bersama, kalaupun kami bukan teman baik, sekarang kami harus bersahabat".

Para pendekar itu serentak berkata, "Benar! Perkataan Ketua Huang sama sekali tak salah".

* * *

Orang yang membawa ketujuh tabib terkenal itu datang menghampiri dan berkata, "Tuan muda, bagaimana kalau anda masuk ke dalam gubuk supaya para tabib terkenal ini dapat memeriksa nadi anda?" Linghu Chong berpikir, "Ping Yizhi yang kepandaiannya sudah begitu tinggi saja berkata bahwa lukaku tak bisa disembuhkan, ketujuh tabib kalian itu bisa apa?" Namun karena khawatir menghalangi maksud baik orang itu, ia tak dapat menolak dan segera masuk ke dalam gubuk.

Orang itu menarik ketujuh tabib termasyur itu seperti serenteng kodok ke dalam gubuk. Linghu Chong tersenyum kecil dan berkata, "Saudara, mohon lepaskan mereka, kurasa mereka tak akan melarikan diri". Orang itu berkata, "Karena tuan muda menyuruhku melepaskan mereka, aku akan melepaskan mereka". Terdengar suara, "Sret, sret!" tujuh kali, ia memutuskan tali tambang, lalu berkata, "Kalau kalian tak bisa menyembuhkan Tuan Muda Linghu, leher kalian akan putus seperti tambang ini". Salah seorang tabib itu berkata, "Hamba......hamba akan berusaha sebisanya, namun di kolong langit ini.....di kolong langit ini tidak ada tabib yang dapat memberikan jaminan kesembuhan". Seseorang lain berkata, "Kalau melihat bahwa tuan muda ini segar bugar dan penuh tenaga, penyakitnya pasti dapat disembuhkan dengan obat". Beberapa orang tabib bergegas melangkah ke depan dan memeriksa denyut nadinya.

Tiba-tiba terdengar seseorang berteriak dari dalam gubuk, "Keluar semua, tabib gadungan seperti kalian ini apa gunanya?"

Linghu Chong berpaling dan melihat bahwa 'Si Tabib Pembunuh' Ping Yizhi telah tiba, dengan girang ia berkata, "Tuan Ping, anda juga telah tiba, kurasa para tabib ini memang tak ada gunanya".

Ping Yizhi melangkah masuk ke dalam gubuk, ia mengangkat kaki kirinya, "Gedebuk!", ia menendang seorang tabib keluar gubuk, ia mengangkat kaki kanannya, "Gedebuk!", seorang tabib lagi ditendangnya keluar gubuk. Orang yang membawa para tabib itu sangat mengagumi Ping Yizhi, ia berkata dengan lantang, "Tabib yang paling termasyur di dunia ini, Tabib Ping, telah datang. Apa kalian masih berani unjuk kebodohan di depan beliau?" "Gedebuk, gedebuk!", ia menendang keluar dua orang tabib terkenal, ketiga tabib terkenal lainnya tak menunggu kaki menendang pantat mereka dan segera merangkak keluar gubuk. Lelaki itu membungkuk sambil meringgis, lalu berkata, "Tuan Muda Linghu, Tabib Ping, aku memberanikan diri untuk......" Ping Yizhi mengangkat kaki kirinya, "Gedebuk", ia menendang lelaki itu keluar gubuk. Hal ini benar-benar tak disangka oleh Linghu Chong, mau tak mau ia tercengang.

Ping Yizhi tak berkata apa-apa, ia duduk dan memeriksa denyut nadi di tangan kanan Linghu Chong, setelah beberapa lama, ia memeriksa denyut nadi di tangan kirinya. Ia terus menerus melakukan hal itu, mengerenyitkan dahinya, lalu memejamkan matanya sambil berpikir keras. Linghu Chong berkata, "Tuan Ping, hidup mati manusia tergantung takdir, luka Linghu Chong parah dan sukar disembuhkan, aku sudah dua kali merepotkan anda, aku sungguh berterima kasih. Tuan tak usah bersusah payah lagi".

Terdengar suara hiruk pikuk di luar gubuk, yaitu suara orang bermain tebak- tebakan sambil minum arak dengan sangat ribut, rupanya Partai Sungai Langit telah mendatangkan makanan dan arak untuk menjamu para orang gagah. Pikiran Linghu Chong melayang keluar gubuk, ia ingin bersenang-senang dengan rombongan diluar, namun Ping Yizhi masih bergantian memeriksa denyut nadinya seakan tak ada selesainya, diam-diam ia berkata pada dirinya sendiri, "Tabib Ping ini namanya Ping Satu Jari, ia menyebut dirinya bisa menyembuhkan orang hanya dengan menotok dengan satu jari, membunuh orangpun hanya dengan sekali menotok, tapi sekarang dia masa memeriksa denyut nadiku hanya dengan satu jari saja? Sepertinya dia memakai kesepuluh jarinya sekaligus".

"Krek!", seseorang melonggok ke dalam, dia adalah Dewa Batang Persik, katanya, "Linghu Chong, kenapa kau tak ikut minum-minum?" Linghu Chong berkata, "Aku pasti akan ikut, kau tunggulah aku. Jangan buru-buru minum sepuasnya". Dewa Batang Persik berkata, "Baik! Tabib Ping kau cepatlah sedikit". Sambil berbicara, ia menarik kepalanya keluar.

Ping Yizhi perlahan-lahan menarik tangannya, lalu memejamkan matanya, telunjuk kanannya mengetuk-ketuk meja dengan pelan, ia nampak bingung, setelah beberapa lama, ia membuka matanya dan berkata, "Tuan Muda Linghu, dalam tubuhmu ada tujuh
aliran hawa murni yang saling bertumbukan dan tak dapat dikeluarkan maupun dijinakkan. Ini bukan penyakit yang disebabkan karena racun atau luka, bukan juga karena masuk angin atau panas dalam, oleh karena itu tak dapat disembukan dengan tusuk jarum atau obat-obatan". Linghu Chong berkata, "Ya". Ping Yizhi berkata, "Sejak aku memeriksa denyut nadi tuan muda di Kota Zhuxian, aku telah mendapatkan suatu cara, yang kalau kau beruntung akan dapat menyembuhkanmu. Aku hendak mengundang tujuh orang yang tenaga dalamnya amat hebat untuk bekerja sama mengeluarkan ketujuh hawa murni yang berlainan di dalam tubuh tuan muda dengan sekali gebrak. Hari ini aku telah mengundang tiga orang untuk datang, setelah itu sama sekali tidak sulit untuk mencari dua orang lagi diantara para orang gagah disini, ditambah dengan gurumu yang terhormat Tuan Yue dan aku sendiri, kau akan dapat disembuhkan. Tapi ketika aku baru-baru ini memeriksa denyut nadi tuan muda, aku sadar bahwa keadaan sudah banyak berubah menjadi makin rumit dan luar biasa". Linghu Chong mendehem.

Ping Yizhi berkata, "Dalam beberapa hari belakangan ini, ada empat perubahan besar. Pertama, tuan muda telah minum beberapa macam obat penguat, diantaranya ginseng, umbi shouwu, jamur lingzhi, jamur fuling dan obat-obatan langka lainnnya. Tapi obat-obatan ini dibuat untuk kaum wanita. "Ah!", ujar Linghu Chong, "Ternyata begitu, sesepuh sangat pandai, benar-benar jarang ditemui di sepanjang masa". Ping Yizhi berkata, "Bagaimana tuan muda bisa sampai meminum obat-obat penguat itu? Kemungkinan besar ini disebabkan oleh kesalahan tabib gadungan, menyebalkan sekali". Linghu Chong berpikir, "Zu Qianqiu mencuri 'Delapan Pil Penyambung Nyawa' Lao Touzi dan memberikannya padaku, ia bermaksud baik, mana ia tahu bahwa obat penguat untuk lelaki dan perempuan berbeda? Kalau aku memberitahukannya, Tabib Ping akan menyalahkan dia, lebih baik aku diam saja". Ia berkata, "Ini adalah salahku sendiri, aku tak bisa menyalahkan orang lain". Ping Yizhi berkata, "Tubuhmu tidak kekurangan tenaga, malah sebaliknya, hawa murni dalam tubuhmu terlalu banyak. Lalu kau tiba-tiba minum begitu banyak obat penguat, bagaimana ini? Ini seperti kalau air Sungai Yangtze meluap tapi si pengatur arus air malah menambahkan air Danau Dongting dan Poyang ke dalam air sungai, bagaimana bisa tidak terjadi bencana? Obat penguat ini hanya berfaedah bagi gadis kecil yang cacat sejak lahir atau lemah tak berdaya. Tapi tuan muda malah meminumnya, ai, celaka, celaka!" Linghu Chong berpikir, "Aku cuma berharap agar setelah minum darahku, Nona Lao Busi, putri Lao Touzi, dapat sembuh".

Ping Yizhi berkata lagi, "Perubahan besar kedua ialah bahwa secara mendadak tuan muda telah kehilangan banyak darah. Dalam keadaan sakit seperti ini, bagaimana kau malah bisa berkelahi dengan orang? Kalau kau berkelahi dengan sengit seperti itu, bagaimana kau dapat memperpanjang hidupmu? Ai, dia begitu menghargaimu, tapi kau malah tak menghargai dirimu sendiri. Bagi seorang ksatria, membalas dendam sepuluh tahun lagipun tidaklah terlambat, untuk apa buru-buru seperti ini?" Sambil berbicara ia menggeleng-gelengkan kepalanya, rasa tak setuju muncul di raut wajahnya. Kalau orang yang sedang diobatinya bukan Linghu Chong, ia sudah akan menamparnya, atau paling tidak memaki-makinya dengan sengit. Linghu Chong berkata, "Nasehat sesepuh itu benar".

Ping Yizhi berkata, "Kalau kau cuma kehilangan darah, tidak apa-apa, hal ini tidak sukar dipulihkan, tapi kau juga bergaul dengan orang Sekte Lima Racun dari Yunnan dan minum Arak Obat Lima Dewi mereka". Linghu Chong berkata dengan heran, "Arak Obat Lima Dewi?" Ping Yizhi berkata, "Arak Obat Lima Dewi ini adalah arak simpanan Sekte Lima Racun, di dalamnya terendam lima makhluk berbisa kecil yang amat langka, kata orang, setiap makhluk berbisa itu harus dipelihara selama sepuluh tahun lebih, selain itu arak itu juga mengandung berbagai sari bunga dan tanaman aneh, sehingga arak ini sangat ampuh. Orang yang minum arak obat ini tak bisa diserang penyakit, kebal terhadap racun, dan mendadak mendapatkan tenaga dalam yang harus dikumpulkan selama sepuluh tahun. Obat ini adalah obat penguat yang paling luar biasa di dunia ini. Aku si tua ini sudah lama ingin melihatnya. Kabarnya si Lan Fenghuang itu amat ketat menjaga kehormatan dirinya, tak pernah berbicara dengan sembarang lelaki, tapi tak nyana ia malah memberikan arak obat sektenya yang begitu berharga padamu. Ai, anak muda yang romantis, kau menebar pesona dimana-mana, tapi kau malah menuai bencana bagi dirimu sendiri!"

Linghu Chong hanya dapat tersenyum kecut, ia berkata, "Ketua Lan dan aku hanya pernah berjumpa sekali di atas perahu di Sungai Kuning, dimana aku menerima hadiah Arak Lima Dewi darinya, selain itu kami tak pernah berhubungan".

Ping Yizhi menatapnya untuk beberapa waktu, lalu mengangguk-angguk sambil berkata, "Kalau begitu, Lan Fenghuang memberimu Arak Obat Lima Dewi ini semata-mata hanya karena memandang mukanya. Namun hal ini hanya menambah yang tak perlu ditambah dan membuat keadaanmu makin parah. Lagipula, walaupun arak obat ini dapat memperkuat tubuh, ia juga mengandung banyak racun. Hah, celaka, kacau balau! Sekte Lima Racunnya cuma mengandalkan beberapa resep turunan nenek moyang mereka yang aneh, Lan Fenghuang si gadis cilik itu tahu apa tentang ilmu pengobatan? Kentut! Semua jadi kacau balau!"

Linghu Chong mendengarkannya memaki-maki, ia merasa bahwa watak orang ini terlalu pemarah, namun ia melihat wajahnya nampak suram, dadanya naik turun, jelas bahwa ia sangat prihatin akan keadaan dirinya, maka ia merasa menyesal, "Sesepuh Ping, Ketua Lan bermaksud baik......" Ping Yizhi berkata dengan gusar, "Bermaksud baik, bermaksud baik! Hah, semua tabib gadungan di kolong langit ini yang membuat orang mati bukankah semuanya juga bermaksud baik? Kau tahu tidak, bahwa setiap hari orang yang dibunuh tabib gadungan jauh lebih banyak dari orang yang terbunuh kena golok di dunia persilatan?" Linghu Chong berkata, "Itu sangat mungkin terjadi". Ping Yizhi berkata, "Apa maksudmu sangat mungkin terjadi? Memang begitulah keadaannya! Atas dasar apa Lan Fenghuang ikut-ikutan mengurusi orang yang kuobati? Sekarang darahmu mengandung banyak racun, kalau satu persatu dipunahkan, mereka akan bertumbukan dengan ketujuh hawa murni itu, jangan-jangan dalam tiga shichen kau akan menghantar nyawa".

Linghu Chong berpikir, "Dalam darahku terkandung banyak racun, tapi belum tentu disebabkan karena aku minum Arak Obat Lima Dewi itu, ketika Ketua Lan dan keempat gadis Miao itu memasukkan darah ke dalam tubuhku, mereka memakai darah mereka sendiri. Orang-orang ini sehari-hari bergaul dengan benda-benda yang mengandung racun aneh, makanan dan minuman merekapun mengandung racun, dalam darah mereka juga mau tak mau terdapat racun, hanya saja karena mereka sudah lama terbiasa dengannya, tubuh mereka tidak terkena racun. Hal ini tak bisa diberitahukan pada Sesepuh Ping, kalau tidak ia akan naik pitam". Ia berkata, "Ilmu ketabiban dan pengobatan amat mendalam dan rumit, tak semua orang dapat memahaminya".

Ping Yizhi menghela napas dan berkata, "Kalau hanya perkara salah minum obat penguat, kehilangan banyak darah atau salah minum arak obat, aku masih punya cara untuk mengobatinya. Tapi perubahan besar yang keempat benar-benar membuatku habis akal. Ai, ini akibat perbuatanmu sendiri!" Linghu Chong berkata, "Benar. ini adalah akibat perbuatanku sendiri". Ping Yizhi berkata, "Beberapa hari belakangan ini, kenapa kau putus asa dan tak ingin hidup lagi? Sebenarnya kau menderita karena masalah berat apa? Ketika aku memeriksa denyut nadimu di Kota Zhexian, aku merasakan bahwa walaupun lukamu parah, walaupun penyakitmu aneh, namun denyut nadimu kuat, pikiranmu penuh harapan, sepertinya kau kuat dan penuh tenaga. Aku terlebih dahulu memperpanjang hidupmu seratus hari, lalu dalam seratus hari itu aku harus dengan cara bagaimanapun juga mencari cara untuk menyembuhkan penyakitmu yang aneh. Waktu itu aku belum benar-benar yakin akan dapat menyembuhkanmu, maka aku tak mau buru-buru menjelaskannya padamu, namun saat ini kau sama sekali tak punya kekuatan, tapi kenapa?"

Ketika mendengar ia menanyakan hal ini, mau tak mau rasa sedih muncul dalam hati Linghu Chong, pikirnya, "Sebelumnya guru mencurigai aku menggelapkan Kitab Pedang Penakluk Kejahatan milik Si Lin Kecil, namun itu tak apa-apa, apabila seorang lelaki sejati tak bersalah, pada akhirnya semua hal akan menjadi terang benderang, tapi......tapi tak nyana bahwa bahkan adik kecilpun curiga padaku. Demi Si Lin Kecil, ia menganggap aku sampah yang tak berguna, apa artinya aku hidup di dunia ini?"

Ping Yizhi tak menunggu ia menjawab, namun langsung meneruskan bicara, "Dari denyut nadimu, nampaknya hal ini disebabkan oleh belitan asmara. Sebenarnya semua tutur kata perempuan di kolong langit ini hambar, rupa mereka menjijikkan, sifat mereka aneh dan tak masuk akal, watak mereka tak sabaran, paling baik kalau kita dapat menghindari mereka jauh-jauh. Kalau nasibmu jelek, walaupun kau naik ke langit atau bersembunyi di dalam bumi, kau tetap tak bisa menghindar. Kalau begitu kau terpaksa mentolerir mereka, bersikap sopan pada mereka namun tanpa ketulusan. Kenapa kau tak mengerti hal ini dan malah merindukan mereka siang dan malam? Salah besar! Walaupun, walaupun dia......ai, aku harus bicara bagaimana?" Sambil berbicara ia menggeleng-gelengkan kepalanya.

Linghu Chong berpikir, "Istrimu memang tutur katanya hambar, rupanya menjijikkan, sifatnya aneh dan tak masuk akal dan wataknya tak sabaran, walaupun kau naik ke langit atau bersembunyi di dalam bumi, kau tetap tak akan bisa menghindar. Tapi tidak semua perempuan di kolong langit ini seperti itu. Kau memakai istrimu sendiri untuk mengukur semua perempuan di dunia ini, lucu sekali. Kalau adik kecil benar-benar hambar tutur katanya, rupaya menjijikkan......"

Sepasang tangan Dewa Bunga Persik membawa dua buah cawan arak besar, ia pergi ke gubuk dan berkata, "Hei, Tabib Ping, kenapa kau belum menyembuhkan dia?" Wajah Ping Yizhi berubah masam, "Aku tak bisa menyembuhkan dia!" Dewa Bunga Persik tertegun, katanya, "Tak bisa disembuhkan? Lalu apa yang akan kau perbuat?" Ia berpaling ke arah Linghu Chong sambil berkata, "Kalau begitu lebih baik kita keluar minum arak saja". Linghu Chong berkata, "Baik!" Ping Yizhi berkata dengan gusar, "Kau tak boleh pergi!" Dewa Bunga Persik melonjak kaget, ia berbalik dan kabur hingga kedua mangkuk arak itu tumpah membasahi tubuhnya.

Ping Yizhi berkata, "Tuan Muda Linghu, aku khawatir lukamu sukar disembuhkan, bahkan oleh dewa yang mahakuasa sekalipun, namun hidupmu masih bisa diperpanjang beberapa bulan atau tahun lagi. Tapi kau harus menuruti perkataanku, pertama, kau harus berhenti minum; kedua, kau harus bisa mengendalikan dirimu, kau sama sekali tak boleh tergoda kecantikan wanita, jangankan main perempuan, memikirkannya saja kau tak boleh; ketiga, kau tak boleh berkelahi dengan orang. Kalau kau dapat menaati tiga pantangan ini, yaitu pantang minum, pantang wanita dan pantang berkelahi, maka mungkin kau masih akan bisa hidup setahun atau dua tahun lagi".

Linghu Chong tertawa terbahak-bahak. Ping Yizhi berkata dengan gusar, "Apa yang lucu?" Linghu Chong berkata, "Manusia yang hidup di dunia ini harus bisa menikmati hidupnya dengan bebas, kalau tak boleh minum arak, tak boleh memikirkan perempuan, kalau ada orang yang menganiaya tak boleh membalas, apa artinya jadi manusia? Lebih baik dia cepat-cepat mati saja, supaya semua cepat selesai". Ping Yizhi berkata dengan suara tegas, "Kau harus berpantang, kalau aku tak bisa menyembuhkanmu, bukankah reputasiku akan hancur berkeping-keping?"

Linghu Chong mengangsurkan tangannya dan menepuk punggung tangan Ping Yizhi sambil berkata, "Sesepuh Ping, kau bermaksud baik, aku sangat berterima kasih. Tapi hidup mati sudah ditakdirkan, walaupun ilmu penyembuhan sesepuh hebat, namun sulit untuk menyelamatkan orang yang sudah ditakdirkan untuk mati. Kalau sesepuh tak bisa menyembuhkan penyakitku, hal ini sama sekali tak akan mempengaruhi reputasimu". Dalam perkataan itu terkandung maksud yang tulus.

"Krek!", seseorang menjulurkan kepalanya ke dalam gubuk lagi, ternyata ia adalah Dewa Akar Persik. Dengan suara keras ia berkata, "Linghu Chong, penyakitmu sudah sembuh belum?" Linghu Chong berkata, "Ilmu pengobatan Tabib Ping luar biasa, aku sudah sembuh". Dewa Akar Persik berkata, "Bagus sekali, bagus sekali!" Ia menarik lengan baju Linghu Chong sambil berkata, "Ayo minum, ayo minum!" Linghu Chong menjura dalam-dalam ke arah Ping Yizhi sambil berkata, "Banyak terima kasih atas perhatian sesepuh".

Ping Yizhi tak membalas penghormatan itu, ia hanya mengerutkan dahi sambil mengumam pada dirinya sendiri.

Dewa Akar Persik berkata, "Kan aku sudah bilang dia pasti akan bisa menyembuhkanmu. Dia adalah si 'Tabib Pembunuh', kalau menyembuhkan seseorang, dia harus membunuh seseorang lain, kalau ia tak bisa menyembuhkan seseorang, lalu dia mau apa? Bukankah dia akan membuat repot dirinya sendiri?" Linghu Chong berkata, "Omong kosong!" Sambil bergandengan tangan, mereka keluar dari gubuk

Para pendekar telah berkumpul untuk minum-minum. Ketika Linghu Chong berjalan diantara mereka, selalu ada orang yang menuangkan arak untuknya, cawan-cawan arak itu langsung ditenggaknya sampai habis.

Ketika mereka melihat bagaimana ia dengan luwes bergaul dengan mereka, minum sepuasnya, berbicara dan tertawa dengan riang, mereka semua merasa girang dan berkata, "Tuan Muda Linghu memang berjiwa pahlawan, hingga membuat orang kagum".

Setelah minum lebih dari sepuluh cawan arak, tiba-tiba ia teringat pada Ping Yizhi, ia menuang secawan besar arak, lalu bernyanyi keras-keras, "Minumlah sepuasnya hari ini selagi kau bisa....." Ia masuk ke dalam gubuk sambil berkata, "Sesepuh Ping, aku menghaturkan secawan arak untuk anda".

Di bawah cahaya lilin yang bergoyang-goyang, terlihat raut wajah Ping Yizhi sangat berubah. Linghu Chong terkejut, rasa mabuknya langsung agak berkurang. Ketika ia memperhatikannya dengan teliti, ternyata rambutnya yang hitam legam telah berubah menjadi seputih salju, kerut-kerut di wajahnya bertambah dalam, dalam waktu beberapa shichen saja, ia seperti telah menjadi lebih tua dua puluh tahun. Terdengar ia mengumam, "Sembuhkan satu orang, bunuh satu orang. Tak bisa menyembuhkan orang, lalu harus bagaimana?"

Darah Linghu Chong bergolak, ia berseru, "Apa artinya hidup Linghu Chong seorang? Untuk apa sesepuh memasukkannya di dalam hati?"

