Pendekar Hina Kelana Bab 36 - Berkabung

     << Bab Sebelumnya - Halaman Utama Pendekar Hina Kelana - Bab Selanjutnya >>

Terjemahan Cersil Pendekar Hina Kelana

oleh Grace Tjan
Cerita asli oleh Jin Yong (Chin Yung / Louis Cha)
Berdasarkan novel edisi ketiga.

[Beberapa tunas kecil telah tumbuh dari kuburan Yue Lingshan. Linghu Chong berpikir, "Sekarang sudah ada tunas-tunas di makam adik magangku. Bagaimana keadaannya di dalam kubur?" Tiba-tiba, suara seruling bambu terdengar dari belakang punggungnya.]

Smiling Proud Wanderer Jilid 4

Bab XXXVI - Berkabung

Bagian Pertama

Yingying khawatir terjadi apa-apa pada Linghu Chong, maka ia segera mengerahkan ilmu ringan tubuhnya, lalu cepat-cepat pergi ke samping kereta, katanya, "Chong ge, ada orang datang!" 

Linghu Chong tertawa dan berkata, "Kau sedang mendengarkan omongan tentang  menyembelih ayam dan memberi makan anjing, benar tidak?" "Cis!", ujar Yue Lingshan, ia berpikir bahwa barusan ini di dalam kereta Yue Lingshan dan Lin Pingzhi memang hendak "menjadi suami istri yang sebenarnya", maka mau tak mau wajahnya terasa panas, katanya, "Mereka.....mereka sedang berbicara tentang berlatih......berlatih Pixie Jianfa". Linghu Chong berkata, "Bicaramu terbata-bata, pasti ada sesuatu hal lain yang aneh, cepat naik kereta dan ceritakanlah padaku, jangan menyembunyikannya". Yingying berkata, "Aku tak mau naik. Sangat tak pantas". Linghu Chong berkata, "Kenapa sangat tak pantas?" Yingying berkata, "Tak tahu!" Saat itu suara derap kaki kuda makin mendekat, Yingying berkata, "Kelihatannya orang-orang itu adalah sisa murid-murid Qingcheng Pai yang belum tewas, mereka pasti datang untuk membalas dendam!" 

Linghu Chong duduk seraya berkata, "Ayo kita perlahan-lahan pergi ke sana selagi masih ada waktu". Yingying berkata, "Baik". Ia tahu bahwa Linghu Chong sangat mengkhawatirkan Yue Lingshan, begitu ada musuh yang datang menyergap, walaupun dirinya terluka parah, ia tetap harus pergi menolongnya. Lagipula kalau ia meninggalkannya sendirian di kereta, sedangkan dirinya pergi menolong Yue Lingshan, ia akan merasa tak tenang, maka ia segera menolongnya turun dari kereta. 

Begitu kaki kiri Linghu Chong menginjak tanah, lukanya terasa agak nyeri sehingga tubuhnya terhuyung-huyung dan membentur poros kereta, keledai penarik kereta masih tak bersuara, namun kereta itu bergoyang-goyang dan keledai itu mengira bahwa ia disuruh menarik kereta ke depan, maka ia mendongak dan hendak meringkik. Pedang pendek Yingying mengayun dan dengan sekali tebas memotong kepala keledai dengan amat cekatan dan rapi. Linghu Chong memuji dengan pelan, "Bagus!" Ia bukan memuji kecepatan ilmu pedangnya, dengan ilmu silat yang dimilikinya, kecepatannya dalam mengayunkan pedang sama sekali tak mengherankan, yang jarang ditemukan ialah kecepatannya dalam mengambil keputusan, tanpa banyak pikir, ia telah berhasil menghentikan keledai itu bersuara sedikitpun. Mengenai siapa yang nanti menarik kereta dan bagaimana mereka dapat meneruskan perjalanan adalah soal nanti. 

Setelah berjalan beberapa langkah, Linghu Chong mendengar bahwa suara derap kaki kuda makin mendekat, maka ia segera mempercepat langkahnya. Yingying berpikir, "Ia hendak mendahului musuh, maka ia berjalan dengan cepat, mau tak mau hal ini akan mempengaruhi keadaan lukanya. Kalau aku mengendongnya di atas punggungku, apakah ia akan merasa malu?" Ia tertawa pelan, lalu berkata, "Chong ge, maafkan aku!" Tanpa menunggu jawabannya, tangan kanannya langsung menarik ikat pinggang di punggung Linghu Chong, sedangkan tangan kirinya menarik kerah bajunya sehingga ia dapat memanggulnya, lalu ia mengerahkan ilmu ringan tubuh dan berjalan dengan cepat menerobos ladang kaoliang. Linghu Chong merasa berterima kasih sekaligus merasa geli, ia berpikir bahwa dirinya adalah ketua Hengshan Pai yang berwibawa, namun ia digendong olehnya seperti bayi saja, kalau sampai dilihat orang ia akan benar-benar kehilangan muka, namun kalau tak begini, mereka akan kedahuluan orang-orang Qingcheng Pai dan xiao shimei akan berada dalam bahaya. Yingying menggunakan cara ini karena ia tahu apa isi hatinya. 

Setelah berlari puluhan langkah, suara para penunggang kuda itu makin dekat, ketika ia berpaling dan melihat ke belakang, di tengah kegelapan malam terlihat sebarisan obor yang diangkat tinggi-tinggi, pembawanya mencongklang di jalan raya menghampiri mereka, ia berkata, "Orang-orang ini nyalinya tak kecil, mereka berani mengejar orang sambil menyalakan obor". Linghu Chong berkata, "Mereka rela mempertaruhkan nyawa untuk menyerang, mereka tak perduli apapun juga, aiyo, celaka!" Yingying juga mempunyai pikiran yang sama, katanya, "Qingcheng Pai hendak membakar kereta". Linghu Chong berkata, "Ayo kita hentikan mereka, jangan sampai mereka mendekat". Yingying berkata, "Tak usah tergesa-gesa, kita akan dapat menyelamatkan kedua orang itu". Linghu Chong tahu ilmu silatnya hebat dan Yu Canghai sudah mati, sedangkan orang-orang sisanya tak berarti, maka hatinya langsung terasa lega. 

Yingying mengangkat Linghu Chong sambil melangkah mendekat hingga mereka hanya terpisah beberapa zhang dari kereta Yue Lingshan, lalu ia memapahnya dan mendudukannya baik-baik di tengah rumpun kaoliang seraya berkata, "Kau duduklah dengan tenang dan jangan bergerak-gerak". 

Terdengar Yue Lingshan berkata dalam kereta, "Musuh hampir tiba, tentunya mereka adalah keparat-keparat Qingcheng Pai itu". Lin Pingzhi berkata, "Dari mana kau tahu?" Yue Lingshan berkata, "Mereka mengambil kesempatan saat kita suami istri terluka dan mengejar kita sambil membawa obor, hah, kurang ajar!" Lin Pingzhi berkata, "Apakah mereka semua membawa obor?" Yue Lingshan berkata, "Benar". Lin Pingzhi telah banyak mengalami kesusahan, ia amat waspada dan jauh lebih cerdas dibandingkan dengan Yue Lingshan, ia cepat-cepat berkata, "Cepat turun dari kereta, keparat-keparat itu hendak membakar kereta!" Yue Lingshan merasa perkataannya ini masuk akal, maka ia berkata, "Benar! Kalau tidak untuk apa semua obor itu?" Ia melompat turun dari kereta sambil mengengam tangan Lin Pingzhi. Lin Pingzhi segera ikut melompat turun. Mereka berdua berjalan beberapa zhang jauhnya, lalu bersembunyi di tengah rumpun kaoliang, tak jauh dari tempat persembunyian Linghu Chong dan Yingying. 

Suara derap kaki kuda menggetarkan telinga, orang-orang Qingcheng Pai mencongklang menghampiri kereta setelah sebelumnya memotong jalan keluar, lalu mengepung kereta itu. Seseorang berkata, "Anjing keparat Lin Pingzhi, apa kau sedang jadi kura-kura? Kenapa kau tak mengeluarkan kepalamu?" Mereka mendengar bahwa dari kereta tak terdengar suara apapun, seseorang berkata, "Jangan-jangan mereka sudah turun dari kereta dan kabur". Terlihat sebatang obor melayang di tengah kegelapan, dilemparkan ke arah kereta. 

Mendadak dari dalam kereta sebuah tangan menjulur, menangkap obor itu, lalu melemparkannya keluar. 

Gerombolan Qingcheng gempar, mereka berseru, "Anjing keparat itu ada dalam kereta! Anjing keparat itu ada dalam kereta!" Linghu Chong dan Yingying melihat dalam kereta ada seseorang yang menyambut obor dan melemparkannya keluar, kejadian ini sama sekali tak mereka duga, mereka sama sekali tak mengira kalau di dalam kereta itu ada seorang bala bantuan tangguh lain. Namun Yue Lingshan amat terkejut, ia dan Lin Pingzhi sudah begitu lama berbicara, namun mereka sama sekali tak tahu bahwa dalam kereta ada orang lain, ia melihat bahwa ketika orang itu melemparkan obor keluar, kekuatan tangannya amat kuat, jelas bahwa ilmu silatnya tak rendah. 

Murid-murid Qingcheng melemparkan delapan batang obor, orang itu menyambutnya satu persatu, lalu melemparkannya keluar satu demi satu pula, walaupun ia tak melukai siapapun, namun murid-murid Qingcheng tak lagi melemparkan obor, mereka hanya mengepung kereta dari jauh sambil berteriak-teriak. Di bawah cahaya api terlihat dengan jelas bahwa tangan orang itu keriput dan kecoklatan serta penuh urat kebiruan yang menonjol, tangan itu adalah milik seorang tua. Seseorang berseru, "Bukan Lin Pingzhi!" Seseorang lain berkata, "Dan juga bukan istrinya!" Seseorang berseru, "Anak kura-kura itu tak berani turun dari kereta, kemungkinan besar ia terluka parah". 

Gerombolan itu ragu-ragu sesaat, mereka melihat bahwa dalam kereta sama sekali tak ada gerakan, mendadak pecahlah suara teriakan, dua puluh orang lebih serentak menerjang ke depan, masing-masing mengangkat pedang dan menusukkanya ke kereta itu. "Krek!", seseorang melompat keluar dari atap kereta, pedang di tangannya berkilauan, ia mendarat di belakang gerombolan murid-murid Qingcheng, lalu mengayunkan pedangnya, dua murid Qingcheng kontan roboh ke tanah. 

Orang itu memakai pakaian berwarna kuning seperti seragam Songshan Pai, wajahnya tertutup kain hitam, hanya menampakkan sepasang bola matanya yang berkilat-kilat. Gerakan pedangnya amat sebat, dalam beberapa jurus, ia telah berhasil menusuk dan menjatuhkan dua murid Qingcheng. Tangan Linghu Chong dan Yingying saling berpegangan, dan pikiran merekapun sama, "Orang ini juga menggunakan Pixie Jianfa". 

Namun melihat dari sosoknya, ia bukan Yue Buqun. Mereka berdua mempunyai pikiran yang sama, "Di dunia ini selain Yue Buqun, Lin Pingzhi dan Zuo Lengchan bertiga, ternyata ada orang keempat yang mampu menggunakan Pixie Jianfa". Yue Lingshan berbisik, "Ilmu pedang yang dipakainya sepertinya sama dengan ilmu pedangmu". "Oh!", ujar Lin Pingzhi, dengan heran ia berkata, "Ia juga bisa menggunakan ilmu pedangku? Apa kau tak salah lihat?" 

Seketika itu juga, tiga orang Qingcheng Pai tertikam pedang. Namun Linghu Chong dan Yingying telah melihat bahwa walaupun ilmu pedang yang digunakan orang ini adalah Pixie Jianfa, namun kecepatannya menghindar, melompat, maju dan mundur masih kalah jauh dari Dongfang Bubai, dan juga tak seperti Yue Buqun dan Lin Pingzhi yang dapat datang dan pergi seperti bayangan, hanya saja ilmu silat aslinya memang sangat tinggi dan jauh lebih hebat dari ilmu silat murid-murid Qingcheng itu. Lagipula, Pixie Jiangfa memang hebat, dan masih berada di atas angin dalam menghadapi musuh. 

Yue Lingshan berkata, "Ilmu pedangnya sangat mirip denganmu, namun gerakannya tak secepat gerakanmu". Lin Pingzhi menghela napas, lalu berkata, "Kalau gerakan tangannya tidak cepat, hal ini tak sesuai dengan prinsip ilmu pedang keluarga kami. Tapi......tapi......siapa dia? Kenapa ia bisa menggunakan ilmu pedang ini?" 

Di tengah suara pertempuran, dada seorang murid Qingcheng kembali tertikam pedangnya, orang itu menjerit keras-keras karena tubuhnya tertembus pedang, sedangkan seorang lainnya terpotong di pinggangnya hingga menjadi dua. Keberanian orang-orang lainnya menghilang dan mereka buyar ke segala penjuru. Orang itu berseru sambil menerjang ke depan. "Ah!", seorang murid Qingcheng berteriak, lalu berpaling dan berlari, orang-orang lainnya berbondong-bondong melarikan diri bagai segerombolan lebah. Ada dua orang yang menunggang kuda, sedangkan yang tak punya tunggangan lari bagai terbang, dalam sekejap mereka entah sudah lari kemana. 

Orang itu jelas nampak agak kelelahan, ia bertumpu pada pedangnya sambil tak henti-hentinya terengah-engah. Dari suara napasnya yang terengah-engah, Linghu Chong dan Yingying tahu bahwa walaupun hanya bertarung sebentar, orang itu telah menghabiskan banyak tenaga dalam dan kemungkinan besar juga telah menderita luka dalam yang cukup parah. 

Saat itu di atas tanah masih terdapat tujuh atau delapan obor yang masih menyala, apinya berkobar-kobar sehingga keadaan sebentar gelap dan sebentar terang. 

Setelah orang tua berbaju kuning itu terengah-engah selama beberapa saat, ia mengangkat pedangnya, perlahan-lahan memasukannya ke dalam sarungnya, lalu berkata, "Lin Saoxia, Nyonya Lin, aku diperintahkan Ketua Zuo dari Songshan Pai untuk  datang menyelamatkan kalian". Ia berbicara dengan amat lirih, suaranya serak, setiap kata yang diucapkannya tidak jelas, seakan mulutnya tersumpal sesuatu atau lidahnya terpotong, suaranya tertahan di tenggorokannya. 

Lin Pingzhi berkata, "Terima kasih atas bantuan tuan, mohon beritahukan nama tuan yang mulia". Sambil berbicara ia dan Yue Lingshan keluar dari tengah rumpun kaoliang. Orang tua itu berkata, "Ketua Zuo mendengar bahwa Lin Saoxia dan nyonya membuat perhitungan dengan orang jahat dan terluka parah, maka ia memerintahkan caixia untuk mengawal kalian berdua ke tempat yang aman untuk menyembuhkan luka, kujamin ayah mertuamu tak akan bisa menemukannya". 

Yingying, Lin Pingzhi dan Yue Lingshan sama-sama berpikir, "Dari mana Zuo Lengchan tahu tentang semua ini? Hmm, orang ini berada di dalam kereta, ia tentunya sudah mendengar semuanya". Tapi Linghu Chong tak mengerti maksud perkataan "kujamin ayah mertuamu tak akan bisa menemukannya" itu. 

Lin Pingzhi berkata, "Aku sangat berterima kasih atas maksud baik Ketua Zuo dan tuan. Mengenai menyembuhkan luka, caixia masih dapat melakukannya sendiri, aku tak berani merepotkan tuan". Orang tua itu berkata, "Sepasang mata saoxia telah luka terkena racun si Bongkok Dari Utara, racun itu tak hanya sukar disembuhkan, racun yang dipakai orang ini juga sangat ganas, kalau tak diobati Ketua Zuo sendiri, jangan-jangan......jangan-jangan......nyawa saoxia juga sulit dipertahankan". 

Sejak Lin Pingzhi terkena racun Mu Gaofeng, mata dan wajahnya terasa amat gatal sampai ia ingin mencungkil matanya sendiri, namun ia berusaha sekuat tenaga menahannya, ia tahu bahwa perkataan orang itu benar. Dengan ragu-ragu ia berkata, "Caixia sama sekali bukan kerabat atau teman Ketua Zuo, kenapa beliau begitu baik padaku? Kalau tuan tak berkata terus terang, akan sulit bagiku untuk menerimanya". 

Orang tua itu tertawa terkekeh-kekeh, lalu berkata, "Orang yang punya musuh bersama seperti kerabat dan teman saja. Sepasang mata Ketua Zuo dilukai Yue Buqun, sedangkan kalau dicari sumbernya, mata tuan juga terluka karena Yue Buqun. Yue Buqun tahu bahwa saoxia sudah mempelajari Pixie Jianfa, kalaupun saoxia bersembunyi di ujung dunia, ia akan tetap mengejar dan membunuhmu. Saat ini ia telah menjadi ketua Wuyue Pai, pengaruhnya besar, saoxia mana bisa sendirian melawannya? Lagipula.....lagipula......hehehe, putri kandung kesayangan Yue Buqun siang malam selalu menemani saoxia, walaupun saoxia punya kepandaian setinggi langit tetap akan sukar untuk menghindari tipu muslihat musuh dalam selimut......" 

