Pendekar Hina Kelana Bab 21 - Menjadi Tawanan

    << Bab Sebelumnya - Halaman Utama Pendekar Hina Kelana - Bab Selanjutnya >>

Terjemahan Cersil Pendekar Hina Kelana

oleh Grace Tjan
Cerita asli oleh Jin Yong (Chin Yung / Louis Cha)
Berdasarkan novel edisi ketiga.

smiling proud wanderer chapter 21
[Sebelum si "hitam-putih" mengetahui kesalahannya, pergelangan tangannya sudah terjepit. Dengan Terburu-buru, dia memutar pergelangan tangannya untuk mencengkeram sambil menarik lengannya ke belakang, lalu dengan cepat menendang dengan kaki kirinya.]

Smiling Proud Wanderer Jilid 2

Bab XXI Menjadi Tawanan

Bagian Pertama

Linghu Chong tak tahu berapa lama ia tak sadarkan diri, ketika ia akhirnya sadar, kepalanya terasa seperti dibelah, petir seakan masih mengelegar di telinganya, bergemuruh tanpa henti. Ketika ia membuka matanya, keadaan nampak gelap gulita, ia tak tahu dirinya berada di mana, ia berusaha untuk berdiri, namun sekujur tubuhnya sama sekali tak bertenaga, pikirnya, "Tentunya aku sudah mati dan berada di dalam kuburan". Ia sedih sekaligus cemas, dan iapun kembali pingsan.

Ketika ia sadar untuk kedua kalinya, kepalanya masih amat sakit, namun suara yang mengema di telinganya sudah agak berkurang, ia merasa bahwa di bawah tubuhnya ada sesuatu yang dingin dan keras, seakan ia sedang berbaring diatas baja atau besi, ia merabanya dan merasakan bahwa dibawah tikar jerami ada lempengan besi. Begitu ia mengerakkan tangan kanannya, tak nyana terdengar suara bergemerincing, dan pada saat yang sama, ia merasakan bahwa ada sesuatu yang sedingin es melingkari tangannya. Ketika ia merabanya dengan tangan kirinya, suara bergemerincing kembali terdengar, ternyata tangan kirinya juga terikat sesuatu. Ia terkejut sekaligus girang, dan juga takut, dirinya jelas belum mati, namun terbelenggu oleh rantai besi. Ketika ia meraba tangan kirinya, ia merasakan bahwa rantai yang membelenggunya adalah rantai besi kecil, ia menggerakkan sepasang kakinya dan menyimpulkan bahwa tulang keringnya juga dirantai dengan rantai besi.

Ia membuka matanya lebar-lebar dan memandang ke depan, namun sama sekali tak dapat melihat ada cahaya sedikitpun, pikirnya, "Ketika aku pingsan, aku sedang beradu pedang dengan Tuan Ren, entah bagaimana aku bisa jatuh dalam perangkap Empat Sahabat Jiangnan, rupanya aku dikurung di dalam sel bawah tanah di dasar danau. Tapi aku tak tahu apa aku ditawan bersama dengan Tuan Ren atau tidak". Ia segera memanggil-manggil, "Tuan Ren, Tuan Ren". Namun setelah dua kali memanggil, sama sekali tak ada jawaban, rasa terkejut dan jerinya makin bertambah, dan ia berteriak keras-keras, "Tuan Ren! Tuan Ren!"

Di tengah kegelapan hanya terdengar suaranya sendiri yang serak dan penuh kecemasan berseru-seru, "Tuan pertama! Tuan keempat! Kenapa kalian mengurungku disini? Cepat lepaskan aku! Cepat lepaskan aku!"

Namun kecuali teriakan-teriakannya sendiri, sama sekali tak terdengar suara lain.

Rasa takut dan cemasnya berubah menjadi amarah, dan ia memaki-maki dengan sengit, "Manusia-manusia rendah yang jahat, kalian tak bisa mengalahkanku dalam adu pedang, maka kalian lalu ingin mengurungku?" Ia membayangkan bahwa ia akan seperti Tuan Ren, untuk seumur hidup terkurung di dalam sel gelap di dasar danau ini, seketika itu juga, hatinya dipenuhi rasa putus asa, mau tak mau bulu roma di sekujur tubuhnya berdiri tegak.

Makin lama memikirkannya ia makin takut, ia membuka mulut dan berteriak keras-keras, namun setelah berteriak-teriak beberapa saat, terdengar suaranya berubah menjadi tangisan, dan entah sejak kapan air mata telah meleleh memenuhi wajahnya. Dengan suara parau ia berseru, "Kalian empat......empat anjing keparat Mei Zhuang,  aku......aku......kalau suatu hari aku lepas dari kurungan, mata kalian......mata kalian akan kutusuk sampai buta, kaki dan tangan kalian akan kupotong.....kupotong sampai buntung. Setelah aku keluar dari sel gelap ini......" Mendadak ia diam, sebuah suara berseru-seru dalam pikirannya, "Apa aku akan bisa keluar dari sel gelap ini? Apa aku akan bisa keluar dari sel gelap ini? Tuan Ren yang kepandaiannya seperti itu saja tak bisa keluar, aku.....bagaimana aku bisa keluar?" Rasa cemasnya memuncak, "Ah!", ia beberapa kali memuntahkan darah, lalu kembali tak sadarkan diri.

Diantara sadar dan tak sadar, ia seakan mendengar suara sesuatu yang jatuh berdebam, disusul sinar terang yang menyilaukan, sekonyong-konyong ia sadar dan melompat, akan tetapi ia tak ingat bahwa kaki dan tangannya terbelenggu rantai besi, selain itu sekujur tubuhnya lemas tak berdaya, maka ia hanya mampu melompat sekitar satu chi saja dan langsung terjatuh, keempat anggota tubuh dan tulang belulangnya seakan putus. Karena telah lama berada di tengah kegelapan, ia sukar membuka matanya, namun karena khawatir seberkas sinar itu akan lenyap sehingga ia kehilangan kesempatan emas untuk membebaskan diri, walaupun sepasang matanya terasa pedih, ia tetap berusaha sekuat tenaga untuk membuka matanya lebar-lebar dan terus menatap ke tempat asal sinar itu. 

Cahaya terang itu menyorot masuk dari sebuah lubang persegi yang besarnya sekitar satu chi, ia segera ingat, bahwa di sel gelap dimana Tuan Ren dikurung, di atas pintu besinya terdapat lubang persegi yang persis seperti itu. Dengan sekali pandang, ia sadar bahwa dirinya sendiri juga berada dalam sel gelap semacam itu. Ia berteriak keras-keras, "Cepat keluarkan aku! Heibaizi, Tubigui[1], anjing-anjing hina, kalau berani keluarkan aku!"

Terlihat sebuah nampan kayu perlahan-lahan masuk dari lubang persegi itu, diatas nampan itu terdapat semangkuk besar nasi, dan diatas nasi itu terdapat beberapa macam lauk, selain itu ada juga sebuah guci tanah liat, yang nampaknya berisi sup atau air.

Begitu melihatnya, Linghu Chong makin gusar, pikirnya, "Kalian mengirimkan nasi dan lauk untukku, tentunya kalian hendak menahanku untuk waktu yang lama". Ia memaki keras-keras, "Empat anjing keparat, kalau kalian ingin membunuhku, bunuh saja sekarang, kalau ingin mencacah-cacahku, cacah saja sekarang, jangan main-main dengan tuan besarmu". Ia melihat bahwa nampan kayu itu berhenti bergerak, jelas bahwa ia harus menyambutnya, amarah Linghu Chong makin memuncak, ia mengangsurkan tangannya dan memukulnya, "Prang!", mangkuk nasi dan guci tanah liatpun jatuh berkeping-keping ke lantai, nasi, lauk dan air berhamburan di mana-mana. Nampan kayu itu perlahan-lahan ditarik keluar kembali.

Linghu Chong murka, ia menerjang ke arah lubang persegi itu dan melihat seorang tua berambut putih yang tangan kirinya menenteng lentera dan tangan kanannya membawa nampan kayu perlahan-lahan berbalik. Wajah orang tua itu penuh kerut merut, namun ia belum pernah melihatnya sebelumnya. Linghu Chong berseru, "Panggil Huang Zhonggong kemari, panggil Dan Qingsheng kemari, kalau berani suruh empat anjing keparat itu bertarung mati-matian dengan tuan besarmu!". Namun orang tua itu sama sekali tak memperdulikannya, dengan punggungnya yang bungkuk, ia perlahan-lahan melangkah menjauh. Linghu Chong berseru, "Hei, hei, kau dengar tidak?" Tak nyana orang itu berpalingpun tidak dan terus melangkah.

Linghu Chong memandang punggung orang itu menghilang di sudut lorong, cahaya lentera perlahan-lahan meredup, sampai akhirnya keadaan menjadi gelap gulita. Setelah beberapa lama, ia mendengar suara pintu membuka, dan juga mendengar pintu kayu dan pintu besi secara berurutan ditutup, lorongpun menjadi suram, sama sekali tiada cahaya maupun suara sedikitpun.

Linghu Chong kembali merasa pening, setelah memusatkan perhatian untuk beberapa lama, ia berbaring di atas ranjang, pikirnya, "Orang yang mengirim nasi itu tentunya telah diperintahkan untuk tak berbicara denganku. Aku meneriaki dia juga tak ada gunanya". Ia berpikir lagi, "Sel ini persis dengan sel yang didiami Tuan Ren, rupanya di bawah Mei Zhuang ini telah dibangun sel-sel penjara gelap yang tidak sedikit, entah ada berapa banyak orang gagah yang disekap di dalamnya. Kalau aku bisa berkomunikasi dengan Tuan Ren, atau dengan orang lain yang juga dikurung disini, dan bergabung dengan mereka, mungkin ada kesempatan untuk meloloskan diri". Ia segera mengangsurkan tangan dan mengetuk-ketuk dinding.

Setelah beberapa kali mengetuk dinding hingga berdentang-dentang, suara yang muncul dari dinding baja itu dalam dan berat, jelas bahwa di dalam dinding itu tak ada ruang kosong, hanya tanah yang padat.

Ia melangkah ke sisi dinding lain dan mengetuk-ketuknya beberapa kali, suara yang muncul juga berat, namun ia belum putus asa, ia kembali duduk di ranjang dan mengetuk-ketuk dinding di belakangnya, suara yang muncul juga seperti itu. Ia meraba-raba dinding itu, dan dengan seksama mengetuk seluruh permukaan dinding di ketiga sisinya, namun kecuali dinding di sekeliling pintu besi, nampaknya sel gelap ini sendirian terkubur dalam tanah. Di bawah tanah ini tentunya ada sel-sel lain, paling tidak ada sel bawah tanah tempat orang tua bermarga Ren itu disekap, namun ia tak tahu dimana tempatnya, dan juga tak tahu berapa jauhnya jaraknya dari selnya sendiri.

Ia bersandar pada dinding, dan dengan seksama memikirkan kembali segala peristiwa yang terjadi sebelum ia jatuh pingsan, ia hanya ingat bahwa jurus-jurus pedang orang tua itu makin lama makin cepat, dan teriakannya juga makin keras, lalu tiba-tiba dia berteriak keras-keras seakan hendak menguncang langit dan bumi, dan setelah itu iapun pingsan. Namun tentang bagaimana ia ditangkap oleh Empat Sahabat Jiangnan, dan bagaimana ia disekap dalam sel tahanan ini serta dibelenggu, ia sama sekali tak tahu apa-apa.

Ia berpikir, "Dilihat dari penampilannya, keempat tuan-tuan itu adalah para jago dan sastrawan yang terpelajar, sehari-hari mereka mengekspresikan diri dengan bermain kecapi, catur, melukis dan membuat tulisan indah, ternyata diam-diam mereka adalah orang-orang hina yang bersedia melakukan segala kejahatan. Di dunia persilatan orang-orang hina semacam itu amat banyak, hal ini sama sekali tak mengherankan. Tapi anehnya keempat orang ini benar-benar gemar kecapi, catur, melukis dan tulisan indah, mereka tak mungkin hanya berpura-pura. Ketika Tubiweng menulis Puisi Jenderal Pei di dinding, kuasnya bergerak dengan begitu bebas, sesuatu yang tak dapat dilakukan orang dunia persilatan biasa". Ia berpikir lagi, "Guru pernah berkata, 'Hanya orang yang cerdas dan berbakat sajalah yang dapat menjadi orang yang benar-benar jahat'. Perkataan ini memang benar, rencana jahat yang dibuat Empat Sahabat Jiangnan ini memang sulit dihindari".