Ping Yizhi berkata, "Kalau aku tak bisa menyembuhkan seseorang, aku harus membunuh diriku sendiri, kalau tidak, mana pantas aku dijuluki si 'Tabib Pembunuh'?" Tiba-tiba ia berdiri, tubuhnya bergoyang-goyang beberapa kali, ia memuntahkan darah dari mulutnya lalu tersungkur ke tanah.

Linghu Chong sangat terkejut, ia cepat-cepat memapahnya berdiri, namun napasnya nampak sudah berhenti, tak nyana ia sudah mati. Linghu Chong mengendongnya, ia tak tahu harus berbuat apa. Ia mendengar bahwa suara ribut orang minum-minum diluar gubuk makin sepi, rasa sepi dan sedihpun muncul di hatinya. Setelah berdiam diri beberapa saat, ia tak kuasa menahan air matanya. Jasad Ping Yizhi di tangannya makin lama makin berat, ia tak kuat mengendongnya dan dengan hati-hati meletakkannya di atas tanah.

* * *

Tiba-tiba seseorang nampak masuk ke dalam gubuk dengan langkah pelan sambil berbisik, "Tuan Muda Linghu!" Linghu Chong melihat bahwa orang itu adalah Zu Qianqiu, ia berkata dengan sedih, "Sesepuh Zu, Tabib Ping sudah meninggal dunia". Zu Qianqiu sepertinya tak perduli, ia berbisik lagi, "Tuan Muda Linghu, aku mohon satu hal darimu. Kalau ada orang yang bertanya, mohon kau katakan bahwa kau tak pernah bertemu dengan Zu Qianqiu, ya?" Linghu Chong tertegun, tanyanya, "Memangnya kenapa?" Zu Qianqiu berkata, "Tak ada apa-apa, hanya saja.....hanya saja.....ai, sampai jumpa lagi!"

Begitu Zu Qianqiu melangkah keluar gubuk, seseorang menyusul masuk, dia adalah Sima Da, kepada Linghu Chong ia berkata, "Tuan Muda Linghu, aku punya suatu......suatu permintaan yang sukar dikatakan, kalau ada orang yang bertanya tentang siapa yang berkumpul di Wubagang, mohon supaya tuan muda tidak menyebut-sebut namaku, aku akan sangat berterima kasih". Linghu Chong berkata, "Baiklah. Tapi kenapa?" Sima Da nampak jengah, seperti seorang bocah yang baru berbuat nakal dan tertangkap basah, ia berkata dengan terbata-bata, "Ini......ini......"

Linghu Chong berkata, "Kalau Linghu Chong tak pantas menjadi temanmu, sejak ini aku tak akan berani mengaku sebagai temanmu". Wajah Sima Da berubah, tiba-tiba ia berlutut dan bersujud di tanah sambil berkata, "Aku pantas dikubur sampai mati karena tuan muda sampai bicara begitu. Aku mohon supaya kau tidak menyebut-sebut kejadian di Wubagang ini, semata-mata supaya tak mengundang kemarahan seseorang. Kalau tuan muda masih meragukan perkataanku, anggap saja Sima Da omong kosong!" Linghu Chong cepat-cepat mengangsurkan tangan untuk membantunya bangkit seraya berkata, "Penguasa Pulau Sima kenapa begitu banyak peradatan? Penguasa Pulau Sima, mohon beritahu aku, kenapa kalau kau menemuiku di Wubagang, kau akan mengundang kemarahan seseorang? Kalau orang ini begitu benci pada Linghu Chong, ia hanya perlu mengejar aku sendiri......" Sima Da menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tersenyum simpul, "Makin lama berbicara, perkataan tuan muda makin tak masuk akal, orang ini sangat sayang pada tuan muda, mana ada rasa benci padamu? Ai, hamba orang kasar, tak pandai bicara, sampai jumpa lagi. Pendek kata, Sima Da menganggapmu seorang sahabat, di kemudian hari kalau kau ingin aku melakukan sesuatu, cukup beri kabar saja, walau aku harus menyeberangi samudera atau lautan api, Sima Da tak akan sedikitpun mengerutkan dahi, kalau aku enggan, biar delapan belas generasi leluhurku menjadi anak kura-kura!" Sambil berbicara ia menepuk dadanya, lalu berjalan keluar gubuk dengan langkah-langkah lebar.

Linghu Chong amat heran, pikirnya, "Orang ini bersikap tulus padaku, hal ini tak usah dipertanyakan lagi. Tapi kenapa kalau ia menemuiku di Wubagang, seseorang akan marah? Tapi orang yang akan marah itu tidak membenciku, malah sangat baik padaku, di kolong langit ini mana ada hal yang begitu aneh? Kalau ia benar-benar sangat baik padaku, mestinya ia senang kalau aku mendapat begitu banyak kawan". Tiba-tiba ia teringat sesuatu, pikirnya, "Ah, benar, orang ini adalah sesepuh aliran lurus, maka ia sangat memperhatikanku, tapi ia tak suka bergaul dengan orang-orang dari aliran sesat. Apa dia Kakek Guru Feng? Tapi orang seperti Sima Da adalah orang yang polos dan terus terang, kenapa aku tak boleh bersahabat dengannya?"

Terdengar seseorang batuk-batuk pelan dari luar gubuk, lalu berbisik, "Tuan Muda Linghu". Linghu Chong mengenali suara Huang Boliu, maka ia berkata, "Ketua Huang, silahkan masuk". Huang Boliu melangkah masuk dan berkata, "Tuan Muda Linghu, ada beberapa kawan yang ingin menyampaikan pesan padamu, mereka ada urusan mendesak, sehingga harus segera pulang dan tak sempat berpamitan secara pribadi pada tuan muda, mohon maafkan mereka". Linghu Chong berkata, "Tak usah sungkan-sungkan". Benar saja, suara ribut di luar gubuk terdengar makin sepi, tak sedikit orang yang telah pergi.

Huang Boliu berkata dengan terbata-bata, "Dalam masalah ini kami benar-benar telah bertindak semberono, pertama, kami semua sangat ingin tahu, kedua, kami ingin menyenangkan.....tak nyana, dia mudah tersinggung, ia tak ingin masalah ini diketahui orang banyak, kami orang-orang yang kasar ini tak mengerti apa-apa. Ketua Lan juga orang Miao, hal ini......"

Linghu Chong memperhatikan bahwa perkataannya tak ada ujung pangkalnya, ia sama sekali tak mengerti maksudnya, maka ia bertanya, "Apa Ketua Huang ingin supaya aku tak memberitahukan peristiwa Wubagang ini pada orang lain?" Huang Boliu tertawa hambar, wajahnya nampak jengah, "Orang lain dapat menyangkal, tapi Huang Boliu tak bisa menghindar. Partai Sungai Langit telah menjamu tuan muda di Wubagang, bagaimanapun juga hal ini harus diakui". Linghu Chong mendengus, "Kau mengundang aku minum secawan arak, ini bukan dosa yang tak berampun. Lelaki sejati untuk apa sembunyi-sembunyi seperti ini?"

Huang Boliu cepat-cepat memasang senyum manis, "Tuan muda sama sekali jangan berpikir yang tidak-tidak. Ai, si tua Huang ini terlahir bodoh, kalau sebelumnya aku bertanya pada menantu perempuanku, atau bertanya pada cucu perempuanku, aku tentunya tak akan membuat dia tersinggung, dan aku sendiri masih tak tahu apa-apa. Ai, aku orang yang kasar ini menikahi istriku ketika berumur tujuh belas tahun. Karena kesalahanku istriku meninggal, mati terlalu muda, sehingga aku sama sekali tak mengerti pikiran wanita".

Linghu Chong berpikir, "Tak heran guru berkata bahwa mereka adalah orang aliran sesat, orang ini bicaranya memang tak ada juntrungannya. Dia mengajak aku minum arak, lalu tiba-tiba ingin bertanya pada menantu dan cucu perempuannya, lalu menyalahkan istrinya karena mati muda".

Huang Boliu berkata lagi, "Karena semua sudah terjadi, maka hanya ada satu jalan keluar. Tuan muda, katakanlah bahwa kau sudah lama kenal si tua Huang ini, sudah puluhan tahun bersahabat, bagaimana? Ah, salah. Katakanlah bahwa kau sudah bersahabat dengan Huang Boliu selama delapan atau sembilan tahun, bahwa sejak kau
berumur lima atau enam belas tahun kau sudah berjudi dan minum-minum bersama si tua Huang ini". Linghu Chong tertawa, "Waktu itu aku baru berumur empat tahun, dan ikut main dadu dan minum arak bagus denganmu, masa kau lupa? Sampai tahun ini, kita sudah bersahabat dua puluh tahun lamanya".[2]

Huang Boliu tertegun, tapi ia segera sadar bahwa Linghu Chong sedang menyindirnya, ia tertawa hambar dan berkata, "Kalau tuan muda berkata demikian, tentunya baik adanya. Tapi.....tapi dua puluh tahun yang lalu si Huang ini perampok dan melakukan perbuatan-perbuatan yang tak pantas dibicarakan, mana bisa tuan muda berteman denganku? Eh.....hal ini......" Linghu Chong berkata, "Ketua Huang, kau berkata terus terang tentang hal ini, ini berarti bahwa kau adalah orang yang jujur, tentunya dua puluh tahun yang lalu aku sudah berteman denganmu!" Huang Boliu sangat girang, dengan lantang ia berkata, "Baik, baik. Kita adalah sahabat lama yang sudah berteman dua puluh tahun lamanya". Ia menoleh ke belakang, lalu berbisik, "Jagalah dirimu tuan muda. Hatimu baik. Walaupun kau sekarang sedang sakit, pada akhirnya kau akan bisa sembuh, lagipula gadis.....gadis......punya banyak akal, aiyo!" Ia berseru, lalu berbalik dan melangkah pergi.

Linghu Chong berpikir, "Gadis.....gadis apa yang punya banyak akal? Perkataannya benar-benar tak ada ujung pangkalnya".

Terdengar suara derap kaki kuda perlahan-lahan menjauh, suara hiruk pikukpun berhenti. Ia menatap jasad Ping Yizhi dengan nanar selama beberapa waktu, ia melangkah keluar gubuk dan tiba-tiba ia tercengang, bukit itu sunyi senyap, sama sekali tak terlihat sesosok manusiapun. Ia berpikir bahwa kalaupun orang-orang itu sudah berhenti minum-minum, dan sebagian sudah meninggalkan bukit itu, namun mereka tak mungkin dalam sekejap menghilang tanpa bekas. Ia berteriak keras-keras, "Guru, ibu guru!" Namun tak ada orang yang menjawab. Ia berseru lagi, "Adik kedua, adik keempat, adik kecil!" Masih tak ada orang yang menjawab.

Bulan sabit bersinar miring, tiada angin bertiup, di seluruh Wubagang yang begitu luas, tak nyana hanya ada dirinya seorang. Terlihat tanah dipenuhi poci arak, cawan dan piring, selain itu topi, mantel, jaket, baju dan ikat pinggang nampak berserakan, orang-orang itu pergi dengan begitu tergesa-gesa sehingga mereka tak sempat membereskan barang-barang mereka. Ia bertambah heran, "Mereka pergi dengan begitu terburu-buru,  seakan akan ada bencana besar datang dan mereka harus langsung melarikan diri. Tadinya lelaki-lelaki ini sepertinya tak takut langit dan bumi, tapi sekonyong-konyong menjadi sangat penakut, benar-benar aneh. Tapi guru, ibu guru dan adik kecil juga kemana perginya? Kalau keadaan disini berbahaya, kenapa mereka tak memperingatkan aku?"

Tiba-tiba ia merasa sedih dan kesepian, ia merasa bahwa walaupun langit dan bumi begitu besar, namun tak seorangpun memperhatikan keselamatan dirinya. Baru-baru ini, banyak orang yang berlomba-lomba untuk menyenangkan dirinya, namun sekarang bahkan guru dan ibu guru yang dekat dengannyapun telah meninggalkannya.

Hatinya terasa pedih dan berbagai hawa murni dalam tubuhnya bergejolak, tubuhnya bergoyang-goyang dan ia terjatuh. Ia berusaha untuk bangkit, ia mengerang beberapa kali, namun sama sekali tak berdaya. Ia memejamkan mata untuk menenangkan diri, setelah beristirahat beberapa saat, ia mencoba sekali lagi untuk bangkit, namun tak nyana kali ini tenaga yang dikerahkannya terlalu besar, telinganya mendenging, pandangannya gelap dan ia jatuh pingsan.

* * *

Catatan Kaki Penerjemah

[1] Ibukota Propinsi Shandong.
[2] Di edisi ketiga ini, usia Linghu Chong diturunkan menjadi dua puluh empat tahun, lebih muda dari di edisi-edisi sebelumnya. 

Bagian kedua

Entah sudah berapa lama waktu berlalu, dalam keadaan setengah sadar ia mendengar suara kecapi yang lembut, sedikit demi sedikit pikirannya bertambah terang, suara kecapi itu pelan dan anggun, setelah mendengarnya, perasaannya yang bergejolak langsung menjadi tenang. Lagu itu adalah lagu 'Qingxin Pushan Zhou' yang dimainkan oleh sang nenek di kota Luoyang itu. Linghu Chong seperti seseorang yang hanyut di tengah lautan luas tak bertepi, lalu tiba-tiba melihat sebuah pulau, semangatnya timbul dan ia segera bangkit. Suara kecapi itu terdengar dari dalam gubuk, maka ia melangkah menghampirinya setapak demi setapak, namun pintu gubuk sudah tertutup.
 
Setelah ia berjalan sampai enam atau tujuh langkah dari gubuk, ia berhenti, pikirnya, "Suara kecapi ini berarti bahwa nenek dari Lorong Bambu Hijau dari Kota Luoyang itu telah tiba. Di Luoyang ia enggan memperlihatkan wajahnya kepadaku, sekarang tanpa izinnya, mana bisa aku masuk dengan sembarangan?" Ia segera menjura seraya berkata, "Linghu Chong menghadap sesepuh".
 
Suara kecapi berdentang-denting beberapa kali, lalu tiba-tiba berhenti. Linghu Chong merasa bahwa nada suara kecapi itu penuh ketentraman, ketika mendengarnya ia merasakan kenyamanan yang sukar dilukiskan. Ia sadar bahwa di dunia ini ada seseorang yang memperhatikan dan menyayanginya, dan rasa bersyukurpun langsung memenuhi lubuk hatinya.
 
Mendadak ia mendengar seseorang berkata di kejauhan, "Ada orang yang memetik kecapi! Ada penjahat aliran sesat yang belum menunjukkan dirinya".
 
Terdengar pula sebuah suara yang bergaung berkata, "Tak nyana para iblis cabul aliran sesat itu berani datang ke Henan untuk membuat onar, apa mereka memandang kita dengan sebelah mata?" Ketika berbicara sampai disini, orang itu meninggikan suaranya dan berseru, "Kalian bajingan dan haram jadah siapa yang berani-beraninya membuat onar di Wubagang ini? Sebutkan nama kalian!" Tenaga dalamnya hebat hingga suaranya menggetarkan segala penjuru.
 
Linghu Chong berpikir, "Tak heran Sima Da, Huang Boliu dan Zu Qianqiu ketakutan dan cepat-cepat kabur, ternyata benar-benar ada seorang jago aliran lurus yang menantang mereka". Ia samar-samar merasa bahwa perbuatan Sima Da, Huang Boliu dan yang lain-lain melarikan diri terbirit-birit seperti itu agak bertentangan dengan sikap seorang lelaki sejati, namun kalau orang yang datang dapat membuat semua orang itu ketakutan, tentunya ia adalah seorang sesepuh yang ilmu silatnya luar biasa tingginya. Ia berpikir, "Kalau mereka menanyai aku, aku akan sukar menjawab, lebih baik aku menghindar". Ia segera menuju ke belakang gubuk, lagi-lagi ia berpikir, "Sepertinya mereka tak akan membuat susah nenek di dalam gubuk itu". Saat itu suara kecapi dari gubuk sudah tak terdengar lagi.
 
Terdengar suara langkah kaki, tiga orang mendaki bukit. Setelah ketiga orang itu sampai di puncak bukit, terdengar suara seseorang berseru kaget, nampaknya mereka terkejut melihat keadaan di puncak bukit yang sunyi senyap.
 
Orang yang suaranya mengaung itu berkata, "Kemana perginya para haram jadah itu?" Seseorang yang suaranya lembut berkata, "Begitu mendengar bahwa ada dua orang jago Biara Shaolin datang untuk membasmi kejahatan dan mengusir iblis, mereka tentunya lari tunggang langgang". Seseorang lain berkata, "Benar, benar! Kemungkinan besar ini mereka takut mendengar nama besar Saudara Tan dari Perguruan Kunlun". Ketiga orang itu tertawa terbahak-bahak.
 
Linghu Chong berpikir, "Ternyata yang dua orang adalah dari Biara Shaolin, sedangkan yang seorang lagi dari Perguruan Kunlun. Sejak awal Dinasti Tang, Biara Shaolin sudah menjadi pemimpin dunia persilatan, reputasinya lebih tinggi dari perserikatan Perguruan Pedang Lima Puncak kami, dan mereka juga mungkin lebih kuat. Selain itu ketua Biara Shaolin, Pendeta Fang Zheng juga dihormati di dunia persilatan. Guru sering berkata bahwa ilmu pedang Perguruan Kunlun unik, kuat sekaligus sebat. Kalau kedua perguruan ini bergandengan tangan, mereka akan menjadi lihai. Kemungkinan besar mereka bertiga hanya barisan depan saja, sedangkan dibelakang mereka ada banyak bala bantuan. Tapi kenapa guru dan ibu guru malah menghindar?" Setelah berpikir beberapa saat ia sadar, "Aku tahu, guruku adalah ketua perguruan aliran lurus, kalau ia bergaul dengan Huang Boliu dan orang-orang lain yang namanya tidak baik, kalau sampai terlihat oleh jago Perguruan Kunlun dan orang-orang dunia persilatan lain, ia akan merasa jengah".
 
Terdengar orang bermarga Tan dari Perguruan Kunlun itu berkata, "Barusan ini terdengar suara kecapi dipetik dari puncak bukit, dimana orang itu bersembunyi? Saudara Xin, Saudara Yi, jangan-jangan ada sesuatu yang aneh". Orang yang suaranya mengelegar itu berkata, "Benar. Saudara Tan sangat teliti. Ayo kita mencari di sekitar sini dan seret dia keluar". Seseorang lain berkata, "Kakak Xin, aku akan pergi melihat-lihat gubuk itu". Ketika Linghu Chong mendengar perkataan itu, ia tahu bahwa orang itu bermarga Yi, sedangkan orang yang suaranya mengelegar itu bermarga Xin dan adalah kakak seperguruannya. Terdengar orang bermarga Yi itu berjalan ke arah gubuk.
 
Dari dalam gubuk terdengar sebuah suara wanita yang jernih, "Aku sendirian, di tengah malam seperti ini, lelaki dan perempuan tak boleh bertemu".
 
Si marga Xin berkata, "Dia seorang wanita". Si marga Yi berkata, "Apa anda yang barusan ini memetik kecapi?" Nenek itu berkata, "Benar". Si marga Yi berkata, "Petiklah kecapi lagi supaya kami bisa dengar". Nenek itu berkata, "Kita belum pernah bertemu sebelumnya, bagaimana aku bisa bermain kecapi untuk kalian?" Orang marga Xin itu berkata, "Huh, memangnya kenapa? Kau banyak alasan, di dalam gubuk pasti ada sesuatu yang aneh, ayo kita masuk untuk memeriksanya". Si marga Yi berkata, "Katamu kau seorang perempuan yang sendirian, tapi di tengah malam seperti ini, kau sedang apa di Wubagang ini? Kemungkinan besar, kau sejenis dengan orang-orang aliran sesat itu. Ayo masuk untuk mengeledahnya". Sambil berbicara ia berjalan menuju ke pintu gubuk dengan langkah-langkah besar.
 
Linghu Chong menerjang keluar dari tempat persembunyiannya, ia menghadang di depan pintu gubuk seraya berseru, "Berhenti!"
 
Ketiga orang itu tak mengira bahwa tiba-tiba ada seseorang menerjang keluar, oleh karena itu mereka agak terkejut, namun ketika melihat bahwa orang itu adalah seorang pemuda yang sendirian, mereka memandangnya dengan sebelah mata. Si marga Xin berseru keras-keras, "Anak muda, kau siapa? Untuk apa kau diam-diam bersembunyi di kegelapan?"
 
Linghu Chong berkata, "Linghu Chong dari Perguruan Huashan menghadap kepada para sesepuh dari Biara Shaolin dan Perguruan Kunlun". Sambil berbicara ia menjura dalam-dalam kepada ketiga orang itu.
 
Si marga Yi mendengus, lalu berkata, "Kau dari Perguruan Huashan? Apa yang kau lakukan disini?" Linghu Chong melihat bahwa walaupun orang bermarga Xin itu tidak begitu tinggi besar, namun dadanya menonjol seperti genderang, tak heran kalau suaranya begitu mengelegar. Seorang yang lain adalah seorang lelaki setengah baya yang memakai jubah merah hati yang sama dengannya, tentunya dia adalah saudara seperguruannya yang bermarga Yi. Di punggung orang Perguruan Kunlun yang bermarga Tan itu tergantung sebilah pedang, jubahnya lebar dan lengan bajunya besar, dari raut wajahnya nampaknya ia seorang yang suka berbuat sekehendak hatinya. Orang bermarga Yi itu tak menunggu jawabannya, lagi-lagi ia bertanya, "Karena kau murid perguruan lurus, untuk apa kau datang ke Wubagang?"
 
Sejak Linghu Chong mendengar mereka memaki orang sebagai haram jadah, ia sudah merasa geram, terlebih lagi saat ini bicaranya juga kasar, maka ia berkata, "Sesepuh bertiga juga anggota perguruan lurus, tapi kenapa kalian berada di Wubagang ini?" Si marga Tan tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Kau pintar bicara. Apa kau tahu perempuan yang memetik kecapi dalam gubuk itu siapa?" Linghu Chong berkata, "Dia adalah seorang nenek sepuh yang berbudi tinggi dan tak memperdulikan urusan duniawi". Si marga Yi membentak, "Omong kosong! Dengarlah suara perempuan itu, jelas usianya belum lanjut, nenek apa?" Linghu Chong tersenyum, "Nenek ini suaranya merdu, aneh bukan? Keponakannya saja dua atau tiga puluh tahun lebih tua darimu, apalagi nenek ini sendiri". Si marga Yi berkata, "Minggir sana! Kami sendiri akan masuk untuk melihatnya".
 
Linghu Chong mementang kedua tangannya, "Nenek sudah berkata, di tengah malam seperti ini, lelaki dan perempuan tak boleh bertemu. Dia dan kalian belum pernah bertemu, masa dia mau menemui kalian tanpa alasan yang jelas?"
 