Sekonyong-konyong Yue Lingshan berteriak keras-keras, "Er shige, kau rupanya!" 

Ketika ia berteriak, sekujur tubuh Linghu Chong terguncang. Setelah mendengarkan perkataan orang tua itu, walaupun suaranya sangat tak jelas, namun nada bicaranya sangat akrab di telinganya, ia merasa bahwa orang ini adalah seseorang yang dikenalnya. Begitu mendengar teriakan Yue Lingshan, ia langsung sadar bahwa orang ini adalah Lao Denuo. Hanya saja sebelumnya ia telah mendengar Yue Lingshan berkata bahwa Lao Denuo sudah tewas dibunuh orang di Fuzhou, sehingga ia sama sekali tak menyangka bahwa orang itu adalah Lao Denuo, kalau begitu kabar tentang kematiannya yang disampaikan Yue Lingshan sama sekali tak benar, 

Terdengar Lao Denuo tertawa sinis, lalu berkata, "Ternyata budak ini cerdik juga, bisa mengenali suaraku". Ia tak lagi berbicara dengan suara yang dibuat-buat, lafalnya jelas, dia memang Lao Denuo. 

Yue Lingshan berkata, "Er shige, kau pura-pura mati dibunuh orang di Fuzhou, apakah kau juga yang membunuh ba shige[1]?"

Lao Denuo mendengus, lalu berkata, "Bukan.Ying Bailuo cuma anak ingusan yang tak ada artinya, untuk apa aku membunuhnya?" 
Yue Lingshan membentak, "Kau masih bisa menyangkal? Dia.....yang menikam punggung Xiao Linzhi juga kaulah orangnya. Selama ini aku salah menuduh da shige. Hah, ternyata ini semua perbuatan baikmu, selain itu kau juga membunuh seorang tua dan merusak mukanya, lalu mengenakan pakaianmu pada mayatnya sehingga semua orang mengira kau dibunuh orang". Lao Denuo berkata, "Dugaanmu benar, kalau tidak begitu, mana mungkin Yue Buqun akan dengan gampang melepaskanku? Tapi bukan aku yang menikam punggung Lin Saoxia". Yue Lingshan berkata, "Bukan kau? Memangnya ada orang lain?" 

Lao Denuo berkata dengan sinis, "Dia bukan orang lain, dia adalah ayahandamu yang mulia". Yue Lingshan berseru, "Omong kosong! Kau sendirlah yang berbuat jahat tapi malah memfitnah orang lain. Ayahku baik-baik saja, untuk apa ia ingin menikam Adik Ping?" Lao Denuo berkata, "Sebab saat itu ayahmu telah memperoleh Pixie Jianpu dari Linghu Chong. Kitab pedang ini adalah barang milik keluarga Lin, maka orang pertama yang hendak dibunuh Yue Buqun adalah Adik Pingmu. Selama Lin Pingzhi hidup di dunia ini, bagaimana ayahmu bisa mempelajari Pixie Jianfa?" 

Untuk sesaat Yue Lingshan tak berbicara apa-apa, dalam lubuk hatinya yang terdalam, ia sadar bahwa perkataan itu sangat masuk akal, namun ia sama sekali tak mau percaya bahwa ayahnya tiba-tiba menyergap Lin Pingzhi. Ia berulang-ulang berkata, "Omong kosong", lalu berkata, "Kalau ayah ingin membunuh Adik Ping, masa ia tak bisa membunuhnya dengan sekali menikam saja?" 

Mendadak Lin Pingzhi berkata, "Memang Yue Buqunlah yang menikamku, perkataan er shige itu benar". 

Yue Lingshan berkata, "Kau.....kau.....kenapa kau berkata begitu?" 

Lin Pingzhi berkata, "Yue Buqun menikam punggungku, aku terluka parah dan sadar bahwa aku tak bisa membalas, maka setelah tersungkur ke tanah, aku segera diam dan berpura-pura mati. Saat itu aku masih tak tahu bahwa yang menyergapku adalah Yue Buqun, tapi Dalam keadaan setengah sadar aku mendengar teriakan ba shige, ia berteriak, 'Shifu!' Teriakannya itu menyelamatkan nyawaku, tapi membuat ia sendiri kehilangan nyawanya". Yue Lingshan berkata dengan kaget, "Katamu.....katamu ba shige juga dibunuh ayah?" Lin Pingzhi berkata, "Tepat sekali! Aku hanya mendengar ba shige berseru, 'Shifu!', lalu menjerit mengenaskan. Setelah itu aku pingsan dan tak tahu apa-apa lagi". 

Lao Denuo berkata, "Sebenarnya Yue Buqun ingin menikammu sekali lagi, tapi ketika aku mengawasi keadaan dari tengah kegelapan, aku batuk-batuk pelan. Oleh karenanya Yue Buqun tak berani berlama-lama dan segera kembali ke kamarnya. Saudara Lin, boleh dikatakan bahwa batukku itu menyelamatkan nyawamu". 

Yue Lingshan berkata, "Kalau ayahku benar-benar ingin mencelakai kalian, setelah itu.....setelah itu sangat banyak kesempatan, kenapa ia belum juga turun tangan?" Lin Pingzhi tertawa sinis, lalu berkata, "Sejak itu aku selalu amat waspada, supaya ia tak punya kesempatan untuk turun tangan lagi. Terima kasih padamu, karena seharian aku selalu bersamamu, kalau ia ingin membunuhku juga tidak gampang". Yue Lingshan berkata sambil menangis, "Ternyata.....ternyata......kau menikahi untuk mengelabui orang, dan juga.....juga.....menggunakanku sebagai tameng". 

Lin Pingzhi tak menghiraukannya, ia berkata kepada Lao Denuo, "Saudara Lao, kapan kau bergabung dengan Ketua Zuo?" Lao Denuo berkata, "Ketua Zuo adalah guruku yang berbudi, aku adalah murid ketiga beliau". Lin Pingzhi berkata, "Rupanya kau telah pindah ke Songshan Pai". Lao Denuo berkata, "Aku bukannya pindah ke Songshan Pai. Dari dulu aku murid Songshan Pai, namun aku diperintahkan guru yang berbudi masuk Huashan Pai untuk menyelidiki ilmu silat Yue Buqun dan aktivitas Huashan Pai". 

Linghu Chong mendadak sadar. Semua orang di perguruan mereka tahu bahwa saat berguru Lao Denuo sudah mempunyai kepandaian, tapi ilmu silat yang diperlihatkannya campur aduk dan biasa-biasa saja, seperti ilmu silat yang berasal dari sekitar Yungui, ia sama sekali tak menduga bahwa ia adalah murid senior Songshan Pai. Ternyata maksud Zuo Lengchan mencaplok keempat perguruan sudah lama dipendamnya, dari dulu ia telah menjalankan langkah ini; sangat masuk akal kalau Lao Denuo membunuh Lu Dayou dan mencuri kitab rahasia Ilmu Awan Lembayung, hal ini sama sekali tak mengherankan. Bahkan shifu yang sangat waspada juga kena ditipunya. 

Setelah merenung beberapa saat, Lin Pingzhi berkata, "Begitu rupanya, Saudara Lao mengambil kitab rahasia Ilmu Awan Lembayung dan Pixie Jianfa dari Huashan, lalu membawanya ke Songshan, sehingga Ketua Zuo dapat mempelajari ilmu pedang ini, jasamu tidaklah kecil". 

Linghu Chong dan Yingying diam-diam mengangguk, pikir mereka, "Oleh karenanya Zuo Lengchan dan Lao Denuo dapat menggunakan Pixie Jianfa, ternyata begitu kejadiannya. Otak Lin Pingzhi sangat cepat kerjanya". 

Lao Denuo berkata dengan penuh kebencian, "Aku tak bisa menyembunyikannya darimu, Saudara Lin, aku dan kau berdua, dan juga guruku yang berbudi, telah tumbang di tangan pengkhianat keparat Yue Buqun ini. Orang ini sangat licin dan kita berdua telah terkena perangkap berbisanya". Lin Pingzhi berkata, "Hei, aku paham. Pixie Jianpu yang dicuri Saudara Lao telah diubah oleh Yue Buqun, oleh karena itu Pixie Jianfa yang digunakan Ketua Zuo dan Saudara Lao berbeda dengan milik lawan". 

Sambil menggertakkan gigi Lao Denuo berkata, "Dahulu ketika aku menyusup ke Huashan Pai, ternyata Yue Buqun sejak awal mulanya telah mengetahui penyamaranku, tapi ia diam saja sambil diam-diam mengawasi gerak-gerikku. Hari itu di Fuzhou, setelah aku ketahuan mencuri kitab rahasia Ilmu Awan Lembayung, aku tak bisa berada di dalam Huashan Pai lagi, tapi aku tetap diam-diam mengikutinya dan mengawasi setiap gerak-geriknya. Siapa yang tahu bahwa ia ternyata membiarkanku mencuri kitab pedang palsu, sehingga guruku yang berbudi tak dapat mempelajarinya secara utuh. Ilmu pedang dalam Pixie Jianpu yang ditulis Yue Buqun kelihatannya hebat tapi sama sekali salah, dan sama sekali tak memuat cara melatih tenaga dalam. Saat pertandingan hidup dan mati tiba, ia memancing guruku yang berbudi untuk menggunakan ilmu pedang ini, ilmu pedang palsu dihadapkan pada yang asli, maka tentu saja ia meraih kemenangan. Kalau tidak bagaimana jabatan ketua itu bisa jatuh ke tangannya?" 

Lin Pingzhi menghela napas, lalu berkata, "Yue Buqun begitu licin dan berbahaya, kita berdua telah masuk jebakannya". 

Lao Denuo berkata, "Guruku yang berbudi sangat mengerti persoalan ini, walaupun aku merusak urusan besarnya, namun ia sama sekali tak menyalahkanku, tapi sebagai murid, hatiku mana bisa tenteram? Walaupun aku harus mendaki gunung golok dan masuk dalam minyak mendidih, aku harus membunuh si pengkhianat Yue Buqun itu dan membalaskan dendam guru yang berbudi". Nadanya ketika mengucapkan perkataan itu penuh amarah, jelas bahwa rasa benci dalam hatinya amat mendalam. 

Lin Pingzhi mendehem. Lao Denuo kembali berkata, "Setelah mata guruku yang berbudi rusak, beliau menyepi di puncak Songshan. Di puncak barat juga ada belasan orang yang matanya rusak, mereka semua dicelakai oleh Yue Buqun dan Linghu Chong. Saudara Lin, ikutlah aku menghadap guru yang berbudi, kau adalah satu-satunya ahli waris Perguruan Pedang Penakluk Kejahatan keluarga Lin dari Fuzhou, jadi kau adalah ketua Perguruan Pedang Penakluk Kejahatan, guruku yang berbudi akan memperlakukanmu dengan sangat hormat. Kalau matamu bisa disembuhkan, tentunya paling baik, tapi kalau tidak, kau dapat menyepi bersama guruku yang berbudi untuk merencanakan pembalasan dendam kesumat ini, bukankah ini sesuatu yang sangat baik?" 

Ketika perkataan itu diucapkan, jantung Lin Pingzhi berdebar-debar, ia berpikir bahwa sepasang matanya telah terkena racun dan tak ada harapan untuk sembuh, penyembuhan itu hanyalah harapan kosong untuk menghibur diri sendiri saja, namun ia dan Zuo Lengchan sama-sama telah menjadi buta sehingga ia merasa bersimpati lantaran senasib, selain itu mereka juga punya musuh bersama, semuanya ini sangat baik, tapi ia tahu bahwa cara-cara Zuo Lengchan amat lihai, kalau ia tiba-tiba baik pada dirinya seperti ini, pasti ada udang dibalik batu, maka ia berkata, "Caixia tak tahu bagaimana harus membalas budi atas maksud baik Ketua Zuo ini. Apakah Saudara Lao sudi menerangkannya terlebih dahulu?" 

Lao Denuo tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Saudara Lin adalah orang yang sangat pintar, setelah kita bergabung nanti, semua akan menjadi jelas. Aku telah mengambil kitab pedang yang tak utuh dan tak asli dari tangan Yue Buqun, sehingga kami guru dan murid sama-sama tertipu, tentu saja kami merasa tak rela. Di sepanjang jalan aku melihat Saudara Lin mengerahkan ilmumu yang hebat, dan menggunakan Pixie Jianfa untuk membunuh Mu Gaofeng dan mengeksekusi Yu Canghai sehingga badut-badut Qingcheng itu langsung buyar berantakan. Jelas bahwa ilmumu itu adalah Pixie Jianfa yang asli, aku sangat mengagumimu, dan juga sangat iri padamu....." Sekarang Lin Pingzhi tahu maksudnya, maka ia berkata, "Maksud Saudara Lao adalah supaya aku mengambil Pixie Jianpu yang asli dan membiarkan kalian guru dan murid melihatnya?" Lao Denuo berkata, "Kitab itu adalah kitab pusaka keluarga Saudara Lin, orang luar tak boleh mengintipnya. Tapi sejak saat ini kita bersumpah darah untuk bersekutu guna membunuh Yue Buqun. Kalau mata Saudara Lin dalam keadaan sehat, sedangkan usiamu masih muda dan kuat, kau tak perlu takut padanya. Tapi dalam keadaan seperti sekarang ini, hanya kalau guruku yang terhormat dan diriku mempelajari Pixie Jianfa, lalu kita bertiga bergabung, barulah kita mempunyai harapan untuk membunuh Yue Buqun, maka mohon Saudara Lin jangan menyalahkanku". 

Lin Pingzhi berpikir bahwa matanya sudah buta, ia benar-benar tak tahu bagaimana ia dapat bertahan, lagipula kalau ia tak setuju, Lao Denuo dapat memaksanya dan membunuh dirinya dan Yue Lingshan berdua. Kalau Lao Denuo bersikap tulus, tawarannya ini lebih banyak untung daripada ruginya, maka ia berkata, "Kalau Ketua Zuo dan Saudara Lao sudi berserikat dengan caixia, caixia merasa mendapat kehormatan. Keluarga caixia sudah tercerai berai, mataku telah buta sehingga aku menjadi seorang cacat, walaupun hal ini disebabkan karena perbuatan Yu Canghai, namun tipu muslihat Yue Buqun juga menjadi penyebabnya, caixia dan kalian guru dan murid yang terhormat sama-sama ingin membunuh Yue Buqun. Setelah kita berserikat, caixia mana berani menyimpan Pixie Jianpu ini untuk diriku sendiri, tentu saja aku akan mengeluarkannya agar bisa dipelajari kalian guru dan murid berdua". 

Lao Denuo amat girang, katanya, "Saudara Lin sangat murah hati, kalau kami guru dan murid dapat melihat rumus Pixie Jianpu yang asli tentunya kami amat berterima kasih, sejak saat ini Saudara Lin akan menjadi tamu kehormatan Songshan Pai kami. Kau dan aku akan menjadi seperti saudara dan tak akan berpisah lagi". Lin Pingzhi berkata, "Terima kasih banyak. Setelah aku ikut Saudara Lao pulang ke Songshan, aku akan segera membacakan seluruh rumus Pixie Jianpu yang asli". Lao Denuo berkata, "Membacakannya?" 

Lin Pingzhi berkata, "Tepat sekali. Saudara Lao tidak tahu, rumus Pixie Jianpu ini ditulis oleh kakek buyut keluarga kami, Kakek Yuantu, di atas sehelai jiasha. Jiasha ini dicuri oleh Yue Buqun, lalu ia mencuri ilmu pedang keluarga kami. Setelah itu, karena beberapa kebetulan yang aneh, jiasha itu jatuh ke tanganku. Adik sangat takut Yue Buqun memergokiku, maka aku langsung menghafalkannya, lalu segera menghancurkan jiasha itu. Kalau aku menyembunyikan jiasha itu di tubuhku, dengan istri tercintaku yang selalu menemaniku ini, si marga Lin ini mana bisa masih hidup sampai hari ini?" 

Selama ini Yue Lingshan hanya mendengarkan di sisinya saja, tapi begitu mendengar ia menyindir dirinya seperti itu, tangisnya kembali meledak, sambil tersedu sedan ia berkata, "Kau......kau......" 

Di dalam kereta Lao Denuo telah mendengar percakapan suami istri itu, ia tahu bahwa perkataan Lin Pingzhi bukan ancaman kosong belaka, maka ia berkata, "Begitu sangat baik, bagaimana kalau kita bersama-sama kembali ke Songshan?" Lin Pingzhi berkata, "Bagus sekali". Lao Denuo berkata, "Kita harus meninggalkan kereta dan naik kuda lewat jalan-jalan kecil, kalau kita sampai berjumpa dengan Yue Buqun di jalan, kita bukan tandingannya". Ia berpaling ke arah Yue Lingshan dan berkata, "Xiao shimei, sejak saat ini apa kau akan membantu ayahmu? Atau membantu suamimu?" 

Yue Lingshan menghentikan tangisnya, lalu berkata, "Aku tak akan membantu mereka berdua! Aku.....adalah orang yang bernasib buruk, besok aku akan menjadi orang beragama, dan sejak saat ini tak akan menemui ayah atau suamiku lagi". 

