Pendekar Hina Kelana - Bab 7: Kitab Pedang & Musik

 <<  Bab Sebelumnya - Halaman Indeks - Bab Selanjutnya >>

Terjemahan Cersil Balada Kaum Kelana

oleh Grace Tjan
Cerita asli oleh Jin Yong (Chin Yung / Louis Cha)
Berdasarkan novel edisi ketiga.

Smiling Proud Wanderer Jilid 1

smiling proud wanderer chapter 7
[Tiga bayangan berjalan keluar dari balik batu besar. Di bawah cahaya bintang yang redup, tampak dua orang tinggi dan satu orang yang pendek. Yang tinggi adalah dua laki-laki dan yang pendek adalah perempuan.]


Bab 7: Kitab Pedang & Musik

Bagian 1

Linghu Chong menderita luka akibat tikaman pedang dan juga pukulan tapak bertenaga dalam. Luka-lukanya walaupun parah, tapi karena telah diobati dengan obat-obatan manjur milik Perguruan Hengshan, yaitu Perekat Tulang Harum Langit yang dioleskan diluar, dan Pil Empedu Beruang Awan Putih yang diminum, mulai sembuh setelah ia tertidur sehari semalam di samping air terjun. Proses penyembuhan ini juga banyak terbantu oleh usianya yang masih muda dan kekuatan tubuhnya sendiri, serta tenaga dalamnya yang telah mencapai taraf yang cukup tinggi. Selama sehari dan semalam itu, mereka hanya makan semangka saja. Linghu Chong mohon Yilin untuk menangkap ikan atau memanah kelinci, akan tetapi walaupun dibujuk dengan cara apapun, ia tidak bersedia. Ia berkata bahwa Linghu Chong bisa meloloskan diri dari kematian hanya berkat perlindungan Bodhisatwa sang penolong manusia, dan oleh karena itu Linghu Chong seharusnya hanya makan makanan tak berjiwa selama dua tahun, untuk menunjukkan rasa syukurnya pada sang Bodhisatwa penolong manusia. Memintanya untuk melanggar larangan agama untuk membunuh makhluk hidup, adalah sama sekali tidak mungkin. Linghu Chong menertawai kekolotannya, namun tak bisa memaksanya, akhirnya ia menyerah.

Pada hari itu ketika menjelang senja, kedua orang itu duduk berendeng di tepi tebing dan memandangi kunang-kunang yang berterbangan kesana kemari diantara rerumputan, cahayanya berkelap-kelip, sungguh indah dipandang.

Linghu Chong berkata, ”Di musim panas dua tahun berselang, aku menangkap beberapa ribu kunang-kunang, kumasukkan dalam selusin kantung kain kasa, lalu kugantung di dalam kamar, sungguh menarik”. Yilin berpikir, bahwa dengan wataknya yang seperti itu, pasti dia tak mungkin membuat selusin kantung kain kasa itu sendiri, maka ia bertanya, ”Pasti adik seperguruanmu yang minta kau menangkap mereka, benar tidak?" Linghu Chong tersenyum dan berkata, “Kau memang benar-benar pintar, tebakanmu benar, bagaimana kau bisa tahu kalau adik kecil yang memintaku menangkapnya?” Yilin tersenyum, ”Watakmu tak sabaran, dan bukan anak kecil lagi, mana bisa begitu sabar menangkap ribuan kunang-kunang untuk dibuat main?” Ia bertanya lagi, ”Lalu setelah itu bagaimana?” Linghu Chong tertawa, ”Adik kecil mengantungnya dari kelambu, katanya kalau ranjangnya penuh cahaya cemerlang yang berkelap-kelip, ia seperti tidur diatas awan yang melayang tinggi di angkasa. Begitu membuka mata, di sekelilingnya penuh bintang”. Yilin berkata, ”Adik seperguruanmu memang benar-benar suka bermain, bisa menyuruh kau si kakak seperguruan menuruti dia. Kalau dia minta kau mengambil bintang-bintang di langit, jangan-jangan kau juga akan akan menurutinya juga”.

Linghu Chong tertawa, ”Menangkap kunang-kunang, maksudnya ingin menangkap bintang-bintang di langit. Malam itu aku ikut dia mencari angin, ketika melihat bintang-bintang di angkasa begitu cemerlang, tiba-tiba adik kecil menghela nafas dan berkata, 'Sayang sekali sebentar lagi kita harus pergi tidur. Aku ingin sekali tidur di luar, lalu saat tengah malam bangun dan melihat bintang-bintang yang memenuhi langit berkelap-kelip, pasti akan sangat menarik. Tapi Mama pasti tak akan mengizinkan'. Aku langsung berkata, 'Ayo kita tangkap beberapa ekor kunang-kunang, lalu kita lepaskan di dalam kelambumu, bukankah akan mirip dengan bintang-bintang?' "

Yilin berkata dengan lembut, ”Ternyata itu adalah gagasanmu”.

