[Pahlawan Shenzhou] Bab 13 : Erhu · Seruling · Yangqin
"Warna-warna musim gugur memesona di tepi danau,
Aroma osmanthus menyelimuti kota.
Angin sepoi-sepoi berhembus lembut bagai desahan;
Embun dingin jatuh dalam keanggunan yang hening.
Keharuman menggetarkan jiwa sebelum mendekati hidung;
Bulan yang mulia bersinar dengan cahaya yang lebih murni.
Bunga teratai yang tak berujung mekar diterpa ombak,
Tersenyum di tepi pantai menyambutmu."
Inilah pesona musim gugur di Danau Gui, jernih indah dan memikat.
Namun, Danau Gui, masa hanya berhenti pada keindahan musim gugur? Hanya pada sinar bulan?
Catatan Guoyang Zhi mencatat: “Shu memiliki Chengdu, Guangdu, dan Xindu sebagai tiga kota besar, disebut kota-kota terkenal.”
Danau Gui di Xindu, dengan hijaunya pepohonan, merahnya bunga, remang pohon willow dan terang bunga, sampai dijuluki “Danau Barat Kecil”.
--
Alunan seruling bening, datang dari kedalaman rimbun hijau.
Xiao Qiushui menegakkan pedangnya, mendongak. Pemandangan dipenuhi warna-warna cerah siang itu, seperti kolam berwarna biru kehijauan, Pilar-pilar merah, dan ubin-ubin hijau melukiskan gambaran kegembiraan yang menyegarkan, sementara kabut masih menggantung di atas danau, belum menghilang. Daun-daun teratai dan bunga lili segar menyambut cahaya pagi.
Tampak sebuah jembatan berwarna emas kemerahan melintang ke tengah danau, memberi kesan keindahan ringan nan gemerlap di tengah bunga dan pepohonan yang teduh.
Xiao Qiushui sejak kecil tumbuh di Chengdu, tentu tahu itu adalah Jembatan Hangqiu.
Alunan seruling datang perlahan dari ujung Jembatan Hangqiu.
Xiao Qiushui merasa hatinya yang gundah, tersapu kesejukan, tak kuasa menolak, melangkah maju tertatih-tatih menuju Jembatan Hangqiu.
Danau hijau memantulkan cahaya, betapa segarnya.
Air danau itu dalam dan tenang, bagaikan cermin kuno yang halus, tanpa gelombang ikan.
Di ujung Jembatan Hangqiu ada Paviliun Lingxiang, dinaungi wangi osmanthus dan bayangan pohon willow.
Di sekitar danau, tumbuh lebih dari enam ratus pohon osmanthus, sebagian besar berusia lebih dari lima ratus tahun, bahkan ada sebatang “Raja Osmanthus Merah”.
Sebuah Paviliun rumput seperti payung menghasilkan pantulan di aliran jernih.
Di atas paviliun itu ada orang, alunan seruling naik perlahan, panjang dan melankolis, berpadu dengan langit luas tak bertepi. Lalu erhu (nama alat musik) pun masuk dengan nada duka mendalam.
Ah... rasa kekeluargaan, persahabatan, kerinduan, saudara dan sahabat, seakan-akan semua tergambar sendu dalam nada musik, membuat hati terasa pedih.
Xiao Qiushui tak kuasa melangkah ke arah Paviliun Lingxiang.
Di dalam Paviliun Lingxiang ada tiga orang.
Saat Xiao Qiushui hampir mendekat, suara erhu makin rendah, makin suram, lalu lenyap.
Kemudian suara yangqin (alat musik mirip sitar ukuran besar) yang jernih dan berdering pun terdengar.
Gemuruhnya laksana air menabrak batu; seperti dering perhiasan seorang jenderal saat menaiki kuda.
Dalam musik itu ada kelembutan, juga ada semangat heroik, seakan hendak menghunus pedang dan bangun pagi berlatih.
Mendengar itu, darah Xiao Qiushui bergelora.
Ia memang orang yang berhati perasa, gemar puisi, cinta musik, dan suka menjelajah dunia, bersahabat ke segala arah.
Kini ia melihat: di paviliun ada tiga orang, dua pria, satu wanita.
Wanita itu sedang meniup seruling. Wajahnya biasa saja, tangannya memegang seruling pendek berwarna hijau bening, cukup tebal dengan lubang-lubang besar, berbeda dari seruling biasa.
Pria berjubah abu-abu memainkan erhu. Erhunya kuno, tubuhnya tinggi kurus, bahunya merunduk. Meski tampak hanya dua puluhan tahun, raut wajahnya seperti orang berusia lima atau enam puluh, tanpa semangat hidup.