Lin Pingzhi berkata dengan sinis, "Memang kau sepantasnya jadi biksuni di Hengshan". Yue Lingshan berkata dengan gusar, "Lin Pingzhi, kalau pada saat kau tak punya jalan keluar, ayahku tak menolongmu, kau sudah lama mati di tangan Mu Gaofeng. Mana ada hari ini? Kalaupun ayahku berbuat salah, aku Yue Lingshan tak berbuat kesalahan padamu. Apa maksudmu berkata demikian?" 

Lin Pingzhi berkata, "Apa maksudku? Aku hendak menjelaskan isi pikiranku pada Ketua Zuo". Nada bicaranya menyeramkan. 

"Ah!", mendadak Yue Lingshan menjerit mengenaskan.

Linghu Chong dan Yingying serentak berseru, "Celaka!" Mereka melompat keluar dari tengah rumpun kaoliang. Linghu Chong membentak, "Lin Pingzhi, jangan mencelakai xiao shimei!" 

Saat ini Lao Denuo paling jeri pada Yue Buqun dan Linghu Chong berdua. Begitu ia mendengar suara Linghu Chong, nyalinya langsung terbang ke langit, ia segera mencengkeram lengan kiri Lin Pingzhi dan melompat ke punggung kuda tunggangan salah seorang murid Qingcheng, lalu sepasang kakinya menjepit dan ia melarikan kuda itu seperti kesetanan.

* * *

Linghu Chong mengkhawatirkan keselamatan Yue Lingshan sehingga ia tak sempat mengejar musuh, ia melihat Yue Lingshan tergeletak di kursi kusir kereta, dadanya tertembus sebilah pedang, ketika ia merasakan hembusan napasnya, tarikan napasnya tinggal satu-satu. 

Linghu Chong berseru keras-keras, "Xiao shimei, xiao shimei!" Yue Lingshan berkata, "Kau.....kau da shige?" Linghu Chong kegirangan, katanya, "Ini.....ini aku". Ia langsung hendak mencabut pedang di dadanya, namun Yingying segera menghalanginya seraya berkata, "Jangan cabut pedangnya". 

Linghu Chong melihat bahwa pedang itu telah masuk sedalam setengah chi dan telah menimbulkan luka yang mematikan, kalau dicabut, Yue Lingshan akan langsung berhenti bernapas dan tewas. Melihatnya tak bisa diselamatkan lagi, hatinya amat berduka, sambil menangis ia berseru-seru, "Xiao......xiao shimei!" 

Yue Lingshan berkata, "Da shige, kau menemaniku, bagus sekali. Adik Ping.....Adik Ping, dia sudah pergi?" Sambil mengertakkan giginya dan menangis, Linghu Chong berkata, "Kau jangan khawatir. Aku pasti akan membunuhnya untuk melampiaskan dendammu". Yue Lingshan berkata, "Jangan, jangan! Matanya tak bisa melihat, kalau kau hendak membunuhnya, ia tak bisa melawan. Aku......aku mau ke tempat mama". Linghu Chong berkata, "Baik. Aku akan mengantarmu ke tempat shiniang". Yingying mendengar bahwa suaranya makin lama makin lirih, hidupnya tinggal sesaat lagi, tak terasa air matanya mengalir. 

Yue Lingshan berkata, "Da shige, kau.....kau selalu amat baik padaku, maafkan aku. Aku.....aku akan mati". Dengan air mata berlinang, Linghu Chong berkata, "Kau tak akan mati, ayo kita cari jalan untuk menyembuhkanmu". Yue Lingshan berkata, "Aku......aku kesakitan......sakit sekali. Da shige, aku mohon satu hal darimu, kau harus berjanji padaku". Linghu Chong mengenggam tangan kirinya seraya berkata, "Katakanlah......katakanlah, aku pasti akan menyanggupinya". Yue Lingshan menghela napas, lalu berkata, "Kau.....kau.....tak akan mau berjanji......lagipula....aku terlalu merepotkanmu". Suaranya makin lama makin lirih, napasnyapun makin lemah.

Linghu Chong berkata, "Aku pasti akan menyanggupinya, katakanlah". Yue Lingshan berkata, "Apa katamu?" Linghu Chong berkata, "Aku pasti akan menyanggupinya, kau ingin aku melakukan apapun, pasti akan kulakukan". Yue Lingshan berkata, "Da shige, suamiku......Adik Ping.....dia......matanya buta......sangat menyedihkan......apa kau sudah tahu?" Linghu Chong berkata, "Ya, aku tahu". Yue Lingshan berkata, "Di dunia ini ia sebatang kara, semua orang.....semua orang menganiaya dia. Da shige......setelah aku mati nanti, jagalah dia sebisamu, jangan......jangan biarkan ia dianiaya orang......" 

Linghu Chong tertegun, ia sama sekali tak menduga bahwa setelah Lin Pingzhi membunuh istrinya dengan telengas, saat nyawa Yue Lingshan berada di ujung tanduk, tak nyana ia masih tak bisa melupakan cintanya pada suaminya itu. Saat itu Linghu Chong sangat ingin membekuk Lin Pingzhi dan mencincangnya, sangat sukar baginya untuk mengampuninya nyawanya, bagaimana ia bisa menyanggupi akan melindungi pengkhianat yang tak tahu berterima kasih ini?

Yue Lingshan berkata, "Da shige......Adik Ping.......tidak sungguh-sungguh bermaksud membunuhku.....ia takut pada ayah.....maka ia hendak berlindung pada Zuo Lengchan, dan terpaksa......terpaksa menikamku......" 

Linghu Chong berkata dengan geram, "Keparat egois dan tak tahu berterima kasih seperti ini masih......masih kau urusi?" 

Yue Lingshan berkata, "Dia......dia bukan sengaja ingin membunuhku, tapi.....tapi cuma sesaat lepas kendali. Da shige......kumohon padamu, kumohon padamu untuk menjaga dia....." Sinar mentari yang sedang tenggelam menyinarinya wajahnya, sinar matanya terlihat bingung dan tak berekspresi, sepasang bola matanya nampak keruh, tak jernih dan bersinar-sinar seperti biasanya, pipinya yang seputih salju terpercik beberapa tetes darah, ekspresi wajahnya tulus memohon-mohon. 

Linghu Chong mengenang kejadian belasan tahun silam, ketika ia dan xiao shimei bersama-sama berpesiar keliling Huashan, setiap kali ia memintanya untuk berbuat sesuatu, ekspresinya selalu tulus memohon-mohon seperti ini, dan tak perduli betapa sulitnya permintaan itu, betapa bertentangannya dengan kehendak hatinya, ia tak pernah bisa menolaknya, namun permohonannya saat ini penuh rasa duka yang tak terperi. Yue Lingshan tahu bahwa ia akan segera wafat, sebentar lagi ia tak akan punya kesempatan untuk memohon apapun pada Linghu Chong, permintaan ini adalah permintaannya yang terakhir dan paling mendesak. 

Seketika itu juga, darah panas dalam dada Linghu Chong bergolak, ia tahu bahwa kalau ia berjanji, di kemudian hari akan muncul masalah yang tiada habisnya, dan ia juga akan terpaksa melakukan berbagai hal yang bertentangan dengan keinginannya, namun begitu melihat raut wajah dan nada bicara Yue Lingshan yang begitu berduka dan penuh permohonan, ia segera berkata, "Baiklah, aku berjanji, kau jangan khawatir". 

Yingying yang ikut mendengarkan di sampingnya, tak bisa menahan diri untuk tak menyela, "Kau.....mana bisa berjanji padanya?" 

Yue Lingshan mengenggam tangan Linghu Chong erat-erat seraya berkata, "Da shige, banyak......banyak terima kasih......sekarang aku bisa.....bisa tenang". Mendadak matanya bersinar-sinar, seulas senyum kecil muncul di bibirnya, raut wajahnya nampak amat puas. 

Ketika melihat ekspresinya itu, Linghu Chong berpikir, "Untuk melihatnya begitu berbahagia seperti ini, kesulitan maupun penderitaan apapun rela kujalani demi dia". 

Sekonyong-konyong, Yue Lingshan menyanyi dengan lembut. Dada Linghu Chong seakan dipukul kuat-kuat ketika mendengar bahwa yang dinyanyikannya memang adalah lagu rakyat Fujian, ia mendengarnya menyanyikan melodi, 'Saudari-saudari, mari naik gunung memetik teh', itu adalah lagu rakyat Fujian yang diajarkan Lin Pingzhi kepadanya. Saat itu di Siguoya hatinya terasa remuk redam karena mendengarnya menyanyikan lagu rakyat ini. Saat ini Yue Lingshan kembali menyanyikannya, tentunya karena ia terkenang akan saat-saat bahagia percintaannya dengan Lin Pingzhi di Huashan. 

Suara nyanyiannya makin lama makin lirih, dan ia perlahan-lahan melepaskan tangan Linghu Chong yang digenggamnya, akhirnya telapak tangannya membuka, sedikit demi sedikit matanya terpejam, suara nyanyiannya berhenti dan napasnyapun putus. 

Hati Linghu Chong seakan tenggelam, seakan seluruh dunia mendadak ikut mati, ia hendak menangis keras-keras, namun tangisnya tak bisa keluar. Ia mengangsurkan sepasang tangannya untuk membopong Yue Lingshan seraya berkata dengan lembut, "Xiao shimei, xiao shimei, kau jangan takut! Aku akan membopongmu ke tempat mamamu, tak ada orang yang akan menganiayamu lagi". 

Yingying melihat bahwa baju di punggungnya berwarna merah tua, jelas bahwa lukanya telah kembali terbuka sehingga darah tak henti-hentinya mengucur, bercak-bercak darah di pakaiannya makin lama makin besar, namun dalam situasi ini, ia tak tahu bagaimana sebaiknya ia harus menghiburnya. Sambil membopong jasad Yue Lingshan, Linghu Chong berjalan dengan bingung belasan langkah jauhnya, ia hanya terus berkata, "Xiao shimei, kau jangan takut, jangan takut! Aku bopong kau untuk menemui shiniang". Mendadak kedua lututnya lemas, ia tersungkur ke tanah dan langsung tak sadarkan diri. 

* * * 

Dalam keadaan setengah sadar, telinganya mendengar suara dentang-denting kecapi yang merdu, menyusul suara kecapi itu berulang, melodinya sudah dikenalnya dengan akrab, begitu mendengarnya ia merasakan rasa nyaman yang tak terlukiskan. Ia merasa sekujur tubuhnya lemah tak berdaya, bahkan membuka kelopak matanyapun ia malas, ia hanya berharap dapat selamanya mendengarkan suara kecapi itu tanpa ada putus-putusnya. Benar saja, suara kecapi sama sekali tak berhenti, setelah mendengarkannya untuk beberapa saat, iapun kembali tertidur pulas. 

Ketika ia terbangun untuk yang kedua kalinya, dalam telinganya masih terdengar suara kecapi yang lembut dan indah, sedangkan hidungnya mencium keharuman bunga-bunga. Ia perlahan-lahan membuka matanya, dilihatnya bahwa sekelilingnya penuh bunga, bunga merah, putih, kuning dan ungu memenuhi pandangan matanya, pikirnya, "Tempat apa ini?" Ia mendengar suara kecapi berulang, lagu itu adalah 'Qingxin Pushan Zhou' yang biasa dimainkan oleh Yingying, ia berpaling dan melihat punggung Yingying, Yingying duduk di atas tanah, sedang menabuh kecapi. Ia memperhatikan tempat di sekelilingnya, sepertinya ia berada di dalam sebuah gua di pegunungan, sinar mentari menyorot masuk dari pintu gua, sedangkan dirinya sendiri terbaring diatas tumpukan rumput yang empuk. 

Linghu Chong berusaha untuk duduk sehingga rumput hijau yang menjadi alas tidurnya bergemerisik. Suara kecapi sekonyong-konyong berhenti, Yingying berpaling ke arahnya, wajahnya penuh rasa girang. Ia perlahan-lahan melangkah menghampirinya dan duduk di sisinya, lalu memandanginya, wajahnya penuh rasa cinta. 

Seketika itu juga, hati Linghu Chong penuh rasa bahagia, karena tahu dirinya pingsan akibat kematian Yue Lingshan yang mengenaskan, Yingying menolong dan membawanya ke gua di pegunungan ini, mendadak hatinya berduka, namun sedikit demi sedikit ia merasakan kehangatan yang tak terperi memancar dari pandangan mata Yingying. Mereka berdua saling berpandangan dengan mesra, dan untuk waktu yang lama tak berkata apa-apa.

Linghu Chong mengangsurkan tangan kirinya dan dengan lembut membelai-belai punggung tangan Yingying, tiba-tiba dari tengah keharuman bunga menyeruak aroma daging panggang. Yingying mengambil sebatang ranting pohon, di ranting itu tersunduk beberapa ekor kodok panggang, sambil tersenyum ia berkata, "Sudah gosong!" Linghu Chong tertawa terbahak-bahak. Mereka berdua terkenang kejadian saat mereka menangkap dan memanggang kodok di tepi kali kecil. 

Ketika mereka makan kodok yang kedua kalinya ini, berbagai kejadian tak terduga telah terjadi silih berganti, namun toh mereka berdua akhirnya bisa bersama, 

Setelah tertawa beberapa kali, hati Linghu Chong terasa pedih, air matanyapun bercucuran. Yingying membantunya duduk, lalu menunjuk ke sebuah makam baru diluar gua, dengan lirih ia berkata, "Nona Yue dimakamkan disana". Sambil menahan tangis, Linghu Chong berkata, "Banyak......banyak terima kasih". Yingying perlahan-lahan mengangguk seraya berkata, "Tak usah banyak berterima kasih. Setiap orang mempunyai takdirnya sendiri-sendiri, dan juga karmanya sendiri-sendiri pula". Diam-diam Linghu Chong merasa menyesal, katanya, "Yingying, aku tak pernah bisa melupakan xiao shimei, kuharap kau tak tersinggung". 

Yingying berkata, "Tentu saja aku tak bisa menyalahkanmu. Kalau kau benar-benar seorang lelaki yang licin dan suka main perempuan, aku tak mungkin begitu menghargaimu seperti ini". Dengan lirih ia berkata, "Aku mulai......mulai jatuh hati padamu ketika dari balik tirai bambu di Lorong Bambu Hijau di Luoyang, kau bercerita padaku betapa kau menyayangi xiao shimeimu. Nona Yue sebenarnya seorang gadis yang baik, tapi dia......dia tak berjodoh denganmu. Seandainya kau tak sejak kecil tumbuh besar bersamanya, kemungkinan besar begitu melihatmu, ia akan langsung menyukaimu". 

Linghu Chong merenung untuk beberapa saat, lalu menggeleng-geleng seraya berkata, "Tak mungkin. Xiao shimei memuja guruku, lelaki yang disukainya adalah lelaki yang serius, berwibawa dan tak banyak omong seperti ayahnya. Aku cuma teman mainnya saja, ia tak pernah.....tak pernah menghargaiku". Yingying berkata, "Mungkin perkataanmu itu benar. Kebetulan Lin Pingzhi itu seperti gurumu, kelihatannya berbudi luhur, tapi penuh tipu muslihat keji". Linghu Chong menghela napas, lalu berkata, "Saat xiao shimei sekarat, ia masih tak percaya bahwa Lin Pingzhi benar-benar ingin membunuhnya, dan masih mencintainya dengan sepenuh hati, hal itu......hal itu baik sekali. Ia sama sekali tak meninggal dalam kesedihan. Aku ingin melihat makamnya". 

Yingying memapahnya keluar gua. Linghu Chong melihat bahwa walaupun makam itu terbuat dari tumpukan batu, namun batu-batu yang sepertinya ditumpuk sembarangan itu disusun dengan artistik dan rapi, di depan dan belakang makam itu tertanam bunga-bunga, nampak bahwa Yingying telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk membuatnya. Di depan makam berdiri sebuah batang pohon yang telah dipotong ranting dan daunnya, di kulit batang pohon itu terdapat beberapa huruf yang diukir dengan ujung pedang: 'Makam Pendekar Wanita Huashan Nona Yue Lingshan'. 

Linghu Chong kembali tertegun sambil mengucurkan air mata, lalu berkata, "Mungkin xiao shimei lebih suka dipanggil Nyonya Lin". Yingying berkata, "Lin Pingzhi begitu kejam dan tak adil, di alam baka arwah Nona Yue sudah mengetahui maksud jahatnya, ia pasti tak akan mau menjadi Nyonya Lin". Ia berkata dalam hati, "Kau tak tahu bahwa ia dan Lin Pingzhi hanya namanya saja menjadi suami istri dan bukan suami istri yang sebenarnya". 

Linghu Chong berkata, "Mungkin kau benar". Ia melihat bahwa puncak-puncak gunung mengelilingi mereka dari keempat penjuru, agaknya mereka berada di sebuah lembah, hutannya rimbun menghijau, dimana-mana tumbuh bebungaan, di atas dahan-dahan pohon burung berkicau bersahut-sahutan tanpa henti, pemandangannya sungguh sepi dan indah. Yingying berkata, "Mari tinggal sejenak disini sambil memulihkan lukamu dan merawat makam". Linghu Chong berkata, "Bagus sekali. Xiao shimei sendirian di tengah hutan belantara ini, kalaupun ia menjadi hantu, ia masih akan sangat penakut". Ketika Yingying mendengar perkataannya yang sentimental itu, mau tak mau ia diam-diam menghela napas. 

