Akhir Cerita Puteri Harum dan Kaisar pada novel edisi revisi terakhir

chen jialuo dan putri harum

the book & the sword

Dalam cerita "Pedang dan Kitab Suci" (atau judul lainnya Puteri Harum dan Kaisar / the book and the sword) karya Jin Yong, pada ending novel edisi 1 dan edisi 2 terasa kurang, terasa hambar, padahal harusnya Chen Jialuo dan Puteri Harum (kasili) memiliki perasaan cinta yang sangat dalam, sehingga Jin Yong merevisi cerita dengan menambahkan sebuah bab pendek . Jika di edisi lama, diceritakan Chen Jialuo dan anggota perkumpulan bunga merah secara kebetulan menemukan lokasi peti mati tempat puteri harum di makamkan, dan hanya diceritakan secara pendek-ringkas, kali ini ditambahin cerita yang menunjukkan bagaimana emosional Chen Jialuo yang begitu terguncang oleh kematian puteri harum, boleh dibilang Chen Jialuo kehilangan setengah kewarasannya pasca kejadian itu.


The Book and The Sword

Bab 21: Kemanakah Jiwa Berpulang?


Di tengah-tengah padang pasir besar di perbatasan wilayah Hui, bulan sabit nampak di angkasa, cahaya bulan yang dingin menyinari pasir kuning yang terbentang sepanjang mata memandang. Di dalam tenda, sebuah pelana unta dipakai sebagai meja, permukaannya diselimuti kulit domba tipis, di atas kulit domba itu sebilah pedang yang sangat tajam tergeletak melintang, mata pedang itu memancarkan sinar biru yang terpantul di badan pedang yang berbercak darah. 

Effendi mengelus janggutnya seraya berkata dengan penuh wibawa, "Chen Xiongdi[1], pedang ini adalah pedang yang digunakan oleh si tua Burung Nazar Botak Chen Zhengde untuk bunuh diri. Elang Salju Nyonya Chen juga memakainya untuk mengorok lehernya sendiri. Si jubah kuning berjambul zamrud minta aku untuk memberikan pedang ini kepadamu. Ia berkata bahwa kalau kau ingin membunuh diri, jangan mengantung diri dari balok atap, tapi pakailah pedang si tua Chen ini. Begitu si jubah kuning berjambul zamrud mendengar berita tentang kematianmu, ia akan bunuh diri dengan pedang pendek gurunya, Nyonya Chen. Kami kaum Muslimin selalu berbicara benar, belum pernah kami mengatakan sesuatu yang tidak benar". Chen Jialuo berkata dengan terkejut, "Mohon tanya laoyezi[2], si jubah kuning berjambul zamrud itu ada di mana? Mohon bawa aku menemui dia!" Effendi tertawa dingin, "Apa gunanya bertemu dia? Asal kau tidak mati, masih ada beberapa puluh tahun dalam hidupmu untuk bertemu dengannya. Kalau kau mau bunuh diri, kalian akan bertemu di neraka". Chen Jialuo berkata dengan murung, "Kasili bunuh diri untuk memperingatkan kita, dan menyelamatkan beberapa puluh nyawa anggota Hong Hua Hui. Ia sebatang kara, kalau ia masuk ke dalam neraka, aku juga akan masuk neraka untuk menemaninya". Effendi tertawa terbahak-bahak hingga terbungkuk-bungkuk dan tak mampu berdiri lagi. 