Linghu Chong tersenyum kecil, ”Adik kecil berkata, 'Kunang-kunang suka terbang kesana kemari, kalau ada yang terbang ke mukaku, tentunya sangat menjijikkan. Aku tahu, aku akan menjahit beberapa kantung kain kasa untuk menyimpan kunang-kunang di dalamnya'. Begitulah, maka ia menjahit kantung, aku menangkap kunang-kunang yang berterbangan. Kami sibuk bekerja selama sehari dan semalam. Sayang sekali, pada suatu malam, yaitu malam kedua, semua kunang-kunang itu mati”.

Sekujur tubuh Yilin gemetar, dengan suara bergetar ia berkata, ”Beberapa ribu kunang-kunang itu, semuanya mati dengan mengenaskan? Kalian……kalian bagaimana bisa……”

Linghu Chong tertawa, ”Maksudmu kami berdua sangat kejam, benar tidak? Ai, kau adalah murid sang Buddha, hati nuranimu sangat lembut melebihi orang biasa. Sebenarnya, kalau udara menjadi dingin, kunang-kunang itu juga akan mati membeku. Kalau hanya mati beberapa hari terlebih dahulu, memangnya kenapa?”

Setelah beberapa saat, Yilin berkata dengan lirih, ”Sebenarnya di dunia ini setiap orang juga sama, ada orang yang mati terlebih dahulu, dan ada orang yang mati belakangan. Entah dahulu atau belakangan, pada akhirnya semua orang harus mati. Kematian, penderitaan, sang Buddhaku berkata bahwa semua orang tanpa kecuali tidak bisa menghindari penderitaan yang disebabkan karena lahir, tua, sakit dan mati. Akan tetapi mencapai pencerahan, membebaskan diri dari samsara, bukankah lebih mudah diucapkan daripada dilakukan?" Linghu Chong berkata, "Betul. Makanya, kau tak usah terlalu memikirkan segala pantangan dan larangan itu, tak boleh membunuh makhluk hidup, tak boleh mencuri. Bodhisatwa pasti sibuk setengah mati kalau beliau mengurusi setiap hal kecil seperti itu".

Yilin menelengkan kepalanya, tak tahu sebaiknya harus bicara apa. Saat itu, di angkasa di sisi kiri gunung nampak sebuah bintang jatuh yang dengan cepat melesat pergi. Bintang jatuh itu meninggalkan jejak api yang sangat panjang di langit. Yilin berkata, "Kata Kakak Yijing, kalau ada orang melihat bintang jatuh, dan ia membuat simpul di ikat pinggangnya, lalu pada saat yang sama mengucapkan suatu harapan di dalam hati, kalau sebelum bintang jatuh itu menghilang ia sudah berhasil membuat simpul yang bagus, dan sudah selesai mengucapkan harapannya, harapan itu akan jadi kenyataan. Menurutmu, itu benar tidak?"

Linghu Chong tertawa, "Aku tak tahu. Namun tak ada jeleknya kalau kita coba. Tapi jangan-jangan gerakanku tidak bisa begitu cepat". Sembari berbicara, ia menjumput ikat pinggangnya, lalu berkata, "Kau siap-siap, lamban sedikit saja, kita akan terlambat".

Yilin menjumput ikat pinggangnya sambil termenung-menung memandangi langit. Di malam musim panas biasanya banyak bintang jatuh, tak lama kemudian, nampaklah sebuah bintang jatuh melesat di angkasa, namun dalam sekejap bintang jatuh itu telah lenyap. Jari-jari Yilin baru saja bergerak, namun bintang jatuh itu telah menghilang. "Ah", ujarnya dengan lirih, lalu ia menunggu lagi. Bintang jatuh kedua melesat dari barat ke timur, ekornya sangat panjang, Yilin bergerak dengan lincah dan berhasil membuat sebuah simpul.