Mereka berduapun berdiam di lembah yang hijau itu dengan tenang dan damai sambil memanggang kodok dan memetik buah-buahan. Luka yang diderita Linghu Chong hanya luka luar, dengan obat mujarab penyembuh luka Hengshan Pai dan tenaga dalamnya yang melimpah, setelah memulihkan diri selama dua puluh hari lebih, lukanya sudah sembuh delapan atau sembilan bagian. Setiap hari Yingying mengajarinya menabuh kecapi, pada dasarnya Linghu Chong memang cerdas, dengan berlatih sungguh-sungguh, kemajuannya amat cepat. 

Pada suatu pagi, ia melihat bahwa di atas makam Yue Lingshan nampak tumbuh beberapa helai tunas rumput hijau yang lembut, Linghu Chong memandang tunas-tunas rumput hijau itu sambil merenung, pikirnya, "Di atas makam xiao shimei telah tumbuh rumput hijau, namun di dalam makam, entah bagaimana keadaannya?" 

Mendadak dari belakang punggungnya terdengar alunan suara seruling yang indah dan tenang, ia berpaling dan melihat Yingying duduk di atas sebongkah batu karang, tangannya memegang sebuah seruling yang sedang ditiupnya, lagu yang dimainkannya ialah lagu Qingxin Pushan Zhou. Ia melangkah menghampirinya dan melihat bahwa seruling itu terbuat dari bambu baru, rupanya Yingying telah memotong sebuah batang bambu dengan pedangnya, lalu melubanginya untuk membuat sebuah dongxiao[2].  Ia mengambil kecapi, duduk bersila, lalu bermain mengikuti melodinya. Sedikit demi sedikit ia berkonsentrasi pada melodi itu, dan pikiran-pikiran yang menganggupun lenyap, begitu lagu itu selesai, semangatnya kembali berkobar-kobar. Mereka berdua saling memandang sambil tersenyum. 

Yingying berkata, "Kau sudah mahir memainkan lagu Qingxin Pushan Zhou ini, bagaimana kalau sekarang kita mempelajari lagu Xiao Ao Jiang Hu?" Linghu Chong berkata, "Lagu ini amat sukar dimainkan, entah kapan aku akan dapat menemanimu memainkannya". Yingying tersenyum dan berkata, "Motif lagu ini halus dan mendalam, aku juga belum memahami banyak bagian diantaranya. Namun lagu ini mempunyai suatu keistimewaan, kalau dua orang bersama-sama memainkannya dan saling mencerahkan, kemajuannya jauh lebih cepat dibandingkan kalau hanya memainkannya seorang diri. Mungkin hal ini disebabkan karena lagu ini ditulis untuk mengambarkan perasaan yang mendalam diantara Nie Zheng dan kakak perempuannya, dimana dua hati saling bertaut". Linghu Chong bertepuk tangan sambil berkata, "Tepat sekali, tempo hari ketika aku mendengar Paman Guru Liu dari Heng Shan Pai dan Tetua Qu dari Mo......Riyue Shenjiao, suara seruling dan kecapi mereka sangat harmonis, benar-benar sangat enak didengar. Menurut kata Paman Guru Liu, lagu ini memang seharusnya dimainkan oleh duet seruling dan kecapi". Yingying berkata, "Kau menabuh kecapi, sedangkan aku meniup seruling, kita berdua akan bersama-sama mempelajarinya selangkah demi selangkah". Linghu Chong berkata, "Tapi sayang ini seruling, bukan se[3], qin se he qie[4], bagus sekali". Wajah Yingying memerah, katanya, "Beberapa hari ini aku sama sekali tak mendengar omongan angin-anginanmu, kukira watakmu telah berubah, tapi ternyata masih sama saja". Linghu Chong membuat raut wajah lucu, ia tahu bahwa Yingying sangat pemalu, walaupun berada di sebuah lembah tak berpenghuni di tengah hutan belantara dan mereka hanya berdua saja, ia sama sekali tak memperbolehkannya berbicara dengan tak sopan. Kalau ia bercanda lagi, jangan-jangan Yingying akan tak memperdulikannya untuk waktu yang lama, maka ia segera melangkah menghampirinya, melihatnya membuka kitab kecapi dan seruling, mendengarkan penjelasannya dengan tenang, lalu mulai mempelajari lagu itu.

Menabuh kecapi memang bukan sesuatu yang mudah, lagu Xiao Ao Jiang Hu ini amat mendalam, perubahannya rumit, sehingga memainkannya lebih sukar lagi, namun Linghu Chong memang cerdas, dan ia juga diajari oleh seorang guru yang mahir. Selain itu, sejak mulai belajar menabuh kecapi di Lorong Bambu Hijau di Luoyang, dan setelah mendengar dua orang pakar musik, yaitu Liu dan Qu memainkan lagu itu, ia setiap hari berlatih menabuh kecapi, setelah cukup lama, kemajuannya yang diperolehnya juga amat pesat. Ketika berduet saat ini, pada mulanya ia sukar menyerasikan diri, namun akhirnya dengan perlahan-lahan ia dapat melakukannya, walaupun mereka tak dapat memainkannya dengan begitu halus dan mahir seperti Qu dan Liu, namun mereka sudah sedikit dapat membawakan suasana hati dan pesona lagu itu. Dalam belasan hari setelahnya, mereka dengan sangat akrab memainkan seruling dan kecapi bersama, lembah hijau yang dikelilingi pohon-pohon cemara ini bagai surga di bumi, sehingga sedikit demi sedikit mereka melupakan bayangan golok dan hujan darah di dunia persilatan. Mereka berdua merasa bahwa kalau mereka dapat berdiam berdua di lembah hijau ini sampai hari tua, dan tak lagi terjerat dalam pertarungan dan balas dendam dunia persilatan, mereka akan sangat bahagia. 

* * * 

Catatan Kaki Penerjemah

[1]  Kakak seperguruan kedelapan. 
[2] Seruling bambu yang ditiup secara tegak lurus.
[3] Se (瑟) adalah alat musik berdawai enam belas atau dua puluh lima yang mirip dengan qin (琴) atau kecapi. 
[4] Qin se he qie (琴瑟和谐) adalah sebuah ungkapan yang secara harafiah berarti qin dan se serasi, maksudnya 'suami istri yang harmonis'. 
Pada suatu siang, ketika Linghu Chong dan Yingying telah bermain musik selama lebih dari separuh shichen, mendadak ia merasa tenaga dalamnya tidak berjalan dengan lancar dan tak tenang, ia beberapa kali membuat kesalahan, hatinya cemas, petikan kecapinyapun makin kacau. Yingying berkata, "Apa kau capek? Istirahatlah saja dulu". Linghu Chong berkata, "Aku tidak capek, entah kenapa aku merasa resah. Aku pergi memetik buah persik dulu, nanti malam baru berlatih kecapi lagi". Yingying berkata, "Baiklah, tapi jangan pergi jauh-jauh". 


Bagian Kedua

Linghu Chong tahu bahwa di tenggara lembah itu terdapat banyak pohon persik liar, saat ini buahnya telah matang, maka ia segera menerobos rerumputan dan pepohonan, setelah berjalan delapan atau sembilan li, ia tiba di bawah sebatang pohon persik. Ia melompat dan memetik dua buah persik, lalu ia kembali melompat dan memetik tiga buah persik. Buah persik itu nampak telah matang, di tanah telah berjatuhan banyak buah persik, dalam beberapa hari semuanya akan luruh ke tanah dan menjadi busuk. Ia memetik puluhan buah lagi seraya berpikir, "Setelah aku dan Yingying makan buah persik dan menyebarkan bijinya ke segala penjuru lembah ini, beberapa tahun kemudian setelah pohon-pohon persik tumbuh besar, bunga persik di lembah hijau ini akan sangat indah, bukankah ini bagus sekali?" 

Tiba-tiba ia teringat pada Taogu Liuxian, "Seluruh penjuru lembah ini penuh pohon persik, bukankah lembah ini adalah sebuah lembah persik? Bukankah aku dan Yingying akan berubah menjadi Dua Dewa Persik? Di kemudian hari kalau aku dan dia punya enam putra, bukankah mereka akan menjadi Taogu Liuxian? Kalau Taogu Liuxian kecil itu seperti Taogu Liuxian tua, bicaranya berbelit-belit tak keruan, bukankah akan sangat merepotkan?" 

Ketika berpikir sampai disini, ia ingin tertawa keras-keras, namun ia mendadak mendengar suara gemerisik dari tengah pepohonan di kejauhan, Linghu Chong cepat-cepat merunduk dan bersembunyi di balik rerumputan, pikirnya, "Selalu makan kodok gosong dan buah liar membuatku bosan, kalau mendengar suaranya kemungkinan besar cuma binatang liar, kalau aku bisa menangkap seekor kijang liar, Yingying akan sangat senang". Ketika ia masih ragu-ragu, mendadak terdengar suara langkah kaki, tak nyana terdengar suara dua orang melangkah mendekat. Linghu Chong terkejut, "Di lembah terpencil ini mana ada orang? Pasti mereka mencari aku dan Yingying". 

Tepat pada saat itu, terdengar suara seorang tua berkata, "Apa kau tidak salah paham? Apa Yue Buqun akan datang kesini?" Linghu Chong makin terkejut, "Mereka sedang mengejar guruku? Siapa mereka?" Seseorang lain yang suaranya berat berkata, "Shi Xiangzhu[1] sudah mencari ke segala penjuru. Putri dan menantu Yue Buqun terluka dan tiba-tiba menghilang di sekitar tempat ini, suami istri muda itu tak kelihatan jejaknya di kota-kota kecil, dermaga dan jalan air maupun darat, pasti mereka bersembunyi di lembah ini untuk menyembuhkan luka. Cepat atau lambat Yue Buqun akan datang mencari mereka". 

Hati Linghu Chong terasa pedih, pikirnya, "Rupanya mereka sudah tahu xiao shimei terluka, tapi tak tahu bahwa ia telah meninggal. Tentunya banyak orang yang mencarinya, terutama shifu dan shiniang. Kalau lembah ini tak terpencil letaknya, mereka tentunya sudah berhasil menemukannya disini".

Terdengar orang tua itu berkata, "Kalau dugaanmu benar dan Yue Buqun cepat atau lambat akan datang kesini, kita harus menyergapnya di mulut lembah". Orang yang bersuara berat itu berkata, "Kalaupun Yue Buqun tak datang, setelah kita mengatur segala sesuatunya, kita juga dapat memancingnya untuk datang kesini". Orang tua itu bertepuk tangan dua kali, lalu berkata, "Ide ini bagus sekali. Saudara Xue, aku memandang sebelah mata padamu, tapi ternyata kau adalah seorang ahli siasat". Si marga Xue itu tertawa dan berkata, "Perkataan Tetua Ge itu benar. Hamba telah menerima kenaikan pangkat dari tetua, apapun yang tetua perintahkan, akan kulaksanakan dengan sepenuh hati dan sekuat tenaga untuk membalas budi tetua". 

Mendadak Linghu Chong sadar, "Ternyata mereka orang Riyue Jiao, anak buah Yingying. Paling baik kalau mereka pergi jauh-jauh dan tak mengusik aku dan Yingying". Ia kembali berpikir, "Saat ini ilmu silat shifu sudah maju pesat, walaupun mereka banyak jumlahnya, namun masih bukan tandingan shifu. Shifu cerdas dan waspada, di dunia persilatan tak ada yang mengunggulinya, dengan mengandalkan kepandaian mereka yang rendah ini, mereka hendak menipu dan memancing shifu, benar-benar seperti memainkan kapak di depan Lu Ban". 

Tiba-tiba terdengar suara tepukan tiga kali dari kejauhan, si marga Xue itu berkata, "Tetua Du dan yang lainnya juga sudah datang". Tetua Ge bertepuk tiga kali. Terdengar suara langkah kaki, empat orang berlari menghampiri mereka, dua diantara mereka langkah kakinya berat, setelah mereka berlari mendekat, Linghu Chong dapat mendengar bahwa mereka mengotong sesuatu. 

Tetua Ge berkata, "Tetua Du, apa kau sudah berhasil menangkap gadis kecil keluarga Yue? Selamat". Seseorang yang nyaring suaranya tertawa dan berkata, "Dia memang anggota keluarga Yue, tapi ia seorang gadis besar, bukan gadis kecil". "Oh!", ujar Tetua Ge, jelas bahwa ia terkejut bercampur girang, katanya, "Kenapa.....kenapa......kenapa kau tangkap istri Yue Buqun?" 

Linghu Chong amat terkejut, ia hendak langsung menerjang untuk menyelamatkannya, namun ia teringat bahwa ia tak membawa pedang. Tanpa pedang di tangannya, ilmu silatnya tak sebanding dengan seorang jago biasa, hatinya cemas, terdengar Tetua Du itu berkata, "Kenapa tidak?" Tetua Ge berkata, "Ilmu pedang Nyonya Yue hebat, bagaimana Tetua Du dapat menangkapnya? Ah, pasti pakai obat bius". Tetua Du tertawa dan berkata, "Perempuan ini linglung, ia datang ke penginapan dan tanpa banyak pikir langsung minum secawan teh. Kata orang istri Yue Buqun, Ning Zhongze, hebat, tapi tak tahunya dia ceroboh begini". 

Linghu Chong merasa gusar, ia berkata dalam hati, "Shiniangku mendengar bahwa putri kesayangannya terluka dan tak diketahui jejaknya, lalu ia mencari-cari tanpa hasil selama berhari-hari, tentu saja pikirannya tak tenang, ia mengkhawatirkan putrinya, mana bisa dibilang ceroboh? Kalian menghina shiniangku, tunggu sampai kalian tewas satu demi satu dibawah pedangku". Ia berpikir, "Bagus sekali kalau aku bisa merampas sebilah pedang, namun kalau tak ada pedang, golokpun jadi". 

Tetua Ge itu berkata, "Kita sudah berhasil menangkap istri Yue Buqun, maka urusan akan menjadi mudah. Saudara Du, sekarang kita harus mencari akal untuk memancing Yue Buqun kemari". Tetua Du berkata, "Setelah dipancing kemari, lantas bagaimana?" Dengan agak bimbang Tetua Ge berkata, "Kita akan jadikan perempuan ini sandera untuk memaksanya membuang pedang dan takluk. Kurasa suami istri Yue Buqun saling  mencintai dan setia, ia pasti tak berani melawan". Tetua Du berkata, "Perkataan Saudara Ge masuk akal, hanya saja jangan-jangan Yue Buqun itu berhati kejam, s
atau perasaan diantara suami istri tidak mendalam, kalau begitu keadaan akan jadi agak runyam". Tetua Ge berkata, "Hal ini......hal ini......hmm, Saudara Xue, bagaimana pendapatmu?" Si marga Xue berkata, "Di hadapan tetua berdua, bukan tempat hamba berbicara....." 

Tepat ketika ia berbicara sampai disini, dari keempat penjuru terdengar tiga kali tepukan tangan. Tetua Du berkata, "Tetua Bao sudah datang". 

Dalam sekejap mata, dua orang berlari menghampiri dari barat, lari mereka sangat cepat. Tetua Ge berkata, "Tetua Mo datang". Diam-diam Linghu Chong mengeluh, "Dari suara langkah kaki mereka, nampaknya ilmu silat kedua orang itu lebih tinggi dibandingkan dengan Du dan Ge berdua. Aku tak bersenjata, bagaimana aku bisa menolong shiniang?" Terdengar kedua Tetua Du dan Ge serentak berkata, "Saudara-saudara Bao dan Mo sudah datang, bagus sekali". Tetua Ge kembali berkata, "Saudara Du telah berjasa besar karena berhasil menangkap istri Yue Buqun". 

Seorang tua berkata dengan girang, "Bagus sekali, bagus sekali! Kalian berdua sudah bekerja keras". Tetua Ge berkata, "Hal itu adalah berkat jasa Saudara Du". Orang tua itu berkata, "Kita diperintahkan jiaozhu untuk datang kemari membereskan masalah ini, tak perduli siapa yang berjasa, kita semua akan memperoleh berkah besar dari jiaozhu". Linghu Chong merasa bahwa suara orang tua itu sepertinya telah akrab didengarnya, pikirnya, "Apakah saat itu aku sudah pernah bertemu dengannya di Heimuya?" Ia mengerahkan tenaga dalamnya untuk mendengar pembicaraan setiap orang, akan tetapi tak berani menjulurkan kepalanya untuk melihat. Semua tetua Mo Jiao adalah jago-jago silat, kalau ia bergerak sedikit saja, jangan-jangan ia akan dipergoki oleh mereka. 

Tetua Ge berkata, "Saudara Bao dan Mo berdua, aku sedang berunding dengan Saudara Du tentang cara memancing Yue Buqun datang kemari, lalu menangkap dan membawanya ke Heimuya". Seorang tua lain berkata, "Kalian sudah memikirkan rencana apa?" 