Yang memainkan Yangqin adalah pria berjubah putih. Wajahnya agak tampan, masih terlihat muda, di pangkuannya terletak yangqin yang lebar dan panjang, alunannya laksana “Gunung Tinggi dan Air Mengalir”, jernih tiada tara.
Satu lagu usai, Xiao Qiushui tak kuasa bertepuk tangan memuji, baru sadar wajahnya sudah basah oleh dua aliran air mata.
Pria berjubah putih memberi salam menutup kepalan tangan dengan tenang, menatap sambil tersenyum: “Beruntung mendapat apresiasi tuan, mengapa tidak berkenan naik ke paviliun dan berbincang?”
Xiao Qiushui tertawa: “Saya hanya lewat, bisa mendengar musik indah ini sungguh keberuntungan besar. Tak berani dengan langkah kasar mengganggu alunan mulia tuan.”
Tiba-tiba sang wanita berkata: “Melihat alis tuan, mendengar suara tuan, apakah engkau sedang dikejar dan terpaksa lari ke mari?”
Xiao Qiushui tertegun, meletakkan pedang dan mendesah: “Benar. Aku lari terburu-buru, berpisah dengan saudara dan sahabat seperjalanan. Hatiku sedih, tak terkatakan.”
Pria berjubah abu-abu perlahan berkata: “Saudara sudah ditimpa bencana, kini kita berjodoh bertemu, dan mendapat penghormatan mendengar. Kami akan memainkan satu lagu lagi, untuk menghapus kepedihan hati saudara.”
Pria berjubah putih dan wanita berseruling sama-sama mengangguk. Xiao Qiushui melihat ketiganya begitu berbudaya, sejiwa, dan musiknya menawan, hatinya senang. Ia pun berkata: “Aku hendak melakukan perjalanan jauh, hidup mati tak tentu. Bisa mendengar musik kalian sebelum meninggalkan gerbang barat, adalah keberuntungan besar bagiku. Itulah yang kuharapkan, mohon perkenankan saya mendengarkan.”
Wanita berseruling membungkuk: “Tuan terlalu sopan.”
Pria berjubah putih menyesuaikan senar pada yangqin-nya, lalu berkata: “Mohon saudara beri petunjuk.”
Xiao Qiushui juga memberi salam hormat: “Tak berani.”
Pria berjubah abu-abu perlahan mengangkat erhu, meletakkan di pangkuan, perlahan berkata: “Kalau begitu, mari kita mulai.”
Pria berjubah putih dan wanita berseruling menjawab bersamaan: “Baik!”
Namun tiba-tiba, dari yangqin, dari seruling, dari erhu—keluar tiga pedang tajam berkilau, menusuk secepat air ke arah tenggorokan Xiao Qiushui!
Tiga ujung pedang yang tajam, lurus tepat, sudah menempel di lehernya!
Xiao Qiushui tak menghindar, tak sempat menghindar!
Ia bahkan tidak berkedip. Ia kaget, heran, tapi tidak takut.
Ia tidak bicara, pedangnya masih tertancap di lantai paviliun.
Pria berjubah putih berkata dengan khidmat: “Bagus, sungguh lelaki sejati!”
Wanita berseruling berkata: “Kau tidak takut mati?”
Xiao Qiushui menjawab: “Takut. Yang paling kutakuti memang mati.”
Wanita berseruling heran: “Lalu mengapa sekarang kau tidak takut?”
Xiao Qiushui tegap berkata: “Takut pun tetap akan mati.”
Wanita berseruling berkata: “Bagaimana jika kami memutuskan untuk tidak membunuhmu karena kami pikir kamu takut?”
Xiao Qiushui berkata: “Hidup dan mati Xiao ini, tidak perlu orang lain yang menentukan!”
Gadis berseruling melihat ia tidak sombong, tidak juga rendah diri, tanpa sadar berkata: “Sekarang pun begitu?”
Xiao Qiushui berkata: “Sekarang pun begitu.”
Di mata gadis berseruling terlintas keraguan, ia bergumam: “Ya… ya… aku juga begitu…”
Pemuda berjubah putih tiba-tiba menyambung: “Aku kagum padamu.”
Xiao Qiushui pun serius berkata: “Aku juga kagum pada kalian.”
Pemuda berjubah putih heran: “Mengapa?”
Xiao Qiushui tersenyum: “Bukan kagum karena pedang kalian cepat, tapi kagum karena musik kalian indah.” Ia terdiam sejenak, lalu melanjutkan: “Itu sungguh, sungguh indah. Tapi mengapa kalian bermain masing-masing, tidak berkolaborasi? Barusan sekali serangan, sudah membuktikan kerja sama pedang kalian sempurna, tanpa celah. Seharusnya kalian bisa berkolaborasi menghasilkan musik yang lebih indah lagi.”