Linghu Chong berkata dengan gembira, "Bagus, bagus! Kau berhasil! Bodhisatwa Guanyin memberkati dan melindungimu, pasti ia akan mengabulkan permintaanmu". Yilin menghela nafas, "Tapi, saat aku membuat simpul itu, di dalam hatiku aku tidak punya harapan apa-apa". Linghu Chong tertawa, "Makanya kau harus memikirkannya terlebih dahulu, harus sebelumnya menghafalkannya di dalam hati, kalau tidak, ketika kau membuat simpul kau sudah melupakan harapanmu itu".

Yilin menjumput ikat pinggangnya sambil berpikir," Sebaiknya aku minta apa, ya? Sebaiknya aku minta apa?" Ia melirik ke arah Linghu Chong, tiba-tiba kedua pipinya merona merah, maka ia cepat-cepat memalingkan muka.

Saat itu di angkasa berentetan melesat beberapa bintang jatuh. Linghu Chong berulang-ulang berseru, "Ada satu, eh, yang satu ini panjang sekali. Kau sudah buat simpul? Kali ini tidak terlambat kan?"

Perasaan Yilin kacau balau, di lubuk hatinya yang terdalam samar-samar muncul suatu keinginan yang sangat kuat. Akan tetapi keinginan ini adalah suatu keinginan yang tak berani dipikirkannya, benar-benar tak ada gunanya untuk memohon kepada Bodhisatwa Guanyin agar dikabulkan. Hatinya berdebar-debar, ia merasakan ketakutan dan kebahagiaan yang tak terlukiskan pada saat yang sama. Terdengar Linghu Chong bertanya lagi, "Kau sudah memikirkan keinginanmu?" Dalam lubuk hatinya yang terdalam Yilin berkata dengan lirih, "Apa yang aku harapkan? Apa yang aku harapkan?" Nampak beberapa bintang jatuh susul menyusul melesat di langit, ia mendongakkan kepalanya untuk memandanginya sambil termenung-menung.

Linghu Chong tertawa, "Kalau kau tak mau bilang, biar aku tebak". Yilin berkata dengan cemas, "Tidak, tidak! Kau tak boleh bicara". Linghu Chong tersenyum, "Memangnya kenapa? Aku akan menebak tiga kali, entah benar atau tidak". Yilin bangkit, lalu berkata, "Kalau kau bicara, aku akan pergi". Linghu Chong tertawa terbahak-bahak, "Baiklah. aku tidak akan bicara. Bahkan kalau dalam hatimu kau ingin jadi ketua Perguruan Hengshan, hal itu juga bukan sesuatu yang memalukan". Yilin terkejut setengah mati, ia berkata dalam hati, "Dia......dia menebak aku ingin jadi ketua Perguruan Hengshan? Dari dulu sampai sekarang, aku tidak pernah memikirkan hal ini. Lagipula, mana bisa aku jadi ketua?"

Tiba-tiba terdengar suara dentingan yang datang dari kejauhan, seakan ada orang yang sedang memetik kecapi[1].

Linghu Chong dan Yilin saling menatap dengan heran, "Bagaimana mungkin di tengah-tengah bukit tandus yang liar ini ada orang memetik kecapi?" Suara kecapi tak putus-putusnya berkumandang, benar-benar anggun kedengarannya. Setelah beberapa saat, terdengarlah suara seruling[2] yang lembut diantara suara kecapi itu. Suara kecapi berdawai tujuh itu tenang dan tulus, berpadu dengan suara seruling bambu yang hening dan indah, sungguh menyentuh hati. Suara kecapi dan seruling itu seakan sedang bercakap-cakap, keduanya perlahan-lahan bergerak mendekat. Linghu Chong datang menghampiri dan berbisik di telinga Yilin, "Suara musik ini aneh, jangan-jangan berbahaya bagi kita. Apapun yang terjadi, kau sama sekali tak boleh bersuara". Yilin mengangguk. Terdengar suara kecapi itu berangsur-angsur makin tinggi, sedangkan suara seruling perlahan-lahan makin rendah. Namun suara seruling walau makin rendah tetap tiada putus-putusnya, bagai benang sutra tipis yang melambai-lambai ditiup angin, terus-menerus berkumandang, semakin mengugah jiwa.