Tetua Ge berkata, "Kami belum mendapatkan rencana yang baik. Saudara Bao dan Mo pasti punya akal bagus". Orang tua yang sebelumnya berbicara berkata, "Di pertarungan merebut jabatan ketua Wuyue Pai di Panggung Fengshan, Yue Buqun menusuk mata Zuo Lengchan hingga buta, kekuatannya menggetarkan Songshan, diantara orang-orang Wuyue Pai tak ada yang berani naik panggung untuk menantangnya lagi. Kabarnya orang ini telah mendapatkan Pixie Jianfa asli keluarga Lin, ia tak dapat dipandang remeh, kita harus mencari akal yang sempurna untuk menghadapinya, kita tak boleh meremehkannya". Tetua Du berkata, "Tepat sekali. Kalau kita berempat bergabung, kita belum tentu akan kalah, namun juga belum tentu dapat meraih kemenangan". Tetua Mo berkata, "Saudara Bao, kau sudah punya rencana, bagaimana kalau kau sampaikan saja pada kami?"  

Tetua bermarga Bao itu berkata, "Walaupun aku telah memikirkan sebuah rencana, namun rencana itu biasa-biasa saja, tak ada istimewanya. Jangan-jangan kalian bertiga akan menertawakannya". Tetua Mo, Ge dan Du bertiga serentak berkata, "Saudara Bao adalah otak agama kita, rencananya pasti bagus". Tetua Bao berkata, "Sebenarnya rencana ini bodoh, kita membuat sebuah lubang yang dalam, lalu di atasnya kita taruh ranting dan rumput untuk menyamarkannya, setelah itu kita totok perempuan ini dan kita taruh di sisi lubang itu untuk memancing Yue Buqun. Begitu ia melihat sang istri terbaring di atas tanah, ia pasti akan maju menolongnya, lalu, plung......bruk......aiyo, celaka....." Sambil berbicara tangannya bergerak-gerak, ketiga tetua dan keempat orang lainnya tertawa terbahak-bahak. 

Tetua Mo tertawa dan berkata, "Akal Saudara Bao ini sangat bagus. Tentu saja kita semua akan bersembunyi dan menunggu sampai Yue Buqun jatuh ke dalam perangkap, lalu kita hujani mulut lubang dengan senjata, supaya dia tak bisa keluar. Kalau tidak, karena ilmu silat orang ini tinggi, sebelum ia jatuh ke dasar perangkap ia akan melompat keluar lagi". Tetua Bao mengumam, lalu berkata, "Tapi masih ada suatu hal yang sulit". Tetua Mo berkata, "Apanya yang sulit? Ah, aku tahu, Saudara Bao khawatir ilmu pedang Yue Buqun hebat, sehingga setelah ia jatuh ke dalam perangkap, kita masih tak sanggup menahan dia?" Tetua Bao berkata, "Dugaan Saudara Mo tepat sekali. Kali ini jiaozhu memerintahkan kita untuk menundukkan jago kelas wahid Wuyue Jianpai yang telah dipersatukan. Kalau kita mengorbankan diri bagi jiaozhu, hal ini adalah suatu kehormatan, akan tetapi kita jangan sampai membuat pamor agama suci dan jiaozhu kita menjadi suram. Kata pepatah, orang yang tak berani mengambil resiko bukanlah seorang ksatria, semua orang besar itu kejam. Untuk menundukkan seorang budiman palsu, kita harus memakai cara yang kejam pula. Sepertinya kita harus menambahkan sesuatu di dalam perangkap". Tetua Du berkata, "Perkataan Tetua Bao sesuai dengan pikiranku. 'Bubuk Penghilang Jiwa Seratus Bunga' tak sedikit yang kita bawa, kita dapat menebarkannya di atas ranting dan rerumputan diatas perangkap. Begitu Yue Buqun masuk perangkap, ia akan menarik napas dalam-dalam dan menghisapnya....." Ketika berbicara sampai disini, mereka berempat kembali tertawa terbahak-bahak. 

Tetua Bao berkata, "Jangan buang waktu lagi, kita harus mulai berkerja. Tapi sebaiknya perangkap ini ditaruh dimana?" Tetua Ge berkata, "Tiga li ke arah barat dari sini ada sebuah tebing yang menjulang ke langit, tebing itu menghadap ke jurang yang amat dalam, hanya ada sebuah jalan sempit yang bisa dilalui, kalau Yue Buqun hendak kemari, ia harus melewati jalan sempit itu". Tetua Bao berkata, "Bagus sekali, ayo kita lihat tempat itu". Sambil berbicara ia melangkah pergi, dan orang-orang lainnya mengikutinya. 

Linghu Chong berpikir, "Mereka perlu waktu yang cukup lama untuk menggali lubang jebakan, aku akan cepat-cepat memberitahu Yingying dan mengambil pedang, lalu menolong shiniang". Ia menunggu sampai rombongan Mo Jiao itu pergi jauh, lalu diam-diam kembali melalui jalan yang tadi diambilnya. 

Setelah berjalan beberapa li jauhnya, sekonyong-konyong ia mendengar suara orang menggali tanah, pikirnya, "Kenapa mereka bisa menggali disini?" Ia bersembunyi di balik sebatang pohon, ketika menjulurkan kepalanya, benar saja, ia melihat empat orang pengikut Mo Jiao sedang membungkuk menggali tanah, sedangkan beberapa orang tua terlihat berdiri di samping mereka. Sekarang jaraknya dengan orang-orang itu dekat, sehingga ia dapat melihat wajah seorang tua dari samping, hatinya terkesiap, "Ternyata orang ini adalah Bao Dachu yang beberapa tahun silam kujumpai di Mei Zhuang di Hangzhou. Jadi Tetua Bao adalah Bao Dachu. Ketika Ren Woxing berhasil meloloskan diri dari penjara di Xihu, tetua Mo Jiao pertama yang tunduk padanya adalah Tetua Bao Dachu ini". Linghu Chong pernah melihatnya beraksi menundukkan Huang Zhonggong, maka ia tahu bahwa ilmu silatnya sangat tinggi; ia berpikir bahwa ketika sang guru menjadi ketua Wuyue Pai, ia berkata bahwa ia akan membuat susah Mo Jiao, maka Mo Jiao tak mungkin hanya duduk diam saja, orang-orang yang dikirim Ren Woxing untuk menundukkannya jangan-jangan tak hanya keempat tetua ini. Terlihat keempat pengikut Mo Jiao itu terlebih dahulu mengemburkan tanah dengan membacok-bacok tanah dengan tombak besi dan kapak baja, lalu baru menggali tanah dengan tangan mereka, pikirnya, "Mereka jelas-jelas berkata bahwa mereka akan menggali lubang jebakan di tebing itu, kenapa pindah kesini?" Ia berpikir sejenak dan menyadari alasannya, "Sisi tebing itu penuh batu karang, sukar sekali menggali lubang jebakan disana". Namun oleh karenanya, mereka menghalangi jalannya dan ia tak dapat kembali untuk mengambil pedang. Ia melihat bahwa mereka menggali lubang menggunakan senjata yang biasanya dipakai untuk menghadapi musuh, benar-benar merepotkan, mereka tak mungkin dapat menggali lubang jebakan itu dalam waktu yang singkat, tapi ia juga tak berani jauh-jauh meninggalkan shiniang dan berputar lewat jalan belakang untuk mengambil pedang. 

Sekonyong-konyong terdengar Tetua Ge berkata sembari tertawa, "Yue Buqun usianya sudah tak muda lagi, tapi ternyata istrinya masih kelihatan muda dan cantik". Tetua Du tertawa dan  berkata, "Wajahnya memang tak jelek, tapi umurnya tidak terlalu muda lagi. Menurut aku umurnya sekitar empat puluhan tahun lebih. Kalau Saudara Ge berminat, kita tangkap Yue Buqun dan melapor pada jiaozhu, lalu minta perempuan ini, bagaimana?" Tetua Ge berkata sembari tertawa, "Aku tak berani minta perempuan ini, tapi kalau sekadar main-main, tak ada jeleknya".

Linghu Chong murka, pikirnya, "Anjing keparat yang tak tahu malu, berani-beraninya menghina shiniang, awas kalian semua tak akan mati dengan tenang". Mendengar tawa Tetua Ge yang cabul, ia tak dapat menahan diri dan menjulurkan kepalanya keluar untuk melihat. Ia melihat Tetua Ge itu mencubit pipi Nyonya Yue. Nyonya Yue telah terkena totokan sehingga ia tak dapat melawan, bahkan mengeluarkan suarapun ia tak sanggup. Semua orang Mo Jiao tertawa terbahak-bahak. Tetua Du berkata sembari tertawa, "Rupanya Saudara Ge sudah tak sabaran, apa kau berani bermain-main dengan perempuan ini disini?" Amarah Linghu Chong memuncak, kalau si marga Ge itu benar-benar bersikap kurang ajar pada shiniang, walaupun ia tak berpedang, ia rela mengadu jiwa dengan orang-orang Mo Jiao itu. 

Tetua Ge tertawa cabul, lalu berkata, "Main-main dengan perempuan ini, siapa takut? Tapi kalau sampai merusak rencana besar jiaozhu, walaupun si tua Ge ini punya seratus kepala untuk dipotong juga tak cukup". Bao Dachu tertawa dingin dan berkata, "Itu yang paling baik. Saudara Ge, Saudara Du, ilmu ringan tubuh kalian bagus, pancing Yue Buqun kemari, kira-kira dalam satu shichen semua akan sudah siap disini". Ge dan Du serentak berkata, "Baik!" Mereka melompat dan pergi ke utara.

Setelah kedua orang itu berlalu, di lembah sepi itu kembali terdengar suara orang menggali tanah, sesekali Tetua Mo memberi komando. Linghu Chong bersembunyi di balik rerumputan, ia amat gusar namun tak berani menunjukkan dirinya, pikirnya, "Aku lama belum pulang, Yingying tentunya khawatir dan akan mencariku. Kalau ia mendengar suara galian dan datang untuk menyelidikinya, ia akan dapat menolong shiniangku. Tetua-tetua Mo Jiao ini begitu melihat Ren Da Xiaojie datang mana berani membangkang? Untuk memberi muka Ren Jiaozhu, Xiang Dage dan Yingying, sebaiknya aku tak berkelahi dengan orang-orang Mo Jiao". Setelah berpikir sampai disini, ia justru merasa bahwa makin lama menunggu makin baik, karena Tetua Ge yang suka main perempuan itu sudah pergi, shiniang tak usah menerima hinaannya lagi. 

Akhirnya mereka selesai menggali lubang jebakan itu, mereka menaruh ranting-ranting kayu dan menebarkan obat bius, lalu baru menutupinya dengan rumput. Bao Dachu berenam lalu bersembunyi di tengah semak-semak di samping lubang jebakan, lalu duduk diam sambil menunggu Yue Buqun datang. Diam-diam Linghu Chong memungut sebongkah batu besar, lalu mengenggamnya, pikirnya, "Kalau shifu datang dan berjalan di dekat lubang jebakan, aku akan melemparkan batu ini ke ranting-ranting yang menutupi lubang jebakan. Begitu batu masuk ke dalam lubang jebakan dan shifu melihatnya, ia pasti akan langsung waspada". 

Saat itu awal musim panas, di lembah yang terpencil itu suara tonggeret bersahut-sahutan, dan terkadang burung-burung kecil berkicau, selain itu tiada suara lainnya. Linghu Chong menahan napas sambil berusaha mendengar suara langkah kaki Yue Buqun serta Tetua Ge dan Du.

* * * 

Setelah lebih dari setengah shichen berlalu, sekonyong-konyong terdengar teriakan seorang wanita dari kejauhan. Ia adalah Yingying. Linghu Chong berkata dalam hati, "Yingying sudah tahu ada orang luar datang. Entah yang dilihatnya itu shifu atau Tetua Du dan Ge?" Menyusul terdengar suara langkah kaki, dua orang, yang satu di depan dan yang satunya lagi mengejar di belakangnya, berlari mendekat dengan cepat. Yingying terdengar tak henti-hentinya berteriak, "Chong ge, Chong ge, shifumu ingin membunuhmu, jangan keluar!" Linghu Chong amat terkejut, "Kenapa shifu ingin membunuhku?" 

Terdengar Yingying kembali berseru, "Chong ge cepat pergi, shifumu ingin membunuhmu". Ia berteriak sekuat tenaga, jelas bahwa ia ingin Linghu Chong mendengarnya dari jauh. Selagi berteriak-teriak, terlihat rambutnya berantakan, tangannya mengenggam sebilah pedang, ia berlari dengan cepat, Yue Buqun yang bertangan kosong mengejar di belakangnya. 

Terlihat bahwa kalau Yingying berlari belasan langkah lagi, ia akan masuk ke dalam lubang jebakan, Linghu Chong, Bao Dachu dan yang lainnya amat cemas, untuk sesaat mereka tak tahu harus sebaiknya berbuat apa. Mendadak Yue Buqun melesat ke depan, tangan kirinya mencengkeram punggung Yingying, sedangkan tangan kanannya menyusul mencengkeram kedua pergelangan tangannya, lalu menelikung kedua lengannya. Dalam sekejap Yingying tak bisa berkutik, tangannya lemas dan pedangnya terjatuh ke tanah. Kali ini Yue Buqun bertindak dengan sangat cepat sehingga Linghu Chong dan Bao Dachu tak sempat menolong Yingying. Ilmu silat Yingying sangat tinggi, namun ternyata ia tak berdaya untuk menghindar atau melawan, dan dapat ditangkap olehnya dalam satu jurus saja. 

Linghu Chong amat cemas, ia hampir berteriak. Namun Yingying masih terus berteriak-teriak, "Chong ge, cepat lari, shifumu ingin membunuhmu!" Air mata hangat berlinangan di rongga mata Linghu Chong, pikirnya, "Ia hanya memikirkan keselamatanku saja, dan sama sekali tak memikirkan dirinya sendiri". 

Tangan Yue Buqun mengangsur, lalu menotok punggung Yingying beberapa kali, setelah menotok titik-titik jalan darahnya, ia melepaskan tangan kanannya dan membiarkannya terjatuh kelelahan ke atas tanah. Tepat pada saat ini, ia melihat Nyonya Yue terbaring di atas tanah dengan sama sekali tak bisa berkutik, Yue Buqun terkejut, namun ia langsung menduga bahwa di sekitar tempat itu pasti tersembunyi bahaya besar, maka ia sama sekali tak mendekati sang istri, dan justru dengan tenang memperhatikan sekelilingnya dengan seksama, setelah tak menemukan sesuatu yang aneh, ia berkata dengan hambar, "Ren Da Xiaojie, si keparat Linghu Chong itu membunuh putri kesayanganku, apa kau juga ikut ambil bagian?" 

Linghu Chong kembali amat terkejut, "Shifu berkata bahwa aku membunuh xiao shimei, dari mana perkataannya ini berasal?" 

Yingying berkata, "Putrimu dibunuh Lin Pingzhi, apa hubungannya dengan Linghu Chong? Kau terus menerus berkata bahwa Linghu Chong membunuh putrimu, ini namanya kau memperlakukan orang baik dengan tak adil". Yue Buqun tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Lin Pingzhi itu menantuku, masa kau tak tahu? Mereka pengantin baru yang saling mencintai, untuk apa ia membunuh istrinya?" Yingying berkata, "Lin Pingzhi mencari perlindungan ke Songshan Pai, untuk mendapatkan kepercayaan Zuo Lengchan, ia ingin menunjukkan bahwa ia dan kau bermusuhan, oleh karenanya ia membunuh putrimu". 

Yue Buqun tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Omong kosong. Songshan Pai? Di dunia ini mana ada Songshan Pai? Songshan Pai sudah dilebur dalam Wuyue Pai. Di dunia persilatan sudah tak ada nama Songshan Pai, Lin Pingzhi mana bisa berlindung di Songshan Pai? Lagipula, Zuo Lengchan adalah bawahanku, dan Lin Pingzhi tahu akan hal itu. Ia tak mau jadi menantu ketua Wuyue Pai dan malah berlindung pada Zuo Lengchan, seorang buta yang tak bisa melindungi dirinya sendiri, orang paling tolol di kolong langitpun tak mungkin melakukan kebodohan seperti itu". 

Yingying berkata, "Kalau kau tak percaya, terserah. Carilah Lin Pingzhi dan tanyakan sendiri padanya". 

Nada bicara Yue Buqun mendadak berubah menjadi bengis, katanya, "Sekarang yang ingin kucari bukan Lin Pingzhi, melainkan Linghu Chong. Semua orang di dunia persilatan berpikir bahwa Linghu Chong berbuat kurang ajar pada putriku, karena putriku melawan maling cabul itu, ia terbunuh. Kau mengarang-karang kebohongan untuk menutupi perbuatannya, jelas bahwa kau berkomplot dengannya". Yingying mendengus dan tertawa dingin beberapa kali. Yue Buqun berkata, "Ren Da Xiaojie, ayahmu yang terhormat adalah ketua Riyue Shenjiao, sebenarnya aku tak ingin membuat susah dirimu, tapi demi memaksa Linghu Chong keluar, tak ada jalan lain, aku terpaksa sedikit menghukummu. Aku akan terlebih dahulu memotong telapak tangan kirimu, lalu memotong telapak tangan kananmu, kemudian aku akan memotong telapak kaki kirimu, lalu telapak kaki kananmu. Kalau si keparat Linghu Chong itu masih punya sedikit hati nurani, ia pasti akan muncul". Yingying berkata dengan lantang, "Kurasa kau tak akan berani, kalau kau menyentuh seujung rambutku saja, ayahku akan membantai habis Wuyue Paimu". 