Pemuda berjubah putih dan gadis berseruling hijau, setelah mendengar kata-kata itu, mata mereka sama-sama memancarkan cahaya membara, bahkan tangan yang memegang pedang pun sempat bergetar. Hanya pria berjubah abu-abu masih menggenggam pedangnya dengan mantap, meski matanya pun terangkat sedikit.
Dalam sorot mata itu juga terpancar semangat yang menggelora.
Pemuda berjubah putih tak tahan berkata:
“Engkau tidak membenci kami?”
Xiao Qiushui heran:
“Membenci kalian untuk apa?”
Pemuda berjubah putih berkata:
“Kau tertangkap oleh tipu daya kami. Kini hanya dengan sedikit dorongan tanganku, kau akan...”
Xiao Qiushui tersenyum tenang:
“Apa yang perlu dibenci! Kalian menggunakan musik untuk menarikku, sama juga dengan menggunakan musik untuk mengalahkanku. Kalah ya kalah, apa yang perlu dibenci!”
Ia terdiam sejenak, lalu berdesah:
“Sayang sekali, sayang sekali tugasku masih belum selesai…”
Pemuda berjubah putih berkata dengan sedih:
“Tapi kami tetap menipumu.” Ia menundukkan kepala, menggigit bibir, dan berkata: “Dan kami berniat membunuhmu.”
Xiao Qiushui terdiam sesaat, lalu berkata:
“Aku tahu.”
Pemuda berjubah putih tak tahan berkata:
“Kau tahu mengapa kami harus membunuhmu?”
Xiao Qiushui tersenyum pahit:
“Tidak tahu, tetapi, kupikir, pasti kalian punya alasan sendiri.”
Pemuda berjubah putih muram berkata:
“Karena… karena… karena kami adalah tiga murid seperguruan dari Aliran Pedang Sanjue (Pedang Tiga Kesempurnaan): Pedang Seruling Jiang Xiuyin, Pedang Yangqin Wen Yanyang, Pedang Erhu Deng Diao Liang.”
Xiao Qiushui berseru kaget:
“Kalian… kalian adalah Tiga Penjelajah Pedang Berbakat!”
catatan: Kong Yangqin, atau si Dewa Iblis Pedang Tiga Kesempurnaan, adalah kepala sekte dari Sekte Pedang Sanjue.
Pemuda berjubah putih mengangguk:
“Tiga pedang bergabung, tak ada tandingannya di dunia persilatan!”
Pria berjubah abu-abu tiba-tiba berkata, suaranya membentak:
“Sarungkan pedang!”
Tiga bilah pedang itu pun seakan-akan lenyap begitu saja, kembali tersembunyi di dalam qin, dalam erhu, dan dalam seruling mereka.
Xiao Qiushui meraba tenggorokannya, lalu merangkapkan tangan memberi salam:
“Jika kalian memang murid seperguruan Kong Yangqin, boleh aku bertanya mengapa kalian tidak membunuh?”
Pria berjubah abu-abu berkata dengan suara berat:
“Karena kami bisa melihat, engkau lelaki sejati, juga seorang yang mengerti musik. Bagi seorang yang mengerti musik, kami harus memberi keadilan. Tetapi perintah ketua perguruan tak bisa dilawan, tetap saja harus membunuhmu.”
Xiao Qiushui terkejut:
“Kalau begitu?”
Pria berjubah abu-abu berkata:
“Keluarkan pedangmu.”
Xiao Qiushui perlahan mencabut pedangnya. Mata pria berjubah abu-abu menyipit:
“Pedang Bianzhu?”
Xiao Qiushui berkata:
“Benar.”
Pria berjubah abu-abu tak kuasa berkata:
“Pedang yang hebat!”
Xiao Qiushui bertanya:
“Kalian dari Perkumpulan Kekuasaan?”
Pria berjubah abu-abu berkata:
“Tidak. Kami sejak kecil yatim piatu, lalu masuk ke aliran Pedang Tiga Kesempurnaan. Maka apapun yang diperintahkan ketua perguruan, kami harus melakukannya.”
Xiao Qiushui berkata:
“Mendengar alunan musik kalian, jelas bukan orang jahat. Bukankah Kong Yangqin adalah boneka Perkumpulan Kekuasaan? Masakan semua yang dilakukan Perkumpulan Kekuasaan selama ini, kalian tutup telinga begitu saja?!”
Pria berjubah abu-abu terdiam lama, akhirnya berkata:
“Kami bukan orang berhati dingin, tetapi budi sang guru sedalam lautan, tak bisa kami lupakan.”