Mendadak ia berseru, "Aiyo!" Ia tak kuasa menahan diri untuk bangkit, jantungnya berdebar-debar tak keruan, "Bagaimana keadaan Kakak Xiang? Apa dia juga telah jatuh ke dalam perangkap maut mereka?" Pikirnya, "Kakak Xiang cerdas dan licin, sepertinya dia sudah tahu orang macam apa sebenarnya Empat Sahabat Jiangnan ini, dia sudah pernah malang melintang di dunia persilatan dan terkenal sebagai pelindung kanan Sekte Iblis yang berbakat, ia tak mungkin dapat dengan mudah jatuh ke dalam perangkap mereka. Asalkan ia tak dikurung oleh Empat Sahabat Jiangnan, ia pasti dapat mencari akal untuk menyelamatkanku. Walaupun aku terkurung seratus zhang  dalamnya di bawah tanah, dengan kepandaiannya, Kakak Xiang akan dapat mengeluarkanku". Ketika ia berpikir sampai disini, mau tak mau ia merasa lega, ia tertawa terkekeh-kekeh, lalu berkata kepada dirinya sendiri, "Linghu Chong, ah, Linghu Chong, kau ini memang pengecut dan tak berguna, barusan ini kau menangis tersedu-sedu karena ketakutan, kalau sampai diketahui orang, mau ditaruh dimana mukamu?"

Hatinya terasa lega dan ia perlahan-lahan duduk, namun makin lama ia makin merasa lapar dan haus, pikirnya, "Sayang sekali barusan ini aku marah-marah dan membalikkan semangkuk nasi dan guci air yang enak itu. Kalau aku tidak makan sampai kenyang, setelah Kakak Xiang membantuku meloloskan diri nanti, aku mana punya tenaga untuk berkelahi dengan Empat Anjing Jiangnan itu? Hahaha, tepat sekali,  Empat Anjing Jiangnan! Orang-orang rendah yang jahat seperti mereka, mana pantas jadi Empat Sahabat Jiangnan? Diantara keempat anjing Jiangnan itu, Heibaizi air mukanya tak pernah berubah, selalu nampak muram, kemungkinan besar dialah yang merencanakan semua rencana jahat ini. Setelah aku bebas dari kurungan, pertama-tama aku akan membunuhnya. Dan Qingsheng lebih jujur, aku akan mengampuni jiwa anjingnya, kenapa tidak? Tapi arak bagus simpanannya akan kuminum sampai ludes". Ketika memikirkan tentang arak bagus Dan Qingsheng, rasa hausnya makin menjadi-jadi, pikirnya, "Aku tak tahu sudah berapa lama aku pingsan, kenapa Kakak Xiang belum datang menolongku?"

Mendadak terpikir olehnya, "Aiyo, celaka! Dengan ilmu silat Kakak Xiang, kalau  bertarung satu lawan satu, lebih dari cukup untuk mengalahkan Empat Anjing Jiangnan itu, tapi kalau mereka berempat bergabung, Kakak Xiang akan sulit untuk mengalahkan mereka. Kalaupun Kakak Xiang mengerahkan seluruh kepandaiannya dan membunuh mereka berempat, akan sangat sulit baginya untuk mencari jalan masuk ke lorong bawah tanah. Siapa yang mengira kalau jalan masuknya ada di bawah ranjang Huang Zhonggong?"

Ia merasa amat lelah, maka ia berbaring, namun tiba-tiba ia berpikir, "Ilmu silat Tuan Ren tinggi, di atas Kakak Xiang, ilmunya sama sekali tak berada di bawahnya, kecerdasan dan pengalamannya juga melebihi Kakak Xiang. Namun seorang tokoh seperti diapun juga terkurung di dalam sel gelap, bagaimana Kakak Xiang dapat berhasil? Seorang budiman yang bersikap jujur dan terus terang memang sering terjebak dalam rencana jahat orang-orang rendah. Kata pepatah, serangan di siang bolong mudah ditangkis, namun musuh yang menikam di balik selimut sukar dihindari. Setelah begitu lama Kakak Xiang belum juga menolongku, jangan-jangan ia sendiri juga telah jatuh dalam perangkap mereka". Untuk sesaat ia melupakan keadaannya yang sedang menjadi tawanan dan mengkhawatirkan keselamatan Xiang Wentian.

Pikirannya melayang-layang, dan tanpa terasa ia tertidur, ketika ia terbangun dan membuka matanya, keadaan gelap gulita, entah berapa banyak waktu yang telah berlalu, pikirnya, "Kalau hanya mengandalkan diriku sendiri, bagaimanapun juga aku tak akan dapat meloloskan diri. Kalau Kakak Xiang terperangkap oleh mereka, siapa lagi yang akan menyelamatkanku? Guru sudah mengirim surat ke seluruh kolong langit, memecatku dari Perguruan Huashan, orang aliran lurus pasti tak akan datang menolongku. Yingying, Yingying......"

Begitu mengingat Yingying, semangatnya lantas muncul, ia segera duduk dan berpikir, "Ia telah minta Lao Touzi untuk menyebarkan berita ke seluruh dunia persilatan supaya aku dibunuh, orang-orang aliran sesat juga pasti tak akan datang menolongku. Tapi dia sendiri? Andaikan ia tahu aku disekap disini, tentunya ia akan datang menyelamatkanku. Orang-orang aliran sesat yang menuruti perintahnya amat banyak, ia tinggal mengucapkan satu kata saja, hehehe......" Tiba-tiba ia tak kuasa menahan tawa, pikirnya, "Kulit muka nona ini begitu tipis, ia paling takut orang lain berkata bahwa ia suka padaku, kalaupun ia datang menolongku, ia akan datang sendirian, tak mungkin membawa bala bantuan. Kalau ada orang yang tahu ia datang menolongku, kemungkinan besar hidupnya akan sukar dipertahankan. Ai, isi hati seorang gadis memang sukar ditebak. Seperti adik kecil....."

Ketika teringat pada Yue Lingshan, hatinya mendadak terasa pedih, rasa sedih dan putus asa yang pekat menyelimuti hatinya, "Bagaimana aku dapat berpikir bahwa akan ada orang yang menyelamatkanku? Saat ini, mungkin adik kecil dan Adik Lin sudah menikah, kalau aku dapat meloloskan diri, apa gunanya hidup? Lebih baik dikurung seumur hidup dalam sel gelap ini dan tak tahu apa-apa". Ia berpikir bahwa dikurung dalam sel bawah tanah ini ternyata ada baiknya juga, paling tidak ia tidak usah tahu mengenai masalah Yue Lingshan dan Lin Pingzhi, maka ia segera tidak lagi merasa begitu cemas, dan malahan merasa agak puas diri.

Namun rasa puas diri ini tidak berlangsung lama, ia merasakan rasa haus dan lapar yang sulit ditahan, ia mengingat bagaimana nikmatnya dahulu ia minum secawan besar arak di kedai arak dan makan daging, maka ia kembali merasa bahwa lebih baik kalau ia dapat meloloskan diri, pikirnya, "Andaikan adik kecil dan Adik Lin menikah, memangnya kenapa? Bagaimanapun juga aku sudah kenyang dianiaya orang. Tenaga dalamku telah musnah, aku sudah menjadi seorang cacat, Tabib Ping berkata bahwa hidupku tak akan lama lagi, kalaupun adik kecil ingin menikah denganku, aku juga tak bisa menikahinya, masa ia seumur hidupnya harus menjanda demi aku?"

Namun dalam lubuk hatinya yang terdalam ia masih merasa bahwa walaupun ia tak akan mengizinkan Yue Lingshan menikah dengannya, namun kenyataan bahwa Yue Lingshan mencintai Lin Pingzhi membuatnya hatinya amat pedih. Sebaiknya......sebaiknya......bagaimana? "Sebaiknya adik kecil masih seperti dahulu, sebaiknya semua hal ini tak terjadi, aku dan dia masih tetap berada di Huashan, berlatih pedang di air terjun, Adik Lin tidak pernah datang ke Huashan, dan aku beserta adik kecil tetap bahagia selamanya seumur hidup. Ai, Tian Boguang, Enam Dewa Lembah Persik, Adik Yilin......"

Ketika teringat pada Yilin si biksuni kecil Perguruan Hengshan itu, senyum lembut segera terkembang di wajahnya, pikirnya, "Adik Yilin ini entah bagaimana kabarnya sekarang? Kalau ia tahu aku disekap disini, pasti ia akan amat cemas. Setelah gurunya menerima surat guru, ia tentunya tak akan mengizinkannya datang menolongku. Tapi dia bisa mohon ayahnya Biksu Bujie untuk mencari akal, mungkin ia sekalian dapat minta Enam Dewa Lembah Persik ikut serta. Ai, ketujuh orang ini tak keruan dan malah akan membuat keadaan makin kacau. Namun kalau ada orang yang datang menolongku, tentunya lebih baik daripada kalau sama sekali tak ada orang yang perduli".

Ketika ia mengingat omongan Enam Dewa Lembah Persik yang tak keruan, mau tak mau ia tertawa terkekeh-kekeh. Saat ia bergaul dengan mereka, ia memang agak mengangap remeh mereka, namun saat ini kalau saja mereka dapat menemaninya di dalam sel ini, omong kosong mereka akan terdengar bagai musik dewata. Setelah beberapa lama memikirkannya, iapun kembali tertidur.

Di dalam sel yang gelap gulita ia tak dapat mengetahui sekarang jam berapa. Dalam keadaan remang-remang, ia melihat seberkas cahaya memancar dari lubang persegi. Linghu Chong amat girang dan segera duduk, jantungnya berdebar-debar, "Entah siapa yang datang menolongku?" Namun rasa girang itu tak bertahan lama, menyusul terdengar suara langkah kaki yang berat dan lamban, tentunya orang tua yang mengantarkan nasi itu. Dengan kecewa ia menghempaskan dirinya ke lantai, lalu berteriak, "Suruh empat anjing itu datang kemari, coba lihat apa mereka masih punya muka untuk menemuiku?" Suara langkah kaki itu terdengar perlahan-lahan mendekat, sinar lentera makin terang, menyusul sebuah nampan kayu didorong masuk dari lubang persegi, di atas nampan itu kembali ada semangkuk besar nasi dan sebuah guci tanah liat.

Perut Linghu Chong sudah lama keroncongan, rasa hausnya sulit ditahan lagi, setelah ragu-ragu sejenak, ia menyambut nampan kayu itu. Orang tua itu melepaskan nampan kayu, lalu berbalik dan melangkah pergi. Linghu Chong berseru, "Hei, hei, kau jangan pergi dulu, aku mau bertanya". Orang itu sama sekali tak menghiraukannya, namun terdengar langkah kakinya yang tertatih-tatih sedikit demi sedikit menjauh, sinar lenterapun lantas menghilang.

Linghu Chong memaki-maki beberapa saat, lalu mengangkat guci, menempelkan bibirnya ke mulut guci dan minum, guci itu berisi air bersih. Dengan hanya sekali mengambil napas, ia minum setengah isi guci itu, lalu baru makan nasi. Di atas nasi terdapat lauk pauk, di tengah kegelapan ia merasakan rasanya, rupanya lobak, tahu dan sejenisnya.

Begitulah yang terjadi di sel itu selama tujuh atau delapan hari, setiap hari orang tua itu selalu datang mengantarkan nasi sekali, lalu mengambil kembali mangkuk, sumpit dan guci dari hari sebelumnya, serta bejana tempat kotoran manusia. Tak perduli Linghu Chong berbicara apapun padanya, wajahnya tak pernah menunjukkan ekspresi apapun.

Entah pada hari keberapa, begitu Linghu Chong melihat sinar lentera, ia segera menerjang ke arah lubang persegi, mengambil nampan kayu, lalu berseru, "Kenapa kau tidak bicara? Sebenarnya kau dengar perkataanku atau tidak?"

Jari orang tua itu menunjuk ke arah telinganya sendiri, ia menggeleng-geleng, memberi isyarat bahwa telinganya tuli, lalu membuka mulutnya lebar-lebar. Begitu melihatnya, Linghu Chong terpaku terkejut, karena melihat bahwa lidahnya hanya tinggal separuh, kelihatannya begitu mengerikan. "Ah!", serunya, lalu berkata, "Lidahmu dipotong orang?  Apa empat anjing tuan-tuan Mei Zhuang itu yang melakukannya?" Orang tua itu sama sekali tak menjawab, ia mendorong masuk nampan kayu itu sedikit demi sedikit melalui lubang persegi, rupanya ia tak mendengar perkataan Linghu Chong, atau kalaupun ia mendengarnya, ia juga tak berdaya untuk menjawab.