Si marga Yi mengibaskan lengan bajunya, sebuah aliran tenaga menyapu ke arah Linghu Chong, Linghu Chong sama sekali tak punya tenaga dalam, maka ia sama sekali tak berdaya menahannya dan tersungkur ke tanah. Si marga Yi tak mengira bahwa ia sama sekali tak punya tenaga dalam, ia tertegun, lalu tersenyum sinis, "Kau murid Perguruan Huashan? Jangan-jangan kau cuma membual". Sambil berbicara ia melangkah ke arah gubuk.
 
Linghu Chong bangkit, di wajahnya nampak goresan berdarah karena terkena batu, katanya, "Nenek tidak ingin menemui kalian, kenapa kalian begitu tak sopan? Di Kota Luoyang aku telah berbicara dengan nenek beberapa hari lamanya, tapi aku belum pernah melihat wajahnya". Si marga Yi berkata, "Bocah ini omongannya tak keruan, minggir sana, apa kau mau tersungkur lagi?" Linghu Chong berkata, "Biara Shaolin adalah perguruan terkemuka yang bereputasi tinggi di dunia persilatan, kalian berdua tentunya adalah jago kalangan awam dari Biara Shaolin. Dan anda tentunya adalah seorang jago terkemuka dari Perguruan Kunlun, namun kenapa di tengah malam buta ini, kalian malah menganiaya seorang nenek tua? Apa kalian tak takut ditertawakan orang-orang dunia persilatan?"
 
Si marga Yi berseru, "Dari mana kau dapat begitu banyak omong kosong?" Tangan kirinya menjulur dan menampar pipi kiri Linghu Chong keras-keras.
 
Walaupun Linghu Chong sama sekali tak punya tenaga dalam, namun ketika melihat bahu kanan orang itu agak turun, ia tahu bahwa ia akan memukulnya dengan tangan kirinya, maka ia cepat-cepat menghindar, tapi ia tak mampu menggerakkan pinggang dan kakinya sehingga akhirnya ia tak bisa menghindari tamparan itu. Tubuhnya kena hantam dua kali, pandangan matanya menjadi gelap dan ia jatuh terduduk di tanah.
 
Si marga Xin berkata, "Adik Yi, orang ini tak bisa silat, kau tak usah mengurusi dia. Iblis-iblis sesat itu sudah kabur, ayo pergi!" Si marga Yi berkata, "Orang-orang aliran sesat dari Shandong dan Henan tiba-tiba berkumpul di Wubagang, lalu dalam sekejap menghilang. Mereka berkumpul adalah sesuatu yang aneh, kepergian mereka yang tiba-tiba juga aneh. Masalah ini harus diselidiki sampai terang benderang. Kemungkinan besar kita akan dapat menemukan petunjuk di dalam gubuk ini". Sambil berbicara, ia menjulurkan tangannya untuk mendorong pintu gubuk.
 
Linghu Chong bangkit, sebilah pedang tergenggam di tangannya, ia berkata, "Sesepuh Yi, aku berhutang budi pada nenek yang berada di dalam gubuk itu, selama aku masih bernapas, aku tak akan memperbolehkanmu menyinggung beliau".
 
Si marga Yi tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Apa yang mau kauandalkan? Pedang di tanganmu?"
 
Linghu Chong berkata, "Ilmu silatku rendah, mana bisa aku melawan seorang jago Biara Shaolin? Namun tak ada hal yang lebih penting dari keadilan. Kalau kau ingin masuk ke dalam gubuk ini, kau harus membunuhku terlebih dahulu".
 
Si marga Xin berkata, "Adik Yi, ternyata bocah ini berpendirian kuat, ia seorang jantan, biarkan saja dia". Si marga Yi tertawa, "Kabarnya ilmu pedang Perguruan Huashan kalian unik, dan terbagi atas Faksi Pedang dan Faksi Tenaga Dalam segala. Kau termasuk Faksi Pedang atau Tenaga Dalam? Atau Faksi Kentut? Hahaha, hahaha!" Si marga Yi dan Tan juga ikut tertawa terbahak-bahak.
 
Linghu Chong berkata dengan lantang, "Memakai kekuatan untuk menganiaya yang lemah, kalian perguruan lurus terkemuka macam apa? Kau murid Biara Shaolin? Jangan-jangan kau cuma membual!".
 
Si marga Yi itu gusar, ia mengangkat tangan kanannya, hendak memukul dada Linghu Chong. Kalau terkena pukulan ini, dalam sekejap Linghu Chong akan mati di tempat. Si marga Xin berkata, "Berhenti! Linghu Chong, kalau kau murid perguruan lurus terkemuka, apa kau tak bisa berkelahi dengan orang?" Linghu Chong berkata, "Anggota perguruan lurus setiap kali berkelahi harus punya alasan yang jelas".
 
Si marga Yi perlahan-lahan mengangsurkan tangannya sambil berkata, "Aku akan menghitung sampai tiga, kalau sampai hitungan ketiga kau masih tak mau minggir, aku akan mematahkan tiga tulang rusukmu. Satu!" Linghu Chong tersenyum, lalu berkata, "Mematahkan tiga tulang rusukku itu tak ada artinya!" Si marga Yi berseru, "Dua!" Si marga Xin berkata, "Kawan kecil, adikku ini selalu berbicara sungguh-sungguh, kau minggirlah cepat-cepat".
 
Linghu Chong tersenyum, "Begitu aku membuka mulut, aku juga akan melaksanakan apa yang kukatakan. Linghu Chong masih belum mati, bagaimana aku dapat membiarkan kalian berbuat kurang ajar pada nenek?" Setelah mengucapkan kalimat itu, ia tahu bahwa pukulan si marga Yi itu akan segera datang, diam-diam ia menarik napas panjang dan memusatkan tenaga di lengan kanannya, namun dadanya langsung terasa sakit dan laksaan bintang emas seakan menari-nari di depan matanya.
 
Orang marga Yi itu berseru, "Tiga!" Kaki kirinya melangkah ke depan, ia melihat bahwa punggung Linghu Chong bersandar pada papan pintu gubuk, ujung bibirnya terangkat membentuk sebuah senyum sinis, ia sama sekali tak bermaksud minggir. Tangan kanan  si marga Yi memukul.
 
Ketika hawa pukulan lawan mengenai tubuhnya, Linghu Chong merasa tercekik, ia mendorong pedang di tangannya ke arah telapak tangan musuh. Posisi dan arah pedang itu luar biasa. Si marga Yi itu telah memukul, ia tak punya waktu untuk menariknya kembali, terdengar suara benturan pelan, disusul sebuah teriakan keras, "Ah!" Ujung pedang telah menembus telapak tangannya. Ia cepat-cepat menarik mundur lengannya, dengan sebuah suara benturan pelan lagi, ia melepaskan telapaknya dari ujung pedang. Luka yang dideritanya parah, maka ia buru-buru melompat ke belakang beberapa zhang jauhnya, sedangkan tangan kirinya menarik sebilah pedang dari pinggangnya. Dengan terkejut bercampur gusar, ia berteriak, "Bocah maling ini pura-pura bodoh, ternyata ilmu silatnya luar biasa. Aku......aku akan bertarung mati-matian denganmu!"
 
Xin, Yi dan Tan bertiga adalah jago-jago pedang, mereka melihat bahwa ketika Linghu Chong mendorong pedangnya ke depan, ia sama sekali tak memakai jurus apapun, dan hanya mengandalkan posisi dan ketepatan waktu untuk melancarkan serangannya,  dengan cara itu, ia telah berhasil membuat telapak lawan tertembus ujung pedang dengan sendirinya. Pencapaian ilmu pedangnya benar-benar telah mencapai tingkat yang tertinggi. Walaupun si marga Yi sangat gusar, namun ia tak berani lagi memandang lawannya dengan sebelah mata, "Wus,wus,wus!",dengan pedang yang tergenggam di tangan kirinya ia menyerang tiga kali. Semuanya adalah serangan palsu untuk menguji lawan, di tengah jalan, ia segera menarik kembali pedangnya. 
 
Pada malam ketika Linghu Chong melukai mata lima belas orang jago diluar kuil dewa obat itu, ia juga tak punya tenaga dalam, namun keadaannya masih jauh lebih baik dibandingkan dengan saat ini, sekarang mengangkat pedang saja ia hampir tak mampu. Ia melihat si marga Yi melancarkan tiga serangan kosong, ujung pedangnya tak henti-hentinya bergetar, jelas bahwa ia memakai ilmu pedang kelas satu Shaolin, ia makin merasa tak ingin bermusuhan dengannya, maka ia berkata, "Aku sama sekali tak bermaksud menyinggung sesepuh bertiga, kalau kalian bertiga bersedia meninggalkan tempat ini, aku.....aku akan minta maaf yang sebesar-besarnya".
 
Si marga Yi itu mendengus, lalu berkata, "Sekarang sudah terlambat bagimu untuk minta ampun". Pedangnya menikam dengan sebat ke arah tenggorokan Linghu Chong.
 
Linghu Chong tak bisa bergerak dengan gesit, ia tahu bahwa tikaman itu tak bisa dihindari, maka ia juga menikamkan pedangnya. Walaupun tikamannya itu dilancarkan belakangan, namun tikamannya itu mencapai sasaran terlebih dahulu. "Wus!", ujung pedangnya menusuk titik jalan darah di pergelangan tangan kiri si marga Yi.
 
Kelima jari tangan si marga Yi itu membuka, pedangnya terjatuh ke tanah. Saat itu sinar mentari telah muncul di ufuk timur, ia melihat darah segar dari pergelangan tangannya sendiri menetes-netes ke atas rumput hijau, ia hampir tak bisa percaya bahwa di dunia ini ada ilmu pedang semacam itu. Setelah beberapa saat, ia menghela napas, lalu berbalik dan melangkah pergi.
 
Si marga Xin memang tak ingin bermusuhan dengan Perguruan Huashan, ketika melihat tikaman Linghu Chong yang luar biasa itu, ia tahu bahwa ia sama sekali bukan tandingannya. Karena mengkhawatirkan luka sang adik seperguruan, ia berseru, "Adik Yi!" Tak lama kemudian ia buru-buru pergi.
 
Si marga Tan melirik ke arah Linghu Chong dan menatapnya tanpa berkedip untuk beberapa saat, lalu bertanya, "Apakah anda benar-benar murid Perguruan Huashan?" Tubuh Linghu Chong bergoyang-goyang hendak jatuh, ia berkata, "Benar!" Si marga Tan itu melihat bahwa ia telah terluka parah, walaupun ilmu pedangnya hebat, ia hanya tinggal menunggu beberapa saat lagi, tanpa perlu menyerang, Linghu Chong sudah tak akan dapat bertahan lagi. Ia merasa mendapatkan kesempatan besar, pikirnya, "Barusan ini kedua jago Biara Shaolin itu yang satu terluka, sedangkan yang satu lagi kabur, mereka tumbang di tangan pemuda dari Perguruan Huashan ini, kalau aku bisa mengalahkannya, menangkapnya dan membawanya ke Biara Shaolin untuk dihukum oleh kepala biara, aku tak hanya dapat mempersembahkan hadiah besar bagi Biara Shaolin, tapi juga akan membuat nama Perguruan Kunlun berkibar di dunia persilatan Dataran Tengah". Ia segera melangkah ke depan, lalu tersenyum dan berkata, "Anak muda, ilmu pedangmu tidak jelek, bagaimana kalau kita bertukar jurus pukulan dan telapak?"
 
Begitu melihat raut wajahnya, Linghu Chong sudah dapat memperkirakan maksudnya, ia berpikir bahwa orang itu sangat culas, jauh lebih menyebalkan dari orang bermarga Yi dari Biara Shaolin itu. Ia mengangkat pedangnya dan menikam bahunya. Ternyata ketika pedang baru bergerak separuh jalan, lengannya sudah tak bertenaga lagi, "Trang!", pedangnya terjatuh ke tanah. Si marga Tan amat girang, ia memukul keras-keras ke arah dada Linghu Chong. "Ah!", seru Linghu Chong, ia memuntahkan darah segar dari mulutnya.
 
Jarak mereka berdua sangat dekat, darah segar itu mengenai si marga Tan, tepat mengenai wajahnya, dan bahkan ada beberapa tetes yang masuk ke dalam mulutnya. Si marga Tan itu merasakan rasa amis darah dalam mulutnya, namun ia tak memperdulikannya. Ia sangat khawatir kalau-kalau Linghu Chong mengangkat pedang dan menyerang balik, tangan kanannya mengangkat, hendak memukul, namun tiba-tiba  ia pingsan dan terjatuh ke tanah.
 
Ketika melihat si marga Tan tiba-tiba pingsan dan terjatuh ke tanah, sedangkan ia sendiri sedang sekarat, Linghu Chong tercengang sekaligus girang. Ia melihat bahwa  wajah orang itu menjadi kehitaman, sedangkan tubuhnya berkelojotan dan bergetar tanpa henti, raut wajahnya aneh dan mengerikan, maka ia berkata, "Kau salah memakai hawa murni, itu salahmu sendiri!"
 
Ia memandang ke sekelilingnya, di puncak Wubagang tak nampak sesosok manusiapun, di pucuk-pucuk pohon burung-burung ramai berkicau, sedangkan di tanah berserakan poci arak, piring dan mangkuk serta senjata, suasananya begitu aneh hingga sukar dilukiskan. Ia menghapus bercak-bercak darah di mulutnya dengan lengan bajunya, lalu berkata, "Nenek, apa kau baik-baik saja?" Nenek itu berkata, "Sekarang tuan muda tak boleh terlalu lelah, mohon duduk dan beristirahat". Sekujur tubuh Linghu Chong memang sudah sama sekali tak berdaya, ia menurut dan segera duduk.
 
Terdengar suara kecapi yang lembut berkumandang dari dalam gubuk, seperti air dari  mata air yang perlahan-lahan disiramkan ke sekujur tubuhnya, dan juga perlahan-lahan dituang ke dalam keempat anggota tubuhnya dan tulang belulangnya. Sekujur tubuh Linghu Chong terasa enteng, tanpa mengerahkan tenaga sedikitpun, ia merasa seakan melayang tinggi di atas awan, di atas awan yang selembut kapas.
 
Setelah lama waktu berlalu, suara kecapi makin lama makin rendah, sehingga susah didengar dan akhirnya berhenti. Semangat Linghu Chong timbul, ia bangkit lalu menjura dalam-dalam seraya berkata, "Terima kasih banyak atas permainan musik yang begitu anggun, aku mendapatkan banyak faedah darinya". Nenek itu berkata, "Kau mempertaruhkan nyawamu untuk melawan musuh yang tangguh supaya aku tak dihina oleh bajingan kasar itu. Seharusnya akulah yang berterima kasih kepadamu". Linghu Chong berkata, "Kenapa nenek berkata begitu? Aku hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan".
 
Untuk beberapa lama, nenek itu tak berbicara, suara kecapinya begitu lembut bagai suara dewata, seakan sang nenek hanya sembarangan mengelus-elus senar kecapi, dan diam-diam mengumam pada dirinya sendiri, seperti sedang menimbang-nimbang suatu keputusan yang sulit, setelah beberapa saat, ia bertanya, "Kau......kau mau pergi kemana?"
 
Darah hangat di dada Linghu Chong seakan bergolak, ia merasa bahwa walaupun langit dan bumi begitu luas, namun sama sekali tiada tempat berlindung, mau tak mau ia terbatuk-batuk beberapa kali, dengan susah payah ia berusaha menghentikan batuknya, lalu berkata, "Aku.....aku tak bisa pergi kemana-mana".
 
Nenek itu berkata, "Kau tak mencari guru dan ibu gurumu? Mencari adik seperguruanmu, adik.....adik kecilmu?" Linghu Chong berkata, "Aku tak tahu mereka pergi kemana, lukaku parah, tak bisa mencari mereka. Kalaupun aku bisa mencari mereka, ai!" Ia menghela napas panjang sambil berpikir, "Kalaupun aku bisa mencari mereka, lalu bagaimana? Mereka juga tak menginginkan diriku".
 
Nenek itu berkata, "Lukamu tidak ringan, kenapa kau tak mengunjungi tempat yang indah pemandangannya untuk melegakan pikiranmu? Bukankah hal itu lebih baik daripada berduka dengan sia-sia?" Linghu Chong tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Nenek, perkataanmu itu benar. Linghu Chong memang dari dulu tak pernah perduli akan hidup dan mati. Sekarang aku minta diri dahulu. Aku hendak turun gunung bersenang-senang". Sambil berbicara ia menjura ke arah gubuk, lalu berbalik dan melangkah pergi.
 
Ketika ia baru berjalan tiga langkah, terdengar nenek itu berkata, "Kau.....kau sudah akan pergi?" Linghu Chong berhenti dan berkata, "Ya". Nenek itu berkata, "Lukamu tidak ringan, kau pergi sendirian, kalau kau lelah, tak ada orang yang mengurusmu, ini tidak benar". Linghu Chong merasa perkataan nenek itu penuh perhatian dan rasa prihatin, dadanya terasa hangat, maka ia berkata, "Terima kasih atas perhatian nenek. Lukaku tak bisa disembuhkan, mati cepat atau lambat, mati dimanapun juga tak ada bedanya".
 
Nenek itu berkata, "Hmm, ternyata demikian. Tapi......tapi......" Setelah beberapa lama, ia baru berkata lagi, "Kalau setelah kau pergi, dua bajingan Perguruan Shaolin itu kembali dan membuatku susah lagi, lalu bagaimana? Dan si Tan Diren dari Perguruan Kunlun itu cuma pingsan sementara, setelah dia sadar, aku khawatir dia akan membuatku susah lagi". Linghu Chong berkata, "Nenek, kau mau pergi kemana? Bagaimana kalau aku mengawalmu untuk beberapa waktu?" Nenek itu berkata, "Tentunya itu sangat baik, namun ada suatu masalah yang aku khawatir akan membuatmu repot". Linghu Chong berkata, "Hidup Linghu Chong ini telah diselamatkan oleh nenek, tidak ada yang merepotkan bagiku". Nenek itu menghela napas, lalu berkata, "Ada seorang musuh tangguh yang mencariku di Lorong Bambu Hijau di Luoyang untuk membuatku susah, aku menghindar kesini, namun siang dan malam ia terus mengikuti jejakku dan bisa datang kesini. Lukamu belum sembuh, kau tak bisa berkelahi dengannya. Aku ingin mencari sebuah tempat terpencil untuk bersembunyi untuk sementara waktu, supaya aku bisa menunggu bala bantuan datang dan membuat perhitungan dengannya. Kalau aku minta kau untuk mengawalku, pertama, kau sedang terluka, kedua, anak muda yang penuh semangat seperti kau, kalau harus menemani seorang nenek tua seperti aku ini, apa tidak bosan setengah mati?"
 
Linghu Chong tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Kupikir nenek punya masalah besar apa, ternyata cuma masalah remeh seperti itu. Kau mau pergi kemanapun, aku akan mengawalmu pergi kesana, tak perduli sampai ke ujung dunia, selama maut belum menjemputku, aku akan selalu menemani nenek". Nenek itu berkata, "Kalau begitu aku akan membuatmu repot. Apa kau benar-benar akan menemaniku sampai ke ujung dunia?" Dalam suaranya terkandung rasa girang yang amat sangat. Linghu Chong berkata, "Benar. Walaupun sampai ke ujung dunia, Linghu Chong akan menemani nenek pergi kesana".
 
Sang nenek berkata, "Tapi ada masalah lain". Linghu Chong berkata, "Apa itu?" Sang nenek berkata, "Wajahku sangat buruk, siapapun yang melihatnya ketakutan setengah mati, oleh karena itu bagaimanapun juga aku tak mau membiarkan orang melihat wajahku. Kalau tidak, ketika ketiga orang itu hendak masuk ke gubuk, aku tak akan menolak menemui mereka. Kau harus berjanji padaku, bahwa biar bagaimanapun juga, kau tak boleh melihat kearahku, tak boleh melihat wajahku, dan tak boleh melihat tubuhku, tangan dan kakiku, dan juga tak boleh melihat baju dan sepatuku". Linghu Chong berkata, "Aku menghormati nenek dan berterima kasih atas perhatian nenek padaku, apa hubungannya dengan wajah nenek seperti apa?"
 
Nenek itu berkata, "Kalau kau tak bisa berjanji untuk hal ini, pergilah sekarang". Linghu Chong cepat-cepat berkata, "Baik, baik! Aku berjanji bahwa dalam keadaaan apapun juga, aku tak akan melihat ke arah nenek". Nenek itu berkata, "Bahkan punggungkupun juga tak boleh kau lihat". Linghu Chong berpikir, "Masa punggungmu juga jelek sekali? Di dunia ini, punggung yang paling jelek ialah punggung seorang kerdil atau seorang bongkok, tapi itu juga tak apa-apa. Aku dan kau akan melakukan perjalanan yang jauh dan berat, kalau punggung saja tak boleh dilihat, tentunya akan repot".
 
Nenek itu mendengar ia ragu-ragu menjawab, maka sang nenek bertanya, "Apa kau tak bisa melakukan hal ini?"
 
Linghu Chong berkata, "Bisa. Bisa. Kalau aku sampai melihat nenek, akan kucungkil mataku sendiri".
 
Sang nenek berkata, "Ingatlah baik-baik. Kau berjalan di depan, aku ikut di belakangmu".
 
Linghu Chong berkata, "Baik!" Ia melangkah menuruni bukit, terdengar suara langkah kaki yang terputus-putus, si nenek mengikuti di belakangnya. Setelah berjalan beberapa zhangjauhnya, sang nenek memberinya sebatang cabang pohon, katanya, "Pakailah cabang pohon ini sebagai tongkat".
 
Linghu Chong berkata, "Baik". Sambil bertumpu pada tongkat itu, ia perlahan-lahan menuruni bukit. Setelah berjalan beberapa lama, tiba-tiba ia teringat akan sesuatu hal dan bertanya, "Nenek, si marga Tan dari Perguruan Kunlun itu, apa kau tahu siapa namanya?" Sang nenek berkata, "Hah, si Tan Diren itu adalah jago dari generasi kedua Perguruan Kunlun, ia sudah menguasai enam atau tujuh bagian ilmu pedang gurunya, tapi dia masih kalah jauh dibandingkan dengan kakak pertama dan keduanya. Si Xin Guoliang yang tinggi besar dari Biara Shaolin itu ilmu pedangnya masih sedikit diatasnya".
 