Xiao Qiushui mendesah panjang:
“Oh.”
Pria berjubah abu-abu berkata:
“Aku tahu hatimu tidak puas, tapi dua puluh dua tahun lalu, jika bukan karena Ketua Kong, mana mungkin kami ada hari ini? Kami tidak bisa memilih, kami tak bisa memilih!”
Xiao Qiushui mendengarkan dengan tenang, lalu tiba-tiba berkata:
“Perasaan kalian, aku sangat memahami. Hanya saja musik seperti aliran sungai, harus terlihat kejernihannya. Jika tak bisa membedakan bening dan keruh, tanpa hati yang berbelas kasih, bagaimana bisa ada nada indah yang sejati?”
Pria berjubah abu-abu melangkah maju, tiba-tiba membentak:
“Tak perlu banyak bicara! Kami berlatih pedang selalu dengan tiga orang bergabung. Inilah peringatan terakhirku padamu!”
Xiao Qiushui tertawa lantang:
“Terima kasih atas peringatanmu. Sebelum aku mati, masih ingin menasihati kalian bertiga: hancurkan kejahatan, tegakkan kebenaran, barulah sesuai jalan musik sejati. Tiga orang berkolaborasi, seperti pedang bersatu, akan melahirkan keindahan yang lebih tinggi.”
Lalu ia menangkupkan tangan:
“Kalian Bertiga bergabung, aku tahu pasti aku bukan tandingan kalian. Hidup mati ditentukan takdir, rezeki ditentukan langit. Silakan kalian bertarung tanpa perlu menahan diri. Jika aku kalah, berarti ilmuku yang kurang, tak akan menyalahkan kalian!”
Begitu kata-katanya selesai, ia mengangkat pedang menusuk kosong!
Pedangnya menunjuk ke pria berjubah abu-abu. Tubuh pria itu segera memanjang ke belakang, zeng!—dari erhu-nya terhunus sebilah pedang panjang.
Xiao Qiushui menusuk kosong, tidak mengejar, kembali ke posisi bertahan. Pedang pria berjubah abu-abu meluncur lurus ke sisi bawah rusuk Xiao Qiushui!
Xiao Qiushui melekatkan pedangnya, dengan satu jurus “Memindahkan Bunga Merampas Giok”, menggunakan kelincahan khas aliran Pedang Huanhua, menepis serangan itu.
Namun saat pedangnya baru menyentuh, pedang pria berjubah abu-abu tiba-tiba berubah menjadi tiga bilah! Ketiga pedang itu lembut seperti air, suaranya mendesing, membuat Xiao Qiushui sadar tekanannya terlalu besar, serangan terlalu tajam. Ia segera menarik pedang dan melompat mundur, tapi pakaian di dada dan perutnya sudah terbelah oleh tajamnya tenaga pedang.
Pria berjubah abu-abu berkata dingin:
“Mohon maaf!” Lalu menusuk maju lagi. Sementara itu pedang gadis berseruling Jiang Xiuyin dan pemuda berjubah putih Wen Yanyang, juga menyerang dari dua arah lain!
Xiao Qiushui membangkitkan seluruh tenaganya, aliran Pedang Huanhua terkenal dengan jurusnya yang rumit dan indah, ia pun menusuk, menikam, menekan, menuding, menahan, menebas, memotong, mengiris—delapan jurus, dua puluh enam tebasan pedang!
Ketiga Penjelajah Pedang Berbakat menangkis dua puluh tujuh serangan, lalu membalas dengan tiga pedang.
Itu ronde pertama.
Ronde kedua sudah berbeda.
Xiao Qiushui masih menyerang duluan, lima jurus, sembilan belas tebasan. Lawan membalas sebelas tebasan!
Ronde ketiga lebih buruk lagi.
Xiao Qiushui menyerang tiga jurus, sepuluh tebasan. Lawan membalas tiga belas tebasan!
Memasuki ronde keempat, Xiao Qiushui menerima dua puluh satu serangan, hanya mampu membalas enam tebasan.
Ronde kelima, ia hanya membalas satu tebasan.
Setelah ronde kelima, Xiao Qiushui benar-benar jatuh ke posisi tertekan, bahkan kesempatan membalas pun tak ada lagi.
Ronde ketujuh, kedelapan, kesembilan, kesepuluh… Keringat sudah membasahi dahi Xiao Qiushui, semua luka di tubuhnya terasa nyeri, pedang lawan di sekelilingnya menimbulkan suara “ting ting ting ting” tanpa henti di pedangnya.