Linghu Chong merasa jeri, bahkan sampai orang tua itu pergi jauh, ia masih tak berselera menyantap nasinya, gambaran tentang lidah orang tua itu yang terpotong separuh terus terbayang-bayang di depan matanya. Dengan amat geram ia mengumam pada dirinya sendiri, "Empat Anjing Jiangnan itu begitu memuakkan, kecuali kalau Linghu Chong seumur hidup tak bisa meloloskan diri, suatu hari setelah lolos aku harus memotong lidah masing-masing keempat anjing itu, menusuk telinga mereka sampai tuli, dan membutakan mata mereka......"

Tiba-tiba sebuah ingatan muncul dalam pikirannya, "Jangan-jangan orang-orang itu......orang-orang itu......" Ia teringat pada malam ketika ia membutakan mata lima belas lelaki di luar kuil dewa obat, sampai sekarang ia tak tahu asal-usul orang-orang itu. "Apa mereka mengurungku disini untuk membalas dendam mereka saat itu?" Ketika berpikir sampai disini, ia menghela napas panjang, amarah yang terkumpul di dalam pikirannya beberapa hari ini langsung lenyap lebih dari separuhnya, "Aku telah membutakan mata kelima belas orang itu, kalau mereka ingin membalas dendam, hal itu memang sudah sepantasnya".

* * *

Setelah rasa gusarnya perlahan-lahan mereda, hari-haripun berlalu dengan mudah. Di penjara bawah tanah itu siang dan malam tak dapat dibedakan, ia tak tahu entah sudah berapa hari ia dikurung, hanya merasakan bahwa setiap hari bertambah panas, agaknya pertengahan musim panas telah tiba.

Di dalam sel yang amat kecil itu tiada sedikitpun angin yang bertiup, panas dan lembabnya sulit ditahan, pada suatu hari, panasnya benar-benar tak tertahankan lagi, namun kaki dan tangannya semuanya terbelenggu rantai besi, sehingga ia tak dapat melepaskan baju dan celananya. Ia hanya dapat menarik bajunya ke atas dan menggulung celananya ke bawah, serta menggulung tikar rusak di atas ranjang yang terbuat dari lempengan besi, lalu berbaring dengan telanjang di atas lempengan besi itu. Ia segera merasa sejuk dan segar, keringatnya yang bercucuran sedikit demi sedikit menghilang, dan tak lama kemudian iapun tertidur.

Setelah tertidur beberapa shichen, dalam keadaan setengah sadar, ia merasakan lempengan besi yang ditidurinya menjadi panas, maka ia berpindah ke tempat yang lebih dingin. Telapak tangan kirinya menekan lempengan besi, sepertinya ia merasakan ada suatu pola yang terukir di atasnya, namun saat itu rasa kantuknya terlalu kuat dan ia tak memperhatikannya.

Tidurnya kali ini begitu nyaman sehingga ketika terbangun, ia merasa penuh semangat.  Tak seberapa lama kemudian, orang tua itu kembali datang mengantarkan nasi. Linghu Chong merasa sangat iba padanya, setiap kali dia mendorong masuk nampan kayu itu lewat lubang persegi, ia selalu meremas-remas tangannya, atau dengan pelan menepuk-nepuk punggung tangannya untuk menunjukkan rasa terima kasihnya, kali ini ia juga melakukannya. Setelah ia menyambut nampan kayu itu dan hendak menarik kembali tangannya, tiba-tiba, di bawah cahaya lentera yang remang-remang, ia melihat bahwa di punggung tangan kirinya tertera empat buah huruf yang jelas-jelas adalah '我行被困'[2].

Ia amat heran, tak tahu dari mana asal huruf-huruf itu, setelah kebingungan untuk beberapa saat, ia cepat-cepat menaruh nampan kayu itu, lalu meraba-raba lempengan besi yang menutupi ranjang. Ternyata diatasnya penuh terukir huruf-huruf, tulisan itu rapat dan kecil-kecil, entah semuanya ada berapa huruf. Ia segera sadar bahwa huruf-huruf yang terukir di atas lempengan besi itu sudah ada sebelumnya, namun karena sebelumnya tertutup tikar, ia belum menemukannya. Kemarin malam ketika ia berbaring dengan telanjang di atas lempengan besi, keempat huruf itu tercetak di punggung tangannya. Ia meraba-raba punggung serta pantatnya, dan tak kuasa menahan tawa, ternyata bagian-bagian tubuh yang dirabanya penuh dengan tulisan. Setiap hurufnya besarnya seperti sekeping uang kepeng, guratannya dalam, namun tulisannya agak cakar ayam.

Saat itu orang tua yang mengantar nasi sudah pergi jauh, sel itu gelap gulita, ia minum beberapa teguk air dan tanpa sempat makan nasi, ia  meraba-raba tulisan di atas lempengan besi dari awal mulanya. Perlahan-lahan ia meraba huruf demi huruf, dan membacanya dengan lirih:

'Aku si tua ini seumur hidupku tak perduli budi atau dendam, aku membunuh sekehendak hatiku, sekarang aku dipenjarakan di dasar danau, hal ini adalah pembalasan yang setimpal. Hanya saja si tua Ren Woxing terkurung......' Ketika membaca sampai disini, ia berpikir, "Ternyata keempat huruf 'Woxing terkurung' itu berasal dari sini". Ia kembali meraba-raba, dan tulisan itu berbunyi, '......disini, ilmu saktiku yang luar biasa tingginya ini mau tak mau akan musnah bersama dengan tulang belulang si tua ini, para pemuda angkatan selanjutnya tak akan mengenal kepandaian si tua ini, sungguh sayang'.

Linghu Chong berhenti dan mendongak, pikirnya, "Si tua Ren Woxing! Si tua Ren Woxing! Orang yang mengukir tulisan ini tentunya bernama Ren Woxing. Ternyata orang ini juga bermarga Ren, entah apa hubungannya dengan Tuan Ren?" Pikirnya lagi, "Entah sudah berapa lama sel bawah tanah ini berdiri, mungkin orang yang mengukir kata-kata ini sudah meninggal puluhan atau ratusan tahun yang lalu".

Ia kembali meraba-raba, dan tulisan berikutnya berbunyi: 'Sekarang si tua ini akan menuliskan intisari ilmu saktiku disini, supaya para pemuda dari angkatan selanjutnya dapat  mempelajarinya dan dapat malang melintang di kolong langit ini, walaupun si tua ini mati, aku akan hidup abadi. Pertama, bersemedi.....' Yang tertulis di bawahnya ialah berbagai ilmu pernapasan dan tenaga dalam.

Setelah Linghu Chong mempelajari 'Sembilan Pedang Dugu', diantara berbagai ilmu silat ia hanya menyukai ilmu pedang, dan karena ia telah kehilangan tenaga dalamnya, begitu ia meraba tulisan 'bersemedi' itu, ia merasa kecewa. Ia berharap bahwa dalam tulisan itu terdapat ilmu pedang yang hebat, tak ada jeleknya kalau ia melatihnya di penjara rahasia ini untuk mengusir rasa bosan. Harapan untuk dapat meloloskan diri makin meredup, selama disekap dalam sel ini, kalau ia tak mencari sesuatu untuk dilakukan, hari-harinya akan sulit dilalui. Namun tulisan yang dirabanya setelah itu semuanya hanya berisi istilah-istilah latihan tenaga dalam seperti 'bernapas', 'pusatkan chi di dantian', 'salurkan qi ke jinjing', 'pembuluh Ren' dan lain-lain. Ia meraba sampai akhir lempengan besi, namun tak bisa menemukan satupun kata 'pedang'. Ia merasa amat putus asa, "Ilmu sakti yang hebat apa? Ini bukannya mengolok-olok aku! Semua ilmu silat juga baik, hanya ilmu tenaga dalamlah yang tak dapat kupelajari. Begitu aku mengerahkan tenaga dalam, qi dan darah di dada dan perutku langsung bergolak. Kalau aku berlatih ilmu tenaga dalam, ini namanya mengundang bencana".

Ia menghela napas panjang, lalu mengangkat mangkuk nasi dan makan, pikirnya, "Ren Woxing ini entah seorang tokoh macam apa? Perkataannya sombong sekali, ilmu hebat apa, malang melintang di kolong langit, seakan di dunia ini ia tak punya tandingan. Ternyata sel bawah tanah ini khusus digunakan untuk mengurung jago-jago silat".

Ketika ia untuk pertama kalinya menemukan tulisan di atas lempengan besi, ia merasa amat bersemangat, namun sekarang mau tak mau semangatnya menjadi pupus, pikirnya, "Tuhan benar-benar sedang mempermainkanku, kalau aku tak menemukan tulisan ini tentunya lebih baik". Lagi-lagi ia berpikir, "Kalau Ren Woxing ini selihai perkataannya sendiri dan kungfunya begitu hebat, bagaimana ia bisa terkurung di sini dan tak dapat meloloskan diri? Jelas bahwa sel ini sangat kuat dan aman, kalaupun punya kepandaian setinggi langit, begitu masuk, ia hanya dapat perlahan-lahan menunggu ajal di sini". Ia tak lagi memperdulikan tulisan di atas lempengan besi itu.

Puncak musim panas tiba di Hangzhou, seluruh kota seakan bagai kukusan, sel bawah tanah itu terletak jauh di bawah danau dan tak terkena sinar matahari, seharusnya suhunya sejuk, namun, pertama, sama sekali tak ada angin yang bertiup masuk, kedua, keadaannya amat lembab, sehingga orang yang terkurung di dalamnya juga menderita. Setiap hari Linghu Chong membuka baju dan celananya, dan tidur di atas lempengan besi mencari kesejukan, setiap kali merentangkan tangannya, ia meraba tulisan di atas lempengan besi itu, sehingga tanpa sadar ia menghafalkan sebagian besar isinya di dalam hati.

* * *

Catatan Kaki Penerjemah

[1] Berarti 'setan gundul'.
[2] 'Woxing bei kun' yang berarti 'Woxing terkurung'.

Bagian kedua

Pada suatu hari ia merenung, "Entah guru, ibu guru dan adik kecil sekarang ada dimana? Apa mereka sudah kembali ke Huashan?" Sekonyong-konyong dari kejauhan ia mendengar suara langkah kaki mendatangi, suaranya ringan dan cepat, sama sekali tak sama dengan orang tua pengantar nasi itu. Ia sudah lama terkurung dan tak lagi begitu berharap akan ada orang yang menyelamatkannya, namun ketika mendadak mendengar suara langkah kaki itu, mau tak mau ia terkejut sekaligus girang, ia ingin melompat, akan tetapi karena saking gembiranya, mendadak sekujur tubuhnya tak berdaya dan ia hanya dapat berbaring di atas ranjang tanpa dapat bergerak-gerak. Suara langkah kaki itu terdengar dengan cepat tiba di depan pintu besi.
 
Terdengar seseorang berbicara dari balik pintu, "Tuan Ren, beberapa hari ini cuaca amat panas, apakah tuan sehat-sehat saja?"
 
Begitu mendengar suaranya, Linghu Chong langsung mengenalinya sebagai Heibaizi. Andaikan orang ini datang lebih dari sebulan yang lalu, Linghu Chong tentu akan memaki-makinya dengan sengit, segala macam perkataan yang kasar tentu akan diucapkannya, namun setelah dikurung untuk beberapa lama, amarahnya telah menghilang dan ia telah jauh lebih tenang, ia kembali berpikir, "Kenapa ia memanggilku Tuan Ren? Apa ia mendatangi sel yang salah?" Ia segera menutup mulutnya.
 
Terdengar Heibaizi berkata, "Pokoknya, setiap dua bulan sekali aku datang untuk bertanya pada tuan. Hari ini adalah tanggal satu bulan tujuh, yang kutanyakan masih pertanyaan yang sama, apakah tuan setuju atau tidak?" Nada suaranya amat sopan.
 