Chen Jialuo menyoja seraya berkata, "Mohon laoyezi beritahukan, apakah aku mengatakan sesuatu yang salah? Mohon petunjuk laoyezi". Effendi berkata, "Kau pernah berkata kepada Kasili bahwa kau akan menjadi seorang Muslim, tapi kau hanya bicara saja dan tak melakukannya. Al Quran kami mengatakan bahwa Allah akan menghukum orang yang bunuh diri, memasukkannya ke dalam neraka untuk menderita selama-lamanya. Ayat kelimapuluh lima dari bab ketiga puluh sembilan Al Quran menyatakan: 'Hamba Allah, apabila kalian berdosa, jiwa kalian akan dilaknat, namun Allah maha pemaaf, janganlah putus asa, Allah akan mengampuni dosamu. Allah akan memberi rahmat pada orang-orang yang dikasihiNya, Allah akan mengampuni orang-orang yang benar-benar percaya padaNya'. Ayat keenam puluh tujuh bab keempat Al Quran menyatakan: 'Semua yang mengikuti Allah dan rasulNya, dan yang berdiam bersama Nabi dan orang-orang suci dan terbunuh karena bertempur demi Allah, gugur di jalan Allah, Allah akan memberinya anugrah yang besar'. Juga dinyatakan: 'Mereka yang mati demi Allah dan keadilan, dan meninggalkan kehidupan di dunia ini, walaupun mereka mati namun mereka akan meraih kemenangan, Allah pasti akan memberi mereka anugrah yang berlimpah-limpah'. "Apakah anugrah itu?" 'Setelah mati mereka pasti akan masuk ke dalam surga, melayani Allah di tepi sungai yang mengalir tiada hentinya di dalam taman bunga......' Kau belum menerima ajaran imam kami, kau hanya tahu sebagian kecil saja. Kasili mati demi sahabat-sahabat Muslimnya, ia mati bertempur demi Allah, Allah telah mengirim malaikat untuk membawanya ke surga......" 

Chen Jialuo setengah percaya dan tidak percaya, ia mengumam, "Tak heran mengapa tiada jasad di dalam makamnya, apakah dia sudah naik ke surga?" Effendi berkata, "Aku tak tahu. Jadilah seorang Muslim, matilah demi Allah dan terimalah ampunannya, maka mungkin di surga kau akan bertemu dengannya". 

Semangat Chen Jialuo bangkit, ia memohon, "Laoyezi, mohon ajak aku menemui imam kalian, mohon supaya ia mengajariku. Seumur hidupku aku membaca kitab-kitab kebijaksanaan Konghucu, ternyata semua tak benar. Ai, aku seorang sastrawan tak berguna, membaca buku-buku yang salah. Bagaimana aku bisa berbicara tentang kesetiaan dan bakti ketika aku telah mengakibatkan kematian begitu banyak saudara-saudara yang baik?" 

Seorang tua berambut putih yang selama itu duduk di pojok tenda bangkit, melangkah mendekatinya dan berkata, "Chen Duozhu[3], kau tak boleh berkata begitu. Ajaran Konghucu sama sekali tidak salah". Chen Jialuo menyoja sambil berkata, "Lu Qianbei[4], kalaupun kulit wajahku tebal, aku tak bisa lagi menjadi pemimpin Hong Hua Hui. Aku sangat bodoh, percaya pada perkataan kaisar, mengira bahwa ia benar-benar mempunyai rasa persaudaraan dan akan menghormati perjanjian perserikatan diantara kita, mengusir bangsa Manchu dan mengembalikan bangsa Han, dan mengembalikan tanah air kita. Ternyata si kutu buku ini sangat bebal, sehingga mengakibatkan kematian kedua qianbei Rajawali Tianshan, Zhang Shige[5]dan banyak saudara yang lain, dan juga banyak biksu terkemuka dari Biara Shaolin. Oleh karena itu aku harus membunuh diri, pertama, karena aku tak punya muka untuk hidup di dunia ini dan harus minta maaf pada mereka yang gugur, kedua, karena ingin pergi ke neraka untuk menemani sahabat cantikku yang telah mati demi aku; yang terpenting adalah supaya aku bisa melepaskan beban yang berat ini dan mohon seseorang yang berbudi dan berbakat untuk memimpin puluhan ribu saudara-saudara yang tergabung dalam Hong Hua Hui". 