Yue Buqun tersenyum dan berkata, "Aku tak berani?" Dengan perlahan ia menarik pedang keluar dari sarung pedang yang tergantung di pinggangnya. 

Linghu Chong tak bisa menahan diri lagi, ia menerjang keluar dari balik rerumputan seraya berseru, "Shifu, Linghu Chong ada disini!" 

"Ah!", ujar Yingying, "Cepat pergi, cepat pergi! Ia tak akan berani melukaiku". 

Linghu Chong menggeleng, ia melangkah mendekat seraya berkata, "Shifu......" Yue Buqun membentak, "Keparat kecil, kau masih punya muka memanggilku 'shifu'?" Air mata Linghu Chong berlinangan, ia berlutut di atas tanah, lalu berkata dengan gemetar, "Langit menjadi saksi, Linghu Chong selalu menghormati Nona Yue, aku sama sekali tak berani berbuat kurang ajar padanya sedikitpun. Linghu Chong berhutang budi pada kalian suami istri yang telah membesarkanku, kalau kau ingin membunuhku, silahkan!" 

Yingying amat cemas, ia berseru, "Chong ge, orang ini setengah perempuan setengah lelaki, ia sudah lama kehilangan rasa perikemanusiaan, kau masih belum lari juga?" 

Mendadak nafsu membunuh yang ganas muncul di wajah Yue Buqun, ia berpaling ke arah Yingying, lalu membentak, "Apa maksud perkataanmu ini?" 

Yingying berkata, "Demi mempelajari Pixie Jianfa, kau telah me......merusak dirimu sendiri sehingga menjadi setengah mati setengah hidup, sehingga kau menjadi seperti monster. Chong ge, apa kau ingat Dongfang Bubai? Mereka semua sudah gila, kau jangan anggap mereka manusia lagi". Ia hanya berharap Linghu Chong cepat-cepat lari, ia tahu bahwa setelah ia berkata demikian, Yue Buqun tak akan melepaskannya, tapi ia tak perduli. 

Yue Buqun berkata dengan dingin, "Dari mana kau dengar perkataan aneh itu?" 

Yingying berkata, "Lin Pingzhilah sendiri yang mengatakannya. Kau mencuri Pixie Jianpu keluarga Lin, apa kau kira ia tak tahu? Ketika kau melemparkan jiasha itu ke dalam jurang, Lin Pingzhi bersembunyi di balik jendelamu, ia berhasil menangkapnya, oleh karena itu ia......ia juga berhasil menguasai Pixie Jianfa, kalau tidak, bagaimana ia bisa membunuh Mu Gaofeng dan Yu Canghai? Ia sendiri mempelajari Pixie Jianfa, maka ia sendiri juga tahu bagaimana caranya kau mempelajarinya. Chong ge, kau dengar suara Yue Buqun ini, persis suara perempuan. Dia.....dia sama dengan Dongfang Bubai, mereka telah kehilangan kejantanannya". Ia telah mendengar pembicaraan Lin Pingzhi dan Yue Lingshan di dalam kereta, namun Linghu Chong belum mendengarnya. Ia tahu bahwa Linghu Chong mengasihi sang guru, ia tak ingin membuatnya lebih sedih lagi, dan perkataan ini sukar diucapkan, maka selama beberapa bulan ini ia tak pernah menyinggungnya. Namun keadaan saat ini amat genting hingga ia terpaksa mengungkapkannya, ia ingin Linghu Chong tahu bahwa orang di hadapannya itu bukanlah seorang guru besar dan ketua perguruan, melainkan seorang aneh yang telah kehilangan kejantanannya, seorang gila mana bisa diajak bicara tentang balas budi dan persahabatan?

Nafsu membunuh berkobar-kobar di mata Yue Buqun, dengan bengis ia berkata, "Ren Da Xiaojie, tadinya aku ingin mengampuni jiwamu, tapi perkataanmu tak masuk akal, maka aku terpaksa tak bisa melepaskanmu. Kau sendirilah yang mencari kematian, jangan salahkan aku". 

Yingying berseru, "Chong ge, cepat pergi, cepat pergi!" 

Linghu Chong tahu bahwa gerakan sang guru sangat sebat, begitu pedangnya bergetar, Yingying akan kehilangan nyawanya. Ketika ia melihat Yue Buqun mengangkat pedang dan seakan hendak menikam, ia berseru keras-keras, "Kalau kau ingin membunuh orang, bunuhlah aku, jangan lukai dia". 

Yue Buqun berpaling dan berkata sembari tersenyum sinis, "Kau baru belajar ilmu pedang kucing kaki tiga tapi sudah berani malang melintang di dunia persilatan? Ayo angkat pedangmu, biar kubunuh kau supaya kau percaya". Linghu Chong berkata, "Aku sama sekali.....sama sekali tak berani bertarung dengan shi.....denganmu". Yue Buqun membentak, "Sampai hari ini kenapa kau masih berpura-pura saja? Saat itu di atas kapal di Huang He dan di Wubagang, kau telah berkomplot dengan aliran sesat, dan sengaja merusak reputasiku, saat itu aku sudah bertekad untuk membunuhmu, tapi aku menahannya sampai sekarang, untung bagimu. Di Fuzhou kau telah jatuh ke tanganku, seandainya tak dihalangi oleh istriku, kau maling kecil ini sudah lama menghadap raja neraka. Kelalaianku pada hari itu justru menyebabkan putriku terbunuh di tangan maling cabul sepertimu". Dengan cemas Linghu Chong berseru, "Aku tidak......aku tidak....." 

Yue Buqun membentak dengan gusar, "Angkat pedangmu! Kalau kau menang, kau boleh langsung membunuhku, kalau tidak aku tak akan mengampuni jiwamu. Perempuan siluman Mo Jiao ini omongannya tak keruan, aku akan membereskan dia dulu!" Sambil berbicara ia mengangkat pedang dan hendak menebaskannya ke leher Yingying. 

Tangan kiri Linghu Chong masih mengenggam sebongkah batu yang tadinya hendak digunakannya untuk menolong Yue Buqun supaya ia tak terjatuh ke dalam lubang jebakan, saat ini tanpa pikir panjang lagi, ia segera melemparkan batu itu ke dada Yue Buqun. Yue Buqun mengegos untuk menghindarinya. Linghu Chong berguling-guling, memungut pedang Yingying yang tergeletak di atas tanah, lalu menusuk ke arah iga kirinya. Kalau Yue Buqun yang melancarkan serangan ini ke arah Linghu Chong, ia akan diam saja dan sama sekali tak menangkis, tapi setelah mendengar Yingying membongkar rahasianya, ia murka dan malah menyerang Yingying terlebih dahulu, sehingga Linghu Chong tak bisa berpangku tangan saja. Yue Buqun menangkis tiga serangan, lalu mundur dua langkah, diam-diam ia merasa terkejut, tiga jurus yang ditangkisnya itu ternyata telah dapat membuat lengannya agak kesemutan. Tempo hari ketika guru dan murid itu bertarung ribuan jurus di Biara Shaolin, Linghu Chong tak mengalirkan tenaga dalam ke pedangnya, namun kali ini ia sama sekali tak mengalah dalam tiga jurus itu. 

Setelah Linghu Chong berhasil memaksa Yue Buqun mundur, ia segera membalikkan tangannya dan membuka titik jalan darah Yingying yang tertotok. Yingying berseru, "Tak usah perdulikan aku, hati-hati!" Seberkas sinar putih berkelebat, pedang Yue Buqun menikam ke arahnya. Setelah menyaksikan ilmu silat Dongfang Bubai, Yue Buqun dan Lin Pingzhi bertiga, ia tahu bahwa gerakan pedangnya amat sebat bagai hantu, cepat tanpa tanding, kalau ia menunggu untuk mencari kelemahan jurus musuh, ia akan terlebih dahulu tertikam pedang, maka ia segera menyerang balik dan dengan sebat menikam perut Yue Buqun. 

Kedua kaki Yue Buqun menjejak dan ia melompat ke belakang seraya memaki, "Keparat kecil yang kejam!" Ternyata walaupun Yue Buqun membesarkan Linghu Chong dari kecil sampai dewasa, ia tak kenal wataknya, sebenarnya kalau ia tak menghiraukan serangan balik Linghu Chong itu dan meneruskan serangannya, ia sudah akan merengut nyawanya. Walaupun Linghu Chong memakai taktik sama-sama hancur bersama lawan, akan tetapi ia tak akan benar-benar menikam perut sang guru. Karena Yue Buqun menggunakan dirinya sendiri untuk menilai orang lain, ia kehilangan kesempatan emas untuk melukai lawan. 

Setelah tak juga menang dalam beberapa jurus, Yue Buqun mempercepat gerakan pedangnya, untuk menghadapinya, Linghu Chong memusatkan perhatiannya. Pada mulanya ia masih berpikir bahwa kalaupun ia kalah di tangan gurunya, matipun bukan perkara besar baginya, tapi Yingying juga pasti akan dibunuh oleh sang guru, selain itu Yingying telah melukai Yue Buqun dengan perkataannya, maka sebelum mati ia pasti akan disiksa habis-habisan olehnya, maka ia bertarung mati-matian untuk melindungi Yingying. Setelah bertukar puluhan jurus, perubahan jurus Yue Buqun menjadi rumit, Linghu Chong berkonsentrasi penuh pada pertarungan itu dan sedikit demi sedikit pikirannya menjadi terang, pandangan matanya hanya terpusat pada ujung pedang lawan. Dalam Dugu Jiujian, semakin kuat lawan, semakin kuat pulalah diri sendiri. Tempo hari ketika ia beradu pedang dengan Ren Woxing di sel bawah air di Xihu, walaupun ilmu pedang Ren Woxing hebat dan jarang dijumpai, namun tak perduli betapa rumitnya perubahan dalam ilmu pedangnya, dalam Dugu Jiujian yang dimainkan 
Linghu Chong selalu terdapat jurus yang sesuai untuk mengatasinya, sehingga baik dalam bertahan maupun menyerang, ia dapat melayaninya jurus demi jurus. Sekarang Linghu Chong telah mempelajari Xixing Dafa, tenaga dalamnya sudah maju pesat dibandingkan ketika ia beradu pedang di dasar danau tempo hari itu. Walaupun jurus-jurus Pixie Jianfa yang dipelajari Yue Buqun aneh bin ajaib, namun bagaimanapun juga ilmu yang dipelajarinya masih dangkal, jauh kalau dibandingkan dengan Linghu Chong yang telah cukup lama berlatih Dugu Jiujian, sedangkan kalau dibandingkan dengan Dongfang Bubai ia lebih terbelakang lagi. 

Setelah bertarung selama seratus lima puluh enam jurus, Linghu Chong mengerakkan pedangnya tanpa banyak pikir lagi, lagipula dengan gerakan pedang Yue Buqun yang begitu cepat itu, ia tak punya waktu untuk berpikir. Walaupun Pixie Jianpu keluarga Li disebut memiliki tujuh puluh dua jurus, namun dalam setiap jurusnya terdapat puluhan perubahan, ketika seluruh variasi itu dimainkan, perubahan jurusnya menjadi sangat rumit. Kalau orang lain menyaksikan adu pedang ini, kalau kepalanya tak menjadi pusing dan matanya kabur, ia pasti akan menjadi bingung melihat ilmu pedang yang senantiasa berubah-ubah dengan cepat ini dan akan melakukan kesalahan. Namun dalam Dugu Jiujian yang dipelajari Linghu Chong tak terdapat jurus-jurus tertentu, ia hanya mengikuti jurus-jurus lawan dan menanggapinya. Kalau lawan hanya menggunakan satu jurus, iapun hanya menggunakan satu jurus, kalau lawan memakai seribu satu jurus, iapun memakai seribu satu jurus juga. 

Oleh karenanya di mata Yue Buqun, ilmu pedang lawan jauh lebih hebat dari ilmu pedangnya sendiri, jangan-jangan setelah bertarung tiga hari tiga malam masih ada jurus lain yang akan muncul, ketika berpikir sampai disini, mau tak mau muncul rasa jeri dalam hatinya, ia kembali berpikir, "Gadis siluman keluarga Ren ini telah membongkar rahasia caraku berlatih ilmu pedang, kalau hari ini aku tak membunuh mereka berdua, dan hal ini sampai tersebar ke dunia persilatan, aku mana punya muka untuk menjadi ketua Wuyue Pai? Semua rencanaku akan buyar bagai air mengalir. Tapi si keparat kecil Lin Pingzhi sudah berbicara pada perempuan siluman keluarga Ren itu, ia mana mungkin tak bicara juga pada orang lain, hal ini......hal ini....." Hatinya semakin galau dan jurus-jurus pedangnya bertambah ganas. Karena ia merasa cemas, jurus-jurus pedangnya menjadi agak tersendat-sendat. Pixie Jianfa mengandalkan kecepatan untuk meraih kemenangan, setelah menyerang seratus jurus lebih tanpa hasil, kecepatan ilmu pedang ini mau tak mau menjadi tersendat-sendat, selain itu pikirannya juga agak terpecah, maka kekuatan pedangnya juga banyak berkurang..

Hati Linghu Chong terkesiap, ia sudah berhasil melihat letak kelemahan ilmu pedang lawan. 

Prinsip utama Dugu Jiujian adalah mencari kelemahan ilmu silat lawan, tak perduli apakah ilmu pukulan, tendangan, golok atau pedang, dalam setiap jurus pasti ada kelemahannya, begitu kelemahannya ditemukan, dalam sekali menyerang kemenangan akan diraih. Saat itu ketika bertarung dengan Dongfang Bubai di Heimuya, Dongfang Bubai hanya memegang sebatang jarum sulam, namun tubuhnya bergerak secepat geledek, kecepatannya tak tertandingi, walaupun dalam gerakan dan jurus-jurusnya masih terdapat kelemahan, namun kelemahan itu dalam sekejap menghilang, kalau ia menunggu untuk melihat kelemahannya, kelemahan itu sudah menghilang entah kemana, sehingga ia tak bisa menyerang titik lemah lawan. Oleh karenanya empat jago yang bergabung, yaitu Linghu Chong, Ren Woxing, Xiang Wentian dan Shangguan Yun tak bisa mengalahkan sebatang jarum sulam. Setelah itu Linghu Chong menyaksikan Zuo Lengchan dan Yue Buqun bertarung di Panggung Fengshan, serta pertarungan diantara Lin Pingzhi dan Mu Gaofeng, Yu Canghai dan murid-murid Qingcheng. Beberapa hari belakangan ini ia telah berpikir keras tentang kelemahan ilmu pedang itu,  namun ia selalu terbentur pada sebuah problem yang sulit dipecahkan, yaitu bahwa ilmu pedang lawan terlampau cepat, sehingga kelemahan yang nampak langsung menghilang dan sulit diserang. 

Saat ini ia telah bertarung hampir dua ratus jurus dengan Yue Buqun, ia melihat Yue Buqun mengayunkan pedangnya, dan di bawah iga kanannya terdapat sebuah titik lemah. Sebelumnya Yue Buqun telah menggunakan jurus ini, tadinya perubahan jurus-jurusnya amat rumit dan tak pernah berulang dalam dua ratus jurus, namun sekarang ia telah sekali mengulanginya, beberapa jurus sebelumnya, ketika Yue Buqun menebas dengan melintang, muncul titik lemah di pinggang kirinya, jurus ini juga sudah pernah dilancarkannya sebelumnya. 

Sekonyong-konyong, sebuah pikiran berkelebat dalam benak Linghu Chong, "Pixie Jianfanya amat cepat, kelemahannya bukan kelemahan sungguhan. Tapi walaupun dalam jurus pedangnya tak terdapat kelemahan, tapi akhirnya aku berhasil menemukan kelemahan ilmu pedangnya. Kelemahannya ialah jurus-jurus pedangnya mau tak mau harus berulang".

Ilmu pedang apapun di kolong langit ini, tak perduli betapa rumit perubahannya, akhirnya akan selesai dimainkan juga, kalau pada saat itu lawan tak bisa dikalahkan, maka jurus-jurus yang tadi telah dipakai terpaksa harus dilancarkan sekali lagi. Akan tetapi ilmu pedang hebat seorang jago kenamaan biasanya mempunyai delapan sampai sepuluh kelompok jurus, dan dalam setiap kelompok terdapat puluhan jurus, dan dalam tiap jurus terdapat berbagai perubahan, sangat jarang bagi mereka kalau setelah melancarkan ribuan jurus lebih masih tak diketahui siapa yang menang atau kalah. Walaupun Yue Buqun dapat menggunakan bermacam-macam ilmu pedang, namun guru dan murid itu sama-sama mempelajari aliran yang sama, selain itu ia juga sadar bahwa ilmu pedang Linghu Chong terlalu lihai, selain Pixie Jianfa, tak ada ilmu pedang lain yang dapat mengalahkannya. Yue Buqun telah mengulangi beberapa jurusnya, Linghu Chong tahu bahwa ia mempunyai kesempatan untuk menang, maka diam-diam ia merasa girang. 