Diam-diam Linghu Chong merasa geli, "Orang ini pasti mendatangi sel yang salah, dan mengira aku Tuan Ren, kenapa ia jadi bingung begini?" Mendadak ia merasa jeri, "Diantara keempat majikan Mei Zhuang, Heibaizilah yang paling teliti. Tubiweng atau Dan Qingsheng mungkin masih dapat mendatangi sel yang salah. Tapi Heibaizi mana bisa salah? Pasti ada alasan tertentu". Ia masih tetap diam tak bersuara.
 
Terdengar Heibaizi berkata, "Tuan Ren, seumur hidupmu kau adalah seorang pahlawan  yang hebat, untuk apa kau membusuk dalam sel bawah tanah ini? Kalau kau menyetujui usulku ini, janjiku akan seteguh gunung, aku pasti akan membantuku meloloskan diri".
 
Jantung Linghu Chong berdebar-debar, berbagai pikiran silih berganti muncul dalam benaknya, namun ia sama sekali tak bisa menebak maksudnya, ia sedikitpun tak mengerti apa maksud perkataan Heibaizi kepada dirinya itu. Heibaizi terdengar lagi-lagi bertanya, "Apakah tuan setuju atau tidak?" Linghu Chong tahu bahwa kesempatan untuk meloloskan diri ada di depan matanya, tak perduli apakah lawan bicaranya mempunyai maksud jahat atau tidak, daripada hidup segan matipun tidak, dan entah sampai kapan terkurung di sini, kesempatan ini jauh lebih baik. Akan tetapi karena ia tak dapat menduga maksud lawan bicaranya, ia khawatir salah bicara dan kehilangan kesempatan emas, maka ia terpaksa tetap tak menjawab.
 
Heibaizi menghela napas, lalu berkata, "Tuan Ren kenapa kau tak berbicara? Ketika terakhir kali si bocah marga Feng itu datang untuk beradu pedang denganmu, di depan ketiga saudaraku kau tak menyebut-sebut hal yang kutanyakan, maka aku sangat berterima kasih. Kurasa setelah tuan bertanding pedang, semangat kepahlawanan dari masa lalu akan kembali berkobar dalam hatimu. Di luar langit dan bumi begitu luas, kalau kau dapat keluar dari sel yang gelap ini, lelaki atau perempuan, tua atau muda, semua yang berada di kolong langit ini, kalau kau ingin bunuh tinggal bunuh saja, tak ada orang yang akan berani menentangmu, bukankah hal ini amat menyenangkan? Kalau kau menyetujui usulku ini, bagimu sama sekali tak akan ada jeleknya, tapi kenapa selama dua belas tahun ini kau selalu tak mau menyetujuinya?"
 
Ketika Linghu Chong mendengar ia berbicara dengan sungguh-sungguh karena ia benar-benar mengira bahwa dirinya sendiri adalah Tuan Ren, dalam hati ia makin curiga. Ia mendengar Heibaizi berbicara lagi, berulang-ulang hanya untuk mohon agar ia menyetujui permintaannya itu. Linghu Chong sangat ingin tahu tentang masalah itu secara terperinci, namun ia menduga bahwa begitu ia membuka mulut, keadaan akan langsung menjadi runyam, maka ia terpaksa menahan diri sekuatnya dan sama sekali tak bersuara.
 
Heibaizi berkata, "Kalau tuan keras kepala seperti ini, aku terpaksa baru bisa menjumpaimu dua bulan lagi" Mendadak ia tertawa pelan beberapa kali, lalu berkata, "Kali ini tuan tidak memakiku, nampaknya sudah ada perbaikan. Dalam tempo dua bulan ini, aku mohon tuan mempertimbangkannya baik-baik". Sambil berbicara ia berbalik dan pergi. Linghu Chong bangkit dengan cemas, begitu ia pergi, ia tentunya tak akan datang sampai dua bulan lagi berlalu, sedangkan di dalam penjara ini sehari bagai setahun lamanya, mana bisa ia menunggu dua bulan lagi? Ia menunggunya berjalan beberapa langkah, lalu merendahkan suaranya dan berkata dengan suara serak, "Kau minta aku menyetujui apa?"
 
Heibaizi berbalik dan kembali ke depan lubang persegi, gerakannya amat sebat, dengan suara gemetar ia berkata, "Kau......kau setuju?"
 
Linghu Chong berbalik menghadap dinding, menutupi mulutnya dengan tangan dan berkata dengan suara yang tak jelas, "Menyetujui apa?" Heibaizi berkata, "Dalam dua belas tahun ini, aku mengambil resiko untuk setiap tahun enam kali datang kesini guna dengan bersungguh-sungguh mohon persetujuan tuan. Kenapa tuan menanyakan hal yang sudah tuan ketahui jawabannya?" Linghu Chong mendengus, lalu berkata, "Aku sudah lupa". Heibaizi berkata, "Aku mohon tuan memberitahuku rahasia ilmu sakti itu, setelah aku mempelajarinya, aku akan membebaskanmu".
 
Linghu Chong berpikir, "Apa dia benar-benar salah mengira aku adalah sesepuh marga Ren itu? Atau apakah ada tipu muslihat lain?" Karena saat itu ia tak bisa mengetahui maksudnya yang sebenarnya, ia terpaksa mengumam-gumam tak jelas, dirinya sendiripun tak tahu apa yang diucapkannya, maka Heibaizipun makin tak mengerti dan berulangkali bertanya, "Tuan setuju atau tidak? Apa tuan sanggup?"
 
Linghu Chong berkata, "Kau melanggar janjimu, aku tak bisa kau tipu lagi".
 
Heibaizi berkata, "Tuan ingin jaminan apa supaya tuan dapat mempercayaiku?" Linghu Chong berkata, "Terserah kau saja". Heibaizi berkata, "Tuan tentunya khawatir bahwa setelah menyerahkan rahasia ilmu sakti itu, aku akan mengingkari janjiku dan tak membebaskan tuan, benar tidak? Hal ini sudah kuatur sendiri, tuan tidak perlu ragu lagi". Linghu Chong berkata, "Kau punya rencana apa?"
 
Heibaizi berkata, "Maaf, apa tuan sudah setuju?" Nada suaranya kedengaran amat terkejut sekaligus girang.
 
Berbagai macam pikiran berkelebat dalam benak Linghu Chong, "Dia minta aku mengajarkan rahasia ilmu sakti padanya, tapi ilmu sakti apa yang dapat kuajarkan padanya? Namun tak ada jeleknya kalau aku mendengarkan dia punya rencana apa. Kalau ia benar-benar bisa membebaskanku, aku akan membacakan rumus rahasia di lempengan besi itu kepadanya, tak perduli apa berguna atau tidak baginya, pokoknya aku akan menipu dia dulu, lainnya urusan belakangan".
 
Ketika Heibaizi mendengar ia tak menjawab, ia kembali berkata, "Setelah tuan mengajarkan ilmu sakti itu kepadaku, aku akan menjadi murid tuan. Murid agama kita yang menipu guru atau mengkhianati leluhur selalu dijatuhi hukuman dikuliti hidup-hidup atau lingchi[1], selama ratusan tahun tak ada yang bisa menghindarinya. Aku mana berani tak membebaskan tuan?" Linghu Chong mendengus, lalu berkata, "Begitu rupanya. Tiga hari lagi, datanglah kesini untuk mendengar jawabanku". Heibaizi berkata, "Tuan menyetujuinya hari ini saja, untuk apa tinggal di sel gelap ini tiga hari lagi?"
 
Linghu Chong berpikir, "Ia jauh lebih tak sabaran dari aku, lebih baik aku mengulur waktu tiga hari lagi, untuk melihat dia sebenarnya punya muslihat apa". Ia segera mendengus beberapa kali untuk menunjukkan bahwa ia amat gusar. Heibaizi berkata, "Baik! Baik! Tiga hari lagi aku akan datang untuk minta petunjuk tuan".
 
* * *
 
Linghu Chong mendengarnya keluar dari lorong, lalu mengunci pintu besi, berbagai pikiran berkecamuk di benaknya, "Apakah dia benar-benar mengira aku sesepuh marga Ren itu? Orang ini sangat teliti, bagaimana dia bisa membuat kesalahan besar seperti ini?" Tiba-tiba ia teringat akan suatu hal, "Jangan-jangan Huang Zhonggong telah mengetahui rahasianya dan diam-diam mengurung Tuan Ren di sel lain, tapi mengurungku disini? Benar, Heibaizi ini dalam dua belas tahun terakhir datang setiap dua bulan sekali, sehingga kemungkinan besar perbuatannya sudah diketahui orang. Tentunya Huang Zhonggonglah yang telah diam-diam mengaturnya".
 
Mendadak ia teringat pada perkataan yang barusan ini diucapkan oleh Heibaizi, 'Murid agama kita yang menipu guru atau mengkhianati leluhur selalu dijatuhi hukuman dikuliti hidup-hidup atau lingchi, selama ratusan tahun tak ada yang bisa menghindarinya'. Ia berpikir, "Agama kita? Jangan-jangan Sekte Iblis, apakah sesepuh marga Ren dan keempat anjing Jiangnan itu semua anggota Sekte Iblis? Kakak Xiang adalah pelindung kanan Sekte Iblis, hal ini pasti ada hubungannya dengan mereka. Tapi entah mereka sedang menjalankan tipu muslihat apa, sehingga melibatkan diriku di dalamnya". Begitu ia berpikir tentang 'Sekte Iblis', ia merasa bahwa dalam hal ini ada suatu rahasia yang berlapis-lapis dan sulit dipahami, maka ia tak memikirkannya lebih lanjut, kecuali dua hal yaitu, "Apakah Heibaizi bersungguh-sungguh atau hanya berpura-pura? Kalau tiga hari lagi ia datang menanyaiku, bagaimana aku harus menjawab?"
 
Ia menerka-terka dan memikirkan segala macam hal, tapi walaupun berpikir sampai kepalanya pecahpun ia tak dapat menduga maksud Heibaizi, akhirnya ia kecapaian dan tertidur. Setelah terbangun, pikiran pertama yang muncul ialah, "Andaikan Kakak Xiang ada disini, dengan pengalamannya dan pengetahuannya yang luas, dalam sekejap ia akan dapat menebak maksud Heibaizi. Sesepuh bermarga Ren itu tinggi kecerdasannya, jelas diatas Kakak Xiang......aha!"
 
Ia berteriak keras-keras dan melompat bangkit. Setelah tidur sejenak, pikirannya jauh lebih terang, pikirnya, "Dua belas tahun belakangan ini, Tuan Ren tak pernah menyetujui permintaannya, karena ia tahu bahwa ia tak dapat menyanggupinya. Orang seperti dia, mana mungkin tak tahu apa akibat yang akan terjadi?" Menyusul ia berpikir kembali, "Tuan Ren memang tak dapat menyanggupinya, tapi aku bukan Tuan Ren, kenapa aku tak bisa melakukannya?"
 
Ia tahu bahwa hal ini belum pasti dan menyimpan bahaya yang amat besar, namun ia sangat ingin meloloskan diri, maka ia segera mengambil keputusan, "Kalau setelah tiga hari Heibaizi datang menanyaiku, aku akan menyetujui permintaannya, dan mengajarkan rumus rahasia latihan tenaga dalam di lempengan besi ini kepadanya. Akan kulihat bagaimana tanggapannya, lalu aku akan menyesuaikan sesuai gelagat".
 
Oleh karena itu ia lalu meraba-raba tulisan di atas lempengan besi dan menghafalkannya, pikirnya, "Aku harus menghafalkannya supaya saat aku mengajarinya aku bisa melakukannya dengan lancar, sehingga ia tak curiga. Hanya saja suaraku jauh berbeda dengan Tuan Ren itu, maka aku harus berusaha untuk merendahkan suaraku. Ah, aku tahu, aku akan berteriak-teriak selama dua hari dan membuat suaraku parau, lalu saat itu aku juga akan mengumam, sehingga dia tak mudah curiga".
 
Ia segera membaca rumus rahasia itu untuk beberapa waktu, lalu berteriak-teriak sekerasnya, ia tahu bahwa sel itu terkubur jauh di dalam tanah, pintunyapun berlapis-lapis, kalaupun ia menyalakan kembang api di dalam sel, di luar tak akan kedengaran suara sedikitpun. Ia berseru-seru, terkadang memaki-maki Empat Anjing Jiangnan, terkadang menyanyikan lagu-lagu atau lagu opera, sampai pada akhirnya ia sendiri juga merasa nyanyiannya tak enak didengar. Ia tak kuasa menahan tawa, lalu kembali menghafalkan rumus di lempengan besi itu. Mendadak ia membaca beberapa kalimat ini:
 
'Buatlah dantian seperti peti kosong, selalu seperti lembah yang dalam, ketahuilah bahwa peti kosong dapat menyimpan barang, sedangkan lembah yang dalam dapat menyimpan air. Walaupun di dantian sama sekali tak terdapat tenaga dalam, sebarkanlah melalui berbagai titik di Pembuluh Ren'.
 