Orang tua itu ialah seorang sesepuh Perguruan Wudang, Lu Feiqing yang wen wu quan cai [6], setelah mengundurkan diri ia tidak melalaikan ilmu silatnya, namun juga membaca banyak kitab-kitab Konghucu, sehingga ia menjadi guru di sekolah militer milik Li Kexiu, ia berkata, "Konghucu berkata, 'Seseorang yang berkelahi melawan seekor harimau dengan tangan kosong atau menyeberangi sungai tanpa perahu, lalu mati tanpa penyesalan, aku tak mau bersama dengannya. Ia harus seseorang yang melakukan segalanya dengan hati-hati, yang merencanakan semuanya dengan seksama dan berhasil[7]’. Konghucu tak memperbolehkan kepahlawanan seorang diri". Chen Jialuo mengangguk, "Perbuatanku baru-baru ini di Beijing benar-benar sangat gegabah, aku takut menghadapi masalah, sebelumnya aku tidak menuruti nasehat qianbei, aku sudah merencanakannya sebelumnya, lalu baru bergerak". Lu Feiqing berkata, "Chen Duozhu, kalau kau bunuh diri, kau telah bersalah karena bertindak dengan tergesa-gesa. Surat wasiatmu membuat sedih Wuchen Taochang[8], Zhao Banshan Xiongdi dan para pemimpin Hong Hua Hui lain. Jeritan para saudara menguncang langit dan bumi, semua orang berduka. Wuchen Taochang berkata, "Kalau kau membunuh diri, kami semua akan mengikuti ke bawah tanah, setelah sampai di akherat kita akan meneruskan Hong Hua Hui kita. Kekalahan kita kali ini di Beijing adalah perbuatan kita semua, bukan karena gagasanmu seorang. Aku rasa, ayah angkatmulah yang pertama kali mengemukakan gagasan itu. Kau hanya menuruti perintah ayah angkatmu". 

Chen Jialuo tertegun dan tak berbicara apa-apa. Lu Feiqing perlahan-lahan menggeleng sambil menghela napas, "Kemarahan sehari membuat dirimu lupa diri, namun demi keluargamu apa kau akan menyerah? Sejak hari ini, para saudara Hong Hua Hui adalah keluargamu, kalau kau sekarang bunuh diri karena putus asa, ini berarti bahwa kau melupakan mereka semua hanya karena kemarahan seharimu". Chen Jialuo berkata, "Aku tidak bertindak berdasarkan amarah, aku sudah memikirkan hal ini dengan seksama, aku benar-benar tak punya budi dan kemampuan, tak punya kebijaksanaan dan keberanian. Boleh dikatakan bahwa mati pun tetap tak bisa menebus dosaku. Walaupun aku bunuh diri, masih tak cukup untuk meminta ampun pada dunia....." Ketika berbicara sampai disini, ia tak kuasa menahan air matanya dan ia berbicara sambil tersedu sedan. Lu Feiqing menepuk bahunya dengan pelan seraya berkata, "Kesalahan seorang budiman adalah seperti gerhana mentari dan bulan: ketika seorang budiman berbuat kesalahan, semua orang melihatnya; ketika ia memperbaikinya, semua orang mengaguminya. Ini adalah sebuah perkataan dari Kitab Sabda Suci”. Chen Jialuo berkata, "Ajaran qianbei benar. Tapi kita sudah kalah telak, hal ini tak bisa dirubah lagi". 

Lu Feiqing berkata dengan berwibawa, "Meng Zi berkata, 'Tinggallah di kediaman yang luas di bawah langit, berdirilah dengan lurus di bawah langit, tegakanlah keadilan di bawah langit. Untuk meraih keberhasilan, kau harus bekerja sama dengan orang lain, jikalau kau berjalan sendiri, kau tak akan bisa meraih keberhasilan. Tak tamak akan harta dan kehormatan, tak berubah walaupun kesusahan, tak tunduk pada kekuasaan, itulah seorang lelaki sejati'. Lagipula, para saudara Hong Hua Hui telah berkorban demi negara dan rakyat bersama kita, mereka telah menegakkan keadilan di bawah langit, kita tidak bertindak sendirian. Walaupun masa depan sulit dan sepertinya kita tak akan berhasil, seorang lelaki sejati tak akan mundur saat menghadapi kesulitan, walaupun musuh beribu laksa, namun kita tetap maju!" Ia menepuk-nepuk dadanya beberapa kali dengan bersemangat, lalu berkata, "Duozhu, kita semua pahlawan dan orang gagah, apa yang kita takuti?" 