Linghu Chong berkata, "Ternyata lelaki yang bersuara mengelegar itu bernama Xin Guoliang, tapi sepertinya orang ini perkataannya masuk akal". Sang nenek berkata, "Adik seperguruannya bernama Xin Guozhi, dia benar-benar seorang bajingan. Dengan sekali tikam kau bisa menusuk telapak kanannya, lalu dengan sekali tikam lagi menusuk pergelangan kirinya, kedua tikamanmu ini sangat bagus". Linghu Chong berkata, "Aku tak punya pilihan lain, ai, kali ini aku telah menciptakan permusuhan dengan Biara Shaolin, di kemudian hari pasti akan banyak masalah". Sang nenek berkata, "Memangnya Biara Shaolin bisa berbuat apa? Kita belum tentu tak bisa melawan mereka. Aku tak mengira bahwa Tan Diren itu akan memukulmu, dan lebih-lebih lagi bahwa kau akan muntah darah". Linghu Chong berkata, "Nenek, apa kau melihat semuanya? Kenapa si Tan Diren itu tiba-tiba pingsan?" Sang nenek berkata, "Apa kau tak tahu? Lan Fenghuang dan keempat gadis Miao bawahannya yang memberimu darah siang dan malam bergaul dengan benda-benda beracun, darah mereka mengandung racun, tak perlu dikatakan lagi bahwa Arak Obat Lima Dewi itu juga sangat beracun. Mulut Tan Diren terciprat darahmu, tentu saja ia tak bisa bertahan".
 
Linghu Chong tiba-tiba menyadari apa yang telah terjadi, "Oh!", ujarnya, "Tapi aku malah dapat bertahan, aneh sekali! Aku dan Ketua Lan itu sama sekali tak punya permusuhan, kenapa dia meracuniku?" Sang nenek berkata, "Siapa bilang dia ingin mencelakaimu? Dia bermaksud baik padamu, hah, ia bermimpi ingin menyembuhkan lukamu. Meracuni darahmu tanpa membunuhmu adalah keahlian Sekte Lima Dewi mereka". Linghu Chong berkata, "Benar. Dari dulu aku memang berpikir kalau Ketua Lan tidak ingin mencelakaiku. Kata Tabib Ping, arak obatnya itu adalah obat penguat yang paling hebat". Sang nenek berkata, "Tentu saja ia tak bermaksud mencelakaimu, malah ia punya maksud yang sangat baik terhadapmu". Linghu Chong tersenyum, lalu bertanya lagi, "Apa si Tan Diren itu bisa mati?" Sang nenek berkata, "Tergantung tenaga dalamnya dan berapa banyak darah beracun yang masuk ke mulutnya".
 
Linghu Chong teringat akan raut wajah Tan Diren setelah terkena racun, mau tak mau ia bergidik. Setelah berjalan sepuluh zhang lebih lagi, tiba-tiba ia teringat akan suatu hal lagi, "Aiyo, nenek, mohon kau tunggu aku sebentar disini, aku harus naik bukit lagi". Nenek itu bertanya, "Kenapa?" Linghu Chong berkata, "Jasad Tabib Ping di atas bukit belum dikubur". Sang nenek berkata, "Tak perlu kembali ke bukit. Aku sudah membereskan jasadnya". Linghu Chong berkata, "Ah, ternyata nenek sudah menguburkannya". Sang nenek berkata, "Aku tidak menguburkannya. Aku melenyapkan jasadnya dengan obat. Masa di gubuk itu aku harus semalaman memandangi mayat? Waktu masih hidup Ping Yizhi sudah tak enak dilihat, setelah ia jadi mayat, bayangkan saja sendiri rupanya seperti apa".
 
Linghu Chong mendengus, ia merasa bahwa tingkah laku nenek ini sungguh tak dapat ditebak. Dirinya berhutang budi pada Ping Yizhi, setelah tabib itu wafat, seharusnya ia menguburkannya dengan baik-baik, namun nenek ini malah melenyapkan jasadnya dengan obat. Makin lama memikirkannya, hatinya makin tak tenang, akan tetapi kenapa  melenyapkan jasad dengan obat itu tak benar, ia tak dapat mengatakan alasannya.
 
Setelah mereka berjalan beberapa li jauhnya, mereka tiba di kaki bukit. Nenek itu berkata, "Bukalah telapak tanganmu!" Linghu Chong menjawab, "Baik!" Ia merasa heran, ia tak tahu tipu muslihat apa yang hendak dijalankan sang nenek. Ia segera membuka telapak tangannya seperti yang diperintahkan, terdengar sebuah suara berdesir, sebuah benda yang mungil dilemparkan dari belakang tubuhnya ke telapak tangannya. Benda itu adalah sebuah pil kecil berwarna kuning yang besarnya kira-kira sebesar ujung kelingking.
 
Nenek itu berkata, "Kau telanlah, lalu pergilah ke bawah pohon besar itu untuk berisitirahat". Linghu Chong berkata, "Baik". Ia memasukkan pil itu ke dalam mulutnya dan menelannya. Nenek itu berkata, "Aku ingin dapat mengandalkan ilmu pedangmu yang hebat untuk mengawalku melewati bahaya, oleh karena itu aku memakai obat ini untuk memperpanjang hidupmu, supaya kau tidak tiba-tiba mati sehingga aku kehilangan pengawal. Bukan karena aku punya.....punya maksud baik terhadapmu, apalagi karena ingin menyelamatkan nyawamu. Ingat-ingatlah".
 
Linghu Chong mengiyakan, lalu berjalan ke bawah pohon dan duduk bersandar pada pohon itu, ia merasa sebuah hawa hangat yang membuatnya nyaman naik dari dantiannya, seakan ada tenaga yang dimasukkan ke dalam sekujur tubuhnya, ke organ-organ dalamnya dan pembuluh-pembuluh darahnya, pikirnya, "Pil ini jelas-jelas sangat berfaedah bagi tubuhku, nenek tak mau mengakui bahwa ia punya maksud baik terhadapku, dan terus berkata bahwa ia cuma mempergunakanku. Di dunia ini orang yang menggunakan orang lain malah tak mau mengakuinya, tapi kenapa dia malah mengucapkan kata-kata sindiran seperti itu?" Lagi-lagi ia berpikir, "Barusan ini ketika ia melemparkan pil obat itu ke tanganku, ia bisa melemparkannya tanpa membuat pil itu memantul, jelas bahwa ia memakai tenaga penekan dari ilmu tenaga dalam tingkat tinggi. Ilmu silatnya jauh lebih tinggi dariku, kenapa dia minta aku mengawalnya? Ai, kalau dia mau begitu, aku menurut saja".
 
Setelah duduk beberapa lama, ia bangkit dan berkata, "Ayo jalan lagi. Nenek, kau capek tidak?" Nenek itu berkata, "Aku sangat lelah. Aku ingin istirahat sebentar lagi". Linghu Chong berkata, "Baiklah". Ia berpikir, "Orang yang usianya sudah lanjut, walaupun ilmu silatnya tinggi, tenaganya tak seperti orang muda. Aku cuma memikirkan diri sendiri, tidak mengerti keadaan nenek". Ia segera duduk kembali.
 
Setelah lama, nenek itu baru berkata, "Ayo berangkat!" Linghu Chong mengiyakan, lalu berjalan di depan, nenek itu mengikutinya dari belakang.
 
* * *
 
Setelah Linghu Chong menelan pil itu, langkah kakinya terasa jauh lebih ringan dan cepat, dengan mengikuti petunjuk nenek itu, mereka berjalan di jalan-jalan setapak yang sepi. Setelah berjalan hampir sepuluh li  jauhnya, jalanan menjadi makin terjal, sehingga Linghu Chong terengah-engah. Nenek itu berkata, "Aku capek berjalan, aku ingin istirahat sebentar".
 
Linghu Chong mengiyakan, "Baik". Ia segera duduk, pikirnya, "Napasnya kedengarannya teratur, ia sama sekali tidak capek. Jelas kalau ia ingin aku istirahat, tapi ia berkata bahwa ia sendiri yang capek".
 
Setelah berisitrahat sepeminuman teh lamanya, mereka bangkit dan berjalan lagi, ketika mereka melewati sebuah bukit, tiba-tiba terdengar suara seseorang berkata dengan lantang, "Kita semua cepat-cepat makan, lalu secepatnya meninggalkan tempat  ini". Lebih dari sepuluh orang serentak menjawab. Linghu Chong berhenti melangkah, ia melihat bahwa di padang rumput di sisi kali nampak lebih dari sepuluh orang lelaki sedang duduk melingkar sambil makan. Para lelaki itu juga sudah melihat Linghu Chong, seseorang diantara mereka berseru, "Itu Tuan Muda Linghu!" Linghu Chong samar-samar mengenali orang-orang itu yang kemarin malam datang ke Wubagang, ia baru saja hendak berseru memberi salam, namun belasan orang itu mendadak diam seribu bahasa sambil menatap ke belakang tubuhnya.
 
Raut wajah belasan orang itu nampak sangat aneh, ada yang nampak terkejut sekaligus jeri, dan ada juga yang nampak bingung kehilangan akal, seakan bertemu dengan sesuatu yang sukar dilukiskan, sesuatu yang begitu aneh sehingga mereka tak tahu harus berbuat apa. Begitu Linghu Chong mengalami keadaan ini, ia segera hendak berpaling untuk melihat sebenarnya ada apa di belakang punggungnya yang membuat belasan orang itu mematung seperti itu. Namun begitu berpikir tentang hal itu, ia segera sadar, orang-orang itu menjadi seperti itu karena melihat sang nenek, sedangkan ia sendiri telah berjanji bahwa ia tak akan melihatnya.
 
Ia cepat-cepat berbalik melihat ke depan lagi, ia memutar lehernya dengan kuat sehingga lehernya terasa nyeri, namun rasa ingin tahunya makin bertambah, "Kenapa mereka begitu melihat nenek jadi ketakutan seperti itu? Apa penampilan nenek memang begitu mengerikan?"
 
Tiba-tiba, seorang lelaki mengangkat pisau yang tadinya digunakan untuk memotong daging dan menusuk sepasang matanya dua kali, darah segarpun langsung mengalir. Linghu Chong amat terkejut, ia berseru, "Apa yang kau lakukan?" Lelaki itu berkata dengan lantang, "Tiga hari yang lalu hamba melukai mata sendiri, sejak itu hamba tak bisa melihat apa-apa". Dua orang lelaki lain menghunus golok pendek mereka dan menusuk mata sendiri, lalu berseru, "Kami sudah lama buta, tak bisa melihat apa-apa". Linghu Chong sangat kaget, ia melihat bahwa lelaki-lelaki lainnya juga ikut menghunus pisau, pusut besi dan senjata tajam lainnya, hendak menusuk mata sendiri. Ia cepat-cepat berkata, "Hei, hei! Tunggu dulu, mari kita bicara dulu, tak perlu menusuk mata kalian sendiri, sebenarnya......sebenarnya apa sebabnya?"
 
Seorang lelaki berkata dengan sedih, "Tadinya hamba hendak bersumpah bahwa hamba tak akan mengatakan apa-apa, tapi hamba khawatir kurang menyakinkan".
 
Linghu Chong berseru, "Nenek, mohonlah pada mereka, suruh mereka supaya tak menusuk mata sendiri".
 
Nenek itu berkata, "Baik. Aku percaya pada kalian. Di Laut Timur ada Pulau Ular Melingkar, apa kalian tahu?" Seorang tua berkata, "Di sebelah tenggara Quanzhou di Fuzhou, seratus li  jauhnya di tengah laut, terdapat Pulau Ular Melingkar, kabarnya pulau itu tak didiami orang dan sangat gersang". Nenek itu berkata, "Itulah pulau kecil yang kumaksud, kalian cepatlah berangkat, setelah tiba di Pulau Ular Melingkar kalian bermain-mainlah, setelah tujuh atau delapan tahun baru pulang ke Dataran Tengah".
 
Belasan lelaki itu mengiyakan, wajah mereka nampak girang, "Kami akan segera pergi". Ada seseorang yang berkata, "Di sepanjang perjalanan nanti, kita sama sekali tak boleh berbicara apa-apa pada orang lain". Sang nenek berkata dengan dingin, "Kalian bicara atau tidak, apa urusannya denganku?" Orang itu berkata, "Baik, baik! Hamba bicara sembarangan". Ia mengangkat tangannya dan menampar wajahnya sendiri keras-keras. Sang nenek berkata, "Pergi sana!" Belasan lelaki itu lari terbirit-birit. Ketiga lelaki yang sudah membutakan mata mereka bersandar pada orang lain, dalam sekejap mereka sudah menghilang tanpa bekas.
 
Linghu Chong tercengang, "Nenek ini hanya dengan sepatah kata saja dapat mengasingkan mereka ke pulau gersang di tengah laut, sampai tujuh atau delapan tahun tak boleh pulang. Tapi orang-orang ini malah kegirangan, seperti telah mendapat pengampunan, benar-benar sulit dimengerti". Ia terus berjalan tanpa berkata-kata, pikirannya bergejolak, ia merasa bahwa nenek yang mengikuti di belakangnya itu adalah seorang aneh yang seumur hidupnya belum pernah dijumpainya, pikirnya, "Aku harap di sepanjang jalan setelah ini kita tak akan bertemu kawan-kawan dari Wubagang lagi, mereka begitu tulus berusaha menyembuhkan lukaku, kalau mereka sampai bertemu dengan nenek, mereka akan terpaksa membutakan mata sendiri atau diasingkan ke pulau terpencil, bukankah ini tak adil? Sepertinya sebab Huang Boliu, Sima Da dan Zu Qianqiu mohon aku mengatakan bahwa aku belum pernah bertemu dengan mereka, dan para orang gagah di Wubagang lenyap tanpa bekas adalah karena takut pada nenek ini. Sebenarnya dia......dia itu iblis mengerikan macam apa?" Ketika berpikir sampai disini, mau tak mau ia bergidik ngeri.
 
* * * 
Setelah berjalan lagi sejauh tujuh atau delapan li, mendadak dari belakang punggungnya terdengar seseorang berteriak keras-keras, "Orang yang di depan itu Linghu Chong". Suara orang itu amat keras dan jelas, begitu mendengarnya ia langsung tahu bahwa Xin Guoliang dari Shaolin telah tiba. Sang nenek berkata, "Aku tak ingin bertemu dengannya. Kau saja yang melayani dia". Linghu Chong menjawab, "Baik". Terdengar suara gemerisik, semak-semak di sisinya bergoyang-goyang, nenek itu telah menerobos masuk ke dalam semak-semak itu.
 
Terdengar si Xin Guoliang itu berkata, "Paman guru, Linghu Chong ini terluka, ia tak bisa berjalan cepat". Saat itu mereka masih terpisah jauh, tapi suara Xin Guoliang sudah benar-benar keras kedengarannya, walaupun ia hanya berbicara dengan suara biasa, namun Linghu Chong dapat mendengarnya dengan jelas, pikirnya, "Ternyata ia datang bersama paman gurunya. Karena nenek sudah bersembunyi di dekat sini, aku akan berhenti dan duduk di tepi jalan saja".
 
Setelah beberapa lama, terdengar suara langkah kaki di jalan, beberapa orang berjalan menghampiri dengan cepat, diantara mereka terdapat Xin Guoliang dan Yi Guozi, selain itu juga ada dua orang biksu dan seorang lelaki setengah baya. Diantara kedua biksu itu, yang seorang usianya sudah lanjut, wajahnya penuh kerutan, sedangkan yang seorang lagi berumur tiga puluhan tahun lebih, tangannya mengenggam sebatang tombak fangbian.[1]
 
Linghu Chong bangkit dan menyoja dalam-dalam sambil berkata, "Linghu Chong dari Perguruan Huashan menghadap para sesepuh Biara Shaolin. Mohon beritahukan panggilan para sesepuh". Yi Guozi berkata dengan lantang, "Bocah....." Biksu tua itu berkata, "Nama agamaku Fang Sheng". Begitu biksu tua itu berbicara, Yi Guozi langsung menutup mulutnya, namun wajahya nampak marah, jelas bahwa ia masih murka karena kekalahan yang baru-baru ini dideritanya. Linghu Chong menjura dan berkata, "Hormatku pada biksu yang mulia". Fang Sheng mengangguk-angguk, dengan ramah ia berkata, "Pendekar muda tak usah banyak peradatan. Apa Tuan Yue baik-baik saja?"
 
Ketika Linghu Chong mula-mula mendengar mereka menghampiri dengan penuh ancaman, ia merasa cemas dan jeri, namun begitu mendengar suara dan ekspresi wajah Biksu Fang Sheng yang mencerminkan pembawaan seorang biksu yang terkemuka dan telah mencapai pencerahan, dan tahu juga bahwa angkatan 'Fang' saat ini adalah tokoh-tokoh paling senior di Biara Shaolin, yaitu kakak dan adik seperguruan sang kepala biara Biksu Fang Zheng, ia merasa bahwa biksu itu tak akan keras kepala seperti Yi Guozi. Hatinya lantas terasa lega, maka dengan sopan ia berkata, "Banyak terima kasih atas perhatiannya, guruku yang terhormat baik-baik saja".
 
Fang Sheng berkata, "Mereka berempat adalah keponakan muridku. Nama agama biksu ini ialah Jueming, ini keponakan murid Huang Guobai, ini keponakan murid Xin Guoliang, dan ini keponakan murid Yi Guozi. Kau sebelumnya sudah pernah bertemu dengan Xin dan Yi berdua". Linghu Chong berkata, "Benar. Linghu Chong memberi hormat pada sesepuh berempat. Aku menderita luka parah, tak bisa bergerak dengan lancar, kalau aku kurang sopan, mohon maaf". Yi Guozi mendengus, "Kau terluka parah?" Fang Sheng berkata, "Apa kau benar-benar terluka? Guozi, apa kau yang melukainya?"
 
Linghu Chong berkata, "Hanya salah paham saja, tak perlu dibesar-besarkan. Angin dari lengan baju Sesepuh Yi membuatku terjatuh, dan beliau juga memukulku dengan telapaknya, untungnya aku masih bisa tetap hidup untuk sementara waktu ini, tapi guru besar[2] tak usah menegur Sesepuh Yi". Ia sudah terlebih dahulu bercerita tentang luka parahnya, dan menimpakan seluruh tanggung jawab kepada Yi Guozi. Ia berpikir bahwa karena Fang Sheng adalah seorang biksu terkemuka yang sudah senior, maka ia tak akan membiarkan keempat keponakan muridnya membuat susah dirinya lagi, ia berbicara lagi, "Sesepuh Yi sudah melihat dengan mata kepala sendiri semua yang terjadi di Wubagang. Tapi guru besar sudah datang secara pribadi, ini adalah suatu kehormatan besar bagiku, dan aku pasti tak akan menyebut-sebut kejadian itu di hadapan guruku. Guru besar tak usah khawatir, walaupun luka parah yang kuderita sulit disembuhkan, masalah ini tak akan menimbulkan perselisihan diantara Biara Shaolin dan Perguruan Pedang Lima Puncak". Dengan berkata demikian, terkesan seakan luka parahnya yang sulit disembuhkan adalah seluruhnya akibat perbuatan Yi Guozi.
 
Yi Guozi berkata dengan gusar, "Kau......kau......omong kosong, kau memang sebelumnya sudah terluka parah, apa hubungannya denganku?"
 
Linghu Chong menghela napas, lalu berkata dengan hambar, "Perkataan ini, Sesepuh Yi, lebih baik tak kausampaikan kepada orang luar. Kalau sampai tersiar keluar, reputasi Biara Shaolin yang bersih akan tercoreng".
 
Xin Guoliang, Huang Guobai dan Jueming bertiga sedikit mengangguk-anggukkan kepala mereka. Apa yang ada di pikiran mereka masing-masing nampak jelas, biksu-biksu Biara Shaolin dari angkatan 'Fang' kedudukannya paling senior, walaupun mereka berbeda dengan Perguruan Pedang Lima Puncak, namun mereka dituakan, kalau dibandingkan dengan para ketua Perguruan Pedang Lima Puncak mereka dianggap satu angkatan diatasnya. Oleh karena itu, Xin Guoliang, Yi Guozi dan lain-lain juga satu angkatan lebih senior dari Linghu Chong. Ketika Yi Guozi berkelahi dengan Linghu Chong saja, dapat dikatakan bahwa seorang senior telah menganiaya seorang junior, lagipula, bukankah kakak pertama dan keduanya juga berada di tempat yang sama? Terlebih lagi, bukankah setelah mereka berkelahi, Linghu Chong terluka parah? Peraturan Biara Shaolin sangat ketat, kalau Xin Guoliang benar-benar telah memukul seorang murid Perguruan Huashan yang terluka parah sampai mati, kalaupun ia tak harus membayar dengan nyawanya sendiri, paling tidak ilmu silatnya akan dimusnahkan dan ia akan dikeluarkan dari biara. Ketika Yi Guozi memikirkan hal ini, mau tak mau wajahnya menjadi pucat.
 
Fang Sheng berkata, "Pendekar muda, kemarilah, coba kulihat lukamu". Linghu Chong melangkah menghampirinya. Fang Sheng mengangsurkan tangan kanannya, ia mengenggam pergelangan tangan Linghu Chong, jari tangannya menempel di titik-titik Da Yuan dan Jing Gunya. Ia segera merasakan bahwa di dalam tubuhnya terdapat sebuah aliran tenaga dalam aneh yang menggetarkan jari-jarinya dan membuatnya terpental. Fang Sheng terkejut, ia adalah seorang jago diantara para biksu angkatan pertama Biara Shaolin, namun tak nyana jarinya dapat terpental karena tenaga dalam yang berada di dalam tubuh pemuda itu, benar-benar tak masuk akal. Ia tak tahu bahwa dalam tubuh Linghu Chong tersimpan tujuh macam hawa murni milik Enam Dewa Lembah Persik dan Biksu Bujie, walaupun ilmu silatnya tinggi, ia tak sempat bersiap-siap, sehingga ia tak bisa menangkis gabungan tenaga ketujuh jago itu. "Oh", ujarnya, kedua matanya memandang Linghu Chong tanpa berkedip, lalu ia perlahan-lahan berkata, "Pendekar muda, kau bukan murid Perguruan Huashan".
 
Linghu Chong berkata, "Aku benar-benar murid Perguruan Huashan, aku murid pertama guruku Tuan Yue". Biksu Fang Sheng berkata, "Kalau begitu kenapa setelah itu kau mengikuti aliran sesat dan mempelajari ilmu silat perguruan sesat?"
 
Yi Guozi menyela, "Paman guru, ilmu silat yang digunakan bocah ini memang ilmu perguruan sesat, ia tak bisa menyangkalnya. Barusan ini kita melihat ada seorang wanita yang mengikuti di belakangnya, dimana ia bersembunyi sekarang? Melakukan sesuatu secara sembunyi-sembunyi, kemungkinan besar bukan untuk hal yang baik".
 
Ketika Linghu Chong mendengarnya menghina sang nenek, ia menjadi gusar, "Kau murid perguruan terkemuka, kenapa perkataanmu begitu kurang ajar? Beliau tidak ingin bertemu denganmu, supaya ia tidak marah". Yi Guozi berkata, "Suruh dia keluar, paman guruku pandangannya amat tajam, dengan sekali melihat saja, dia akan tahu apakah dia lurus atau sesat". Linghu Chong berkata, "Kau dan aku berkelahi karena kau kurang ajar kepada nenekku, sekarang kau bicara malah tak keruan lagi". 
 
Jue Ming menyela, "Pendekar Muda Linghu, baru-baru ini di puncak bukit aku lihat wanita yang mengikuti di belakangmu langkahnya lincah, tak seperti orang tua". Linghu Chong berkata, "Nenekku orang dunia persilatan, tentunya langkah kakinya lincah, apanya yang aneh?"
 