Beberapa kalimat ini sebelumnya sudah beberapa kali dirabanya, namun karena ia merasa sebal terhadap ilmu latihan tenaga dalam, walaupun jarinya meraba tulisan itu, ia tak pernah memikirkan maknanya. Saat ini ia merasa amat heran, "Guru mengajariku bahwa intisari ilmu tenaga dalam adalah memusatkan qi di dantian, aliran tenaga harus dihimpun di dalam dantian, makin banyak tenaga yang terhimpun, makin kuatlah tenaga dalam seseorang. Kenapa rumus ini malah mengatakan bahwa di dalam dantian sama sekali tak boleh ada aliran tenaga? Kalau di dantian sama sekali tak ada aliran tenaga,  dari mana datangnya tenaga dalam? Semua cara melatih tenaga dalam tak ada yang seperti ini. Apa ini cuma lelucon belaka? Hahaha, Heibaizi ini orang yang rendah dan tak tahu malu, aku akan mengajarkan ilmu ini padanya, dan membuatnya tertipu besar-besaran, kenapa tidak?"
 
Ia meraba tulisan di atas lempengan besi dan perlahan-lahan memahami maknanya, ratusan huruf pertama berisi cara untuk membuyarkan tenaga dalam tubuh, makin lama ia makin tercengang, "Apa di kolong langit ini ada orang yang begitu bodohnya sehingga rela membuyarkan tenaga dalam yang sudah dengan tekun dan susah payah dilatih seumur hidup? Kecuali kalau ia memang sudah ingin bunuh diri. Kalau ingin bunuh diri, tinggal menggorok leher dengan pedang saja juga beres, untuk apa repot-repot seperti ini? Membuyarkan tenaga dalam seperti ini jauh lebih sukar dibandingkan dengan menghimpun tenaga dalam, apa gunanya dipelajari?" Setelah berpikir untuk beberapa saat, ia menjadi putus asa, "Begitu Heibaizi mendengar cara yang terdapat dalam rumus ini, ia akan langsung tahu bahwa aku cuma mengibulinya, mana mungkin ia akan mempercayainya? Nampaknya rencana ini tak dapat dijalankan".
 
Semakin lama ia semakin cemas, ia berulang-ulang membaca rumus itu keras-keras, "Kalau ada qi di dantian, buyarkanlah melalui Pembuluh Ren, seperti ruang kosong yang terdapat dalam sebatang bambu, atau seperti lembah yang senantiasa kosong......" Setelah membaca untuk beberapa saat, hatinya mendongkol dan ia memukul ranjang sambil berseru, "Sialan, orang ini ketika dikurung di dalam sel gelap ini amarahnya sukar dipadamkan sampai ia membuat muslihat seperti ini untuk mempermainkan orang lain". Setelah memaki-maki beberapa saat, iapun tertidur.
 
Saat terlelap, ia merasa seakan sedang berlatih menurut rumus di lempengan besi itu, ketika ia berpikir tentang 'Kalau ada qi di dantian, buyarkanlah melalui Pembuluh Ren', maka iapun mengalirkan tenaga dalam melalui Pembuluh Ren, keempat anggota tubuh dan seluruh tulang belulangnya terasa amat nyaman.
 
Setelah beberapa lama, dalam keadaan setengah sadar, ia seakan tidur namun tak tidur, bangun namun tak bangun, ia merasakan tenaga dalamnya masih mengalir ke Pembuluh Rennya. Mendadak ia sadar, "Aiyo, celaka! Kalau tenaga dalamku tak berhenti mengalir keluar, bukankah dalam sekejap aku akan menjadi seorang cacat?" Dengan terkejut ia duduk, lalu segera membalikkan tenaga dari Pembuluh Ren, namun ia merasakan qi dan darahnya bergolak, kepalanya pening dan pandangannya buram, setelah cukup lama, barulah ia dapat menenangkan diri.
 
Mendadak ia teringat akan suatu hal, mau tak mau ia terkejut sekaligus girang, "Aku menderita luka yang sulit disembuhkan semata-mata karena di dalam tubuhku terhimpun tujuh hawa murni yang berlainan dari Enam Dewa Persik dan Biksu Bujie, sehingga bahkan Tabib Pingpun tak mampu menyembuhkanku. Kepala Biara Shaolin Guru Besar Fang Zheng berkata, hanya kalau aku berlatih Kitab Pengubah Urat, barulah aku dapat dengan sedikit demi sedikit membuyarkan hawa-hawa murni itu. Intisari rahasia tenaga dalam yang terukir di lempengan besi ini, bukankah justru mengajarkan cara membuyarkan tenaga dalam tubuhku? Hahaha, Linghu Chong, kau ini memang amat bodoh, orang lain takut tenaga dalam mereka hilang, tapi kau malah takut kalau tenaga dalammu tak bisa hilang. Sekarang ada ilmu yang hebat ini, kalau kupelajari, bukankah ini hal yang baik?"
 
Ia tahu bahwa ketika ia berlatih dalam tidurnya adalah karena ia memimpikan apa yang dipelajarinya ketika bangun. Saat bangun ia terus menerus menghafalkan rumus, maka pikirannya dipenuhi oleh ilmu tenaga dalam dari lempengan besi itu, ketika ia kemudian tertidur, tanpa sadar sadar ia berlatih sesuai dengan rumus itu. Namun karena pikirannya kacau balau, ia tak benar-benar mengikuti seluruh rumus itu. Saat ini semangatnya timbul, maka ia kembali meraba-raba tulisan tentang rumus serta cara berlatih dua kali lagi. Setelah yakin bahwa ia telah memahaminya, ia segera duduk bersila, lalu mempelajarinya dengan urut. Hanya dengan berlatih satu shichen lamanya,  ia merasakan bahwa hawa-hawa murni yang sudah lama bertumpuk di dantiannya sudah agak buyar melalui Pembuluh Ren, walaupun tak bisa dikeluarkan dari tubuh, rasa sakit yang disebabkan karena bergolaknya qi dan darah sudah jauh berkurang.
 
Ia bangkit, karena amat girang, ia bernyanyi, namun ia merasa bahwa suaranya sumbang dan parau, benar-benar tak enak didengar. Ternyata usahanya kemarin ketika ia berteriak-teriak supaya suaranya serak benar-benar membuahkan hasil, pikirnya, "Ren Woxing, ah, Ren Woxing, kau meninggalkan rumus ilmu ini untuk mencelakai orang, akan tetapi ternyata ketika sampai di tanganku, justru berfaedah bagiku. Kalau di dalam kuburmu kau tahu, jangan-jangan janggutmu akan berdiri semua! Hahaha, hahaha!"
 
Dengan cara itu, ia terus membuyarkan tenaga tanpa henti, setelah berlatih beberapa saat, tubuhnya terasa agak nyaman, pikirnya, "Setelah aku membuyarkan hawa murni Enam Dewa Lembah Persik dan Biksu Bujie, lalu aku akan berlatih ilmu tenaga dalam perguruan sendiri dengan menggunakan cara yang diajarkan guru. Walaupun harus mengulangi semuanya dari awal lagi, dan harus berusaha keras, namun selembar nyawaku ini mungkin dapat diselamatkan. Kalau Kakak Xiang akhirnya datang untuk  menyelamatkanku, bukankah di dunia persilatan akan ada langit dan bumi baru untukku?"
 
Lagi-lagi ia berpikir, "Karena guru sudah mengeluarkanku dari Perguruan Huashan, untuk apa aku mempelajari ilmu tenaga dalam Perguruan Huashan lagi? Di dunia persilatan amat banyak ilmu tenaga dalam dari berbagai keluarga dan perguruan, kalau aku belajar dari Kakak Xiang, atau belajar dari Yingying, apa jeleknya?" Dalam hatinya ia merasa sedih, namun juga bergairah.
 
* * *
 
Hari itu, setelah makan nasi, ia berlatih untuk beberapa saat, setelah itu ia merasakan rasa nyaman yang sulit dilukiskan, maka ia tak kuasa menahan diri untuk tak tertawa keras-keras.
 
Sekonyong-konyong terdengar suara Heibaizi dari balik pintu, "Apa kau baik-baik saja, tuan? Aku sudah lama menunggu disini". Ternyata tanpa terasa tiga hari telah berlalu, Linghu Chong dengan penuh konsentrasi berlatih untuk membuyarkan tenaga dalam, sehingga bahkan ketika Heibaizi tiba di balik pintu ia tak mengetahuinya. Untung saja suaranya telah menjadi parau sehingga Heibaizi tak merasakan ada sesuatu yang aneh, Linghu Chong sengaja tertawa beberapa kali. Heibaizi berkata, "Tuan nampaknya sangat bersemangat hari ini, bagaimana kalau tuan hari ini menerima murid?"
 
Linghu Chong berpikir, "Kalau aku menerima dia sebagai murid dan mengajari dia ilmu tenaga dalam ini, begitu dia membuka pintu dan tahu bahwa aku adalah Feng Erzhong dan bukan sesepuh marga Ren itu, dia tentunya akan langsung menempurku. Lagipula, kalaupun yang mengajarinya kungfu adalah Tuan Ren sungguhan, setelah Heibaizi mempelajari ilmu itu, dia kemungkinan besar akan mencari akal untuk mencelakainya, misalnya dengan cara meracuni nasi atau lauknya. Benar, kalau Heibaizi ini ingin meracuniku, benar-benar semudah membalik telapak tangan baginya. Setelah ia mempelajari rumus ini, mana mungkin ia akan membebaskanku? Oleh karena itu Tuan Ren selama dua belas tahun tak mau mengajarinya, tentunya disebabkan karena hal ini".
 
Ketika Heibaizi mendengarnya tak menjawab, ia berkata, "Setelah tuan selesai mengajarkan ilmu itu, aku akan membawakan arak bagus dan ayam lezat untuk dipersembahkan kepada tuan". Linghu Chong sudah berhari-hari terkurung, selama itu ia hanya makan sayuran dan tahu saja, begitu mendengar perkataan 'arak bagus dan ayam lezat' mau tak mau air liurnya bercucuran, katanya, "Baiklah, kau ambillah arak bagus dan ayam lezat dulu, nanti setelah makan dan hatiku senang, mungkin aku akan mengajarimu beberapa jurus". Heibaizi cepat-cepat berkata, "Baik, baik, akan kuambilkan arak bagus dan ayam lezat. Tapi tak bisa hari ini, besok kalau ada kesempatan, murid akan membawakannya".
 
Linghu Chong berkata, "Kenapa hari ini tak bisa?" Heibaizi berkata, "Untuk datang kemari, aku harus melewati kamar tidur kakak pertama, hanya dengan mengambil kesempatan kalau ia sedang keluar berlatih, baru dapat......baru dapat......" Linghu Chong mendengus dan tak berkata apa-apa lagi.
 
Heibaizi khawatir kalau-kalau Huang Zhonggong telah selesai berlatih dan kembali ke kamar tidurnya, ia tak berani berlama-lama, maka ia mohon diri dan pergi.
 
Linghu Chong berpikir, "Bagaimana aku bisa memancing Heibaizi masuk ke dalam sel, lalu memukul dia sampai mampus? Orang ini sangat licin, tak bisa kena tipu. Lagipula kalau tak bisa memutuskan rantai di kaki dan tangan, kalaupun dapat membunuh Heibaizi, aku masih tak bisa meloloskan diri". Sebuah ide muncul di benaknya, jari-jari tangan kanannya mencengkeram belenggu di pergelangan tangan kirinya, lalu ia menariknya dengan sekuat tenaga, ia cuma asal menarik saja, sama sekali tak mengira bahwa ia akan dapat benar-benar memutuskannya, namun tak nyana belenggu itu benar-benar terbuka, setelah beberapa kali menariknya lagi, pergelangan tangan kirinya ternyata telah lolos dari belenggu.
 