Semakin cepat pedang Xiao Qiushui menangkis, semakin cepat pula tiga pedang lawan menyerang, bagaikan tiga capung berwarna berbeda yang terus menyentuh permukaan air, menciptakan lingkaran riak demi riak.
Jangan terjebak bertarung terlalu lama.
Xiao Qiushui tiba-tiba mengayunkan pedangnya mendatar, menyapu ketiga pedang panjang lawan, terdengar rentetan suara “ding ding” sebanyak tiga puluh satu kali berturut-turut. Ternyata, dalam sapuan itu, ketiga lawannya sudah menusukkan tiga puluh satu pedang, semuanya menempel pada pedang Xiao Qiushui, suaranya bagai musik, terdengar begitu indah.
Xiao Qiushui melompat tinggi, tubuhnya bagaikan elang yang terbang, hendak melesat keluar dari paviliun panjang. Tetapi tiga ujung pedang mengejar dari udara, dari tiga sudut yang berbeda, namun semuanya mengarah ke titik yang sama!
Xiao Qiushui masih di udara, tak ada ruang untuk menghindar. Namun ilmu pedang aliran Huanhua memang memiliki keunikan tersendiri. Ia seketika menggunakan jurus “Bunga Gugur Tak Berpijak,” tubuhnya mendadak lemas, lalu merosot jatuh rata seperti garis tipis antara laut dan langit!
Ketiga pedang itu pun “shh shh shh” melintas di depan matanya, ujung hidungnya, dan dadanya.
“Bunga Terbang Tak Berpijak” diciptakan oleh Xiao Xiwu setelah mengamati bunga jatuh tertiup angin, kadang naik kadang turun, seperti hidup yang datang dan pergi, tiada kepastian dan tiada sandaran. Maka lahirlah jurus ini, tiba-tiba bagaikan hembusan angin, naik turun tanpa tempat bertumpu. Tiga Penjelajah Pedang Berbakat memang memahami pedang dari alat musik mereka—qin, hu, dan seruling—masing-masing punya keunggulan tersendiri. Dalam hal pemahaman dan bakat, jika satu lawan satu, Xiao Qiushui bisa dengan mudah menang melawan siapa pun dari mereka. Bahkan menghadapi dua orang sekaligus pun ia masih mampu bertahan. Tapi menghadapi ketiga orang sekaligus, jelas bukan tandingannya.
Tiga pedang menusuk bersamaan, Xiao Qiushui segera jatuh merunduk ke tanah. Namun pada saat bersamaan, tiga ujung pedang juga langsung menusuk ke arah bawah!
Udara berdesing oleh tajamnya pedang, sementara kaki Xiao Qiushui baru menyentuh tanah dengan ujung jari, ketiga pedang sudah berada hanya tiga inci dari mata, hidung, dan dadanya!
Bahkan sebelum tumitnya menapak, tubuhnya sudah membungkuk ke belakang, melakukan gerakan “Jembatan Besi,” hingga belakang kepalanya menyentuh tanah. Tiga pedang itu nyaris menusuknya, tapi masih sempat meleset!
Gerakan “Jembatan Besi” ini melengkung seperti sebuah lengkungan jembatan, begitu mendadak, indah, dan sulit dipercaya. Namun ketiga pendekar itu tiba-tiba mengubah jurus pedang mereka, tubuhnya condong ke depan, pedang meluncur melewati kepala Xiao Qiushui, lalu menusuk balik ke punggungnya. Dari kejauhan, di paviliun merah yang dikelilingi kabut air, empat sosok bertarung tampak begitu indah, meski setiap jurus sebenarnya adalah jurus mematikan.
Xiao Qiushui tak bisa maju atau mundur. Ketiga pedang itu tiba-tiba saling bersilangan di udara, mengeluarkan dentuman seperti tiga nada musik bersatu. Lalu ketiga pedang berpisah lagi, membentuk tiga sudut maut, mengurung Xiao Qiushui ke dalam jalan buntu.
Tumitnya bahkan belum menapak, jalan pedangnya sudah tertutup rapat. Tiga serangan dari belakang pun tak bisa lagi ia tangkis. Selain mati, tidak ada kemungkinan lain!
Namun tiba-tiba terdengar rentetan suara “clang-dong-dong-clang!” seperti dentuman beruntun. Bayangan hitam buyar, cahaya matahari kembali menembus. Pandangan Xiao Qiushui mendadak cerah, hawa pedang lawan lenyap. Ia menghirup napas dalam-dalam, lalu dengan gerakan “Ikan Koi Membalik,” ia melenting bangun. Di hadapannya tampak danau jernih nan biru, bayangan manusia tercermin di air, membuatnya spontan bersorak panjang, penuh sukacita, darah dan luka seolah sirna dalam kejernihan itu.