Chen Jialuo sudah mengenal dengan baik kitab-kitab klasik Konghucu, ia tahu bahwa kutipan-kutipan itu diambil dari Kitab Sabda Suci, Meng Zi dan Gong Yang Qun Qiu yang berisi ajaran orang bijak kuno bangsa Tionghoa yang artinya sangat mendalam. Mau tak mau semangat mulia timbul dalam hatinya, ia berseru keras-keras, menjura dan berkata, "Peringatan keras laoqianbei telah menyadarkanku". Sambil berbicara ia mengerahkan qinggongnya[9] dan berlari ke depan. 

Ia lari seperti orang gila dengan penuh tenaga, sinar bulan yang menyinari padang pasir memanjang bagai seekor naga, meliuk-liuk di hadapannya. Setelah berlari beberapa li jauhnya, ia tak menyadari bahwa ia telah berlari sampai di tepi sebuah danau. Ia merasa kakinya nyeri dan lemas, mulutnya begitu kering, hingga ia menerjang ke tepi danau itu dan minum air seperti kesetanan. Setelah minum beberapa saat dengan kedua tangannya, ia berbaring dan beristirahat sambil mengambil napas panjang. 

Dengan samar-samar, dalam keadaan setengah sadar setengah tidur, tiba-tiba ia merasa ada seseorang yang mengelap dahinya dengan lembut menggunakan sapu tangan yang dibasahi air, dengan terkejut Chen Jialuo duduk dan masuk ke dalam air. Ia melihat seorang gadis cantik berdiri di samping dirinya, kepalanya memakai jambul zamrud, berpakaian warna kuning, dialah Huo Qingtong. Tangan kanannya mengenggam sebuah sapu tangan yang basah kuyup, sambil tersenyum ia berkata, "Effendi Laoye merasa khawatir, ia menyuruh aku untuk memperhatikanmu, apakah dalam hatimu kau sudah mengerti?" Chen Jialuo berkata, "Kasili kemana? Kasili! Kasili!" Mendadak ia menangis keras-keras dan melemparkan dirinya ke tanah. 

Huo Qingtong tahu bahwa ketika ia bersamanya datang ke barat dari Beijing, di sepanjang jalan ia diam tak berbicara, terkadang diam-diam mengucurkan air mata, namun tak pernah menangis keras-keras. Ia tahu bahwa ia menahan rasa duka di dalam hatinya, maka hari ini setelah ia dicegah bunuh diri, ia menangis keras-keras untuk sedikit meluapkan rasa sedih yang ditahannya. Ia tak langsung menghiburnya, hanya menariknya ke tepi danau agar ia dapat duduk di tanah, sedangkan ia sendiri duduk di sampingnya. Ia teringat bahwa adiknya sudah meninggal dan ia selamanya tak dapat bertemu dengannya lagi, maka ia pun tak kuasa menahan tangis. 

Kedua orang itu duduk berendeng dan meratap untuk waktu yang lama, lalu Chen Jialuo mendadak mengangkat tangan kanannya dan menampar pipinya sendiri seraya berseru, "Aku telah melakukan kejahatan yang paling tak berampun, membuat Kasili tewas!" Menyusul ia membalikkan tangannya dan menampar pipi kirinya berkali-kali, kedua pipinya pun langsung bengkak dan mengeluarkan sedikit darah. Huo Qingtong tak mencegahnya, pikirnya, "Kalau kau menyakiti dirimu sendiri sampai puas, kau tak akan bunuh diri". Sekonyong-konyong Chen Jialuo bertanya, "Sekarang Kasili ada dimana? Dia seorang nona yang begitu manis, kalau dia seorang diri, siapa yang mengurusnya, melindungi dia?" 

Huo Qingtong berdiri dan perlahan-lahan berkata, "Allah akan mengurus dia, melindungi dia, kau tak usah khawatir". Chen Jialuo berkata, "Effendi berkata bahwa ia ada di taman bunga di surga, benarkah?" Huo Qingtong berkata, "Jadilah seorang Muslim, maka kau tentu akan tahu". Chen Jialuo bertanya, "Apa di langit benar-benar ada Allah? Apa benar kalau semua hal baik maupun buruk yang terjadi di dunia kita disebabkan karena Allah, semua diatur dan diputuskan oleh Allah?" Huo Qingtong berkata, "Setiap Muslim yang baik tahu bahwa hal ini benar". 