Kejadian ini sama sekali tak diduganya, ia terkejut sekaligus girang, ia meraba-raba belenggu itu, ternyata bagian tengahnya telah putus, andaikan tenaga dalamnya belum buyar, mengerahkan sedikit tenaga saja ia akan langsung pingsan, walaupun belenggu itu telah putus, namun akhirnya ia tetap tak akan dapat membukanya. Saat ini ia telah membuyarkan tenaga dalamnya selama dua hari, hawa murni yang dimasukkan oleh Enam Dewa Lembah Persik dan Biksu Bujie ke dalam tubuhnya telah tersalur ke Pembuluh Ren, dengan sendirinya mereka menimbulkan tenaga dalam yang kuat, dan juga tak membuat qi dan darahnya bergolak seperti sebelumnya. Ketika ia meraba belenggu di pergelangan kanannya, ternyata belenggu itu juga telah retak rambut. Retakan rambut itu entah sudah berapa kali dirabanya sebelumnya, namun ia sama sekali tak menyangka bahwa belenggu itu telah putus. Ia segera mengerahkan kekuatan ke tangan kirinya dan membuka belenggu di pergelangan kanannya, selanjutnya ia meraba belenggu yang melingkari tulang kering kedua kakinya, semuanya juga telah putus, maka ia segera mengerahkan tenaga untuk membukanya satu persatu. Ia kelelahan sehingga sekujur tubuhnya bermandi keringat dan napasnya terengah-engah tanpa henti, namun belenggu telah terbuka dan rantai besi juga ikut terlepas bersamanya, seluruh tubuhnya telah bebas dari belenggu. Ia merasa amat heran, kenapa setiap belenggu telah terputus? Belenggu macam ini mana bisa menahan orang?
 
Keesokan harinya ketika orang tua itu datang mengantar nasi, di bawah sinar lentera Linghu Chong melihat bahwa di belenggu terdapat irisan amat halus yang dibuat dengan gergaji kawat baja, ternyata ada orang yang telah mengergaji hingga putus keempat belenggu di kaki dan borgol di tangannya dengan gergaji kawat baja. Bekas irisannya nampak berkilauan dan sama sekali tak berkarat, tentunya belenggu itu belum lama diputuskan, namun bagaimana belenggu itu dapat kembali terkatup di tangan dan kakinya? "Tentunya ada seseorang yang diam-diam berusaha untuk menyelamatkanku. Sel bawah tanah ini tersembunyi dengan baik, orang luar tak bisa masuk, orang yang menolongku tentunya adalah orang dari Mei Zhuang. Mungkin ia tak suka pada muslihat yang dipakai terhadap diriku, sehingga ketika aku tak sadarkan diri, ia mengergaji belenggu dan borgol hingga putus dengan gergaji kawat baja. Orang ini tak mau secara terang-terangan memusuhi orang-orang lain di Mei Zhuang, maka ia masih mencari-cari kesempatan untuk membebaskanku".
 
Ketika memikirkan tentang hal ini, ia menjadi bersemangat, pikirnya, "Mulut lorong bawah tanah berada di bawah ranjang tempat tidur Huang Zhonggong, kalau Huang Zhonggong hendak menyelamatkanku, ia dapat melakukannya kapan saja, tak usah menunggu sampai begini lama. Heibaizi tentunya bukan. Diantara Tubiweng dan Dan Qingsheng berdua, Dan Qingsheng adalah sahabat minum arakku, persahabatan kami lebih dari orang biasa, kemungkinan besar Dan Qinshenglah orangnya". Kemudian ia berpikir tentang bagaimana ia harus menghadapi Heibaizi kalau ia datang keesokan harinya, "Aku akan bicara sembarangan saja, menipu dia supaya bisa makan daging dan minum arak, dan mengajarinya kungfu palsu, kenapa tidak?"
 
Tak lama kemudian ia kembali berpikir, "Dan Qingsheng dapat kapan saja datang menolongku, aku harus cepat-cepat menghafalkan rumus di lempengan besi". Ia meraba tulisan itu, membacanya keras-keras dan menghafalkannya. Sebelumnya ketika ia meraba tulisan itu ia tak memperhatikannya dengan sungguh-sungguh, kali ini ketika ia ingin menghafalkannya tanpa salah sama sekali, ternyata tak mudah. Tulisan diatas lempengan besi itu sulit dibaca, pendidikannya kurang dan ia tak dapat mengenali beberapa huruf bergaya caoshu itu, maka ia terpaksa menghafalkan goresan huruf-huruf itu, lalu dengan asal memakai huruf lain sebagai penggantinya. Ia berpikir bahwa dalam rumus kungfu kelas wahid seperti ini, kalau ada satu huruf saja yang salah, dapat menentukan keberhasilan atau kegagalan, atau bahkan membuat orang yang mempelajarinya tersesat. Kalau salah mempelajarinya sedikit saja, dapat mengakibatkan zou huo ru mo[2]. Setelah berhasil meloloskan diri, ia belum tentu mempunyai kesempatan untuk kembali dan membaca rumus itu, maka ia harus menghafalkannya dengan baik tanpa kesalahan sedikitpun. Ia membacanya berulang-ulang, entah sudah berapa kali ia membacanya, setelah ia sepertinya bisa menghafalkannya dari belakang ke depan, ia baru merasa lega dan tertidur.
 
Dalam mimpinya, ia memang melihat Dan Qingsheng datang dan membuka pintu sel untuk membebaskannya, Linghu Chong terkejut dan bangun, ternyata itu hanya 'mimpi Nanke'[3], namun ia sama sekali tak berkecil hati, pikirnya, "Hari ini ia tak datang menolongku karena keadaan tak memungkinkan, namun tak lama lagi ia akan dapat menyelamatkanku".
 
Ia berpikir bahwa rumus di lempengan besi itu amat berfaedah bagi dirinya sendiri, namun dapat amat berbahaya bagi orang lain, kalau di kemudian hari ada orang yang dikurung dalam sel ini lagi, orang itu tentunya adalah orang baik, dan ia tak dapat membiarkan orang itu terkena tipu muslihat Ren Woxing ini. Ia segera meraba tulisan itu lagi dan menghafalkannya dari permulaan sampai akhirnya sepuluh kali, lalu ia mengambil borgol besi yang sudah dilepaskannya dan mengerik belasan huruf diantaranya hingga terhapus.
 
Hari ini Heibaizi sama sekali tak datang, namun Linghu Chong juga tak perduli, dengan menuruti petunjuk rumus, ia terus berlatih. Beberapa hari kemudian Heibaizi juga tak datang-datang. Linghu Chong sadar bahwa ia telah mencapai banyak kemajuan, berbagai macam hawa murni yang ditinggalkan Enam Dewa Lembah Persik dan Biksu Bujie di dalam tubuhnya sudah enam atau tujuh bagiannya dapat dikeluarkan dari dantiannya dan dibuyarkan melalui Pembuluh Ren, Du dan juga melalui yang wei, yin wei, yin qiao sampai ke Pembuluh Chong, Dai dan lainnya. Walaupun membuyarkan tenaga melalui Pembuluh Dai dan Chong termasuk sulit, namun untung saja dalam rumus di lempengan besi itu terdapat penjelasan tambahan. Linghu Chong sebelumnya sudah pernah mempelajari ilmu tenaga dalam Huashan, sehingga ia sudah akrab dengan pelajaran menyalurkan tenaga melalui pembuluh itu. Ia berpikir bahwa kalaupun sekarang ia belum berhasil, kalau ia terus berusaha, pada akhirnya ia akan berhasil membuyarkan semua tenaga itu. 
 
Setiap hari ia mengulangi rumus itu sepuluh kali lebih, lalu menghapus belasan huruf dari lempengan besi itu, ia menyadari bahwa tenaganya makin lama makin kuat, untuk mengerik tulisan di lempengan besi, ia tak lagi harus mengerahkan banyak tenaga. Dengan demikian satu bulan lebih lagi telah berlalu, walaupun ia berada di bawah tanah, namun ia merasakan udara panas sedikit demi sedikit makin berkurang, pikirnya, "Tentunya ini adalah kehendak langit, andaikan aku dikurung disini selama musim dingin, aku tak mungkin dapat menemukan tulisan di atas lempengan besi ini. Mungkin sebelum musim panas tiba, Dan Qingsheng sudah akan membebaskanku".
 
Ketika ia sedang berpikir, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki Heibaizi di lorong.
 
* * *
 
Catatan Kaki Penerjemah 
 
[1] Hukuman terberat dimana tubuh seseorang sedikit demi sedikit dipotong-potong hingga mati.
[2] 走火入魔 yang berarti Penyimpangan api' (Hokkian: cau hwee jip mo).
[3] Ungkapan ini berasal dari sebuah kisah dari Dinasti Tang dimana seorang pejabat bermimpi diangkat menjadi gubernur di Nanke, namun ternyata semua hanya terjadi dalam mimpinya saja. 


Bagian ketiga

Linghu Chong sedang berbaring di ranjang, ia segera berbalik sehingga wajahnya menghadap ke dinding dalam, terdengar Heibaizi berjalan ke balik pintu, lalu berkata, "Tuan.....Tuan Ren, mohon maaf yang sebesar-besarnya, lebih dari sebulan belakangan ini, kakak pertama sama sekali tak keluar dari kamarnya. Setiap hari aku sangat khawatir, berharap dapat mengunjungi tuan, akan tetapi tak pernah kesampaian.  Mohon......mohon anda jangan tersinggung". Aroma harum arak dan ayam menyeruak masuk dari lubang persegi.
 
Sudah lama arak tak pernah membasahi bibir Linghu Chong, begitu ia mencium wangi arak, ia tak dapat menahan diri lagi dan segera berbalik sambil berkata, "Berikan arak dan lauk itu padaku". Heibaizi berkata, "Baik, baik. Jadi tuan sudah setuju untuk mengajarkan rumus rahasia itu padaku?" Linghu Chong berkata, "Setiap kali kau mengantarkan satu jin arak dan seekor ayam, aku akan mengajarkan empat kalimat rumus padamu. Setelah aku minum tiga ribu jin arak dan seribu ekor ayam, kira-kira seluruh rumus sudah akan selesai kuajarkan". Heibaizi berkata, "Kalau seperti itu agak terlalu lama, jangan-jangan akan terjadi sesuatu yang tak dikehendaki. Bagaimana kalau setiap kali aku mengantarkan enam jin arak dan dua ekor ayam, dan tuan mengajarkan delapan kalimat rumus padaku?" Linghu Chong tertawa, lalu berkata, "Begitu juga boleh. Ayo berikan padaku!"
 
Heibaizi mengangkat nampan kayu dan memasukkannya lewat lubang persegi, benar saja, di atas nampan itu terdapat sebuah guci arak besar dan seekor ayam gemuk.
 
Linghu Chong berpikir, "Sebelum aku mengajarkan rumus padamu, kau tak mungkin meracuniku". Ia mengangkat guci arak dan meminumnya. Arak itu tak terlalu bagus, tapi
di mulutnya rasanya luar biasa lezatnya, bahkan arak anggur Turfan Dan Qingsheng yang difermentasi dan disuling empat kalipun seakan tak bisa menandinginya. Dengan hanya sekali mengambil napas, ia telah langsung minum setengah guci, setelah itu ia mencabik sepotong paha ayam dan mengunyahnya, dalam sekejap, seguci arak dan seekor ayam itu telah habis tandas. Ia menepuk-tepuk perutnya seraya memuji, "Arak bagus, arak bagus!"
 
Heibaizi tertawa, lalu berkata, "Tuan telah makan ayam dan minum arak bagus, sekarang mohon tuan mengajarkan rumusnya".  Linghu Chong mendengar bahwa ia tak mengungkit-ungkit soal mengangkat guru, mungkin ia berpikir bahwa setelah kenyang makan ayam dan minum arak, dirinya telah melupakannya, maka ia juga tak mengungkit masalah itu dan berkata, "Baik, empat kalimat rumus ini kau ingatlah baik-baik: 'Di antara nadi qi dan delapan pembuluh, terdapat tenaga dalam, kumpulkan dalam dantian, himpun dalam shanzhong'. Apa kau mengerti?" Rumus asli di lempengan besi berbunyi: 'Tenaga dalam di dantian, buyarkanlah melalui keempat anggota tubuh, qi di shanzhong, sebarkanlah lewat kedelapan pembuluh'. Ia sengaja mengajarkannya secara terbalik. Ketika Heibaizi mendengarnya, ia merasa bahwa rumus itu biasa-biasa saja dan tak ada keistimewaannya, hanya cara berlatih tenaga dalam yang umum saja, maka ia berkata, "Empat kalimat ini telah kumengerti, mohon supaya tuan mengajarkan empat kalimat selanjutnya".
 