Terlihat dari balik gunung karang muncul tiga bayangan manusia, saat itu sinar rembulan tertutup awan, keadaan remang-remang, lalu samar-samar terlihat tiga sosok manusia, dua bertubuh tinggi dan yang satu pendek. Dua orang yang bertubuh tinggi adalah lelaki, sedangkan yang pendek seorang gadis kecil. Kedua lelaki itu berjalan tanpa terburu-buru ke sisi sebuah karang, lalu duduk diatasnya, yang seorang memetik kecapi, sedangkan yang seorang lagi meniup seruling. Gadis kecil itu berdiri di sisi kecapi. Linghu Chong menyembunyikan diri di balik tebing karang, tak berani melihat, takut kalau dipergoki ketiga orang itu. Suara kecapi dan seruling itu terdengar merdu, benar-benar serasi. Linghu Chong berkata dalam hati, "Di tepi air terjun ini, walaupun suara air mengalir berdebur keras, namun anehnya tak bisa meredam suara kecapi dan seruling yang lembut. Rupanya tenaga dalam kedua orang pemetik kecapi dan peniup seruling ini benar-benar tidak dangkal. Hmm, kedua orang ini datang kesini untuk bermain musik, tentunya karena disini ada suara air terjun, tidak ada hubungannya dengan kami berdua". Ia langsung merasa lega.

Tiba-tiba suara kecapi terdengar berdentingan, seakan melukiskan suatu pertarungan hidup dan mati, namun suara seruling tetap anggun dan lembut. Setelah beberapa saat, suara kecapipun menjadi lembut, suara keduanya kadang tiba-tiba tinggi dan tiba-tiba rendah. Mendadak, suara kecapi dan seruling serentak berubah, seakan-akan ada tujuh sampai delapan kecapi dan seruling yang bersama-sama bermain. Perubahan suara kecapi dan seruling itu walaupun begitu berat dan rumit, namun setiap nadanya tetap berirama, enak didengar dan menyentuh. Begitu mendengarnya, darah Linghu Chong bergejolak, ia hampir tak bisa menahan diri untuk berdiri. Setelah mendengarkan beberapa saat lamanya, suara kecapi dan serulingpun berubah, nada seruling berubah menjadi tinggi, dan kecapi berdawai tujuh itupun berdentang-denting mengiringinya, akan tetapi suara seruling itu makin lama makin tinggi. Hati Linghu Chong menjadi galau, diliputi suatu rasa sedih, ketika ia memalingkan kepala memandang Yilin, ia melihat air matanya jatuh berderai-derai. Tiba-tiba terdengar suara dentang nyaring dari kecapi, suara kecapi pun berhenti, suara seruling juga ikut berhenti. Dalam sekejap, kesunyian memenuhi segala penjuru, yang terlihat hanya bulan purnama nun jauh di angkasa dan bayang-bayang pepohonan di tanah.

Terdengar seseorang berbicara perlahan-lahan, "Adik Liu, hari ini kau dan aku akan mati mengenaskan disini, hal ini adalah suatu keniscayaan. Sayang sekali kakakmu yang bodoh ini tidak turun tangan terlebih dahulu, sehingga anak istri dan murid-muridmu semua gugur, hati kakakmu yang bodoh ini benar-benar tidak tenang". Orang yang satunya berkata, "Kau dan aku senasib sepenanggungan, kenapa harus bicara seperti ini......"

Begitu Yilin mendengar suaranya, ia teringat sesuatu, lalu berbisik di telinga Linghu Chong, "Itu Paman Guru Liu Zhengfeng". Mereka berdua tak berada di rumah Liu Zhengfeng ketika kejadian besar itu terjadi sehingga mereka sama sekali tidak mengerti. Tiba-tiba Liu Zhengfeng muncul di hutan belantara ini, apalagi orang yang satunya juga berkata bahwa "hari ini kau dan aku akan mati mengenaskan disini" dan "anak istri dan murid-muridmu semua gugur", mereka benar-benar sangat terkejut.

Terdengar Liu Zhengfeng melanjutkan, "Manusia tidak ada yang tidak mati, demi sahabat karib, matipun tak menyesal". Orang yang satunya berkata, "Adik Liu, dalam suara serulingmu sepertinya ada rasa penyesalan yang tak ada habisnya, mungkinkah karena putramu yang pada saat menghadapi kematian malah cuma ingin menyelamatkan dirinya sendiri?" Liu Zhengfeng menghela nafas panjang, "Terkaan Kakak Qu tidak salah. Biasanya anak itu memang sering kumanja, tak kuberi pengajaran yang seharusnya, tak disangka-sangka ternyata menjadi seorang pengecut yang tak punya keberanian sedikitpun". Qu Yang berkata, "Punya keberanian itu bagus, tak punya keberanian juga tak apa-apa. Seratus tahun lagi toh semuanya akan kembali menjadi debu, apa bedanya? Kakakmu yang bodoh ini sudah lebih dahulu sembunyi di atap rumah, seharusnya langsung turun tangan. Hanya saja aku berpikir kalau adik tidak mau merusak hubungan dengan teman-teman dari Perguruan Pedang Lima Puncak gara-gara aku. Disamping itu aku juga mengingat sumpahku pada adik untuk tidak melukai orang-orang dari aliran lurus, sehingga lambat bertindak. Siapa yang tahu bahwa Perguruan Songshan yang dipimpin ketua perserikatan akan turun tangan dengan begitu kejamnya?"