Fang Sheng menggeleng-geleng sambil berkata, "Jue Ming, kita orang yang hidup membiara, bagaimana kita bisa memaksa perempuan sepuh keluarga orang lain untuk menemui kita? Pendekar Muda Linghu, banyak hal aneh dalam masalah ini yang saat ini tak dapat kumengerti. Kau memang menderita luka parah, tapi luka dalammu aneh, tak mungkin keponakan murid Yiku yang menyebabkannya. Pertemuan kita hari ini disini sudah ditakdirkan, aku harap kau cepat sembuh. Luka dalammu benar-benar tidak ringan, aku punya dua buah pil obat yang dapat kau minum, namun sayang tak bisa menyembuhkanmu....." Sambil berbicara ia memasukkan tangannya ke saku dadanya.
 
Linghu Chong merasa kagum, "Biksu terkemuka Biara Shaolin pembawaannya benar-benar luar biasa". Ia menjura dan berkata, "Aku beruntung dapat bertemu guru besar......"
 
Sebelum ia sempat menyelesaikan perkataannya, tiba-tiba, "Sret!" Yi Guozi menarik pedang dari sarungnya sambil berseru, "Ada disini!" Sambil membawa pedang, ia menyusup ke dalam semak-semak tempat nenek itu bersembunyi. Fang Sheng berkata, "Keponakan Yi, jangan kurang ajar!" Terdengar suara gemerisik, Yi Guozi melayang keluar dari semak-semak, setelah melayang beberapa zhang, "Gedebuk!", ia jatuh terlentang di tanah, wajahnya menghadap ke langit, tangan dan kakinya berkelojotan beberapa kali, lalu ia tak bergerak-gerak lagi. Fang Sheng dan yang lain-lain amat terkejut, terlihat luka mengangga di dahi Yi Guozi yang mengalirkan darah segar, tangannya masih mengenggam pedang itu, namun ia sudah tak bernapas lagi.
 
Xin Guoliang, Huang Guobai dan Jue Ming bertiga serentak berteriak dengan gusar, mereka semua menghunus senjata dan melompat ke semak-semak itu. Fang Sheng mementang tangannya, lengan baju jubah biksunya yang lebar mengembang, sebuah tiupan angin yang lembut menghadang ketiga orang itu, ia berkata dengan lantang ke arah semak-semak, "Siapa gerangan saudara dari Heimuya[3] yang datang kemari?" Namun dari seratusan semak-semak yang ada tak ada gerakan, dan sama sekali tiada suara apapun. Fang Sheng berkata lagi, "Biara kami tak punya permusuhan dengan Heimuya, kenapa saudara tiba-tiba mencelakai Keponakan Yi dari biara kami?" Dari semak-semak masih tak ada orang yang menjawab.
 
Linghu Chong amat terkejut, "Heimuya? Heimuya adalah markas besar Sekte Iblis, jangan-jangan......jangan-jangan nenek ini seorang sesepuh Sekte Iblis?"
 
Biksu Fang Sheng berkata lagi, "Bertahun-tahun yang lalu, aku pernah bertemu dengan Ketua Dongfang. Kawan, karena kau sudah membunuh orang, hari ini kita harus menyelesaikan masalah yang melibatkan kedua belah pihak ini. Kawan, kenapa kau tak menemui kami saja?" Pikiran Linghu Chong terguncang, "Ketua Dongfang? Apa yang disebutnya itu ialah ketua Sekte Iblis Dongfang Bubai? Orang ini disebut-sebut sebagai jago nomor satu di dunia ini. Kalau begitu......kalau begitu nenek ini memang orang Sekte Iblis?"
 
Nenek itu bersembunyi di semak-semak dan sama sekali tak memperdulikan mereka. Fang Sheng berkata, "Kawan, kalau kau berkeras tak mau menunjukkan diri, aku terpaksa bertindak tidak sopan!" Sambil berbicara sepasang tangannya bergerak ke belakang, seketika itu juga, kedua lengan jubahnya mengembung seperti genderang dipenuhi qi. Menyusul kedua lengannya mendorong ke depan, "Wus, wus, wus!", puluhan semak-semak putus di tengah batangnya, ranting dan dedaunanpun berterbangan di udara. Tepat pada saat itu, terdengar sebuah teriakan, dan sebuah sosok manusia melompat keluar.
 
Linghu Chong sangat ingin melihat wajah sang nenek, namun ia masih ingat janjinya dan cepat-cepat berbalik. Terdengar Xin Guoliang dan Jue Ming berdua berteriak, dentang-denting senjata beradu mengalir bagai hujan deras yang menerpa jendela, begitu sengit dan sebat, nampaknya sang nenek telah bertarung dengan Fang Sheng dan yang lain-lain.
 
Saat itu kira-kira jam sepuluh pagi, sinar mentari bersinar miring, untuk menepati janjinya, walaupun hatinya penuh rasa cemas dan heran, Linghu Chong tak berani berpaling untuk melihat suasana pertarungan diantara keempat orang itu. Ia hanya memandang bayangan hitam yang berkelebat di atas tanah, Fang Sheng berempat mengepung sang nenek. Fang Sheng sama sekali tak membawa senjata, Jue Ming memakai tombak fangbian, Huang Guobai memakai golok, sedangkan Xin Guoliang menggunakan pedang. Nenek itu memakai senjata yang sangat pendek, seperti sebuah pisau, atau jarum Emei, senjata itu pendek dan sempit, dan juga tembus pandang. Dengan hanya melihat bayang-bayang, tak dapat dikenali senjata apa itu. Sang nenek dan Fang Sheng berdua tak bersuara, namun Xin Guoliang bertiga berteriak-teriak sehingga mereka kedengaran ganas.
 
Linghu Chong berseru, "Kalau ingin bicara, bicaralah, kalian empat orang lelaki mengeroyok seorang nenek tua, bagaimana ini?"
 
Huang Guobai tertawa sinis, "Nenek tua! Hehehe, bocah ini mimpi di siang bolong. Dia....." Sebelum ia sempat menyelesaikan perkataannya, terdengar Fang Sheng berseru, "Guobai, awas!" "Ah!", terdengar sebuah seruan keras, nampaknya ia menderita luka yang tak ringan.
 
Linghu Chong tercengang, "Ilmu silat nenek ini sangat lihai! Ketika barusan ini Biksu Fang Sheng mematahkan pepohonan dengan lengan bajunya, tenaga dalam yang dipakainya sangat kuat, namun sekarang nenek ini melawan empat orang, tapi dia masih berada di atas angin". Menyusul Jue Ming juga berteriak keras, tombak fangbiannya terlepas dan melayang melewati ubun-ubun Linghu Chong sejauh beberapa zhang, lalu jatuh ke tanah. Bayang-bayang hitam yang berkelebatan di atas tanah sekarang sudah berkurang dua orang, Huang Guobai dan Jue Ming sudah jaruh tergeletak, tinggal Fang Sheng dan Xin Guoliang berdua yang masih bertarung dengan nenek itu.
 
Fang Sheng berkata, "Shan zai, Shan zai![4] Kau turun tangan dengan begitu kejam, berturut-turut membunuh tiga orang keponakan muridku. Aku tak bisa menunjukkan belas kasihan padamu, aku terpaksa menggunakan seluruh kekuatanku untuk bertarung denganmu". "Wus, wus, wus!", terdengar suara berdesir yang cepat beberapa kali, nampaknya Biksu Fang Sheng telah memakai senjata, sepertinya sebuah tongkat atau toya kayu. Linghu Chong merasa bahwa kesiuran angin di belakang punggungnya makin lama makin keras dan sebat, sehingga memaksanya terus menerus melangkah ke depan.
 
Biksu Fang Sheng yang memakai senjata tidak dapat diremehkan, keadaan pertarungan langsung berubah. Linghu Chong samar-samar mendengar sang nenek terengah-engah, seakan tenaga dalamnya sudah habis. Biksu Fang Sheng berkata, "Buang senjatamu! Aku tak akan membuatmu susah, kau ikutlah denganku ke Biara Shaolin untuk menghadap pada saudara kepala biara supaya ia dapat menyelesaikan masalah ini". Nenek itu tak menjawab, ia melancarkan beberapa jurus ke arah Xin Guoliang. Xin Guoliang tak mampu menangkis serangan itu, ia melompat keluar dan membiarkan Biksu Fang Sheng menghadapinya. Setelah menenangkan dirinya sejenak, Xin Guoliang menghunus pedangnya dan kembali bertarung.
 
Setelah bertarung beberapa lamanya, terdengar suara senjata beradu makin lambat, namun kesiuran angin makin lama malah makin keras. Biksu Fang Sheng berkata, "Tenaga dalammu bukan tandinganku, aku sarankan kau segera membuang senjatamu, ikut aku ke Biara Shaolin, kalau kau terus bertahan, kau kan menderita luka dalam yang parah". Nenek itu mendengus, lalu tiba-tiba terdengar sebuah jeritan, Linghu Chong merasa tengkuknya terciprat benda cair, ketika ia merabanya, ia melihat bahwa telapaknya berwarna merah tua, tak nyana cairan yang terciprat ke lehernya ternyata adalah darah. Biksu Fang Sheng lagi-lagi berseru, "Shan zai, shan zai! Kau sudah terluka, lebih-lebih lagi tak bisa bertahan. Ketahuilah bahwa aku selalu berbelas kasihan". Xin Guoliang berseru dengan murka, "Perempuan ini adalah seorang iblis wanita, paman guru, cepatlah bunuh dia dan balaskan dendam ketiga murid kita. Terhadap iblis wanita, bagaimana kau dapat menunjukkan belas kasihan?"
 
Terdengar nenek itu bernapas dengan tidak teratur dan langkah kakinya sempoyongan, setiap saat ia bisa terjatuh, Linghu Chong berkata dalam hati, "Nenek menyuruhku mengawalnya supaya aku bisa melindunginya, saat ini ia menghadapi kesulitan besar, bagaimana aku bisa berpangku tangan? Walaupun Biksu Fang Sheng adalah seorang biksu terkemuka yang bijaksana, namun si marga Xin itu adalah seorang lelaki kasar, aku tak bisa membiarkan nenek terluka di tangannya!" "Sret!", ia menghunus pedangnya sambil berseru, "Guru Besar Fang Sheng, Sesepuh Xin, mohon berhenti, kalau tidak aku terpaksa berbuat tidak sopan".
 
Xin Guoliang berseru, "Semua iblis sesat harus dimusnahkan!" Ia berteriak sambil menikam ke punggung Linghu Chong. Linghu Chong khawatir kalau ia melihat sang nenek, maka ia tak berani berpaling dan hanya menghindar. Nenek itu berseru, "Awas!" Begitu Linghu Chong memiringkan tubuhnya, tikaman pedang Xin Guoliang juga ikut miring. Terdengar Xin Guoliang menjerit keras-keras, tubuhnya melayang, dari bahu kiri Linghu Chong, tubuhnya melayang ke depan dengan miring, lalu tersungkur ke tanah, namun masih berkelojotan sebelum akhirnya tewas. Entah bagaimana ia telah dibunuh oleh sang nenek.
 
Tepat pada saat itu, terdengar sebuah jeritan, nenek itu terkena pukulan Biksu Fang Sheng dan terjatuh ke dalam semak-semak.
 
Linghu Chong sangat terkejut, ia berseru, "Nenek, nenek! Bagaimana keadaanmu?" Nenek itu mengerang dari tengah semak-semak. Linghu Chong tahu sang nenek belum mati, maka hatinya terasa agak lega, ia mengegos dan menikam ke arah Biksu Fang Sheng, posisi dan arah tikaman itu amat cemerlang sehingga Fang Sheng terpaksa melompat ke belakang untuk menghindarinya. Linghu Chong melancarkan sebuah tikaman lagi, Fang Sheng mengangkat senjata untuk menangkisnya, Linghu Chong menarik kembali pedangnya, dan berbalik hingga ia menghadap ke muka Fang Sheng. Ia melihat bahwa senjatanya ternyata adalah sebatang tongkat kayu tua yang panjangnya tiga chi lebih, ia tercengang, "Tak nyana senjatanya hanya sebatang tongkat kayu pendek saja. Tenaga dalam biksu Shaolin terkemuka ini amat kuat, kalau aku tak bisa mengalahkannya dengan ilmu pedang, nenek tak akan dapat hidup". Ia segera menikam ke atas, menikam ke bawah, menyusul dua buah tikaman lagi, semuanya menggunakan jurus-jurus yang diajarkan Feng Qingyang kepadanya.
 
Wajah Biksu Fang Sheng langsung berubah, ia berkata, "Kau......kau....." Linghu Chong tak berani sedikitpun berhenti menyerang, kalau ada jeda sedikitpun, lawan akan dapat menggunakan tenaga dalamnya untuk menyerang, dan iapun akan langsung tewas, sedangkan nenek itu juga akan dapat dibawa ke Biara Shaolin dan dihukum mati. Ia segera mengosongkan pikirannya dan melancarkan perubahan-perubahan luar biasa dari Sembilan Pedang Dugu, ia melancarkan jurus-jurus itu dengan sesuka hatinya.
 
Sembilan Pedang Dugu ini amat hebat, walaupun Linghu Chong sama sekali tak punya tenaga dalam, dan ia juga belum sepenuhnya menguasai keseluruhan ilmu pedang itu, ia dapat memaksa Biksu Fang Sheng untuk terus menerus mundur. Linghu Chong merasa darah hangat di dadanya bergolak, lengannya begitu nyeri dan lemas hingga sulit dilukiskan, jurus-jurus pedang yang dilancarkannya makin lama makin lemah.
 
Biksu Fang Sheng tiba-tiba berteriak keras-keras, "Jatuhkan pedangmu!" Ia mendorong dada Linghu Chong dengan tangan kirinya.
 
Saat itu Linghu Chong sudah kehabisan tenaga, begitu ia menikamkan pedangnya, ketika baru setengah jalan, lengannya sudah menurun, pedangnya juga ikut turun, namun ia masih melancarkan serangan, tapi gerakannya agak melambat. Tangan kiri Biksu Fang Sheng melayang dan menekan dadanya, namun ia tidak mengunakan tenaga, tanyanya, "Sembilan Pedang Dugumu......" Tepat pada saat itu, ujung pedang Linghu Chong telah menusuk dadanya.
 
Linghu Chong amat menghormati biksu terkemuka dari Biara Shaolin ini, begitu ia merasa ujung pedangnya menyentuh tubuh biksu itu, ia segera menariknya kuat-kuat kembali. Kali ini tenaga yang dikerahkannya terlalu banyak, tubuhnya terdorong ke belakang dan ia jatuh terduduk di tanah, mulutnya memuntahkan darah.
 
Biksu Fang Sheng menekan luka di dadanya, sambil tersenyum kecil ia berkata, "Ilmu pedang yang bagus! Kalau pendekar muda tidak berbelas kasihan padaku, nyawa biksu  tua ini tentunya sudah melayang". Namun ia tak menyebut-sebut bagaimana ia menahan tenaganya ketika ia tadi memukul Linghu Chong, setelah mengucapkan perkataan itu, ia tak henti-hentinya terbatuk-batuk. Walaupun Linghu Chong cepat-cepat menarik pedangnya, namun pedangnya terlanjur menusuk dadanya sedalam satu cun lebih, lukanya tidak ringan. Linghu Chong berkata, "Aku......aku.....telah menyinggung sesepuh".
 
Biksu Fang Sheng berkata, "Tak nyana ilmu pedang Sesepuh Feng dari Perguruan Huashan masih ada pewarisnya di dunia ini. Tempo hari aku pernah menerima budi dari Sesepuh Feng, mengenai masalah hari ini, aku......aku tak dapat memutuskannya sendiri". Perlahan-lahan ia memasukkan tangannya ke dalam jubah biksunya dan mengambil sebuah bungkusan kertas, lalu membukanya, di dalamnya terdapat dua buah pil obat sebesar buah kelengkeng, katanya, "Ini adalah obat mujarab penyembuh luka Biara Shaolin, makanlah sebutir". Setelah ragu-ragu sejenak, ia berkata lagi, "Yang sebutir lagi berikanlah pada perempuan itu".
 
Linghu Chong berkata, "Lukaku tak dapat disembuhkan, untuk apa minum pil ini? Pil yang satunya mohon guru besar minum".
 
Biksu Fang Sheng menggeleng-geleng sambil berkata, "Tak usah". Ia menaruh kedua pil itu di hadapan Linghu Chong. Ia memandang keempat jasad Jue Ming, Xin Guoliang dan lain-lain dengan sedih, menangkupkan telapaknya, lalu membacakan 'Doa Bagi Orang Meninggal' dengan suara pelan, sedikit demi sedikit wajahnya berubah tenang, bahkan belakangan wajahnya seakan diselimuti cahaya terang, sehingga perkataan 'welas asih yang tak terbatas' seakan menjelma di wajahnya.
 
Pandangan mata Linghu Chong kabur dan kepalanya pening, ia hampir tak bisa bertahan lagi, maka ia memunggut kedua buah pil itu dan menelan sebutir.
 
Setelah selesai membaca kitab suci, Biksu Fang Sheng berkata kepada Linghu Chong, "Pendekar muda, kau adalah pewaris Sembilan Pedang Dugu Sesepuh Feng, kau tentunya bukan pengikut aliran sesat. Kau bermaksud membela keadilan, seharusnya kau tak mati dengan mengenaskan. Hanya saja luka dalammu sungguh aneh, tak bisa disembuhkan dengan obat maupun tusuk jarum, kau harus berlatih ilmu tenaga dalam tingkat tinggi, barulah kau bisa tetap hidup. Kalau kau mau menuruti si biksu tua ini, ikutlah denganku ke Biara Shaolin, aku akan memohon pada saudara ketua untuk mengajarkan ilmu tenaga dalam tertinggi Shaolin kepadamu, maka lukamu tentunya dapat sembuh". Ia terbatuk-batuk beberapa kali, lalu berkata, "Untuk mempelajari ilmu tenaga dalam semacam ini sangat tergantung pada takdir, aku saja tidak sebegitu beruntung. Saudara kepala Biara Shaolin amat luas pandangannya, siapa tahu ia berjodoh denganmu dan bisa mengajarimu ilmu ini".
 
Linghu Chong berkata, "Terima kasih banyak atas maksud baik sesepuh, tapi aku harus mengantarkan nenek sampai ke tempat yang aman, kalau aku bernasib baik dan tidak mati, aku akan datang ke Biara Shaolin untuk menghadap guru besar dan kepala biara". Raut wajah Fang Sheng nampak terkejut, "Kau......kau memanggil dia nenek? Pendekar muda, kau adalah murid senior perguruan lurus terkemuka, kau tak boleh bergaul dengan kaum sesat. Aku berusaha menasehatimu, pendekar muda harus memikirkannya baik-baik". Linghu Chong berkata, "Kalau seorang lelaki sejati sudah berjanji, bagaimana ia dapat menarik kembali perkataannya?"
 
Fang Sheng menghela napas, lalu berkata, "Baiklah. Aku akan menunggu kedatangan pendekar muda di Biara Shaolin". Ia memandang keempat jasad yang tergeletak di tanah, lalu berkata, "Empat wadah yang kosong, dikubur atau tidak, tiada bedanya. Begitu meninggalkan dunia ini semuanya berakhir". Ia berbalik lalu perlahan-lahan melangkah pergi.
 
* * *
 
Linghu Chong duduk di tanah sambil terengah-engah, sekujur tubuhnya terasa nyeri, ia tak dapat bergerak, tanyanya, "Nenek, kau......kau tak apa-apa?"
 
Terdengar suara gemerisik di belakangnya, sang nenek keluar dari tengah semak-semak, lalu berkata, "Aku tak akan mati! Kau pergilah dengan biksu itu. Katanya ia bisa menyembuhkan lukamu, ilmu tenaga dalam Biara Shaolin tak ada tandingannya di dunia ini, kenapa kau tidak pergi?"
 
Linghu Chong berkata, "Aku sudah berjanji akan mengantarkan nenek, maka aku akan mengantarkan nenek sampai ke tujuan". Nenek itu berkata, "Tubuhmu terluka, bagaimana kau bisa mengawalku?" Linghu Chong tersenyum, "Tubuhmu juga terluka, kita lihat saja!" Sang nenek berkata, "Aku orang aliran sesat, sedangkan kau murid perguruan lurus terkemuka, kalau kau bergaul denganku, kau akan merusak reputasimu sebagai murid perguruan lurus". Linghu Chong berkata, "Dari dulu aku tak punya reputasi apapun, untuk apa aku mengubris perkataan orang lain? Nenek, kau telah begitu baik padaku. Linghu Chong bukannya tak bisa membedakan orang yang baik dan jahat. Saat ini kau terluka parah, kalau aku meninggalkanmu, orang macam apa aku ini?"
 
Nenek itu berkata, "Kalau aku tidak terluka, kau akan meninggalkanku, benar tidak?" Linghu Chong tertegun, lalu tersenyum, "Kalau nenek tidak sebal pada pemuda bebal seperti aku, dan mau kutemani, Linghu Chong akan menemanimu bercakap-cakap. Namun aku khawatir sifatku kasar, suka berbuat sekehendak hatiku, dalam beberapa hari, jangan-jangan nenek tak mau bicara denganku lagi" . Nenek itu mendengus.
 
Linghu Chong mengayunkan tangannya ke belakang dan memberikan pil dari Biksu Fang Sheng itu kepada sang nenek seraya berkata, "Biksu terkemuka dari Biara Shaolin itu benar-benar luar biasa, nenek, kau membunuh empat muridnya, tapi dia malah memberikan obat luka mujarab penyelamat nyawa kepadamu, dia sendiri tak mau meminumnya. Ketika ia barusan ini bertarung denganmu, jangan-jangan ia tak mengerahkan seluruh tenaganya". Nenek itu berkata dengan gusar, "Bah! Kalau ia tak mengerahkan tenaga, bagaimana ia dapat melukaiku? Orang-orang ini mengaku sebagai anggota perguruan lurus terkemuka, secara munafik berpura-pura baik, aku  memandang mereka dengan sebelah mata". Linghu Chong berkata, "Nenek, kau minumlah sebutir pil ini. Setelah aku meminumnya, dada dan perutku benar-benar terasa agak lega". Nenek itu mengiyakan, tapi tak mengambil pil itu.
 
Linghu Chong berkata, "Nenek......" Nenek itu berkata, "Sekarang tinggal kita berdua, kenapa kau masih terus memanggilku 'nenek'? Agak jaranglah sedikit memanggilku nenek, memangnya kenapa?" Linghu Chong berkata sambil tertawa, "Baiklah. Aku akan  agak jarang memanggilmu nenek. Kenapa kau tidak minum pil obat itu?" Sang nenek berkata, "Katamu obat luka Shaolin sangat bagus, sedangkan obat yang kuberikan tidak bagus, kenapa kau tak minum semua pil yang diberikan biksu tua itu sekaligus?"
Linghu Chong berkata, "Aiyo, kapan aku bilang obat lukamu tidak bagus? Bukankah kau memperlakukanku dengan tidak adil? Lagipula, pil obat Shaolin memang bagus, aku ingin kau minum pil itu supaya kau agak cepat punya tenaga kembali untuk melanjutkan perjalanan". Nenek itu berkata, "Kau bosan menemaniku, benar tidak? Pergi sana! Aku tak akan menahanmu".
 