Linghu Chong berpikir, "Setelah empat kalimat ini kuubah, kalimat-kalimat ini menjadi biasa, tak ada istimewanya. Ia merasa tak puas, maka aku harus membacakan empat kalimat lagi yang sangat aneh, supaya dia ketakutan". Ia berkata, "Hari ini adalah hari pertama, maka aku akan mengajarimu empat kalimat lagi: 'Pecahkan yangwei, sumbatlah yinqiao, begitu nadi qi dan kedelapan pembuluh putus, kau sudah berhasil menguasai ilmu sakti' ".
 
Heibaizi amat terkejut, katanya, "Ini......ini......kalau nadi qi dan kedelapan pembuluh seseorang putus, orang itu mana bisa tetap hidup? Ke.....keempat kalimat rumus ini, aku benar-benar tak dapat memahaminya". Linghu Chong berkata, "Ilmu sakti semacam ini, kalau semua orang dapat memahaminya dengan mudah, apa istimewanya? Tentu saja di dalamnya terdapat hal-hal yang mendalam dan luar biasa, yang tak mudah dipahami orang biasa".
 
Setelah mendengarkan sampai disini, Heibaizi makin merasa bahwa nada suara dan kata-katanya sangat berlainan dengan orang bermarga Ren itu, mau tak mau ia merasa amat curiga. Ketika dua kali berbicara dengan dia sebelumnya, Linghu Chong hanya sangat sedikit berbicara, perkataannya juga amat tak jelas, kali ini setelah minum arak, semangatnya bangkit dan ia banyak berbicara. Heibaizi amat waspada dan langsung curiga, ia menduga bahwa ia telah sengaja mengubah rumus untuk mempermainkannya, maka ia berkata, "Anda berkata 'begitu kedelapan pembuluh putus, kau sudah berhasil menguasai ilmu sakti', apa tuan sendiri juga sudah memutuskan nadi qi dan kedelapan pembuluh itu?"
 
Linghu Chong berkata, "Tentu saja". Dari nada suara Heibaizi ia tahu bahwa ia sudah curiga, maka ia tak berani berkata banyak-banyak kepadanya, "Setelah aku mengajarkan semuanya padamu dan kau telah menguasainya, kau akan memahaminya". Sambil berbicara ia menaruh guci arak di atas nampan dan mendorongnya keluar melalui lubang persegi. Heibaizi mengasurkan tangannya untuk menyambutnya.
 
"Aiyo!", tiba-tiba Linghu Chong berseru, tubuhnya terhempas ke depan, "Klang!", dahinya membentur pintu besi.
 
Dengan terkejut Heibaizi berkata, "Ada apa?" Ia adalah seseorang yang berilmu silat tinggi, reaksinya sangat cepat, ia menjulurkan tangannya masuk melalui lubang persegi untuk memegangi nampan karena khawatir guci arak akan jatuh dan pecah berkeping-keping.
 
Dengan secepat kilat, tangan kiri Linghu Chong berbalik dan mencengkeram pergelangan tangan kanan Heibaizi, lalu ia tertawa dan berkata, "Heibaizi, coba lihat aku ini sebenarnya siapa?" Heibaizi amat terkejut, dengan suara gemetar ia berkata, "Kau......kau......"
 
Ketika Linghu Chong mendorong nampan kayu itu keluar, ia belum bermaksud untuk menangkap pergelangan tangannya, namun ketika melihat di bawah sinar temaram lampu minyak telapak tangan Heibaizi berkelebat di lubang persegi untuk menyambut nampan kayu, mendadak dalam hatinya muncul suatu dorongan yang sulit dikendalikan. Dirinya sendiri terkurung begitu lama disini karena tipu muslihat orang ini, andaikan ia dapat menelikung tangannya hingga patah, amarahnya akan dapat sedikit dilampiaskan; ia juga berpikir bahwa kalau ia dapat menangkapnya dengan tanpa disangka-sangka, ia akan dapat membuatnya ketakutan. Orang ini amat licik, kenapa tak menakut-nakutinya saja? Ia juga tak tahu apakah karena ia ingin membalas dendam, atau karena untuk sesaat sifat kekanakannya muncul, ia lantas berpura-pura jatuh untuk memancing Heibaizi supaya menjulurkan tangannya ke dalam, sehingga dapat ditangkap olehnya.
 
Sebenarnya Heibaizi amat waspada, namun kali ini kejadiannya bagaikan petir di siang bolong yang sebelumnya sama sekali tak ada tanda-tandanya, begitu ia merasa ada sesuatu yang tak beres, pergelangan tangannya telah dikunci lawan. Ia merasa bahwa kelima jari lawan bagaikan belenggu besi, dengan erat mencengkeram titik-titik neiguan dan waiguan di pergelangan tangan kanannya. Ia segera memutar pergelangan tangannya untuk membebaskan diri dari kuncian lawan.
 
Terdengar suara berdentang keras, tiga jari kaki kirinya patah, "Ah, ah!", ia berteriak kesakitan.
 
Bagaimana pergelangan tangan kanannya dapat dikunci musuh dan jari kaki kirinya patah? Bukankah kejadian itu sangat aneh? Ternyata Heibaizi selalu merasa amat jeri pada lawannya, begitu pergelangan tangannya terkunci, ia langsung mengkhawatirkan nyawanya dan segera melancarkan jurus 'Naga Hujan Muncul Dari Telaga'. Jurus ini sangat efektif kalau dilancarkan saat pergelangan tangan seseorang dikunci, lengan ditarik le belakang dan kaki kiri menendang seakan tanpa bayangan. Tendangan ini sangat lihai, kalau mengenai dada lawan, lawan akan langsung muntah darah di tempat. Kalau lawan adalah seorang jagoan dan tahu cara menghindar, ia akan terpaksa segera melepaskan pergelangan tangannya, kalau tidak ia tak akan dapat menghindari tendangan yang disarangkan ke arah dadanya itu. Namun karena Heibaizi tergesa-gesa ingin membebaskan diri, ia tak berpikir bahwa diantara dirinya dan lawan terdapat sebuah pintu besi yang tebal. Jurus 'Naga Hujan Muncul Dari Telaga' itu telah dilancarkannya dengan sempurna dan tendangannya juga tepat sasaran, tenaganya juga sebat dan ganas. Namun, "Klang!", ternyata yang ditendangnya adalah pintu besi.
 
Begitu Linghu Chong mendengar dentangan keras dari pintu besi, ia langsung menyadari bahwa dirinya telah diselamatkan oleh pintu besi itu, sehingga ia dapat menghindari tendangan ke arah dada Heibaizi yang lihai itu. Ia tak kuasa menahan tawa, lalu berkata, "Tendanglah sekali lagi, kalau kau bisa menendang sekeras ini lagi, kau akan kulepaskan".
 
Sekonyong-konyong, Heibaizi merasakan tenaga dalam di titik-titik neiguan dan waiguan  di pergelangan tangan kanannya mengalir keluar dengan deras, mau tak mau ia teringat pada hal yang paling ditakutinya seumur hidupnya, nyalinya langsung terbang ke langit, dengan sekuat tenaga ia menahan napas sembari memohon dengan suara yang mengibakan, "Tu......tuan, mohon tuan......" Begitu ia berbicara, tenaga dalamnya malah mengalir keluar dengan makin deras, ia terpaksa menutup mulutnya, namun tenaga dalamnya masih terus mengalir keluar dengan cepat.
 
Setelah Linghu Chong mempelajari ilmu yang tertulis di atas lempengan besi itu, dantiannya telah menjadi seperti ruang kosong dalam sebatang bambu, atau sebuah lembah yang kosong, saat ini ia merasakan ada qi yang mengalir ke dalam dantiannya, namun ia tak memperdulikannya. Ia hanya merasakan bahwa tangan Heibaizi tak henti-hentinya gemetar, jelas bahwa ia amat ketakutan, namun hatinya sendiri masih mendongkol, ia ingin menakut-nakutinya, maka ia berkata dengan lantang, "Setelah aku mangajarimu kungfu, kau adalah murid perguruanku, kalau kau menipu guru dan mengkhianati leluhur, hukuman apa yang pantas untukmu?"
 
Heibaizi hanya merasakan bahwa makin lama tenaga dalamnya makin cepat mengalir keluar. Kalau ia berusaha menahan napas, ia dapat untuk sementara menghentikannya, namun pada akhirnya ia tetap harus bernapas, dan saat menarik dan menghembuskan napas, tenaga dalam kembali dengan deras mengalir keluar. Saat ini ia sudah melupakan rasa sakit di jari-jari kakinya, ia hanya berusaha agar tangan kanannya dapat ditarik keluar dari lubang persegi, kalaupun harus kehilangan sebuah tangan atau kaki, ia akan merelakannya. Ketika berpikir sampai disini, ia menghunus pedang yang tergantung di pinggangnya.
 
Begitu tubuhnya bergerak, dua buah lubang besar seakan membuka di titik-titik neiguan  dan waiguan di pergelangan tangannya, tenaga dalamnya langsung membanjir keluar dengan cepat, seperti air sungai yang menjebol tanggul dan sukar dibendung. Heibaizi tahu bahwa dalam sekejap, seluruh tenaga dalamnya akan dihisap oleh lawan, maka dengan susah payah ia  menghunus pedang di pinggangnya, sembari mengertakkan gigi, ia mengangkat pedang hendak membacok putus lengannya. Namun begitu ia mengerahkan tenaga, tenaga dalam membanjir keluar, telinganya berdenging dan iapun jatuh pingsan.
 
Linghu Chong menangkap pergelangan tangannya hanya karena ingin menakut-nakutinya saja, paling banyak hanya menelikung dan mematahkan pergelangan Heibaizi saja untuk melampiaskan amarah yang menumpuk dalam hatinya. Ia tak menyangka bahwa Heibaizi ternyata begitu ketakutan sehingga ia pingsan. Ia tertawa terbahak-bahak dan mengendurkan cengkeramannya, tubuh Heibaizi terjatuh ke tanah dan tangan kanannyapun terlepas dari lubang persegi.
 
Mendadak pikiran Linghu Chong seakan diterangi oleh cahaya kilat, ia cepat-cepat menarik tangan Heibaizi, gerakannya amat sebat sehingga ia dapat menarik tangannya tepat pada waktunya, pikirnya, "Kenapa aku tak merantai dia disini, sehingga Huang Zhonggong terpaksa membebaskannya?" Ia segera mengerahkan tenaga untuk menarik pergelangan tangan Heibaizi mendekat, tak nyana ketika ia menarik tangannya, kepala Heibaizi ikut masuk melalui lubang persegi, dan setelah menghela napas, seluruh tubuhnyapun  masuk ke dalam sel.
 
Kejadian ini benar-benar tak disangka-sangka olehnya, untuk sesaat ia tertegun seraya diam-diam memaki kebodohannya sendiri, lubang itu besarnya sekitar satu chi persegi, asalkan kepalanya dapat masuk, tubuhnyapun tentunya juga dapat melewatinya, kalau Heibaizi bisa masuk, kenapa dirinya sendiri tak bisa keluar? Sebelumnya keempat anggota tubuhnya terbelenggu sehingga ia tak dapat meloloskan diri, namun belenggu sudah terlebih dahulu diam-diam digergaji orang, kenapa ia tak meloloskan diri? Ia berpikir lagi, setelah Dan Qingsheng diam-diam mengergaji belenggunya, tentunya setiap hari ia berharap agar dirinya melarikan diri bersama dengan orang tua pengantar nasi itu, mungkin ia sudah amat khawatir. Ketika ia mengetahui bahwa belenggu telah di gergaji orang, seluruh perhatiannya sedang terpusat pada latihan membuyarkan tenaga dalam, saat itu ia juga belum menghafalkan rumus ilmu tenaga dalam di lempengan besi itu, sehingga ia tidak ingin meninggalkan sel. Karena di bawah sadar ia tidak ingin meninggalkan sel itu, maka tak terpikir olehnya untuk melarikan diri.
 