Yue Buqun melihat bahwa ujung-ujung bibirnya terangkat membentuk seulas senyum kecil, diam-diam ia merasa terkejut, "Kenapa maling cilik ini tersenyum? Apakah ia sudah mempunyai cara untuk mengalahkanku?" Ia segera dengan sembunyi-sembunyi mengerahkan tenaga dalam, mendadak maju mendadak mundur, lalu mengelilingi lawan dengan cepat, jurus-jurus pedangnya bagai topan badai, semakin lama semakin cepat. 

Yingying tergeletak di atas tanah, bahkan sosok Yue Buqunpun tak dapat dilihatnya dengan jelas, ia merasa pusing dan pandangannya kabur, perutnya terasa mual dan ia ingin muntah. 

Setelah bertarung tiga puluh jurus lebih lagi, jari tangan kiri Yue Buqun menuding ke depan, sedangkan tangan kanannya ditarik ke belakang, Linghu Chong tahu bahwa ini adalah ketiga kalinya ia melancarkan jurus itu. Setelah bertarung beberapa lamanya, Linghu Chong yang baru sembuh mulai merasa lelah, namun ia tahu bahwa keadaan amat genting, di tengah serangan Yue Buqun yang secepat kilat dan sekuat guntur ini, kalau ia sedikit lengah saja, nyawanya akan melayang, dan Yingying akan menerima siksaan berat, maka begitu ia melihatnya melancarkan jurus itu, ia segera menikam ke arah iga kanan lawan, ia menusuk dengan miring, titik yang dituding oleh ujung pedangnya adalah titik lemah jurus itu. Ini berarti ia dapat mengantisipasi gerakan lawan sebelum lawan melancarkan jurusnya. 

Walaupun jurus Yue Buqun ini sebat, namun Linghu Chong berhasil mendahuluinya, sebelum jurus Pixie Jianfa sempat berubah, pedang lawan telah menusuk ke arah iganya, ia tak bisa menangkis dan juga tak bisa menghindar, Yue Buqun menjerit dengan suara melengking, suara teriakannya itu penuh rasa terkejut dan murka, sekaligus rasa tak berdaya dan putus asa. Ujung pedang Linghu Chong telah menyentuh iganya, namun begitu mendengar jeritannya yang melengking itu, ia terkejut, "Aku kelewatan, dia adalah shifu, aku mana bisa melukainya?" Ia segera menahan pedangnya, lalu berkata, "Kalah menang sudah dapat ditentukan, mari kita tolong shiniang, lalu.....lalu kita berpisah!" 

Wajah Yue Buqun nampak kelabu, dengan perlahan ia mengangguk, lalu berkata, "Baik! Aku mengaku kalah!" 

Linghu Chong melemparkan pedangnya ke tanah, lalu berpaling dan menatap Yingying. 
Sekonyong-konyong, Yue Buqun berteriak keras-keras, pedangnya melesat secepat kilat dan menusuk pinggang kiri Linghu Chong. Linghu Chong terperanjat dan cepat-cepat memungut pedangnya, namun terlambat sudah, "Sret!", ujung pedang telah menembus pinggang belakangnya. Untung saja tenaga dalam Linghu Chong melimpah, 
begitu ujung pedang menyentuh tubuhnya, ototnya secara spontan mengkerut, ujung pedang bergeser ke samping dan menusuk dengan miring, sehingga tak melukai bagian penting tubuhnya. 

Yue Buqun kegirangan, ia menarik pedangnya dan kembali menebas, Linghu Chong cepat-cepat berguling beberapa chi. Yue Buqun menerjang ke depan dan menebas dengan ganas, dalam keadaan genting Linghu Chong berguling, "Trang!", mata pedang menghantam tanah, hanya terpisah beberapa cun saja dari kepala Linghu Chong. 

Yue Buqun mengangkat pedangnya, sambil menyeringai menyeramkan, ia mengangkat pedang tinggi-tinggi, menerjang ke depan selangkah dan menebas ke arah kepala Linghu Chong, namun sekonyong-konyong kakinya menginjak tempat kosong, lalu tubuhnya terperosok ke dalam tanah. Ia amat terkejut dan cepat-cepat mengambil napas, kaki kanannya menjejak tanah untuk melompat ke atas, namun seketika itu juga langit dan bumi bagai berputar, lalu ia tak sadarkan diri lagi, "Bruk!", ia terjatuh ke dasar lubang jebakan. 

* * * 

Catatan Kaki Penerjemah

[1] Jabatan yang berarti 'Pengawas Dupa'. 


Bagian Ketiga

Linghu Chong lolos dari lubang jarum, sambil menekan luka di pinggangnya dengan tangan kanannya, ia berusaha untuk duduk.

Dari tengah rerumputan terdengar beberapa orang serentak berseru, "Da Xiaojie! Shengu!" Beberapa orang berlari mendekat, mereka adalah Bao Dachu, Tetua Mo dan yang lainnya berenam. Bao Dachu terlebih dahulu berlari ke samping lubang jebakan, menahan napasnya, membalikkan goloknya, lalu memukul ubun-ubun Yue Buqun keras-keras dengan gagangnya. Kalaupun tenaga dalamnya lihai, atau obat bius tak mampu membiusnya untuk waktu yang lama, setelah terkena pukulan itu, ia akan tak sadarkan diri selama setengah hari.

Linghu Chong cepat-cepat menerjang ke sisi Yingying, lalu bertanya, "Dia.....dia menotok titik jalan darahmu yang mana?" Yingying berkata, "Kau.....kau tak apa-apa?" Ia amat ketakutan, suaranya gemetar dan ia sukar mengendalikan dirinya, terdengar gerahamnya bergemeletukan. Linghu Chong berkata, "Aku tak akan mati, jangan.....jangan takut". Yingying berkata dengan lantang, "Penggal keparat ini!" Bao Dachu menjawab, "Baik!" Linghu Chong cepat-cepat berkata, "Jangan bunuh dia!" Yingying melihat bahwa ia amat cemas, maka ia berkata, "Baik. Cepat.....cepat tangkap dia". Ia tak tahu bahwa lubang jebakan itu telah dibubuhi obat bius, ia khawatir kalau Yue Buqun melompat ke atas lagi, tak ada yang dapat menandinginya. 

Bao Dachu berkata, "Siap!" Ia sama sekali tak berani berkata bahwa lubang jebakan ini digali olehnya, dan bahwa mereka berenam sebelumnya telah bersembunyi di sampingnya, kalau tidak bagaimana ia dapat menjelaskan kenapa saat da xiaojie ditawan oleh Yue Buqun, mereka hanya sibuk mencari selamat sendiri dan tak keluar untuk menolongnya. Kalau hal ini sampai diselidiki, akibatnya akan jadi runyam bagi mereka, maka mereka terpaksa berpura-pura baru muncul sekarang. Ia mencengkeram tengkuk Yue Buqun dan menariknya keluar, tangannya bergerak dengan sebat bagai angin dan ia segera menotok dua belas titik jalan darah utamanya. Selain itu ia juga mengeluarkan seutas tali tambang, yang lalu digunakannya untuk mengikat tangan dan kakinya erat-erat. Setelah diberi obat bius, dipukul kepalanya, ditotok jalan darahnya dan diikat erat-erat, kalaupun kepandaiannya amat lihai, ia akan sukar meloloskan diri. 

Linghu Chong dan Yingying saling berpandangan, seakan dalam mimpi. Setelah beberapa saat, "Oh!", tangis Yingyingpun meledak. Linghu Chong memeluknya, setelah lolos dari lubang jarum, ia merasa bahwa hidup tak pernah terasa begitu indah. Ia menanyakan dengan jelas titik-titik jalan darahnya yang mana saja yang tertotok, lalu membukanya untuknya. Ketika melihat shiniang masih terbaring di atas tanah, ia berseru, "Aiyo!", lalu cepat-cepat berlari ke sampingnya, memapahnya, lalu membuka titik-titik jalan darahnya seraya berkata, "Shiniang, maafkan aku". 

Semua kejadian yang baru saja berlalu telah dilihat dengan jelas oleh Nyonya Yue dengan mata kepala sendiri, ia sangat kenal watak Linghu Chong, bahwa ia selalu sangat menyayangi dan menghormati Yue Lingshan, dan selalu memperlakukannya bagai seorang dewi dari kahyangan. Ia pasti tak akan berani sedikitpun bersikap kurang ajar padanya, bahkan sepatah kata keraspun tak pernah dikatakannya kepadanya, dan sama sekali tak aneh kalau ia mempertaruhkan nyawanya deminya. Maka kalau ia sampai memaksanya dan lalu membunuhnya, hal ini sama sekali tak masuk akal. Lagipula ia telah melihat bagaimana ia dan Yingying begitu saling mencintai, mana mungkin ia melakukan perbuatan seperti itu? Ketika Linghu Chong bertarung melawan sang suami, ia menahan diri dan tak membunuhnya, namun suaminya malah tiba-tiba membokongnya, suatu perbuatan rendah yang bahkan orang-orang aliran sesatpun tak sudi melakukannya, namun ketua Wuyue Pai yang berwibawa malah menggunakan tipu muslihat itu, benar-benar suatu perbuatan yang hina, seketika itu juga ia merasa putus asa, dengan hambar ia bertanya, "Chong er, benarkah Shan er dibunuh oleh Lin Pingzhi?"

Hati Linghu Chong terasa pedih, air matanya jatuh bercucuran, sambil tersedu sedan ia berkata, "Murid......aku......aku......" Nyonya Yue berkata, "Ia tak mengangapmu sebagai murid, tapi aku selalu menganggapmu muridku. Kalau kau bersedia, aku akan selalu menjadi shiniangmu". Linghu Chong merasa berterima kasih, ia bersujud di tanah seraya berseru, "Shiniang! Shiniang!" Nyonya Yue mengelus-elus rambutnya, air matanyapun berlinangan, perlahan-lahan ia berkata, "Apakah yang dikatakan Ren Da Xiaojie ini benar? Lin Pingzhi belajar Pixie Jianfa dan berlindung pada Zuo Lengchan, dan oleh karenanya ia membunuh Shan er?" Linghu Chong berkata, "Benar". 

Sambil tersedu sedan Nyonya Yue berkata, "Kau kemarilah, akan kuperiksa lukamu". Linghu Chong berkata, "Baik". Ia berbalik dan menghampirinya. Nyonya Yue merobek baju yang menutupi punggungnya, monotok titik-titik jalan darah di sekeliling lukanya, lalu berkata, "Apakah kau punya obat luka Hengshan Pai?" Linghu Chong berkata, "Punya". Yingying mengeluarkannya dari saku dadanya dan memberikannya pada Nyonya Yue. Nyonya Yue membersihkan bercak-bercak darah di sekitar lukanya, mengoleskan obat, mengeluarkan sehelai sapu tangan yang putih bersih, lalu menekan lukanya dengan sapu tangan itu. Ia juga merobek beberapa helai kain dari ujung gaunnya untuk membalut lukanya. Linghu Chong selalu menganggap Nyonya Yue sebagai ibu kandungnya sendiri, ketika ia melihatnya memperlakukan dirinya sedemikian rupa, hatinya amat terhibur dan rasa nyeri lukanyapun terlupakan. 

Nyonya Yue berkata, "Di kemudian hari, bunuhlah Lin Pingzhi untuk membalaskan dendam Shan er, tugas ini kaulah tentunya yang harus melaksanakannya". Dengan air mata berlinangan Linghu Chong berkata, "Xiao shimei......xiao shimei......ketika ia sekarat, ia minta anak melindungi Lin Pingzhi. Anak tak tega melukai perasaannya, maka anak berjanji. Tugas ini......tugas ini sangat sukar dilaksanakan". Nyonya Yue menarik napas panjang, lalu berkata, "Karma buruk! Karma buruk!" Ia kembali berkata, "Chong er, sejak saat ini, kau tak boleh terlalu baik pada orang lain!" 

Linghu Chong berkata, "Baik". Mendadak ia merasakan cairan hangat membasahi tengkuknya, ia berpaling dan melihat bahwa wajah Nyonya Yue pucat pasi, dengan terkejut ia berseru, "Shiniang, shiniang!" Saat ia cepat-cepat berdiri untuk memapah Nyonya Yue, ia melihat sebilah pisau menancap di dadanya, pisau itu telah menembus ulu hatinya, napasnya telah putus dan ia telah tewas. Linghu Chong terpana, ia menjerit, namun tak ada suara sedikitpun yang keluar dari mulutnya. 

Yingying juga amat terkejut, tapi bagaimanapun juga ia tak punya hubungan emosional apapun dengan Nyonya Yue, maka ia hanya merasa terkejut dan iba, tapi sama sekali tak merasa sedih. Ia segera memapah Linghu Chong, setelah beberapa saat, barulah tangis Linghu Chong meledak. 

* * * 

Bao Dachu melihat bahwa pasangan muda itu baru saja mengalami kesedihan besar, tentunya mereka akan banyak saling mengucapkan perkataan mesra, maka ia tak berani menganggu mereka. Ia juga khawatir Yingying akan menyelidiki asal usul lubang jebakan itu, mereka berenam harus berunding dahulu untuk menentukan apa yang harus mereka katakan untuk membohonginya, maka ia cepat-cepat mengangkat Yue Buqun dan mundur jauh-jauh bersama Tetua Mo dan yang lainnya. 

Linghu Chong berkata, "Kenapa.....kenapa mereka hendak menangkap shifuku?" Yingying berkata, "Kau masih memanggilnya shifu?" Linghu Chong berkata, "Ai, sudah kebiasaan. Kenapa shiniang bunuh diri? Kenapa.....kenapa ia bisa bunuh diri?" Yingying berkata dengan penuh kebencian, "Tentunya gara-gara keparat Yue Buqun itu. Menikah dengan suami yang rendah dan tak tahu malu seperti itu, kalau tak membunuhnya, ia sendiri terpaksa bunuh diri. Ayo kita cepat bunuh Yue Buqun untuk membalaskan dendam shiniangmu". 

Dengan bimbang Linghu Chong berkata, "Katamu kau hendak membunuhnya? Bagaimanapun juga ia masih shifuku, yang membesarkanku". Yingying berkata, "Walaupun dia gurumu dan telah berjasa membesarkanmu, ia telah beberapa kali berusaha mencelakaimu, maka segala budi dan dendam diantara kalian sudah impas. Tapi kau harus membalas budi baik shiniangmu, bukankah shiniangmu tewas di tangannya?" Linghu Chong menghela napas dan berkata, "Budi baik shiniang susah dibalas seumur hidup. Kalaupun budi dan dendam diantaraku dan Yue Buqun sudah impas, aku tetap tak bisa membunuhnya". 

Yingying berkata, "Kau tak usah turun tangan sendiri". Ia berseru, "Tetua Bao!" 

Bao Dachu menjawab dengan nyaring, "Siap, da xiaojie". Ia datang menghampiri bersama Tetua Mo dan yang lainnya. Yingying berkata, "Apa ayahku menyuruh kalian datang kemari untuk membereskan urusan ini?" Bao Dachu berkata dengan hormat, "Benar. Jiaozhu memerintahkan hamba, bersama dengan Tetua Ge, Du dan Mo bertiga memimpin sepuluh orang murid untuk menangkap Yue Buqun dan membawanya kembali ke depan altar". Yingying berkata, "Dimana Tetua Ge dan Du?" Bao Dachu berkata, "Lebih dari dua shichen yang lalu, mereka pergi untuk memancing Yue Buqun kemari, tapi sampai sekarang belum kelihatan, jangan-jangan.....jangan-jangan......" Yingying berkata, "Geledah Yue Buqun". Bao Dachu menjawab, "Siap!" Ia segera mengeledahnya. 

Dari saku dada Yue Buqun ia mengeluarkan sebuah bendera sutra, yaitu panji komando Wuyue Jianpai, dan belasan batang uang emas dan perak, selain itu terdapat pula dua medali perunggu. Dengan suara keras karena gusar, Bai Dachu berkata, "Lapor kepada da xiaojie: Tetua Ge dan Du tentu telah dicelakai orang ini, ini adalah medali kedua tetua itu". Sambil berbicara ia mengangkat kakinya dan menendang keras-keras pinggang Yue Buqun. 

Linghu Chong berseru, "Jangan lukai dia". Bao Dachu berkata dengan sangat hormat, "Baik". 

Yingying berkata, "Ambil air dingin dan siram dia supaya sadar". Tetua Mo mengambil tempat minum yang tergantung di pinggangnya, membuka tutupnya, lalu menuangkan air ke kepala Yue Buqun. Yue Buqun mengerang dan membuka matanya, ia merasa bahwa ubun-ubun dan pinggangnya amat nyeri, maka ia kembali mengerang. 

Yingying bertanya, "Marga Yue, apa kau yang membunuh Tetua Ge dan Du dari agama kami?" Bao Dachu mengambil dua medali tembaga itu dan melempar-lemparkannya hingga bergemerincingan. 