Linghu Chong berpikir, "Kenapa nenek tiba-tiba jadi pemarah dan selalu mencari-cari kesalahanku? Aku tahu, lukanya tak ringan, badannya tak enak, tentu saja ia jadi pemarah, aku tak bisa menyalahkannya". Ia tertawa dan berkata, "Sekarang bergerak setengah langkahpun aku tak bisa, walaupun aku ingin pergi, aku tak bisa. Lagipula......lagipula......hahaha......" Nenek itu berkata dengan gusar, "Lagipula apa? Hahaha apa?"
 
Linghu Chong tertawa, lalu berkata, "Hahaha, ya hahaha. Lagipula, walaupun aku bisa pergi, aku tak ingin pergi, kecuali kalau kau ikut pergi denganku". Sebelumnya ia berbicara kepada nenek itu dengan amat sopan, tapi karena sang nenek marah-marah tak keruan tanpa alasan, ia juga berbicara seenaknya. Tapi tak nyana nenek itu tidak marah, tiba-tiba ia tak bersuara, entah sedang diam-diam memikirkan apa. Linghu Chong berkata, "Nenek......?"
 
Nenek itu berkata, " Lagi-lagi 'Nenek'! Seumur hidupmu kau tak usah memanggil nenek lagi, bagaimana? Apa kau tidak bosan terus memanggil seperti itu?"
 
Linghu Chong tertawa, "Sejak ini aku tak akan memanggilmu nenek, lalu aku harus memanggilmu apa?"
 
Nenek itu tak bersuara, setelah beberapa lama, ia baru berkata, "Disini cuma ada kita berdua, untuk apa pakai panggilan segala? Begitu kau buka mulut, kau pasti berbicara kepadaku, masa kau berbicara pada orang lain?" Linghu Chong tersenyum, "Kadang-kadang aku bicara pada diriku sendiri, kau jangan salah paham". Nenek itu mendengus, lalu berkata, "Bicaramu selalu tak pantas, pantas saja adik kecilmu tak suka padamu".
 
Perkataan ini menusuk luka lama di lubuk hati Linghu Chong, hatinya terasa pedih, mau tak mau ia berpikir, "Adik kecil tak suka padaku dan lebih suka pada Adik Lin, jangan-jangan karena sikap dan bicaraku yang tak pantas, hingga ia tak mau mempercayakan dirinya kepadaku untuk seumur hidup. Benar, Adik Lin selalu menuruti aturan, benar-benar seorang budiman, hampir persis dengan guru. Jangankan adik kecil, kalau aku seorang wanita, aku juga akan suka pada Adik Lin dan bukan pada Linghu Chong si bergajul yang kelakuannya tak pantas ini. Ai, Linghu Chong, Linghu Chong, kau suka mabuk-mabukkan dan membuat onar, tak mau menuruti peraturan, benar-benar tak dapat disembuhkan. Aku bergaul dengan si maling cabul pemetik bunga Tian Boguang, dan tidur di rumah bordil di Hengyang, tentu saja adik kecil tak senang".
 
Ketika nenek itu mendengar ia tak bersuara, nenek itu bertanya, "Kenapa? Apa perkataanku itu melukaimu? Kau marah, benar tidak?" Linghu Chong berkata, "Aku tidak marah, perkataanmu itu benar, bicaraku tak pantas, tingkah lakuku juga tak pantas, tidak aneh kalau adik kecil tidak suka padaku, guru dan ibu guru juga tidak suka padaku". Nenek itu berkata, "Kau tak usah sedih, adik kecil, guru dan ibu gurumu tak suka padamu, tapi......tapi masa di dunia ini tak ada orang lain yang menyukaimu?" Perkataannya ini diucapkan dengan amat lembut, penuh penghiburan.
 
Linghu Chong merasa amat berterima kasih, dadanya terasa hangat, tenggorokannya seakan tersumbat, katanya, "Nenek, kau begitu baik padaku, kalaupun di dunia ini tak ada orang lain yang menyukaiku, juga......juga tak apa-apa!"
 
Nenek itu berkata, "Kau memang bermulut manis, pintar menyenangkan orang. Tak heran kalau tokoh Sekte Lima Racun seperti Lan Fenghuang itupun juga memuji-mujimu. Baiklah, kau tak bisa berjalan, aku juga tak bisa berjalan, hari ini kita terpaksa bermalam di tepi tebing ini, entah kita akan mati atau tidak hari ini". Linghu Chong tersenyum, "Kalau hari ini kita tidak mati, kita juga tak tahu besok kita akan mati atau tidak, kalau besok kita tak mati, kita juga masih tak tahu lusa kita akan mati atau tidak". Sang nenek berkata, "Tak usah banyak omong. Kau perlahan-lahan merangkaklah kemari, aku akan mengikuti di belakangmu".
 
Linghu Chong berkata, "Kalau kau tak minum pil obat si biksu tua, jangan-jangan merangkak satu langkahpun aku tak bisa".
 
Si nenek berkata, "Lagi-lagi kau bicara sembarangan, memangnya kalau aku tidak minum pil obat itu, kenapa kau lantas tak bisa merangkak?" Linghu Chong berkata, "Aku sama sekali tidak bicara sembarangan, kalau kau tidak minum pil obat itu, lukamu akan susah sembuh dan kau akan tidak punya tenaga untuk memetik kecapi. Hatiku akan cemas, lalu dari mana aku akan punya tenaga untuk merangkak ke arahmu? Jangankan merangkak ke sana, hanya untuk berbaring disini sajapun aku tak punya tenaga". "Bah!", nenek itu tertawa, "Kau tak punya tenaga untuk berbaring disini?" Linghu Chong berkata, "Tentu saja. Ini adalah sebuah lereng, kalau aku tak menggunakan tenaga, aku akan jatuh terguling-guling masuk ke dalam kali di depan itu, kalau aku tak mati terjatuh, aku akan tenggelam".
 
Sang nenek berkata, "Kau terluka parah, hidupmu sedang berada di ujung tanduk, tapi kau malah masih senang bercanda. Orang seperti kau ini sangat jarang terdapat di dunia". Linghu Chong melemparkan pil obat ke belakang dengan hati-hati, lalu berkata, "Kau cepatlah minum". Sang nenek berkata, "Hah, semua yang berpura-pura menjadi orang dari perguruan lurus terkemuka pasti tak punya barang yang baik. Kalau aku minum pil obat Shaolin ini, aku hanya akan mengotori mulutku saja".
 
"Aiyo!", teriak Linghu Chong keras-keras, tubuhnya miring ke kiri ke arah lereng dan jatuh terguling-guling ke kali. Nenek itu amat terkejut, ia berteriak "Hati-hati!" Linghu Chong terus jatuh berguling-guling ke arah kali, lereng itu tak seberapa terjal, namun sangat panjang, setelah berguling-guling untuk beberapa saat, Linghu Chong baru tercebur ke dalam kali, dan setelah mementang tangan dan kakinya, ia baru bisa menghentikan dirinya.
 
Nenek itu berseru, "Hei, hei, apa kau baik-baik saja?" Wajah dan tangan Linghu Chong tertusuk batu-batu tajam di atas tanah hingga mengucurkan darah segar, tapi ia menahan rasa sakitnya dan tak bersuara. Nenek itu berseru, "Baiklah, aku akan minum obat biksu bau itu, kau......kau naiklah ke sini".
 
Linghu Chong berkata, "Kau sudah berkata, maka kau tak boleh menarik kembali perkataanmu". Saat itu mereka berdua sudah terpisah jauh, tenaga dalam Linghu Chong telah musnah, maka suaranya tak bisa terdengar di kejauhan. Nenek itu samar-samar mendengar suaranya, namun tak tahu apa yang dikatakannya, maka ia bertanya, "Apa katamu?" Linghu Chong berkata, "Aku......aku......" Ia terus terengah-engah. Nenek itu berkata, "Kau cepatlah naik! Aku janji akan minum obat itu".
 
Linghu Chong bangkit dengan terhuyung-huyung, hendak merayap ke atas lereng, namun berguling-guling menuruni lereng mudah, tapi merayap ke atasnya sungguh sulit bagai mendaki ke langit. Ketika ia baru saja mengambil dua langkah, kakinya terasa lemas, setelah terhuyung-huyung, "Byur!", ia tercebur ke dalam kali.
 
Ketika nenek itu melihatnya tercebur ke dalam kali dari tempat yang tinggi, ia menjadi khawatir, ia berguling-guling menuruni lereng itu sampai ke sisi Linghu Chong, lalu tangan kirinya memegangi mata kaki kiri Linghu Chong. Setelah terengah-egah beberapa kali, tangan kanannya menjambak baju di punggung Linghu Chong, dan iapun mengangkat Linghu Chong yang basah kuyup dari kali.
 
Linghu Chong sudah menelan beberapa teguk air kali, matanya berkunang-kunang, setelah menenangkan diri, ia melihat bahwa di permukaan air kali yang jernih, ada dua buah bayangan terbalik, satu diantaranya ialah bayangan seorang gadis muda yang sedang menjambak baju di punggungnya.
 
Ia kebingungan, tiba-tiba, "Ah!", ia mendengar si nona di punggungnya berkata, lalu memuntahkan banyak darah segar yang hangat-hangat membasahi lehernya, pada saat yang sama gadis itu bersandar pada punggungnya seakan lumpuh.
 
Linghu Chong merasakan tubuh lunak gadis itu bersandar pada punggungnya, dan juga merasakan rambutnya yang panjang menyapu wajahnya, ia tak kuasa menahan rasa herannya. Ketika ia memandang bayangan terbaliknya di permukaan air, ia melihat separuh wajah nona itu, sepasang matanya terpejam rapat, bulu matanya amat lentik, walaupun bayangannya yang terbalik tak terlihat jelas, namun jelas bahwa raut wajahnya amat cantik, usianya tak lebih dari tujuh atau delapan belas tahun.
 
Ia amat heran, "Siapa nona ini? Bagaimana bisa ada seorang nona yang datang kesini dan menolongku?" Bayangan di air dan perasaan di punggungnya keduanya memberitahunya bahwa gadis itu telah pingsan. Linghu Chong ingin berbalik dan memapahnya, namun sekujur tubuhnya lemas tak berdaya, bahkan mengangkat jari tangannyapun ia tak mampu. Ia seakan masuk ke alam mimpi, melihat sebuah wajah jelita di tengah kali yang jernih, seakan dirinya telah masuk ke surga, pikirnya, "Apakah aku sudah mati? Apakah aku sudah masuk ke dalam surga?"
 
 
Catatan Kaki Penerjemah
 
[1] Senjata biksu yang bentuknya seperti sekop.
[2] Terjemahan  大师 (da shi; Hokkian: taysu), sebutan untuk biksu terkemuka.
[3] 黑木崖 (Heimuya) berarti Tebing Kayu Hitam.
[4] Hokkian: Sian cai. 

Bagian ketiga

Setelah lama, terdengar gadis yang bersandar di punggungnya itu berkata dengan agak gemetar, "Sebenarnya apa kau ingin menakut-nakuti aku, atau apa kau benar-benar......benar-benar tak ingin hidup lagi?"
 
Begitu Linghu Chong mendengar suaranya, mau tak mau ia amat terkejut, suaranya persis sama dengan suara sang nenek. Ia begitu terkejut hingga sekujur tubuhnya gemetar, katanya, "Kau......kau......kau". Gadis itu berkata, "Kau kenapa? Aku tetap tak mau minum pil obat biksu bau itu, kau bunuh dirilah sana, supaya aku bisa melihatnya". Linghu Chong berkata, "Nenek, ternyata kau adalah......adalah seorang nona kecil......nona kecil yang sangat cantik".
 
Gadis itu berkata dengan terkejut, "Bagaimana kau bisa tahu? Kau.....kau bocah yang tak bisa dipegang perkataannya. Kau mencuri lihat, ya?" Ia menunduk dan melihat bayangannya sendiri yang nampak jelas di permukaan air kali, sedang menempel di punggung Linghu Chong, rasa jengahnya langsung muncul dan ia berusaha untuk bangkit, namun begitu ia berdiri, lututnya langsung terasa lemas dan ia terjatuh ke dada Linghu Chong. Ia berusaha bangkit lagi beberapa kali dan ia hampir pingsan lagi, hingga terpaksa diam saja.
 
Dalam hati Linghu Chong amat heran, "Kenapa kau pura-pura menjadi nenek-nenek untuk menipuku? Berpura-pura menjadi seorang sesepuh dan membuatku.....membuatku......" Gadis itu berkata, "Membuatmu apa?"
 
Pandangan mata Linghu Chong dan pipinya berjarak tak sampai satu chi, ia melihat bagaimana kulitnya begitu putih hingga seakan tembus pandang, samar-samar memunculkan rona merah, Linghu Chong berkata, "Membuatku memanggilmu "nenek, nenek" di sepanjang jalan. Hah, kau benar-benar tak tahu malu, jadi adikku saja kau masih terlalu kecil, tapi kau mau jadi nenekku! Kalau kau mau jadi nenek, tunggulah delapan puluh tahun lagi!"
 
Gadis itu mendengus, lalu tertawa, "Kapan aku pernah berkata kalau aku nenek-nenek?  Selama ini kaulah yang selalu memanggilku begitu. Barusan ini aku marah karena kau terus menerus memanggilku 'nenek', aku minta kau berhenti memanggil, tapi kau masih  terus saja melakukannya, benar tidak?"
 
Dalam hatinya Linghu Chong merasa bahwa perkataannya itu tidak salah, namun karena ia sudah tertipu begitu lama seperti seorang bebal, ia merasa kesal, katanya, "Kau tak memperbolehkan aku melihat wajahmu karena kau bermaksud menipuku. Kalau aku bertemu muka denganmu, masa aku akan memanggilmu nenek? Bahkan di Luoyang kau telah menipuku, kau berkomplot dengan si tua Luzhuweng itu supaya dia memanggilmu bibi. Dia sudah begitu tua, sedangkan kau adalah bibinya, masa aku tak memanggilmu nenek?" Gadis itu tersenyum, "Guru Luzhuweng memanggil papaku paman guru, lalu Luzhuweng harus memanggilku apa?" Linghu Chong tertegun, dengan ragu-ragu ia berkata, "Kau memang benar-benar bibi Luzhuweng?" Gadis itu berkata, "Si Luzhuweng itu bukan seorang tokoh yang luar biasa, untuk apa aku pura-pura jadi bibinya? Apa bagusnya jadi seorang bibi?"
 
Linghu Chong menghela napas, "Aku memang benar-benar bodoh. Ai, seharusnya aku sudah tahu dari dulu".
 
Gadis itu tersenyum, lalu berkata, "Seharusnya dari dahulu sudah tahu apa?" Linghu Chong berkata, "Suara bicaramu amat enak didengar, di dunia ini mana ada nenek berusia delapan puluh tahun yang suaranya begitu merdu dan halus?" Gadis itu tersenyum, "Suaraku kasar dan sumbang, mirip sekali dengan kaokan burung gagak, tak heran kau mengiraku seorang nenek tua". Linghu Chong berkata, "Suaramu seperti kaokan burung gagak? Ai, dunia ini sudah berubah, burung gagak zaman sekarang suaranya lebih enak didengar dibanding burung kepodang".
 
Ketika nona itu mendengarnya memuji dirinya, wajahnya lantas merona merah, namun hatinya amat girang, ia tersenyum, "Baiklah, Linghu gonggong, Linghu yeye[1], kau sudah lama memanggilku nenek, sekarang aku gantian memanggilmu kakek. Jadi kita impas, kau tak marah kan?"
 
Linghu Chong tertawa, "Kau nenek, aku kakek, kita berdua kakek nenek, bukankah kita......" Wataknya memang ugal-ugalan, bicaranya tanpa tedeng aling-aling, tadinya ia hendak berkata "bukankah kita berpasangan", namun tiba-tiba ia melihat gadis itu mengerenyitkan dahinya dan rasa gusar muncul di wajahnya, maka ia cepat-cepat menutup mulutnya.
 
Gadis itu berkata dengan marah, "Kau omong kosong apa lagi?" Linghu Chong berkata, "Aku berkata, kalau kita berdua jadi kakek nenek, bukankah kita......bukankah kita akan jadi sesepuh dunia persilatan?"
 
Gadis itu jelas-jelas tahu bahwa ia telah mengubah perkataannya, namun ia tak menyangkalnya, karena ia khawatir jangan-jangan makin lama berbicara perkataannya akan makin tak enak didengar. Ia bersandar di dada Linghu Chong, mencium bau lelaki yang tajam, hatinya amat galau. Ia berusaha keras untuk berdiri, namun apa mau dikata, ia sama sekali tak berdaya. Wajahnya memerah dan ia berkata, "Hei, dorong aku!" Linghu Chong berkata, "Untuk apa mendorongmu?" Si gadis berkata, "Kita seperti ini......seperti ini......jadi kelihatan seperti apa?" Linghu Chong berkata, "Kakek dan nenek, ya memang seperti inilah kelihatannya".
 
Gadis itu mendengus, lalu berkata dengan galak, "Kalau kau masih bicara sembarangan lagi, coba lihat aku akan bunuh kau atau tidak!"
 
Linghu Chong merasa jeri, ia ingat bagaimana gadis itu memaksa belasan lelaki kekar mencungkil sepasang mata mereka sendiri, lalu mengasingkan mereka ke Pulau Naga Melingkar di Laut Timur, maka ia tak berani berbicara dengannya lagi. Tak lama kemudian ia berpikir, "Ia masih sangat muda, tapi dengan sekali gebrak dapat membunuh empat orang murid Perguruan Shaolin, ilmu silatnya begitu tinggi, dan sikapnya juga ganas, benar-benar membuat orang susah percaya kalau ia adalah gadis manis yang ada di depan mataku ini".
 
Ketika gadis itu mendengarnya tak bersuara, ia berkata, "Kau marah, ya? Benar tidak? Seorang lelaki jantan, masa begitu picik pikirannya?" Linghu Chong berkata, "Aku bukannya marah melainkan takut, takut dibunuh olehmu". Gadis itu tersenyum, "Kalau setelah ini bicaramu tidak ngawur, siapa yang akan datang membunuhmu?" Linghu Chong menghela napas, lalu berkata, "Dari kecil watakku ini memang susah diatur, ini namanya tak ada jalan keluar, sepertinya aku memang ditakdirkan untuk mati di tanganmu". Gadis itu tersenyum, "Ketika kau memanggilku nenek, kau sangat sopan padaku, kalau kau begitu manis, itu sangat bagus, setelah ini bersikaplah seperti itu". Linghu Chong menggeleng, "Tak bisa! Begitu aku tahu kau seorang gadis kecil, setelah ini aku tak bisa menganggapmu seorang nenek lagi". Gadis itu berkata, "Kau....kau......" Setelah mengucapkan kedua kata itu, wajahnya lantas memerah, entah apa yang dipikirkannya, maka Linghu Chong segera menutup mulutnya.
 
Linghu Chong memandang ke bawah dan melihat raut wajahnya yang jelita dan malu-malu kucing, hatinyapun terguncang, ia mendekat dan mendaratkan sebuah ciuman di pipinya. Gadis itu terkejut, tiba-tiba ia mendapat tenaga yang entah dari mana asalnya, ia membalikkan tangannya dan, "Plok!", ia menampar pipi Linghu Chong keras-keras, lalu melompat. Namun tenaga yang digunakannya untuk melompat itu terbatas, ketika tubuhnya masih berada di udara, tenaganya telah habis, ia segera kembali terjatuh ke dada Linghu Chong. Sekujur tubuhnya lemas dan ia sama sekali tak bisa bergerak-gerak.
 
Gadis itu takut kalau Linghu Chong akan berbuat kurang ajar lagi kepadanya, ia merasa cemas, maka ia berkata, "Kalau kau......kalau kau kurang ajar seperti ini lagi, aku......aku akan langsung membantaimu". Linghu Chong tertawa, "Terserah kau mau membantaiku atau tidak, hidupku toh tak akan panjang lagi. Aku tetap akan berbuat kurang ajar". Gadis itu amat cemas, ia berkata, "Aku.....aku......" Namun ia tak tahu harus berbuat apa.
 
Linghu Chong mengerahkan tenaga, lalu dengan lembut mendorong bahu gadis itu, sedangkan dirinya sendiri kemudian memiringkan tubuhnya dan berguling ke samping, sambil tersenyum ia berkata, "Bagaimana keadaanmu?" Setelah mengucapkan perkataan ini, ia terus menerus batuk dan beberapa kali memuntahkan darah. Tadi untuk sesaat ia terpikat, namun setelah mencium gadis itu, dalam hatinya langsung muncul rasa menyesal, setelah terkena tamparan, ia makin merasa bahwa ia seharusnya tak melakukan hal itu. Walaupun ia masih keras kepala tak mau mengakui kesalahannya, namun ia tak lagi berani berdekat-dekatan dengannya.
 
Ketika gadis itu melihatnya berguling jauh-jauh dengan kekuatannya sendiri, gadis itu terkejut. Ketika melihatnya memuntahkan darah setelah mengerahkan tenaga, diam-diam gadis itu merasa menyesal, namun ia merasa perlu menjaga muka, maka ia susah  membuka mulut untuk mengatakannya, dengan lembut ia bertanya, "Dada.....dadamu sakit sekali, ya?"
 
Linghu Chong berkata, "Dadaku malah tak sakit, tapi bagian tubuhku yang lain amat sakit". Gadis itu bertanya dengan lembut, "Bagian mana yang sangat sakit?" Nada suaranya penuh perhatian. Linghu Chong mengelus-elus pipinya yang barusan ditampar oleh gadis itu, lalu berkata, "Disini". Gadis itu tersenyum simpul, "Kau ingin aku minta maaf padamu, baiklah, aku minta maaf". Linghu Chong berkata, "Akulah yang salah, nenek, mohon maafkan aku".
 
Ketika gadis itu mendengarnya memanggil dirinya 'nenek', ia tak kuasa menahan tawa dan tertawa cekikikan.
 
Linghu Chong bertanya, "Dimana pil bau biksu tua itu? Kau sama sekali belum meminumnya, benar tidak?" Gadis itu berkata, "Aku tak sempat membawanya". Ia menunjuk ke atas lereng, lalu berkata, "Masih di atas sana". Setelah berhenti sejenak, ia berkata, "Aku akan menurutimu. Aku akan meminumnya begitu kita bisa naik kesana, tak perduli bau atau tidak".
 
Mereka berdua berbaring di kaki lereng itu, dalam keadaan biasa, mereka dapat naik ke atas dengan mudah bagai terbang, namun saat ini puncak lereng itu seakan sebuah gunung setinggi laksaan chi yang tak bisa didaki. Mereka berdua memandang ke atas, lalu saling memandang dan menghela napas.
 