Pedang Flute (seruling) milik Jiang Xiuyin tersambung dengan tubuh serulingnya. Karena itu, setiap kali ia menusuk, lubang seruling tergesek angin, menghasilkan irama seruling yang indah.
Namun tepat ketika ujung pedangnya hendak menusuk titik mematikan Xiao Qiushui, Jiang Xiuyin tak kuasa menahan desahan pilu.
Ia menyukai pemuda gagah, tampan, dan berjiwa ksatria itu.
Tetapi tiba-tiba ia menyadari sesuatu!
Nada serulingnya mendadak berubah menjadi suara pertempuran!
Sebuah pedang putih berkilau, bagaikan kilatan es tipis, dalam sekejap menusukkan enam belas jurus!
Jiang Xiuyin bisa menusukkan tiga belas jurus dalam satu hentakan, itu sudah tercepat di antara Tiga Penjelajah Pedang Berbakat.
Namun lawan di depannya menusukkan empat jurus lebih banyak darinya!
Suara “qiang dong qiang” bergema, itu adalah dentuman pedang yang saling bertemu dalam bentrokan kilat!
Empat pedang tambahan itu membuat perbedaan besar. Tusukan pertama mengguncang seruling dari tangannya, tusukan kedua melukai pergelangan tangannya, tusukan ketiga menutup jalan mundurnya, tusukan keempat berhenti tepat di tenggorokannya!
Jiang Xiuyin menutup mata, tapi tak ada gerakan lanjutan. Saat ia membuka mata perlahan, tampak seorang pemuda berbaju putih, berlengan panjang, wajah dingin dan sombong, pedang kokoh di tangannya, ujungnya menempel di tenggorokannya. Tatapannya tajam, tak berkedip, lurus mengunci dirinya.
Wajah Jiang Xiuyin tiba-tiba memanas. Nama seseorang melintas di benaknya, ia terkejut berseru:
“Sekte Pedang Hainan, Deng Yuping?!”
Pemuda itu sudut matanya tampak ada senyum samar, tak lagi sedingin tadi. Ia perlahan menggeleng, berkata:
“Bukan Deng Yuping, aku Deng Yuhan.”
Deng Yuping. Deng Yuhan.
Orang-orang mengatakan bahwa Deng Yuping, pemimpin muda Sekolah Pedang Hainan, tampan rupawan, penuh karisma, baru berusia dua puluh tujuh, sudah menjadi ketua aliran. Di tangannya, Sekolah Pedang Hainan semakin berkembang, pandai bergaul, menguasai pulau-pulau, bahkan berambisi masuk ke wilayah Tiongkok daratan. Namanya penuh legenda yang membuat banyak orang kagum.
Namun Deng Yuping memiliki seorang adik terkenal, yaitu Deng Yuhan.
Hampir semua pemuda tahu kisah mereka berdua, terutama para gadis muda.
Jiang Xiuyin jelas pernah mendengar nama Deng Yuping, juga Deng Yuhan. Kini, orang yang menjatuhkan senjatanya dan menempelkan pedang ke tenggorokannya, wajah dingin tapi polos, alis menyimpan sedikit kesedihan, ternyata adalah Deng Yuhan! Kabar itu membuatnya tertegun, bahkan linglung... Deng Yuhan?
Di sisi lain, pedang pemuda berbaju putih (Wen Yanyang) adalah yang terbaik di antara mereka bertiga, karena ia paling berbakat, juga paling angkuh. Orang angkuh lebih menekankan gaya indah dan jurus rumit, sering memilih jalur aneh dan menyilaukan.
Sayang sekali, lawannya kali ini bukan orang lain, melainkan Deng Yuhan.
Deng Yuhan juga seorang yang angkuh.
Namun seumur hidupnya, ia hanya mengagumi dua orang.
Satu adalah kakaknya, Deng Yuping.
Yang lain adalah saudara angkatnya, Xiao Qiushui.
Wen Yanyang melihat pedangnya hampir mengenai tubuh Xiao Qiushui. Dalam hatinya pun timbul rasa sayang. Perasaan itu membuat gerakannya sedikit melambat, tenaga pedangnya pun melemah sedikit.
Pada saat itu, ia tiba-tiba merasakan ujung pedangnya dijepit oleh dua jari seseorang!
Ia segera membalik ujung pedang, jurus ini bisa memotong dua jari lawan!
Namun tepat ketika ia berganti jurus, tangan orang itu sudah berpindah menekan pada badan pedang!
Ia mencoba memutar pedang, tetapi terasa seperti tertanam di dalam batu karang, tidak bergeming sedikit pun!