Yue Buqun sadar bahwa ia sudah tak punya harapan lagi, makinya, "Aku yang membunuh mereka. Semua pengikut aliran sesat Mo Jiao harus dibunuh". Bao Dachu ingin menendangnya sekali lagi, tapi ia berpikir bahwa Linghu Chong bersahabat erat dengan jiaozhu, selain itu ia juga calon suami da xiaojie, karena ia telah berkata, "jangan lukai dia", maka Bao Dachu tak berani membangkang. Yingying tertawa sinis dan berkata, "Kau menyombongkan dirimu sendiri sebagai ketua aliran lurus, namun perbuatanmu seratus kali lipat lebih jahat dari kami anggota Riyue Shenjiao, tapi kau masih berani-beraninya menghina kami sebagai orang sesat. Bahkan istrimu sendiri juga benci setengah mati padamu dan lebih suka bunuh diri daripada tetap menjadi istrimu. Apa kau masih punya muka untuk tetap hidup di dunia ini?" Yue Buqun memaki, "Perempuan siluman kecil, kau bicara sembarangan! Istriku jelas-jelas kalian bunuh, lalu setelah itu kalian melemparkan kesalahan dan berkata bahwa ia bunuh diri". 

Yingying berkata, "Chong ge, dengarlah kata-katanya, ia begitu tak tahu malu". Linghu Chong berkata dengan terbata-bata, "Yingying, aku hendak mohon suatu hal darimu". Yingying berkata, "Kau ingin aku melepaskannya? Jangan-jangan melepaskan harimau lebih mudah dari meringkusnya. Orang ini licik dan berhati keji, ilmu silatnya tinggi, kalau kelak ia mencarimu, kita belum tentu bernasib baik seperti hari ini". Linghu Chong berkata, "Lepaskan dia hari ini. Hubungan guru dan murid kita sudah putus. Aku sudah memahami seluruh ilmu pedangnya, kalau ia berani mencariku lagi, aku tak akan mengampuninya". 

Yingying tahu jelas bahwa Linghu Chong tak akan memperbolehkannya membunuh Yue Buqun, namun selama Linghu Chong tak lagi mengingat hubungan lama diantara mereka, mereka tak usah takut kepada Yue Buqun, maka ia berkata, "Baiklah, hari ini kita ampuni jiwanya. Tetua Bao, Tetua Mo, kalian pergilah ke dunia persilatan dan siarkanlah ke segala penjuru bagaimana kita mengampuni Yue Buqun. Siarkan juga kabar tentang bagaimana demi mempelajari Pixie Jianfa, Yue Buqun telah merusak anggota tubuhnya sendiri hingga menjadi bukan lelaki dan bukan perempuan, biar seluruh pendekar di kolong langit ini mendengarnya". Bao Dachu dan Tetua Mo serentak mengiyakan. 

Wajah Yue Buqun kelabu, sepasang matanya berkilat-kilat penuh dendam, namun karena ia masih dapat mempertahankan nyawanya, dalam ekspresinya masih tercampur rasa girang.  

Yingying berkata, "Kau membenciku, memangnya aku takut padamu?" Pedangnya mengayun dan memotong tali tambang yang mengikat Yue Buqun, ia berjalan mendekat, lalu membuka totokan di punggungnya, telapak tangan kanannya menekan mulutnya, sedangkan tangan kirinya memukul bagian belakang kepalanya. Mulut Yue Buqun terbuka, ia merasa bahwa dalam mulutnya ada sebutir pil, pada saat yang sama dua jari tangan kanan Yingying menjepit lubang hidungnya sehingga seketika itu juga ia tak dapat bernapas. 

Ketika Yingying memotong tali pengikat Yue Buqun dan membuka totokannya, ia memunggungi Linghu Chong sehingga pandangan matanya terhalang, ketika ia menjejalkan pil ke dalam mulut Yue Buqun, Linghu Chong tak melihatnya, ia hanya berpikir bahwa Yingying menurutinya dan bersedia membebaskan sang guru, sehingga hatinya terasa lega. 

Karena lubang hidung Yue Buqun tersumbat, ia membuka mulutnya untuk bernapas, Yingying mengerahkan tenaga ke tangannya untuk mendorong, seketika itu juga pil itu masuk ke perutnya bersama dengan aliran napasnya. 

Begitu Yue Buqun menelan pil itu, ia begitu ketakutan sehingga nyalinya seakan terbang ke langit, ia menduga bahwa pil itu adalah 'Sanshi Naoshen Dan', pil terlihai kepunyaan Mo Jiao, sebelumnya ia pernah mendengar orang berkata, bahwa setelah menelan pil ini, setiap tahun saat Duanwujie[1] orang itu harus minum obat penawar untuk mencegah serangga pemakan mayat dalam pil itu keluar, kalau serangga itu sampai keluar dan masuk ke dalam otak, lalu memakannya, sakitnya tak dapat dilukiskan. Orang itu juga akan menjadi gila sehingga bahkan melebihi anjing gila. Walaupun ia licin dan penuh tipu muslihat, dan selalu tenang dalam menghadapi maut, namun saat ini keringatnya membanjir dan wajahnya pucat pasi. 

Yingying bangkit dan berkata, "Chong ge, mereka turun tangan dengan terlalu keras, totokan ini telalu berat, dua titik lainnya baru bisa terbuka setelah beberapa saat, sehingga ia untuk sementara tak bisa bergerak". Linghu Chong berkata, "Banyak terima kasih". Yingying tersenyum menawan, namun ia berkata dalam hati, "Aku diam-diam berbuat sesuatu, walaupun aku menipumu, namun ini adalah demi kebaikanmu juga". Setelah beberapa saat, ia menduga bahwa pil itu sudah dicernakan dalam usus Yue Buqun, dan ia sudah tak bisa lagi menggunakan tenaga dalam untuk memuntahkannya,  maka ia baru membuka kedua titik jalan darahnya itu. Ia membungkuk dan berbisik di telinganya, "Setiap tahun sebelum Duanwujie, datanglah ke Heimuya, aku akan memberikan obatnya padamu". 

Mendengar perkataan itu, Yue Buqun benar-benar yakin bahwa yang baru ditelannya memang 'Sanshi Naoshen Dan', mau tak mau sekujur tubuhnya gemetar, dengan suara gemetar ia berkata, "Ini.....ini Sanshi.....Sanshi......" 

Yingying tertawa cekikikan, lalu berkata, "Tepat sekali, selamat pada tuan. Obat mujarab seperti ini amat sukar dibuat, di agama kami, hanya tokoh kelas wahid yang berkedudukan tinggi dan tinggi ilmu silatnya yang berhak meminumnya. Tetua Bao, benar tidak?" 

Bao Dachu menjura seraya berkata, "Berkat kebaikan jiaozhu, pil sakti ini telah diberikan kepada hamba untuk diminum. Hamba akan selalu setia dan mematuhi perintah, setelah minum pil sakti, kepercayaan jiaozhu kepada hamba bertambah besar, benar-benar suatu hal yang baik. Semoga ketua hidup selamanya, mempersatukan dunia persilatan". 

Linghu Chong terkejut, ia bertanya, "Kau memberi shifu.....dia Sanshi Naoshen Dan?" 

Yingying berkata sembari tertawa, "Ia sendiri yang tak sabar meminumnya, mungkin perutnya sangat keroncongan, sehingga segala macam dimakan olehnya. Yue Buqun, sejak saat ini kau harus berusha dengan sekuat tenaga untuk melindungi nyawa Chong ge dan aku, hal ini sangat bermanfaat bagimu". 

Kebencian berkecamuk dalam hati Yue Buqun, namun ia berpikir, "Kalau sampai terjadi apa-apa pada perempuan siluman ini atau kalau ia sampai terbunuh, aku.....aku akan mati mengenaskan. Atau kalau ia masih hidup, tapi terluka parah, dan tak bisa pulang ke Heimuya sebelum Duanwujie, dimana aku harus mencarinya? Atau mungkin ia memang tak bermaksud memberikan obat itu padaku....." Ketika berpikir sampai disini, mau tak mau sekujur tubuhnya gemetar, walaupun ia telah menguasai ilmu sakti, namun tak nyana ia tak dapat menenangkan dirinya. 

Linghu Chong menghela napas, ia berpikir bahwa Yingying berasal dari Mo Jiao, maka tindakannya masih agak sesat, namun karena ia melakukan tindakan ini demi dirinya, ia tak dapat menyalahkannya. 

Yingying berkata pada Bao Dachu, "Tetua Bao, kau pergi dan laporkan kepada jiaozhu bahwa ketua Wuyue Pai Tuan Yue telah dengan tulus masuk agama kita, ia telah minum obat sakti jiaozhu dan tak mungkin berkhianat lagi". Sebelumnya ketika melihat Linghu Chong membebaskan Yue Buqun, Bao Dachu merasa cemas, ia khawatir kalau sekembalinya ke markas nanti, jiaozhu akan menyalahkannya, namun begitu ia tahu Yue Buqun telah dipaksa minum 'Sanshi Naoshen Dan', ia merasa girang, maka ia segera berkata dengan gembira, "Da xiaojie telah memimpin seluruh pertempuran dan meraih kemenangan, jiaozhu tentu akan sangat senang. Jiaozhu membangkitkan agama suci kami dan memberi faedah bagi rakyat jelata". Yingying berkata, "Karena Tuan Yue sudah masuk agama kita, hal-hal yang dapat menodai reputasinya tak boleh tersiar di luar. Mengenai hal ia telah minum pil sakti, lebih-lebih lagi tak boleh sampai bocor keluar. Orang ini kedudukannya sangat tinggi di dunia persilatan, ia sangat pandai dan ilmu silatnya hebat, jiaozhu tentu akan memberinya kedudukan yang penting". Bao Dachu berkata, "Baik. Kami akan mematuhi perintah da xiaojie". 

Ketika Linghu Chong melihat raut wajah Yue Buqun yang begitu kesusahan, mau tak mau ia merasa sedih. Walaupun Yue Buqun berusaha mencelakainya dan bertindak dengan amat telengas terhadapnya, namun dalam dua puluh tahun belakangan ini, ia dari kecil sampai dewasa dibesarkan olehnya dan shiniang, ia selalu menganggapnya seperti ayah kandungnya sendiri, namun sekarang mendadak berubah menjadi seorang musuh, maka hatinya terasa sedih. Ia hendak mengucapkan beberapa kata menghibur, namun tenggorokannya seakan tersumbat duri ikan dan ia tak kuasa berkata-kata. 

Yingying berkata, "Tetua Bao, Tetua Mo, setelah kalian kembali ke Heimuya, mohon kalian wakili aku untuk menyampaikan salam hormatku pada ayah dan Paman Xiang, setelah.....setelah lukanya......luka Linghu Gongzi sembuh,  kami akan pulang ke markas untuk menjumpai ayah". 

Terhadap gadis lain, Bao Dachu tentu akan berkata, 'Semoga gongzi cepat sembuh dan dapat kembali ke Heimuya bersama da xiaojie, sehingga kita semua bisa secepat mungkin minum arak kegirangan'. Bagi sepasang kekasih muda, perkataan semacam  ini sangat tepat, akan tetapi terhadap Yingying, ia mana berani berkata demikian? Memandang mereka berdua saja ia tak berani, maka ia terus menundukkan kepala dan membungkuk, wajahnya tanpa ekspresi, ia hanya menjawab saja dengan sikap penuh hormat karena khawatir Yingying akan mengira bahwa diam-diam ia menertawakannya. 
Nona ini karena khawatir orang menertawakan kisah kasihnya dengan Linghu Chong, pernah membuat susah banyak orang dunia persilatan, hal ini sudah diketahui oleh semua orang di dunia persilatan. Ia tak berani berlama-lama dan segera minta diri pada Linghu Chong dan Yingying, dengan membawa serta orang-orang lainnya. Kepada Linghu Chong ia bersikap sedikit lebih hormat dibandingkan dengan kepada Yingying. Ia sudah lama berkecimpung di dunia persilatan dan sudah tahu tentang sifat manusia, ia tahu bahwa kalau ia semakin hormat pada Linghu Chong, Yingying akan semakin senang.

Yingying melihat bahwa Yue Buqun nampak tertegun, maka ia berkata, "Tuan Yue, kau juga boleh pergi. Apakah kau akan membawa jasad istrimu yang terhormat untuk dimakamkan di Huashan?" Yue Buqun menggeleng-geleng seraya berkata, "Mohon kebaikan kalian berdua untuk menguburkannya di sisi bukit ini!" Ketika mengucapkan perkataan ini ia sama sekali tak memandang ke arah mereka berdua, ia lalu pergi dengan cepat dan dalam sekejap telah menghilang di balik hutan, gerakan tubuhnya amat sebat, benar-benar sukar ditemui tandingannya.

* * * 

Saat senja menjelang, Linghu Chong dan Yingying memakamkan jasad Nyonya Yue di samping makam Yue Lingshan, Linghu Chong kembali menangis dengan sedihnya. 

Pagi-pagi keesokan harinya, Yingying bertanya, "Chong ge, bagaimana keadaan lukamu?" Linghu Chong berkata, "Kali ini lukaku tidak parah, kau tak usah khawatir". Yingying berkata, "Bagus. Semua orang sudah tahu bahwa kita tinggal disini. Kupikir sebaiknya kau beristirahat beberapa hari lagi, lalu kita pindah ke tempat lain". Linghu Chong berkata, "Begitu juga baik. Xiao shimei sudah ditemani mamanya, ia tak akan takut lagi.". Hatinya terasa pedih, ia kembali berkata, "Seumur hidupnya shifuku selalu lurus, tapi demi mempelajari ilmu pedang sesat ini wataknya banyak berubah". 

Yingying menggeleng seraya berkata, "Belum tentu juga. Dahulu ia menyuruh xiao shimeimu dan Lao Denuo pergi ke Fuzhou untuk membuka kedai arak kecil demi memperoleh Pixie Jianpu, hal ini bukanlah perbuatan seorang budiman". Linghu Chong terdiam, ia sudah pernah secara samar-samar memikirkan hal ini, tapi ia tak pernah berani memikirkannya secara mendalam.

Yingying kembali berbicara, "Ilmu pedang ini seharusnya tak dinamakan Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan, melainkan Ilmu Pedang Perguruan Sesat, itu baru benar. Kalau kitab pedang ini masih beredar di dunia persilatan, akan timbul bencana yang tak ada habis-habisnya. Yue Buqun masih hidup, sedangkan Lin Pingzhi telah menghafalkannya, tapi kurasa ia tak akan membacakan semuanya untuk Zuo Lengchan dan Lao Denuo. Si bocah Lin Pingzhi ini penuh perhitungan, ia mana sudi dengan senang hati memberikan kitab pedang ini pada orang lain?" Linghu Chong berkata, "Mata Zuo Lengchan dan Lin Pingzhi sudah buta, namun Lao Denuo yang tidak buta akan mendapat keuntungan. Ketiga orang ini sangat cerdas, kalau berkumpul bersama, mereka akan saling menjegal, entah bagaimana akhirnya. Kalau dua lawan satu, jangan-jangan Lin Pingzhi akan kalah". 

Yingying berkata, "Apa kau akan benar-benar melindungi Lin Pingzhi?" Sambil memandangi makam Yue Lingshan, Linghu Chong berkata, "Seharusnya aku tak berjanji pada xiao shimei untuk melindungi Lin Pingzhi. Orang ini lebih rendah dari anjing atau babi, aku ingin mencabik-cabik tubuhnya, bagaimana aku bisa melindunginya? Hanya saja aku sudah terlanjur berjanji pada xiao shimei, kalau aku ingkar janji, ia akan sukar menutup mata dengan tenang di akhirat". Yingying berkata, "Saat ia hidup di dunia ini, ia tak tahu siapa yang benar-benar baik padanya, setelah meninggal, arwahnya tentu tahu dan ia tentunya tak akan menyuruhmu melindungi Lin Pingzhi!" 

Linghu Chong berkata, "Belum tentu juga, cinta xiao shimei pada Lin Pingzhi sangat mendalam, ia jelas-jelas tahu bahwa ia sengaja melukainya, tapi ia masih tak tega membiarkan dirinya tertimpa bencana". 

Yingying berpikir, "Perkataan itu tak salah, seandainya itu aku, tak perduli bagaimana kau memperlakukanku, aku akan selalu memperlakukanmu dengan baik dengan sepenuh hati". 

Setelah menyembuhkan luka selama belasan hari di lembah itu, luka barunya itu telah hampir sembuh, ia berkata bahwa mereka harus pergi ke Hengshan untuk memberikan jabatan ketua pada Yiqing, setelah itu ia tak punya beban lagi dan dapat berkelana sampai ke ujung dunia bersama Yingying untuk mencari tempat menyepi. 

Yingying berkata, "Tentang masalah Lin Pingzhi ini, bagaimana kau akan menjelaskannya pada xiao shimeimu yang sudah meninggal dunia itu?" Linghu Chong mengaruk-garuk kepalanya seraya berkata, "Hal ini adalah perkara yang paling memusingkan bagiku, paling baik kau tak usah mengungkitnya, biarkan aku bertindak sesuai dengan keadaan yang terjadi nanti". Yingying tersenyum simpul dan tak lagi berbicara. 

Keduanya menjalankan penghormatan di depan kedua makam itu, lalu berangkat bersama-sama.


Catatan Kaki Penerjemah

[1] Festival Perahu Naga (Hokkian: Peh Cun).


No Comment
Add Comment
comment url