Liu Zhengfeng tak berbicara untuk beberapa saat, lalu ia menghela napas panjang dan berkata, "Manusia-manusia kasar semacam itu, mana bisa memahami perpaduan temperamen musik kita yang begitu penuh perasaan dan anggun? Mereka menyangka persahabatan kita pasti akan berakibat buruk bagi Perguruan Pedang Lima Puncak dan aliran lurus. Ai, mereka tak mengerti, kita tak bisa menyalahkan mereka. Kakak Qu, titik Dazhuimu luka, apakah pembuluh jantungmu terguncang?" Qu Yang berkata, "Betul. Tenaga dalam Perguruan Songshan memang benar-benar lihai. Aku tak menyangka saat diserang di bagian punggungku, tenaga dalamnya begitu kuat sehingga memutuskan pembuluh jantungmu. Kalau sebelumnya aku sudah tahu adik tak bisa menghindar, aku tak akan mengeluarkan Jarum Sakti Darah Hitamku. Dalam hal ini, tak ada gunanya melukai orang yang tak berdosa. Untung saja jarum-jarum itu tidak dibubuhi racun".

Begitu mendengar empat kata 'Jarum Sakti Darah Hitam' itu, jantung Linghu Chong berdebar keras, "Tak nyana dia adalah jagoan Sekte Iblis, bagaimana Paman Guru Liu bisa berteman dengannya?"

Liu Zhengfeng tersenyum tawar, "Tapi karena itu kau dan aku bisa berduet memainkan lagu ini, setelah saat ini, di muka bumi ini takkan ada lagi suara kecapi dan seruling seperti ini lagi". Qu Yang menghela napas panjang, lalu berkata, "Dahulu, sebelum Ji Kang[3] dihukum mati, ia memetik kecapi memainkan sebuah lagu, sambil mengeluh bahwa setelah kematiannya lagu Guang Ling San akan hilang. Hehehe, walaupun Guang Ling San begitu indah, apakah lebih bagus dari lagu Xiao Ao Jiang Hu[4] kita? Saat itu, perasaan Ji Kang mungkin sama dengan kita sekarang ini". Liu Zhengfeng tersenyum, "Kakak Qu barusan ini telah mencapai pencerahan, kenapa sekarang jadi terikat lagi? Kita berdua malam ini telah berhasil memainkan lagu Xiao Ao Jiang Hu dengan penuh nuansa. Di dunia ini telah ada lagu ini, kau dan aku telah memainkannya. Kenapa kita mesti menyesali hidup ini?"

Qu Yang bertepuk tangan pelan-pelan, "Perkataan adik Liu tidak salah". Setelah lewat beberapa saat, ia lagi-lagi menghela napas. Liu Zhengfeng berkata, "Kakak kenapa menghela napas? Ah, aku tahu, tentunya karena mengkhawatirkan Feifei".

Yilin mengingat-ingat, "Feifei, apa Feifei yang itu?" Benar saja, terdengar suara Qu Feiyan berkata,"Kakek, kau dan Kakek Liu perlahan-lahan menyembuhkan luka, ya.
Lalu kita tumpas habis semua penjahat Perguruan Songshan itu dan membalaskan dendam Nenek Liu!"

Tiba-tiba dari balik tebing terdengar suara tawa panjang. Tawa itu terdengar tak henti-hentinya, lalu dari belakang tebing nampak sebuah bayangan hitam. Seberkas sinar hijau berkelebat, lalu seseorang berdiri di sebelah Qu Yang dan Liu Zhengfeng, sebilah pedang tergengam di tangannya. Ia adalah si Tapak Songyang Fei Bin dari Perguruan Songshan. Ia tertawa dingin, lalu berkata, "Gadis kecil mulutnya besar, mau menumpas habis Perguruan Songshan. Di dunia ini, mana bisa seenak hati seperti itu?"

Liu Zhengfeng bangkit dan berkata,"Fei Bin, kau telah membunuh seluruh keluargaku, aku si Liu ini juga bisa mati setiap saat setelah terkena pukulan kedua saudaramu. Sekarang kau mau apa?"