Hatinya langsung bergetar, buru-buru hendak mencabut pedang, tetapi lawan sudah menekan pergelangan tangannya!
Pergelangan tangannya seketika terasa seperti dijepit besi!
Kejutannya luar biasa, ketika mendongak, ternyata Xiao Qiushui sudah tidak ada di hadapannya, berganti dengan seorang pria tinggi kurus, tampak malas dan lamban!
Namun hanya dalam sekejap mata, tangan lain orang itu sudah menekan lengan atasnya.
Sekonyong-konyong lengannya terasa lemas, pedang jatuh berdering ke tanah.
Ia segera mengangkat tangan kosongnya yang lain, hendak menghantamkan yueqin (alat musik sejenis kecapi bulan) ke ubun-ubun lawan!
Tetapi baru saja ia mengangkat tangan, tangan lain orang itu sudah mencengkeram nadi pergelangannya!
Tangan yang tadi menekan lengannya telah berubah posisi mencengkeram sendi bahunya!
Wen Yanyang (温艳阳) sangat terkejut. Orang itu masih terlihat malas, namun dalam sekejap sudah berganti dari "Taiji Qin Na Shou" (Teknik Menangkap Taiji) ke "Bagua Qin Na Zhang" (Telapak Menangkap Bagua), berganti tujuh-delapan jenis teknik qinna, menekan dan menjepit enam belas titik penting di seluruh tubuhnya. Wen Yanyang bahkan tidak bisa menggerakkan satu jari pun, hanya bisa tersenyum pahit dan berkata:
“Siapa kau?”
Pria malas itu menjawab dengan malas pula:
“Na… ma… ku… sa… ngat… pan… jang… a… ku… di… se… but… Zuo, Qiu, Chao, Ran…”
(Bermarga ganda Zuoqiu, bernama Chaoran).
Zuoqiu Chaoran adalah orang yang malas, maka Xiao Qiushui, Deng Yuhan, Tang Rou, Tie Xingyue, Qiu Nangu, dan Kang Jiesheng sering mengejeknya dengan sebutan “Dewa Tulang Malas” (散骨大仙).
Zuoqiu Chaoran malas sampai makan pun malas. Bahkan tidur juga malas.
Namun, Zuoqiu Chaoran adalah satu-satunya murid sejati pewaris langsung dari Xiang Shirou, ahli qinna nomor satu di dunia, dan Raja Cakar Elang Lei Feng. Ia berlatih sejak usia tujuh tahun.
Di usia tiga belas, kedua tangannya sudah bisa menangkap cakar burung elang tanpa terluka. Pada usia lima belas, ia mematahkan kedua tangan Gong Zhenbei, seorang tokoh besar dunia hitam yang dijuluki “Kunci Besi”.
Saat berusia enam belas, meski masih paling muda di Perguruan Cakar Elang, para ahli senior sudah memanggilnya “Paman Guru Muda”.
Pada usia sembilan belas, ia bertemu Xiao Qiushui dan menjadi sahabat karibnya.
Siapa pun yang tangannya dijepit olehnya, pasti bernasib buruk.
Waktu itu, seandainya bukan karena Zuoqiu Chaoran yang berhasil menjepit tangan Fu Tianyi, si “Dewa Iblis Berlengan Baja”, Xiao Qiushui mungkin tidak akan berhasil membunuhnya.
Dari ketiga orang lawan, yang paling tinggi ilmu silatnya, terdalam tenaga dalamnya, tercepat reaksinya, dan paling licik pikirannya, sebenarnya adalah si 'Pedang Erhu' Deng Diao Liang.
Diao Liang juga yang paling kejam.
Mungkin karena usianya lebih tua, kedudukannya lebih tinggi, juga karena pengalaman dan tanggung jawab, meski ia juga menghargai Xiao Qiushui, saat bertarung sama sekali tidak memberi ampun!
Namun tiba-tiba ia mendengar sebuah bentakan:
“Serang!”
Cahaya putih melesat, barulah ia sadar suara bentakan nyaring tadi keluar dari mulut seorang wanita. Dalam sekejap cahaya putih itu sudah menembus dadanya!
Ia sempat menghindar sedikit, tetapi sebilah pisau terbang tujuh inci sudah menancap ke lengannya.
Wajahnya pucat pasi, pedang terlepas, tangan kiri menekan lengannya yang berdarah membasahi jubah abu-abunya.
Namun ia tidak mengeluarkan suara sedikit pun.
Di hadapannya muncul seorang gadis. Seandainya gadis itu tidak mengenakan pakaian pendek ketat, siapa pun takkan menyangka seorang wanita bisa melemparkan senjata rahasia secepat dan setepat itu.