Chen Jialuo mengangkat kepalanya, memandang jauh ke cakrawala, tiba-tiba ia seakan melihat sesuatu dan berseru keras-keras, "Kasili! Kasili! Aku ada disini, kakakmu juga ada disini!" Sambil berteriak, "Kasili!", ia berlari ke depan. Huo Qingtong menggeleng-gelengkan kepalanya, ia khawatir kalau-kalau ia terlalu berduka dan pikirannya tak jernih, maka ia mengikutinya dari belakang. Setelah berlari sejenak, Chen Jialuo berhenti, mengangkat kedua lengannya ke arah langit sambil mengumam, "Kasili! Kau turunlah, aku ada disini!" Huo Qingtong mengikuti pandangan matanya, memandang ke langit, namun ia hanya melihat bulan muda di langit, bintang-bintang gemerlapan, dan awan putih yang perlahan-lahan menutupi bulan. Dengan lembut ia berkata, "Jialuo, Kasili tak ada disini". 

Chen Jialuo berkata dengan lantang, "Dia ada disana, duduk di atas awan putih, apa kau tak melihatnya? Kasili, kau melompatlah turun, aku akan menyambutmu, jangan takut!" Ia mementang kedua lengannya dan berlari ke depan. Namun awan putih itu sangat jauh, bagaimanapun juga ia tak bisa berlari sampai di bawah awan putih itu. Chen Jialuo berkata, "Kasili, Allah mengasihimu, kau tak masuk neraka, ini......ini sangat baik! Kasili, kau jangan menangis. Aku baik-baik saja, kakakmu juga baik-baik saja". Ketika Huo Qingtong berlari sampai ke belakangnya, ia melihat tubuhnya bergoyang-goyang, ia khawatir ia akan terjatuh, maka ia segera mengangsurkan tangan ke punggungnya untuk menyokongnya. Ia mendengar Chen Jialuo berkata dengan lembut, "Kasili, tolong tanyakan pada Allah, kita melawan kaisar dan memerangi Bangsa Manchu, apakah ini benar?" 

Ia menelengkan kepalanya, seakan mendengarkan sebuah suara yang turun dari langit dengan seksama, seakan mendengarkan suara Xiangxiang Gongzhu yang merdu berkata dengan jelas, "Allah bersabda: Semua lelaki dan perempuan di dunia ini diciptakan Allah, semua adalah saudara dan saudari, kita harus hidup bersama dengan serasi, saling mengasihi, tak boleh berkelahi dan saling membunuh, tak boleh saling menganiaya dan melukai". Chen Jialuo bertanya, "Kalau orang Manchu memerangi kita, apakah kita harus melawan?" Terdengar suara Xiangxiang Gongzhu berkata dari atas awan, "Kita berdiam dengan damai disini, menuruti perintah Allah, jangan menyinggung mereka. Kalau orang Manchu memerangi kita, membunuh kita, mencuri harta benda dan gadis kita, Allah bersabda bahwa kita harus melawan. Allah memberkati dan melindungi ksatria pemberani yang melawan musuh". 

Chen Jialuo bertanya, "Bangsa Manchu menganiaya kami, mereka orang jahat, mereka tak mematuhi perintah Allah. Apakah mereka juga diciptakan oleh Allah?" Xiangxiang Gongzhu berkata, "Orang Manchu juga diciptakan oleh Allah. Allah menciptakan semua lelaki dan perempuan, namun banyak orang yang tak percaya pada Allah, tidak mematuhi perintah Allah. Di kemudian hari Allah akan menghukum mereka, dan membiarkan mereka dikalahkan. Allah bersabda, di dunia ini ada orang baik dan jahat, diantara bangsa Han ada orang baik, dan ada juga orang jahat, diantara orang Manchu ada orang baik, dan ada juga orang jahat; diantara orang Hui pun ada orang baik dan jahat. Semua orang yang membantu saudara saudarinya adalah orang yang baik; semua orang yang membunuh, menganiaya dan mencuri milik saudara saudarinya adalah orang jahat". 

Chen Jialuo berkata, "Kami hanya percaya pada langit, tak percaya pada Allah, langit melindungi orang baik, menghukum orang jahat, sama dengan Allah, benar tidak?" 