Gadis itu berkata, "Aku akan bersemedi sebentar. Kau jangan ganggu aku, ya". Linghu Chong berkata, "Baik". Ia melihat sang gadis bersandar dengan miring pada dinding tebing dan memejamkan matanya, sedangkan ibu jari, telunjuk dan jari tengah tangan kanannya menekan tanah dengan cara yang aneh, lalu diam tak bergerak. Linghu Chong berpikir, "Caranya bersemedi ini juga lain dari yang lain, dia sama sekali tak perlu bersila".
 
Ia berusaha untuk menenangkan dirinya dan beristirahat sejenak, namun hawa murni dalam tubuhnya terus bergejolak. Tiba-tiba ia mendengar suara kodok mengorek, seekor kodok gemuk melompat ke arahnya dari tepi kali. Linghu Chong amat girang, setelah segala sesuatu yang terjadi seharian itu, ia amat lapar, makanan lezat yang disodorkan kepadanya ini benar-benar suatu keberuntungan. Ia segera menjulurkan tangannya untuk menangkap kodok itu, namun tangannya nyeri dan lemas tak berdaya,  ketika ia hendak menangkapnya, tak nyana ia hanya menangkap udara kosong. Kodok itu melompat pergi sambil mengorek keras-keras, seakan sedang berpuas diri mengejek Linghu Chong yang tak berdaya. Linghu Chong menghela napas, namun ternyata kodok di tepi kali itu amat banyak, tak lama kemudian dua ekor kodok kembali melompat ke arahnya, namun Linghu Chong masih tak berdaya untuk menangkapnya. Tiba-tiba di sisi pinggangnya menjulur sebuah tangan yang panjang dan langsing, halus dan putih, dengan enteng tangan itu menjepit dan menangkap seekor kodok. Ia adalah si gadis yang telah bersemedi untuk beberapa lama dan sekarang bisa bergerak lagi, walaupun ia masih tak bertenaga, namun menangkap beberapa ekor kodok adalah hal yang mudah baginya. Linghu Chong berkata dengan girang, "Bagus sekali! Sekarang kita bisa pesta kodok!"
 
Gadis itu tersenyum, ia menjulurkan tangannya dan menangkap seekor lagi, dalam sekejap ia telah menangkap lebih dari dua puluh ekor. Linghu Chong berkata, "Sudah cukup. Tolong cari ranting kering untuk membuat api, aku akan mencuci kodok-kodok ini dulu". Gadis itu menurut dan pergi mencari kayu bakar, sedangkan Linghu Chong menghunus pedang, lalu memenggal dan membuang usus kodok-kodok itu.
 
Gadis itu berkata, "Orang di zaman dahulu menyembelih ayam memakai golok penyembelih kerbau[2], sekarang Pendekar Besar Linghu memakai Sembilan Pedang Dugu untuk menyembelih kodok". Linghu Chong tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Kalau Pendekar Besar Dugu di akherat tahu kalau ahli warisnya begitu tak berbakti, ia akan marah......" Sampai disitu ia segera menutup mulutnya, ia berpikir bahwa Dugu Qiubai sudah lama meninggal dunia, mana bisa ia 'marah setengah mati' lagi?
 
Gadis itu berkata, "Pendekar Besar Linghu....." Di tangan Linghu Chong ada seekor kodok, ia mengoyang-goyangkannya sambil berkata, "Aku benar-benar tak berani dipanggil 'pendekar besar'. Di dunia ini mana ada pendekar besar penyembelih kodok?" Gadis itu tertawa, "Di zaman dahulu ada pahlawan penyembelih anjing[3], kenapa sekarang tidak ada pendekar penyembelih kodok? Sembilan Pedang Dugumu itu benar-benar luar biasa, bahkan biksu tua Shaolin itupun tak bisa melawanmu. Katanya orang yang mengajarimu ilmu pedang ini adalah seorang sesepuh yang bermarga Feng yang pernah menolongnya. Sebenarnya apa maksudnya?"
 
Linghu Chong berkata, "Guru yang mengajariku ilmu pedang ini adalah sesepuh Perguruan Huashan kami". Gadis itu berkata, "Ilmu pedang sesepuh ini bagaikan ilmu
dewa, tapi kenapa namanya tak pernah terdengar di dunia persilatan?" Linghu Chong berkata, "Ini......ini......aku berjanji pada beliau untuk sama sekali tak membocorkan keberadaannya". Gadis itu berkata, "Hah, memangnya kenapa? Kalau kau ceritakanpun aku tak mau dengar. Apa kau tahu siapa aku dan dari mana aku berasal?" Linghu Chong menggeleng, "Aku tak tahu. Bahkan nama nonapun aku tak tahu". Gadis itu berkata, "Kau menyembunyikan masalah ini dariku, maka aku juga tak akan memberitahumu". Linghu Chong berkata, "Walaupun aku tak tahu, tapi aku sudah berhasil menebak delapan sampai sembilan bagian daripadanya". Wajah gadis itu agak berubah, katanya, "Kau sudah menebaknya? Bagaimana kau tahu?"
 
Linghu Chong berkata, "Sekarang aku masih tak tahu, tapi nanti malam, semua akan menjadi terang benderang". Gadis itu bertambah heran, tanyanya, "Kenapa begitu malam tiba semuanya akan menjadi terang benderang?" Linghu Chong berkata, "Aku akan mengangkat kepala memandang langit, begitu aku melihat bahwa ada bintang yang hilang, aku akan tahu nona adalah dewi yang turun dari rasi bintang yang mana. Nona seperti seorang dewi, di dunia yang fana ini mana ada dewi sepertimu?"
 
Wajah gadis itu memerah, "Bah!", ujarnya, namun dalam hati ia amat girang, dengan pelan ia berkata, "Lagi-lagi kau bicara sembarangan".
 
Saat itu ia telah membuat api dari kayu bakar, menyate kodok-kodok yang sudah dicuci itu dengan ranting, dan memanggangnya di atas api unggun. Lemak kodok menetes-netes ke tengah api unggun hingga suaranya berdesis, wangi kodok panggangpun menyeruak. Ia memandangi asap biru yang mengepul dari api unggun itu, lalu berkata dengan pelan, "Namaku Yingying. Sekarang aku sudah memberitahumu, tapi entah kelak kau masih akan mengingatnya atau tidak".
 
Linghu Chong berkata, "Yingying. Nama ini sangat enak didengar. Kalau dari dulu aku sudah tahu namamu Yingying, aku tak akan memanggilmu nenek". Yingying berkata, "Kenapa?" Linghu Chong berkata, "Karena Yingying jelas-jelas nama seorang gadis kecil, jelas bukan seorang nenek tua". Yinying berkata sembari tertawa, "Kalau aku sudah benar-benar menjadi nenek tua, aku tak bisa ganti nama dan akan tetap dipanggil Yingying". Linghu Chong berkata, "Kau tak bisa jadi nenek tua, kau begitu cantik, sampai delapan puluh tahunpun kau masih akan jadi gadis kecil yang cantik".
 
Yingying tertawa, lalu berkata, "Bukankah kalau begitu aku akan jadi monster?" Setelah lewat beberapa saat, dengan wajah sungguh-sungguh ia berkata, "Aku sudah memberitahukan namaku padamu, kau tak boleh sembarangan memanggilku". Linghu Chong berkata, "Kenapa?" Yingying berkata, "Tidak boleh ya tidak boleh. Aku tak suka".
 
Linghu Chong menjulurkan lidahnya, lalu berkata, "Ini tidak boleh, itu juga tidak boleh, kelak siapapun yang jadi......" Ketika berbicara sampai disini, ia melihat wajah Yingying berubah masam, maka ia segera menutup mulutnya. Yingying mendengus.
 
Linghu Chong berkata, "Kenapa kau marah? Aku bilang siapapun yang kelak menjadi muridmu akan menelan pil pahit". Tadinya ia hendak mengatakan 'suami', tapi ketika melihat keadaan menjadi runyam, ia buru-buru mengubahnya menjadi 'murid'. Yingying tentu saja tahu maksudnya, ia berkata, "Kau jadi orang memang tidak benar, juga tidak jujur, dari tiga perkataan yang kau ucapkan, dua diantaranya tak keruan. Aku.....aku tak akan memaksa orang lain untuk melakukan sesuatu, kalau orang itu suka mendengar perkataanku, ia akan mendengarkannya, kalau tidak juga tak apa-apa". Linghu Chong berkata, "Aku suka kok mendengar perkataanmu". Dalam perkataan ini terkandung nada menggoda. Alis Yingying yang indah berkerut, seakan hendak marah, namun wajahnya segera menjadi merah padam dan iapun memalingkan kepalanya.
 
Untuk beberapa saat, mereka berdua tak bersuara. Mendadak tercium bau hangus, Yingying berseru, "Aiyo!" Ternyata serenteng kodok yang dipanggangnya telah hangus terbakar, dengan kesal ia berkata, "Ini semua gara-gara kau".
 
Linghu Chong tertawa, "Seharusnya kau berkata bahwa karena kau marah akibat kugoda, kau jadi bisa membuat kodok panggang yang lezat seperti ini".
 
Ia mengambil seekor kodok hangus, mencabik kakinya, memasukannya ke dalam mulutnya dan mengunyahnya, lalu berkali-kali memuji, "Enak sekali, enak sekali! Sepertinya cara memasaknya sudah tepat, di tengah rasa manis ada rasa pahit, ketika kepahitan berakhir timbullah rasa manis. Di dunia ini tiada makanan lain yang begitu lezat". Digoda olehnya, Yingying tertawa dan lalu ikut makan. Linghu Chong mengambil bagian-bagian daging kodok yang paling hangus dan memakannya, serta menyisakan bagian-bagian yang tak terlalu hangus untuknya.
 
Setelah selesai makan kodok panggang, di bawah kehangatan sinar mentari yang menyinari tubuh mereka, mereka merasa amat mengantuk, tanpa terasa mereka memejamkan mata dan tertidur.
 
Semalaman mereka berdua tidak tidur, dan mereka juga terluka, maka tidur mereka amat nyenyak. Di tengah mimpinya, tiba-tiba Linghu Chong merasa bahwa ia sedang berlatih pedang dengan Yue Lingshan di air terjun, tiba-tiba muncullah seseorang lagi, yaitu Lin Pingzhi, dan iapun bertarung dengan Lin Pingzhi. Namun tangannya sama sekali tak bertenaga, ia mati-matian berusaha untuk menggunakan Sembilan Pedang Dugu, namun tak nyana satu juruspun tak teringat olehnya, Lin Pingzhi berulang-ulang menusuk ulu hati, perut, kepala dan bahunya, selagi Yue Lingshan tertawa terbahak-bahak. Ia terkejut sekaligus gusar dan berteriak, "Adik kecil! Adik kecil!"
 
Setelah beberapa kali berteriak, ia terbangun dan mendengar sebuah suara lembut berkata, "Kau mimpi bertemu adik kecil, ya? Apa dia baik padamu?" Hati Linghu Chong masih terasa pedih, katanya, "Ada orang yang ingin membunuhku, tapi adik kecil tak perduli, malah.....malah masih tertawa!" Yingying menghela napas, lalu berkata dengan pelan, "Dahimu penuh keringat".
 
Linghu Chong mengusapnya dengan lengan bajunya, tiba-tiba angin dingin bertiup, mau tak mau ia menggigil, lalu ia melihat bahwa langit telah dipenuhi bintang-bintang, rupanya hari sudah malam.
 
* * *
 
Setelah pikiran Linghu Chong kembali terang, ia menjadi tenang, ia baru saja hendak berbicara, namun tiba-tiba tangan Yingying menutup mulutnya, bisiknya, "Ada orang datang". Linghu Chong mendengarkan dengan seksama, benar saja, dari kejauhan terdengar langkah kaki tiga orang yang datang menghampiri.
 
Setelah beberapa saat, terdengar seseorang berkata, "Disini juga ada dua mayat". Linghu Chong mengenali suara Zu Qianqiu. Seseorang lain berkata, "Ah, ini biksu Biara Shaolin". Ia adalah Lao Touzi yang baru saja menemukan mayat Jue Ming.
 
Yingying perlahan-lahan menarik tangannya, terdengar Ji Wushi berkata, "Ketiga orang ini semuanya murid kalangan awam Shaolin, bagaimana mereka bisa tewas disini? Eh, orang ini Xin Guoliang, dia adalah jago Biara Shaolin". Zu Qianqiu berkata, "Siapa yang begitu lihai sehingga bisa membunuh empat orang murid Shaolin dengan sekali gebrak?" Lao Touzi berkata dengan terbata-bata, "Jangan-jangan......jangan-jangan seorang tokoh dari Heimuya? Apakah Ketua Dongfang sendiri?" Ji Wushi berkata, "Kelihatannya begitu. Ayo kita cepat-cepat mengubur keempat mayat ini supaya tak ditemukan orang Biara Shaolin". Zu Qianqiu berkata, "Kalau memang ada tokoh dari Heimuya yang turun tangan, mereka pasti tak takut dipergoki Biara Shaolin. Mungkin mereka sengaja meninggalkan mayat-mayat ini disini, untuk unjuk kekuatan kepada Biara Shaolin". Ji Wushi berkata, "Kalau mereka ingin unjuk kekuatan, mereka tak akan meninggalkan mayat-mayat ini di tempat sepi. Kalau kita tak kebetulan lewat sini, mayat-mayat ini akan dimakan binatang dan tak akan ditemukan orang. Kalau Sekte Matahari Rembulan hendak unjuk gigi, kemungkinan besar mereka akan mengantung mayat-mayat ini di tengah kota yang ramai, lalu menulis dengan jelas bahwa mereka adalah murid-murid Shaolin, sehingga Biara Shaolin akan benar-benar kehilangan muka". Zu Qianqiu berkata, "Benar. Kemungkinan besar, setelah membunuh keempat orang ini, tokoh dari Heimuya itu lantas mengejar musuh, dan tak sempat mengubur mayat-mayat ini".
 
Menyusul terdengar suara tanah digali, ketiga orang itu menggali tanah dengan senjata mereka dan mengubur mayat-mayat itu. Linghu Chong berpikir, "Ketiga orang ini kemungkinan besar ada hubungannya dengan Ketua Dongfang, kalau tidak untuk apa mereka bersusah payah seperti ini?".
 
"Eh!", tiba-tiba terdengar Zu Qianqiu berkata, "Pil obat apa ini?" Ji Wushi mencium-cium untuk beberapa saat, lalu berkata, "Ini adalah obat mujarab penyembuh luka Biara Shaolin. Obat ini bisa membangkitkan orang mati. Tentunya jatuh dari saku jubah murid-murid Shaolin itu". Zu Qianqiu berkata, "Dari mana kau tahu?" Ji Wushi berkata, "Bertahun-tahun yang lalu, aku pernah melihatnya di tempat seorang biksu Shaolin tua". Zu Qianqiu berkata, "Karena ini adalah pil obat mujarab penyembuh luka Shaolin, tentunya amat hebat, Kakak Lao, kau ambillah dan berikan pada Nona Busimu, supaya penyakitnya dapat sembuh". Lao Touzi berkata, "Hidup mati putriku tak seberapa penting, ayo kita cepat-cepat cari Tuan Muda Linghu dan meminumkan obat ini padanya".
 
Hati Linghu Chong dipenuhi rasa terima kasih, pikirnya, "Itu adalah pil Yingying yang terjatuh. Bagaimana aku bisa memintanya kembali dari Lao Touzi supaya bisa diminum Yingying?" Ia berpaling dan melihat bahwa di bawah sinar rembulan yang pucat Yingying tersenyum. Ia membuat sebuah wajah aneh, sebuah ekspresi yang polos, senyumnya amat menawan, benar-benar sulit dipercaya bahwa belum lama ini ia berturut-turut membunuh empat jago Biara Shaolin.
 
Terdengar suara batu-batu dan tanah dipindahkan, ketiga orang itu telah mengubur mayat-mayat itu. Lao Touzi berkata, "Sekarang ada suatu masalah yang sulit, Burung Hantu Malam, kau bantulah aku memikirkannya". Ji Wushi berkata, "Masalah sulit apa?" Lao Touzi berkata, "Saat ini Tuan Muda Linghu tentunya......tentunya bersama Gadis Suci. Kalau aku mengantarkan pil ini, aku akan bertemu dengan Gadis Suci. Kalau Gadis Suci marah dan membunuhku tak apa-apa, tapi jangan-jangan aku akan membuatnya tersinggung, dan mengundang amarahnya, hal ini sangat tidak baik". 
 
Linghu Chong melirik ke arah Yingying sambil berpikir, "Ternyata mereka memanggilmu Gadis Suci dan juga begitu takut padamu. Kenapa kau begitu gampang membunuh orang?"
 
Ji Wushi berkata, "Hari ini tiga orang buta yang kita jumpai di jalan dapat sangat berguna. Besok pagi-pagi ayo kita cari tiga orang buta itu dan minta mereka memberikan pil obat ini pada Tuan Muda Linghu. Mata mereka sudah buta, kalaupun mereka menemui Gadis Suci bersama Tuan Muda Linghu, mereka tak akan dibunuh". Zu Qianqiu berkata, "Tapi aku curiga, jangan-jangan ketiga orang itu mencungkil mata mereka sendiri karena memergoki Gadis Suci bersama Tuan Muda Linghu". Lao Touzi menepuk pahanya, "Benar! Kalau tidak, untuk apa mereka tiba-tiba membutakan mata sendiri? Jangan-jangan keempat murid Biara Shaolin ini juga bernasib sial karena berjumpa dengan Gadis Suci dan Tuan Muda Linghu".
 
Untuk beberapa lama, ketiganya tak bersuara. Rasa bimbang dan curiga makin bertambah dalam benak Linghu Chong, terdengar Zu Qianqiu menarik napas panjang, lalu berkata, "Aku harap luka Tuan Muda Linghu cepat sembuh, supaya Gadis Suci dan dirinya dapat segera menjadi pasangan yang berbahagia. Kalau mereka berdua tak menikah, dunia persilatan bakal sulit untuk tenang".
 
Linghu Chong amat terkejut, ia mencuri pandang ke arah Yingying, di bawah sinar rembulan yang temaram wajah Yingying terlihat merah padam, namun sinar marah terpancar dari pandangan matanya. Linghu Chong khawatir kalau ia akan mencelakai Lao Touzi bertiga, maka ia mengangsurkan tangan kanannya dan dengan lembut mengenggam tangan kiri gadis itu. Ia merasakan sekujur Yingying gemetar, entah karena marah atau karena jengah.
 
Zu Qianqiu berkata, "Ketika kita berkumpul di Wubagang, tak nyana Gadis Suci amat marah, padahal sebenarnya lelaki dan perempuan saling jatuh cinta adalah hal yang biasa. Seorang pendekar luar biasa yang begitu luhur budinya dan berjiwa bebas seperti Tuan Muda Linghu hanya pantas bersanding dengan gadis yang begitu cantik seperti Gadis Suci. Kenapa seorang tokoh hebat seperti Gadis Suci begitu malu-malu kucing seperti perempuan desa saja? Dia jelas-jelas suka pada Tuan Muda Linghu, tapi orang lain tak boleh menyebut-sebutnya, dan lebih-lebih lagi tak boleh dilihat orang, bukankah ini......bukankah ini agak tak masuk akal?"
 
Linghu Chong berpikir, "Oh, ternyata begitu. Tapi perkataan ini entah benar atau tidak?" Tiba-tiba ia merasakan tangan kecil Yingying yang digenggamnya ditarik, rupanya gadis itu hendak melepaskan diri dari pegangannya, maka ia cepat-cepat memeganginya dengan sekuat tenaga, khawatir kalau-kalau dalam kemarahannya, ia akan langsung membunuh Zu Qianqiu bertiga.
 
Ji Wushi berkata, "Gadis Suci adalah seorang tokoh terkemuka di Heimuya, bahkan Ketua Dongfangpun sama sekali tak pernah menentangnya, tapi ia masih tetap seorang gadis muda. Si dunia ini, semua gadis muda yang untuk pertama kalinya menyukai seorang lelaki, walaupun dalam hatinya ia amat suka, namun kulit wajahnya selalu tipis.
Kali ini ketika kita mencoba untuk menyenangkannya, walau kita bermaksud baik, namun kita masih mengundang kemarahan Gadis Suci. Sayang kita semua lelaki kasar, tak mengerti perasaan seorang gadis. Puluhan gadis dan wanita yang datang ke Wubagang juga berwatak berangasan, tak banyak bedanya dengan lelaki kasar. Pertemuan para pendekar di Wubagang untuk menyenangkan Gadis Suci malah membuatnya gusar. Kalau kabar ini sampai tersiar keluar, anjing-anjing perguruan lurus itu bakal tertawa terpingkal-pingkal".
 
Lao Touzi berkata, "Gadis Suci pernah berjasa bagi kita, maka saudara-saudara semua merasa berterima kasih dan ingin membalas budinya, berharap dapat menyembuhkan luka kekasihnya. Seorang lelaki sejati harus bisa mengingat budi dan membalas dendam, budi dibalas budi, dendam dibalas dendam, apa salahnya? Kalau anjing-anjing itu berani menertawakan kita, Lao Touzi akan menguliti mereka hidup-hidup".
 
Saat itu Linghu Chong baru mengerti, ternyata para orang gagah di sepanjang jalan itu berusaha menyenangkan dirinya demi Gadis Suci bernama Yingying ini, dan para pendekar itu juga tiba-tiba serentak berpencar di Wubagang adalah juga karena Gadis Suci tak ingin orang mengetahui isi hatinya dan menyebarkannya ke seluruh dunia persilatan, sehingga ia murka. Ia berpikir lagi, Gadis Suci adalah seorang gadis muda, namun ia dapat membuat begitu banyak pendekar dan orang gagah berusaha menyenangkan dirinya, maka ia tentunya adalah seorang tokoh Sekte Iblis yang dapat menguncang langit dan bumi. Kalau mendengar perkataan Ji Wushi, bahkan Dongfang Bubai yang digelari 'Pendekar Nomor Satu di Kolong Langit' juga tak pernah menentang keinginannya. Aku Linghu Chong bukan siapa-siapa di dunia persilatan, dan kebetulan berkenalan dengannya ketika belajar memetik kecapi di balik tirai di lorong kecil Luoyang itu. Sama sekali tidak melibatkan perasaan cinta. Apakah Luzhuweng salah menanggapi maksudku, lalu menyebarkan kabar keluar dan membuat Gadis Suci murka?
 
Terdengar Zu Qianqiu berkata, "Perkataan Lao Touzi benar, Gadis Suci telah menanam budi yang begitu besar pada kita, kalau kita dapat mempersatukan mereka hingga membuatnya bahagia seumur hidupnya, walaupun tubuh kita hancur lebur dan matipun kita tak menyesal. Penolakannya di Wubagang itu, apalah artinya? Tapi.....tapi Tuan Muda Linghu adalah murid kepala Perguruan Huashan, musuh bebuyutan Heimuya, aku khawatir akan banyak halangan berat sebelum perjodohan ini dapat berakhir dengan bahagia".
 