Mata gadis itu jernih menatapnya.
Diao Liang menahan sakit sambil bersuara getir:
“Dari keluarga Tang?”
Gadis itu mengangguk dan berkata:
“Aku Tang Fang.”
“Tang Fang!” , tanpa sadar ia ingin meraih tangannya.
Tang Fang juga tanpa sadar mengulurkan tangan, membiarkannya menggenggam. Mentari pagi mulai terbit, kabut air memudar, sinar matahari hangat menerangi jembatan merah, sungguh seperti lukisan indah. Perasaan mereka pun alami dan terang seperti langit cerah.
Xiao Qiushui tak kuasa berseru:
“Adik Kedua! Adik Ketiga! Kalian datang! Kalian datang juga!”
Zuoqiu Chaoran berkata malas:
“Selama tidak mati, tentu akan datang.”
Deng Yuhan tertawa:
“Untung masih sempat tepat waktu.”
Tang Fang tiba-tiba bertanya:
“Tiga orang ini, dibunuh atau tidak?”
Xiao Qiushui tertegun:
“Tentu saja tidak dibunuh.”
Tang Fang tersenyum:
“Kenapa tidak dibunuh?”
Xiao Qiushui menggaruk kepala:
“Sepertinya… sepertinya karena… tadi mereka juga tidak membunuhku… Tidak… tidak… aku terlalu gembira, gembira sampai tidak tahu harus bicara apa, bahkan alasannya pun tidak tahu…”
Tang Fang tersenyum:
“Aku mengerti…” lalu menoleh kepada Diao Liang:
“Kau boleh pergi!”
Xiao Qiushui terkejut:
“Kau… kau benar-benar melepaskannya?”
Tang Fang menoleh sambil berkata:
“Kau bilang jangan bunuh, maka aku tidak bunuh.”
Lalu wajahnya memerah, semerah sinar fajar, secantik lukisan.
Tang Fang perlahan berkata lagi:
“Sebenarnya kalau saja Tuan Deng tadi tidak begitu fokus ingin membunuh Saudara Xiao, aku mungkin tidak sempat melukainya.”
Diao Liang pun berkata dengan hormat:
“Nona Tang, pisau terbangmu ini mungkin masih bisa kutahan, tetapi aku tahu, pisau berikutnya aku pasti tak bisa.”
Zuoqiu Chaoran tertawa:
“Saudara Wen, kalau saja aku tidak lebih dulu menjepit pedangmu, mungkin sampai sekarang belum tentu sudah ada pemenangnya.”
Wen Yanyang wajahnya sedikit memerah:
“Jika satu lawan satu, aku memang bukan tandinganmu.”
Deng Yuhan tidak berkata apa-apa, hanya perlahan menyarungkan pedang, lalu memberi hormat dalam kepada Jiang Xiuyin.
Jiang Xiuyin pun berbalik pergi.
Xiao Qiushui buru-buru berkata:
“Terima kasih tiga saudara tadi sudah tidak membunuhku. Mulai sekarang kita tak ada hutang budi lagi. Tapi kalian pun tahu, kedua adik angkatku dan Nona Tang sudah datang, kalian pun tak mungkin bisa membunuh kami. Kalian bertiga punya keberanian dan martabat, kenapa harus berpihak kepada iblis? Menolak kegelapan dan berpihak pada terang, itulah keberanian sejati seorang ksatria! Dunia penuh keruh, kenapa tidak menggunakan jiwa murni kalian untuk membersihkan dunia ini? Bila nanti kita harus berhadapan lagi, kami pun tidak menyesal. Namun kalian bertiga jelas membedakan budi dan dendam, kalah pun tetap ksatria sejati. Kenapa tidak memilih jalan mulia, mencatat nama besar di dunia persilatan, daripada rela jadi pengikut penguasa jahat, menghancurkan nama baik kalian sendiri?”
Wen Yanyang mendengar itu, matanya yang muda penuh kebingungan.
Diao Liang hanya membungkuk dalam-dalam, tidak bicara sepatah kata pun, lalu berbalik pergi, akhirnya lenyap di kejauhan.
Mereka akhirnya bertemu kembali!
Matahari memancar, angin menggoyang dedaunan, paviliun merah dan atap hijau, indah seperti lukisan.
Bisakah kau bayangkan, betapa bahagianya mereka?
Namun mereka tidak bisa hanya larut dalam kebahagiaan. Jalan panjang masih menanti, penuh duri untuk ditembus.
Maka mereka tertawa, saling bertanya kabar, bercakap-cakap gembira, lalu:
Melanjutkan perjalanan ke depan.