Terdengar Xiangxiang Gongzhu berkata, "Kami tidak tahu langit kalian itu apa. Kami hanya tahu bahwa Allah ingin manusia percaya kepadanya, percaya kepada keadilan, hanya melakukan hal yang baik, dan tidak melakukan kejahatan!" 

Chen Jialuo berseru dengan lantang, "Langit menganjar orang baik dan menghukum yang jahat, dari kecil aku sudah percaya akan hal ini, sama dengan Allah". 

Chen Jialuo mendongak, ia melihat sekujur tubuh Xiangxiang Gongzhu berpakaian putih, seakan terbuat dari sutra yang sehalus awan, berdiri di atas awan yang tinggi, seakan melayang namun tak melayang. Chen Jialuo terkejut, ia sangat takut kalau yang dilihatnya hanya bayangan semata yang muncul dari halusinasi dalam pikirannya, maka ia bertanya, "Kasili, apakah ini benar-benar kau?" Ia melihat Xiangxiang Gongzhu tersenyum dengan lembut dan berkata dengan lembut, "Ini benar-benar aku. Allah memerintahkan Muhammad untuk menulis Al Quran, dalam bab ketiga ayat ketiga puluh Allah bersabda, ‘Barang siapa membunuh seseorang, kalau bukan untuk menghukum pembunuh atau orang yang telah dihukum mati, ia seakan membunuh seluruh umat manusia; barang siapa menyelamatkan jiwa seseorang, ia seakan menyelamatkan seluruh umat manusia; barang siapa mengobarkan peperangan, membunuh saudara, membuat kerusuhan dan kekacauan di muka bumi, ia harus dihukum mati, atau dibuang. Di dunia ini mereka akan menerima hinaan, setelah mati mereka akan menerima hukuman yang berulang-ulang’ “. 

Chen Jialuo berkata, “Dengan menukarkan nyawamu, kau telah menyelamatkan aku dan juga nyawa puluhan saudara Hong Hua Hui. Allah berkata ini adalah perbuatan yang baik, jadi ia mengirim malaikat untuk membawamu ke langit, benar tidak?” Xiangxiang Gongzhu berkata, “Walaupun tak dianggap sebagai perbuatan baik, Allah maha pengampun, ia telah mengampuni dosa-dosaku”. 

Tiba-tiba dada Chen Jialuo dipenuhi rasa terima kasih, ia bersujud di tanah, mengangkat tangannya kearah langit dan berkata, “Terima kasih Allah yang maha penyayang dan pengampun”. Terdengar Xiangxiang Gongzhu berkata, “Dage[10], kau tahu berterima kasih pada Allah, itu sangat baik. Allah bersabda, ‘Kita harus memperlakukan tetangga dengan baik, menolong para janda dan anak-anaknya, memberi mereka makan, pakaian, harus menyambut para musafir dengan ramah, harus memperlakukan orang lain dengan adil, kelakuan kita harus sesuai dengan peraturan dalam Al Quran. Tak boleh mendengarkan hasutan orang jahat dan menyerang orang lain, Allah berkata bahwa hal ini tidak baik. Semua orang adalah saudara dan saudari kita, kita harus mengasihi orang lain, menolong orang lain. Sama sekali tak diperbolehkan menganiaya dan membunuh orang lain". 

Chen Jialuo melihat tubuhnya menjadi terlihat samar-samar. Makin lama makin kabur, seakan hendak menghilang, hatinya amat cemas, dengan sangat bingung ia berseru, “Kasili, kau tak boleh pergi…..” 

Kasili menyoja, wajahnya penuh rasa cinta, dengan lembut ia berkata, “Dage, aku akan sering sering menemuimu. Kami orang Hui, kalian orang Han, mereka orang Manchu, kita semua sama, hanya bahasa kita saja yang berlainan. Kita akan hidup berdampingan dengan harmonis, memperlakukan satu sama lain dengan sederajat, kita tak akan bermusuhan, semua tetangga kita adalah saudara baik kita. Kau telah membantu kami, Allah sangat senang dan mengangapmu sebagai seorang ksatria, Kelak kau, zizi[11], semua akan selamanya bersamaku. Dage, sekarang aku akan meninggalkanmu, maafkan aku, kau janganlah bersedih. Aku berada di langit, kau dan zizi di dunia, namun hatiku berada bersama kalian. Aku tak akan menangis, dan kau juga tak boleh menangis, Dage, kau benar-benar tak boleh menangis……” 