Ji Wushi berkata, "Aku punya ide". Kenapa tidak kita culik saja ketua Perguruan Huashan Yue Buqun, lalu kita mengancam untuk membunuhnya kalau ia tak mau menjadi wali pernikahan ini?". Zu Qianqiu dan Lao Touzi serentak berkata, "Burung Hantu Malam, akal ini sangat bagus! Kita tak boleh buang waktu untuk segera melaksanakannya, ayo kita berangkat untuk menangkap Yue Buqun". Ji Wushi berkata, "Hanya saja Tuan Yue adalah ketua perguruan terkemuka, tenaga dalam dan ilmu pedangnya setinggi langit, kalau kita berkelahi dengannya, pertama, kita belum tentu menang, kedua, kalaupun kita dapat menangkapnya, dan ternyata dia lebih suka mati daripada menurut, lalu bagaimana?" Lao Touzi berkata, "Kalau begitu kita terpaksa menculik istri dan anak gadisnya untuk lebih membuatnya tertekan". Zu Qianqiu berkata, "Benar! Tapi hal ini harus dirahasiakan, tak boleh diketahui orang, kalau tidak tentunya akan mencoreng reputasi Perguruan Huashan. Kalau Tuan Muda Linghu mendengar bahwa kita telah menyinggung gurunya, ia tentu tidak senang". Mereka bertiga lalu membicarakan dengan cara apa mereka akan menculik Nyonya Yue dan Yue Lingshan.
 
Sekonyong-konyong Yingying berkata dengan lantang, "Hei, kalian orang-orang yang berani mati, cepat pergilah jauh-jauh supaya tak mengundang amarah Gadis Suci!"
 
Ketika Linghu Chong tiba-tiba mendengarnya berbicara, ia kaget setengah mati dan lantas memegang tangan gadis itu dengan sekuat tenaga.
 
Ji Wushi bertiga lebih terkejut lagi. Lao Touzi berkata, "Iya, iya......hamba......hamba.....hamba....." Setelah mengucapkan kata 'hamba' tiga kali, ia makin ketakutan dan tak bisa meneruskan berbicara. Ji Wushi berkata, "Baik, baik! kami bicara sembarangan, mohon supaya Gadis Suci tak memasukkannya ke dalam hati. Besok kami akan pergi ke Daerah Barat[4], dan tak akan kembali ke Daratan Tengah lagi".
 
Linghu Chong berpikir, "Kali ini ada tiga orang lagi yang diasingkan seumur hidup".
 
Yingying bangkit dan berkata, "Siapa bilang kalian harus pergi ke Daerah Barat? Aku punya suatu masalah yang aku ingin kalian bertiga lakukan". Ji Wushi bertiga kegirangan, mereka serentak menjawab, "Apapun yang Gadis Suci perintahkan, kami akan lakukan dengan sepenuh hati". Yingying berkata, "Aku ingin membunuh seseorang, tapi saat ini aku tak bisa menemukannya. Kalian sebarkanlah kabar ini, kawan dari dunia persilatan yang dapat membunuh orang ini, akan kuberi hadiah besar". Zu Qianqiu berkata, "Kami tak berani menerima hadiah, kalau Gadis Suci ingin mencabut nyawa orang ini, walaupun sampai ke ujung duniapun kami tiga bersaudara akan mencarinya sampai ketemu. Namun kami tak tahu entah siapa keparat ini, yang berani-beraninya menyinggung Gadis Suci?" Yingying berkata, "Mata dan telinga kalian bertiga tak cukup, kalian harus segera menyebarkan kabar ini". Ketiga orang itu segera serentak berseru, "Baik, baik!" Yingying berkata, "Kalian pergilah". Zu Qianqiu berkata, "Baik. Mohon supaya Gadis Suci beritahukan, siapa keparat nekat itu?". 
 
Yingying mendengus, lalu berkata, "Marga kembar orang ini Linghu, nama kecilnya hanya satu kata, yaitu Chong, dia adalah murid Perguruan Huashan".
 
Begitu perkataan itu terdengar, Linghu Chong, Ji Wushi, Zu Qianqiu dan Lao Touzi berempat sangat terkejut. Mereka semua tak ada yang bersuara.
 
Setelah beberapa saat, Lao Touzi berkata, "Ini.....ini......"Yingying membentak, "Apa-apaan ini? Kalian takut pada Perguruan Pedang Lima Puncak, tak berani melawan murid Perguruan Huashan, benar tidak?" Ji Wushi berkata, "Untuk melaksanakan tugas dari Gadis Suci, jangankan Perguruan Pedang Lima Puncak, bahkan Yuhuang Dadi[5] dan si tua Yanluo[6] juga berani kami singgung. Kami akan mencari akal untuk menangkap tuan mu......Linghu Chong dan menyerahkannya pada Gadis Suci untuk dihukum. Lao Touzi, Zu Qianqiu, ayo kita pergi". Lao Touzi berpikir, "Tentunya omongan Tuan Muda Linghu telah menyinggung Gadis Suci, orang muda makin akrab makin gampang tersinggung. Dahulu aku dan ibunya Busi bagai madu bercampur minyak[7], tapi bukankah tiap hari kami beradu mulut dan saling memukul? Ai, si bocah Busi ini menderita sakit bawaan, bukankah karena ketika ibunya Busi mengandung, aku memukul perutnya keras-keras? Apa boleh buat, aku terpaksa mohon Tuan Muda Linghu untuk datang dan menghadapi Gadis Suci sendiri".
 
Ketika ia sedang sibuk dengan pikirannya sendiri, tiba-tiba terdengar Yingying berkata dengan gusar, "Siapa bilang kalian harus menangkap Linghu Chong? Selama Linghu Chong masih hidup di dunia ini, nama baikku yang putih bersih akan ternoda. Makin cepat kalian membunuhnya, makin cepat amarahku terlampiaskan". Zu Qianqiu berkata dengan terbata-bata, "Gadis Suci......" Yingying berkata, "Baiklah, kalian sudah bersahabat dengan Linghu Chong, tak ingin melaksanakan tugas yang menyangkut dirinya ini, tak apa-apa. Aku akan menyuruh orang lain untuk menyiarkan kabar ini". Ketika ketiga orang itu mendengarnya berbicara dengan begitu serius, mereka serentak menjura dan berkata, "Kami akan mematuhi perintah Gadis Suci!"
 
Namun Lao Touzi berpikir, "Tuan Muda Linghu adalah orang yang adil dan luhur budinya, hari ini Lao Touzi menerima perintah Gadis Suci, mau tak mau aku harus membunuhnya, namun setelah membunuh dia, Lao Touzi juga akan menggorok leher sendiri". Dari saku dadanya ia mengambil obat luka dan menaruhnya di atas tanah.
 
Ketiga orang itu berbalik dan pergi, perlahan-lahan berjalan menjauh.
 
* * *
 
Linghu Chong melirik ke arah Yingying, ia melihat bahwa Yingying sedang menunduk sambil merenung, pikirnya, "Demi menjaga nama baiknya, ia ingin mencabut nyawaku. Apa susahnya?" Ia berkata, "Kalau kau ingin membunuhku, kau turun tanganlah sendiri, untuk apa melibatkan banyak orang? Kalau tidak, aku akan segera menggorok leher sendiri, begitu juga tak apa". Perlahan-lahan ia menghunus pedang, membalikannya dan memberikannya kepada gadis itu.
 
Yingying menyambut pedang itu, sedikit menelengkan kepalanya dan menatapnya tanpa berkedip. Linghu Chong tertawa terbahak-bahak sambil membusungkan dadanya. Yingying berkata, "Kematianmu sudah hampir di depan mata, kenapa kau masih tertawa?" Linghu Chong berkata, "Justru karena kematian sudah di depan mata, aku ingin tertawa".
 
Yingying mengangkat pedang, lengannya ditarik mundur dan ia mengambil sikap seakan hendak menikam, namun tiba-tiba ia berbalik dan tangannya mengayun sekuat tenaga, membuang pedang itu jauh-jauh. Sinar pedang berkilauan di tengah kegelapan malam, "Trang!", pedang itu terjatuh di tempat yang jauh.
 
Yingying menghentakkan kakinya sambil berkata, "Ini semua salahmu, hingga begitu banyak orang di dunia persilatan menertawaiku. Seakan seumur hidupku.....seumur hidupku tiada orang yang menghendakiku, sehingga aku berusaha dengan segala cara untuk dapat akrab denganmu. Apa......apa bagusnya kau? Bagaimana setelah ini aku bisa tak malu kalau bertemu orang?" Lagi-lagi Linghu Chong tertawa. Yingying berkata dengan gusar, "Kau masih menertawakan aku? Masih menertawakan aku? Huhuhu", tiba-tiba iapun menangis.
 
Melihatnya menangis seperti itu, Linghu Chong langsung merasa menyesal, rasa sayang muncul dalam hatinya, mendadak semua menjadi terang benderang baginya, "Kedudukannya di dunia persilatan amat tinggi, begitu banyak orang gagah begitu segan dan hormat padanya, tentunya ia mempunyai harga diri yang tinggi pula. Lagipula kaum wanita memang dilahirkan sebagai pemalu, tiba-tiba semua orang berkata bahwa ia suka padaku, tentunya ini membuatnya tak senang. Ia menyuruh Lao Touzi dan yang lain-lain menyiarkan kabar itu, belum tentu karena ingin benar-benar membunuhku, tapi untuk menyangkal desas-desus. Karena ia sudah berkata demikian, siapa yang menyangka kalau ia dan aku bersama?" Dengan lembut ia berkata, "Memang akulah yang salah, sehingga menodai nama baik nona. Aku minta diri dahulu".
 
Yingying menghapus air matanya dengan lengan bajunya, lalu berkata, "Kau mau kemana?" Linghu Chong berkata, "Aku tak punya tujuan, kemanapun jadi". Yingying berkata, "Kau berjanji akan melindungiku. Kenapa kau malah pergi?" Linghu Chong tersenyum, "Aku tak tahu tingginya langit dan tebalnya bumi, perkataanku itu patut ditertawakan oleh nona. Ilmu silat nona begitu tinggi, untuk apa perlu orang untuk melindungimu? Seratus Linghu Chongpun juga tak bisa menandingimu". Sambil berbicara ia berbalik dan melangkah pergi.
 
Yingying berkata dengan cemas, "Kau tak boleh pergi". Linghu Chong berkata, "Zu Qianqiu dan yang lain-lain sudah menyiarkan kabar, dalam beberapa hari ini, semua orang di dunia persilatan akan tahu, saat itu semua orang akan ingin membunuhmu. Dalam keadaan berbahaya seperti itu, jangankan saat kau terluka parah, kalaupun tubuhmu sehat walafiatpun, kau akan sulit menghindarkan diri dari kematian".
 
Linghu Chong tersenyum acuh tak acuh, katanya, "Kalau Linghu Chong harus mati karena perintah nona, itu tak apa". Ia melangkah untuk memungut pedang dan memasukannya ke dalam sarungnya, karena merasa bahwa ia tak punya tenaga untuk mendaki lereng, maka ia berjalan menyusuri kali.
 
Ketika Yingying melihatnya berjalan makin jauh, ia mengejarnya sambil berseru, "Hei, kau jangan pergi!" Linghu Chong berkata, "Kalau Linghu Chong bersama nona, hanya akan membuatmu susah, lebih baik aku pergi sendiri saja". Yingying berkata, "Kau......kau......" Ia mengigit bibirnya, hatinya amat galau, ketika melihat bahwa Linghu Chong tidak akan berhenti berjalan, ia berlari mendekat beberapa langkah, lalu berkata, "Linghu Chong, kau memang ingin memaksa aku mengatakannya sendiri, setelah itu kau baru puas, benar tidak?" Linghu Chong berkata dengan heran, "Apa? Aku tak mengerti".
 
Yingying mengigit-gigit bibirnya, lalu berkata, "Aku menyuruh Zu Qianqiu dan yang lain-lain menyiarkan kabar supaya kau......kau selamanya berada di sisiku, dan tak bisa meninggalkanku barang selangkahpun". Setelah mengucapkan perkataan itu, tubuhnya gemetar seakan hendak pingsan.
 
Linghu Chong terperanjat, "Kau.....kau mau aku menemanimu?"
 
Yingying berkata, "Benar! Setelah Zu Qianqiu dan yang lain-lain menyiarkan kabar itu, kau harus berada di sisiku, supaya dapat mempertahankan hidupmu. Tak nyana ternyata kau seorang bocah yang tak memperdulikan mati dan hidup, ternyata sama sekali tak takut. Bukankah.....bukankah kau malah mencelakai dirimu sendiri?"
 
Linghu Chong merasa berterima kasih, pikirnya, "Ternyata kau benar-benar amat baik padaku, tapi di depan lelaki-lelaki itu, sampai matipun kau tak mau mengakuinya". Ia berbalik dan berjalan ke sisinya, lalu mengenggam kedua belah tangan gadis itu. Tangannya dingin bagai es, ternyata kedua telapaknya penuh keringat dingin, dengan lirih Linghu Chong berkata, "Kenapa kau bersusah payah berbuat seperti ini?" Yingying berkata, "Aku takut". Linghu Chong berkata, "Takut apa?" Yingying berkata, "Takut kau si bocah bodoh tak mau mendengarkan perkataanku dan benar-benar ingin menempuh bahaya di dunia persilatan, takut kalau tak sampai besok kau sudah mati di tangan seseorang lelaki bau yang sama sekali tak ada artinya". Linghu Chong menghela napas, "Lelaki-lelaki itu adalah orang-orang yang ksatria dan pemberani, dan juga amat menghormatimu, kenapa kau begitu memandang rendah mereka?"
 
Yingying berkata, "Mereka menertawakan aku di belakang punggungku, dan juga ingin membunuhmu, bukankah mereka semua bajingan bau?" Linghu Chong tak kuasa menahan tawa, "Bukankah kau yang menyuruh mereka membunuhku? Bagaimana kau bisa menyalahkan mereka? Lagipula, mereka tak menertawakanmu di balik punggungmu. Kau dengar ketika Ji Wushi, Lao Touzi dan Zu Qianqiu bertiga membicarakanmu, bukankah nada bicara mereka sangat hormat? Kapan mereka menertawakanmu?" Yingying berkata, "Mulut mereka tidak tertawa, tapi hati mereka tertawa".
 
Linghu Chong merasa gadis ini keras kepala, tidak bisa diajak berdebat, maka ia terpaksa berkata, "Baiklah, kau tak mengizinkanku pergi, kalau begitu aku tinggal disini saja untuk menemanimu. Ai, sepertinya dibacok orang menjadi tujuh atau delapan belas potong itu tidak enak".
 
Ketika Yingying mendengar bahwa ia berjanji tak akan pergi, hatinya berbunga-bunga, ia menjawab, "Apanya yang tak enak? Kan cuma sakit sekali".
 
Ketika mengucapkan perkataan ini, ia memalingkan wajahnya. Di bawah sinar bulan dan bintang yang temaram, raut wajahnya yang putih salju seakan memancarkan sinar lembut, hati Linghu Chong terguncang, "Nona ini sebenarnya jauh lebih cantik dibandingkan adik kecil, tapi.....tapi......kenapa hatiku masih tak bisa melupakan adik kecil?"
 
Namun Yingying tak tahu bahwa ia sedang memikirkan Yue Lingshan, katanya, "Kan aku memberimu sebuah kecapi? Sudah hilang, ya?" Linghu Chong berkata, "Iya, di jalan aku kehabisan uang, jadi kecapi itu kugadaikan di toko gadai". Sambil berbicara, ia mengambil bungkusan yang tergantung di punggungnya, lalu membukanya dan mengambil kecapi pendek itu.
 
Yingying melihat bahwa ia telah membungkusnya dengan hati-hati, jelas bahwa ia menganggap penting barang yang dihadiahkan olehnya, hatinya amat girang, "Kau harus berbohong berapa kali dalam sehari supaya hatimu senang?" Ia menerima kecapi itu dari Linghu Chong, memetik-metiknya dengan lembut, lalu memainkan lagu Qingxin Pushan Zhou. Ia bertanya, "Apa kau sudah selesai mempelajarinya?" Linghu Chong berkata, "Masih jauh dari mahir". Tanpa mengatakan apa-apa, ia mendengarkan suara kecapinya yang anggun, hatinya amat bahagia.
 
Setelah mendengarkan untuk beberapa saat, ia merasa bahwa permainannya ini agak berbeda dengan ketika gadis itu memainkan lagu ini di Lorong Bambu Hijau di Luoyang, bagai burung yang berkicau di atas dahan, atau mata air yang bergemericik, dentang-dentingnya sungguh enak didengar, pikirnya, "Ternyata Qingxin Pushan Zhou ini banyak perubahannya".
 
Tiba-tiba terdengar suara berdentang, senar kecapi yang paling pendek putus, Yingying mengerenyitkan dahinya, lalu meneruskan lagu itu, namun tak seberapa lama kemudian, lagi-lagi seutas senar putus. Linghu Chong merasa bahwa ada nada gelisah dalam permainannya, berlawanan dengan jiwa lagu Qingxin Pushan Zhou itu sendiri, selagi ia merasa tercengang, "Ting!", seutas senar lagi putus.
 
Yingying tertegun dan mendorong kecapi itu, lalu berkata dengan kesal, "Kau duduk di sampingku dan mengangguku, bagaimana aku bisa bermain kecapi dengan baik?"
 
Linghu Chong berpikir, "Aku duduk diam-diam disini, kapan aku menganggunya?" Namun ia segera mengerti, "Kau sendirilah yang hatinya tak tenang, lalu meyalahkan aku". Namun ia tak mengajaknya berdebat, ia hanya berbaring di rumput sambil memejamkan mata dan beristirahat. Ia merasa amat lelah, dan tanpa terasa iapun tertidur.
 
Ketika terbangun keesokan harinya, ia melihat Yingying sedang mencuci muka di tepi kali, setelah mencuci muka, ia juga melihatnya menyisir rambutnya dengan sebuah sisir, lengannya putih bagai kumala, rambutnya yang panjang terurai ke tanah, mau tak mau ia terkesima memandanginya. Yingying berpaling dan melihatnya memandanginya tanpa berkedip, wajah gadis itu memerah dan ia berkata sembari tersenyum, "Dasar setan tidur, baru bangun sekarang". Linghu Chong juga merasa agak jengah, dengan rikuh ia berkata, "Aku akan pergi menangkap kodok, entah aku sudah punya tenaga atau belum". Yingying berkata, "Kau berbaring dan beristirahatlah dulu, biar aku yang menangkapnya".
 
Linghu Chong berusaha untuk bangkit, namun kaki dan tangannya terasa nyeri dan lemas, begitu ia sedikit mengerahkan tenaga, hawa murni dan darah di dadanya lantas bergejolak, hatinya amat kesal, "Kalau mati ya mati, kalau hidup ya hidup, setengah mati setengah hidup seperti ini, seperti orang cacat, jangankan orang lain yang memandangku sebagai beban, aku sendiri juga muak pada diriku sendiri".
 
Ketika Yingying melihat raut wajahnya yang tak senang, ia menghiburnya, "Luka dalammu ini belum tentu sukar disembuhkan. Tempat ini sangat terpencil, kita juga tak ada kerjaan, kau bisa perlahan-lahan menyembuhkan lukamu, untuk apa tak sabaran seperti ini?"
 
* * *
 
Tepian kali itu amat terpencil, semenjak Ji Wushi bertiga melewatinya malam itu, tidak ada orang lain yang datang. Mereka berdua tinggal disitu selama sepuluh hari lebih. Luka dalam Yingying sudah sembuh, setiap hari ia memetik buah-buahan liar dan berburu kodok untuk dimakan, namun Linghu Chong dari hari ke hari makin kurus saja. Ia memaksanya minum pil obat yang ditinggalkan Biksu Fang Sheng, dan memainkan kecapi untuk menidurkannya, namun lukanya tak kunjung sembuh.
 
Linghu Chong sendiri tahu ajalnya sedang menjelang, akan tetapi untungnya wataknya optimis dan ia tak khawatir, setiap hari ia masih bersenda gurau dengan Yingying.
 
Yingying sebenarnya angkuh dan keras kepala, namun karena berpikir bahwa Linghu Chong setiap hari dapat tiba-tiba meninggal dunia, ia sengaja bersikap lembut padanya dan merawatnya dengan sepenuh hati. Terkadang sifat tak sabarannya muncul, namun ia segera menyesalinya dan minta maaf padanya.
 
Pada suatu hari, setelah makan dua buah persik, Linghu Chong merasa amat lelah dan tertidur. Dalam mimpinya ia mendengar suara isak tangis, ia sedikit membuka matanya dan melihat Yingying bersimpuh di sisi kakinya sambil menangis tersedu sedan. Linghu Chong terperanjat, ia baru saja hendak bertanya kenapa gadis itu sedih, namun ia lantas mengerti, "Dia tahu aku akan mati, maka ia berduka". Ia mengangsurkan tangan kirinya dan membelai-belai rambut Yingying yang indah, dengan senyum yang dipaksakan, ia berkata, "Jangan menangis, jangan menangis! Aku masih bisa hidup delapan puluh tahun lagi, belum secepat itu pergi ke Surga Barat".
 
Yingying berkata sambil tersedu sedan, "Kau setiap hari bertambah kurus saja, aku......aku juga tak ingin hidup lagi...".
 
Linghu Chong mendengar bahwa dalam perkataannya terkandung ketulusan dan juga rasa duka, mau tak mau ia merasa amat bersyukur. Dadanya terasa panas, langit dan bumi seakan berputar, darah tak henti-hentinya menyembur keluar dari tenggorokannya, dan iapun tak sadarkan diri.
 
 
Catatan Kaki Penerjemah
 
[1] Kakek.
[2] 'Untuk apa memakai golok penyembelih kerbau untuk menyembelih ayam' adalah sebuah ungkapanTionghoa. Ungkapan ini berasal dari Kitab Sabda Suci (Lun Yu) Konghucu. Di dalam buku ini diceritakan bahwa Konghucu pergi ke Wu Chang dan mendengar suara kecapi dan nyanyian. Konghucu heran karena ternyata muridnya, Zi You, berhasil mengubah watak penduduk sekitar yang keras menjadi pencinta musik. Sambil tersenyum Konghucu berkata, "Untuk apa memakai golok penyembelih kerbau untuk menyembelih ayam?" Ungkapan ini digunakan untuk mengambarkan orang berbakat yang disuruh untuk mengerjakan pekerjaan yang remeh. 
[3] Fan Kuai (242-189 SM) adalah salah seorang jendral Liu Bang, pendiri Dinasti Han. Ia pernah menjadi jagal anjing.
[4] Daerah di luar Tembok Besar, sekarang termasuk Xinjiang dan Asia Tengah.
[5] Kaisar Kumala, penguasa langit dalam mitologi China.
[6] Yama, raja neraka dalam kosmologi Buddhis.
[7] Ungkapan yang berarti saling menyayangi.

No Comment
Add Comment
comment url