Ia mengumam pada dirinya sendiri untuk beberapa saat, lalu mengambil keputusan. Ia cepat-cepat melepaskan pakaian Heibaizi dan dirinya sendiri, lalu menukarnya. Bahkan kedok Heibaizipun dipakainya di kepalanya sendiri, pikirnya, "Setelah keluar, walaupun aku bertemu dengan orang lain, mereka hanya akan mengira bahwa aku adalah Heibaizi". Ia menyelipkan pedang Heibaizi di pinggangnya, begitu memegang pedang, semangatnya langsung berkobar. Ia segera membelenggu kaki dan tangan Heibazi dan menekannya keras-keras, tenaga yang dipakainya begitu kuat sehingga belenggu itu menekan dagingnya dalam-dalam.
 
Rasa sakit menyebabkan Heibazi tersadar, ia mengerang. Linghu Chong tertawa dan berkata, "Kita dua bersaudara harus bergantian! Setiap hari si tua itu datang mengantarkan nasi dan air". Sambil mengerang-erang Heibaizi berkata, "Tuan......Tuan Ren......Ilmu......Ilmu Penghisap Bintangmu......" Tempo hari ketika Linghu Chong bergabung dengan Xiang Wentian untuk melawan musuh di hutan belantara, ia pernah mendengar seseorang diantara gerombolan musuh berseru, 'Ilmu Penghisap Bintang!'. Saat ini begitu mendengar Heibaizi berkata demikian, ia segera bertanya, "Ilmu Penghisap Bintang apa?" Heibaizi berkata, "Aku......aku.......pantas.......pantas mati....."
 
Linghu Chong ingin buru-buru meloloskan diri, ia tak lagi memperdulikan Heibaizi, ia memasukkan kepalanya ke lubang persegi, kedua tangannya dijulurkannya keluar, lalu kedua telapaknya dengan enteng menekan pintu besi, dan tubuhnyapun melesat keluar. Setelah ia dapat berdiri dengan kokoh, ia merasakan bahwa di dantiannya tersimpan banyak tenaga dalam sehingga ia agak merasa tak nyaman. Ia tak tahu bahwa tenaga dalam itu telah dihisapnya dari tubuh Heibaizi, ia hanya berpikir bahwa karena ia sudah lama tak berlatih, tenaga dalam Enam Dewa Lembah Persik dan Biksu Bujie telah kembali masuk ke dantiannya. Saat ini ia hanya ingin cepat-cepat meninggalkan penjara bawah tanah itu, maka ia segera mengambil lampu minyak yang ditinggalkan Heibaizi dan berjalan keluar melalui lorong bawah tanah.
 
Ternyata pintu-pintu lorong tak terkunci, ia menduga bahwa Heibaizi bermaksud untuk menguncinya setelah ia keluar, oleh karenanya Linghu Chong tak perlu bersusah payah meloloskan diri. Selagi ia melangkah melewati pintu-pintu yang kokoh itu, ia mengenang bagaimana saat ia berada di sel gelap itu ia benar-benar seakan terpisah dari dunia. Sekonyong-konyong, ia tak lagi merasa amat dongkol pada Huang Zhonggong dan yang lainnya. Ia hanya memikirkan kebebasannya saja, segala hal lain tak dihiraukan olehnya.
 
Begitu ia sampai di ujung lorong, ia menaiki tangga dan ubun-ubunnya langsung menyentuh lempengan besi. Ia mendengarkan dengan seksama, namun di atas sama sekali tak terdengar suara. Sejak terjatuh ke tangan musuh kali ini, ia menjadi jauh lebih hati-hati dan waspada. Ia tak langsung menerjang keluar dan menunggu di bawah lempengan besi untuk beberapa lama, namun ia masih tak mendengar suara apapun. Setelah yakin bahwa Huang Zhonggong benar-benar tak berada di dalam kamar tidur, ia baru perlahan-lahan mendorong lempengan besi dan melompat ke atas.
 
Ia melompat keluar dari lubang di ranjang, menutup lempengan besi dan mengelar tikar, lalu dengan berjingkat-jingkat berjalan keluar. Mendadak ia mendengar seseorang di belakangnya berkata dengan sedih, "Adik kedua, untuk apa kau turun ke bawah?"
 
Dengan terkejut Linghu Chong berpaling, ia melihat Huang Zhonggong, Tubiweng dan Dan Qingsheng bertiga membawa senjata, mengepung dirinya. Ia tak tahu bahwa di atas pintu rahasia itu ada suatu alat, ketika ia dengan semberono menerjang keluar, alat itu membunyikan bel sehingga menarik Huang Zhonggong bertiga datang kemari. Hanya saja karena ia memakai kedok, dan juga mengenakan jubah Heibaizi, tak ada orang yang mengenalinya. Karena terkejut, Linghu Chong hanya bisa berkata, "Aku......aku......"
 
Dengan dingin Huang Zhonggong berkata, "Kau kenapa? Kulihat dari wajahmu bahwa kau menyembunyikan sesuatu, maka aku sudah menduga bahwa kau ingin mohon Ren Woxing mengajarimu Ilmu Penghisap Bintang, hah, dahulu kau pernah bersumpah apa?"
 
Pikiran Linghu Chong galau, ia tak tahu apa sebaiknya ia harus mengungkapkan jati dirinya, atau tetap menyamar sebagai Heibaizi, untuk sesaat ia tak dapat membuat keputusan, lalu ia menghunus pedang di pinggangnya dan menikam ke arah Tubiweng. Tubiweng berkata dengan gusar, "Kakak kedua yang baik, kau benar-benar ingin berkelahi dengan kami?" Ia mengangkat kuasnya untuk menangkis. Jurus yang dilancarkan Linghu Chong ini hanya jurus tipuan, dengan mengambil kesempatan saat ia menangkis dengan kuasnya, ia segera lari tunggang langgang keluar. Huang Zhonggong bertiga segera mengejarnya.
 
Linghu Chong berlari sekuat tenaga, langkah kakinya amat cepat, dalam sekejap ia telah berlari sampai ke aula besar. Huang Zhonggong berteriak, "Adik kedua, adik kedua, kau mau pergi kemana?" Linghu Chong tak menjawab dan terus berlari sekencang-kencangnya. Tiba-tiba ia melihat seseorang menghadang di depan gerbang seraya berseru, "Tuan kedua, mohon berhenti!"
 
Linghu Chong berlari begitu kencang sehingga ia tak dapat menahan langkahnya, "Bruk!", ia menabraknya dengan keras. Tubrukan itu begitu keras sehingga orang itu melayang dan terjatuh di tempat yang beberapa zhang jauhnya. Ketika Linghu Chong dengan sekilas melihatnya, ternyata ia adalah si 'Pedang Kilat Satu Kata' Ding Jian, yang sekarang terbaring kaku di tanah sehingga bentuk tubuhnya benar-benar seperti 'satu kata'[1], namun tak ada hubungannya dengan kata-kata 'pedang kilat' yang juga menjadi bagian julukannya.
 
Linghu Chong berlari tanpa henti ke sebuah jalan kecil. Begitu Huang Zhonggong dan yang lainnya tiba di gerbang rumah, mereka tak lagi mengejar. Dan Qingsheng berseru, "Kakak kedua, kakak kedua, cepat kembali, semua bisa dibicarakan diantara kita kakak beradik......"
 
* * *
 
Linghu Chong sengaja memilih jalan-jalan kecil yang sepi untuk melarikan diri sampai tiba di hutan belantara yang tak ada orangnya, jelas bahwa ia telah jauh meninggalkan Kota Hangzhou. Ia telah berlari dengan begitu cepat, namun tak nyana saat berhenti ia sama sekali tak merasa lelah, dan juga tak terengah-engah, seakan tenaganya melebihi saat ia belum terluka.
 
Saat itu hari sudah malam dan di sekelilingnya tak ada orang, ia membuka kedoknya dan mendengar suara gemericik air. Ia merasa haus, maka ia segera mengikuti suara air itu hingga tiba di tepi sebuah kali kecil, ketika ia sedang membungkuk untuk meraup air, di bawah sinar bulan terlihat bayangan seseorang terpantul di air, rambutnya berantakan, wajahnya kotor, roman mukanya amat jelek.
 
Linghu Chong terkejut, lalu diam-diam tertawa, setelah terkurung selama beberapa bulan dan tak pernah mandi, tentu saja ia menjadi begitu kotor. Ia langsung merasa sekujur tubuhnya amat gatal, maka ia segera melepaskan bajunya dan melompat ke dalam kali, lalu mandi sepuasnya. Ia berpikir, "Daki yang ada di sekujur tubuhku bisa-bisa ada tiga puluh jinberatnya". Ia mencuci seluruh tubuhnya hingga bersih, setelah kenyang minum air jernih, ia menggulung rambutnya, lalu mengangkat pedang dan mencukur janggut yang tumbuh liar di pipinya. Di air nampaklah wajahnya yang telah kembali ke penampilan aslinya, yang sama sekali berbeda dengan wajah Feng Erzhong yang sembab itu.
 
Saat kembali berpakaian, ia merasakan aliran qi dan darah di dada dan perutnya tak lancar, maka ia segera bersemedi di tepi kali untuk sesaat hingga ia merasa bahwa tenaga dalam di dantiannya telah buyar lewat nadi qi dan kedelapan pembuluh. Dantiannya menjadi seperti ruang kosong dalam sebatang bambu atau sebuah lembah kosong, dan sekujur tubuhnya terasa penuh tenaga, bebas merdeka tanpa batas. Ia tak tahu bahwa ia telah menguasai salah satu kungfu terlihai di dunia ini, delapan aliran hawa murni Enam Dewa Persik dan Biksu Bujie, serta tenaga dalam yang dimasukkan ke dalam tubuhnya oleh Biksu Fangzheng ketika ia berusaha menyembuhkan lukanya di Shaolin, semua telah disalurkan lewat berbagai nadi dan pembuluh serta berubah menjadi miliknya sendiri. Dan ketika ia mencengkeram pergelangan tangan Heibaizi barusan ini, ia telah menghisap seluruh tenaga dalam yang dilatihnya seumur hidup, menyimpannya di dantiannya, lalu menyebarkannya ke nadi qi dan kedelapan pembuluhnya. Ia telah menghimpun tenaga dalam dari banyak jago, oleh karenanya ia merasa amat kuat. Perlu diketahui bahwa walaupun berbagai tenaga dalam yang berlainan dapat dikumpulkan dalam dantian, namun tak dapat digabungkan, begitu dikerahkan, mereka akan saling berbenturan, dan organ-organ dalam tubuh akan terasa seakan diiris-iris dengan pisau. Namun kalau disalurkan melalui nadi dan pembuluh, akan dapat bersatu dan saling memperkuat.
 
Ia melompat, menghunus pedang di pinggangnya dan menebas ranting pohon liu hijau yang tumbuh di tepi kali, pergelangan tangannya sedikit menyungkit, dan dengan suara berdesir pelan, pedangpun kembali tersarung. Kaki kirinya mendarat di tanah, lalu ia mendongak dan melihat lima helai daun liu melayang turun dari angkasa. Untuk kedua kalinya ia menghunus pedang dan membuat sebuah lingkaran di udara, sehingga ia dapat menyambut kelima helai daun itu dengan mata pedangnya. Dengan tangan kirinya ia mengambil sehelai daun dari mata pedang, ia merasa amat girang bercampur heran. Untuk sesaat ia berdiri di tepi kali itu, mendadak rasa duka muncul dalam hatinya, "Kungfuku ini walau bagaimanapun juga tak mungkin dapat diajarkan oleh guru atau ibu guru. Namun aku lebih suka seperti dahulu, tenaga dalam dan ilmu pedangku sama-sama tak berarti, namun hidup bebas dan bahagia di Huashan, bersama dengan adik kecil dari pagi sampai malam, daripada sebatang kara di dunia persilatan seperti ini, bagai setan yang menghantui padang belantara".
 
Ia sadar bahwa ilmu silatnya belum pernah setinggi ini seumur hidupnya, namun ia belum pernah begitu kesepian dan sedih seperti sekarang ini. Wataknya memang suka keramaian, teman-teman dan arak. Selama beberapa bulan terkurung di sel bawah tanah, ia terpaksa sendirian. Saat ini tubuhnya telah bebas, namun ia masih kesepian. Berdiri seorang diri di tepi kali, perasaan girangnya sedikit demi sedikit menghilang, angin sepoi membelai tubuhnya, bulan yang dingin bersinar, duka dalam hatinya tiada batasnya.

Catatan Kaki Penerjemah
 
[1] Huruf 字 (zi) yang berarti 'kata' bentuknya seperti seseorang yang sedang terlentang. 


No Comment
Add Comment
comment url