Chen Jialuo mementang lengannya lebar-lebar, ia cepat-cepat mengejar, awan putih itu nampak bergoyang-goyang, sedikit demi sedikit melayang jauh, ia mempercepat larinya, namun tak dapat mengejarnya. Dari angkasa tiba-tiba turun gerimis, tetesan air hujan menjatuhi wajahnya, Chen Jialuo berseru, “Kau berkata bahwa kau tak akan menangis, kenapa kau menangis, aku tak menangis, kau tak menangis……” Setelah berlari dengan cepat beberapa langkah, kedua lututnya lemas dan ia terjatuh ke tanah. 

Huo Qingtong melihatnya mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi kearah awan putih itu sambil berbicara pada dirinya sendiri, seakan sedang berbicara dengan sang adik yang berada di atas awan putih, namun awan itu hanya berupa kabut putih tipis, sama sekali tiada sosok manusianya. Tentunya karena ia begitu merindukan sang adik, tiba-tiba ia mengalami halusinasi, namun perkataannya masuk akal, sama sekali tak berlawanan dengan ajaran agama. Setelah itu ia memikirkannya kembali, dan berpendapat bahwa hal itu adalah sesuatu yang baik, maka ia cepat-cepat menerjang ke depan untuk menyokongnya. Terdengar Chen Jialuo mengumam, “Aku tak menangis, Kasili, kau tak boleh menangis, Qingtong, kau juga tak boleh menangis……” Tetesan air hujan makin besar, membasahi tubuh mereka berdua…… 

--
TAMAT
-

Catatan penulis:
Ayat-ayat Al Quran yang dikutip dalam buku ini seluruhnya didasarkan pada terjemahan Bahasa China dari naskah berbahasa Arab aslinya dan juga dibandingkan dengan terjemahan Bahasa Inggris terbitan Penguin, Inggris --- The Koran, Translated by N.J. Dawood. Keduanya adalah buku-buku yang dapat dipercaya. 


Diterjemahkan oleh Grace Tjan 

Catatan penerjemah: 
Kutipan ayat-ayat Al Quran dalam bab ini adalah terjemahan bebas saya sendiri dari teks asli. Saya mencoba mencari terjemahan Bahasa Indoensia resmi dari ayat-ayat tersebut supaya lebih akurat, akan tetapi kesulitan menemukannya, karena nampaknya bab (surah) dan ayat yang dikutip Jin Yong tidak sama dengan urutan surah dalam Al Quran terjemahan Bahasa Indonesia. Ada juga yang saya temukan ayatnya, tapi isinya ternyata agak berbeda dari kutipan Jin Yong, jadi saya memutuskan untuk tetap memakai terjemahan bebas saya sendiri supaya lebih dekat dengan teks aslinya. 


Nama-nama Tokoh Dalam Bahasa Mandarin dan Hokkian 
  • Chen Jialuo/ Tan Keh Lok
  • Huo Qingtong/ Ho Ceng Tong
  • Kasili/ Xiangiang Gongzhu/ Hiang Hiang Kongcu

Catatan Kaki
[1] Saudara (Hokkian: Hengtee).
[2] Panggilan untuk seorang tua (Hokkian: Loyacu)
[3] Jurumudi, panggilan untuk ketua Hong Hua Hui (Perkumpulan Bunga Merah).
[4] Panggilan untuk orang yang dituakan (Hokkian: cianpwee).
[5] Kakak Kesepuluh Zhang.
[6] Mahir ilmu surat dan silat ( Hokkian: bun bu coan cay)
[7] Kutipan dari Kitab Sabda Suci(论语 / Lun Yu, Hokkian: Lun Gi), salah satu dari Kitab Yang Empat (Si Shu) Konghucu.
[8] Pendeta Tao (Hokkian: Tocang).
[9] Ilmu ringan tubuh (Hokkian: Ginkang).
[10] Kakak laki-laki (Hokkian: Toako).
[11] Kakak perempuan (Hokkian: Cici).




Sumber: diambil dari Grace Tjan di FB Sungai dan Telaga.


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url