Fei Bin tertawa terbahak-bahak, lalu berkata dengan angkuh, "Gadis kecil ini bilang mau menumpas habis kami, maka aku yang rendah ini datang untuk menumpas habis kalian! Gadis kecil, datanglah kesini untuk menerima kematian!"

Yilin berbisik di telinga Linghu Chong, "Feifei dan kakeknya menyelamatkanmu, kita harus memikirkan cara untuk menyelamatkan mereka, tapi bagaimana sebaiknya?" Tak seperti dia, Linghu Chong tidak berbicara, karena ia sudah terlebih dahulu memikirkan bagaimana caranya menolong mereka, untuk membalas jasa kakek dan cucu itu menyelamatkan nyawanya. Namun, pertama, lawan yang datang ialah seorang jago Perguruan Songshan, kalaupun ia tidak sedang menderita luka parah, ia sama sekali bukan tandingannya. Kedua, saat itu ia juga telah mengetahui bahwa Qu Yang adalah orang Sekte Iblis. Perguruan Huashan selalu bermusuhan dengan Sekte Iblis, bagaimana ia bisa berbalik membantu musuh? Dalam hati ia benar-benar merasa sulit membuat keputusan.

Terdengar Liu Zhengfeng berkata, "Marga Fei, kau adalah tokoh terkemuka di kalangan perguruan lurus, hari ini Qu Yang dan Liu Zhengfeng telah jatuh ke dalam tanganmu, mau kau bunuh atau kau iris-iris, matipun tidak menyesal. Tapi kalau kau menyakiti seorang gadis kecil, orang gagah macam apa kau ini? Feifei, kau cepat lari!" Qu Feiyan berkata, "Aku akan menemani kakek dan Kakek Liu mati bersama, aku tak mau hidup sendirian". Qu Yang berkata, "Cepat lari, cepat lari! Urusan kami orang dewasa, apa hubungannya dengan anak-anak seperti kau?"

Qu Feiyan berkata, "Aku tak akan lari!" Terdengar suara berdesir dua kali, ia telah menghunus dua bilah pedang pendek dari pinggangnya, lalu melesat ke depan,  menghadang di depan tubuh Liu Zhengfeng dan berkata, "Fei Bin, sebelum ini Kakek Liu telah bermurah hati tak membunuhmu, tapi kau malah membalas air susu dengan air tuba, kau masih punya muka atau tidak?"

Fei Bin berkata dengan dingin, "Kau gadis ingusan bilang mau menumpas habis Perguruan Songshan. Kenapa kau belum datang menumpas habis kami? Apa si marga Fei ini harus berpangku tangan membiarkan kau menyerang kami, atau lari tunggang-langgang?"

Liu Zhengfeng menarik lengan Qu Feiyan, dan berkata dengan cemas, "Cepat lari, cepat lari!" Akan tetapi ia telah menderita luka parah akibat pukulan tenaga dalam Perguruan Songshan, pembuluh jantungnya telah putus, ditambah lagi ia baru saja memainkan lagu Xiao Ao Jiang Hu, ia telah kelelahan lahir dan batin, tangannya tak lagi bertenaga. Qu Feiyan pelan-pelan meronta, ia menyentakkan tangan Liu Zhengfeng, akan tetapi saat itu berkelebatlah seberkas sinar hijau di depan matanya, ternyata pedang Fei Bin telah menikam ke mukanya.

Qu Feiyan menangkis dengan pedang di tangan kirinya, disusul oleh pedang di tangan kanannya. "Hei!" Fei Bin tertawa, pedangnya berputar dengan suara berderu, menebas ke arah pedang pendek di tangan kanan Qu Feiyan. Lengan kanan Qu Feiyan kesemutan, bagian diantara ibu jari dan telunjuknya terasa amat sakit, pedang di tangan kanannya langsung terjatuh. Pedang Fei Bin menebas ke belakang dengan miring. "Trang!" Pedang pendek di tangan kiri Qu Feiyan tersentak jatuh, terlempar sampai beberapa zhang jauhnya. Pedang Fei Bin telah menempel di tenggorokannya. Fei Bin tersenyum dan berkata pada Qu Yang, "Sesepuh Qu, sekarang aku akan menusuk mata kiri cucumu, lalu kupotong hidungnya, lalu kupotong kedua kupingnya......"

Qu Feiyan menjerit, lalu melemparkan dirinya ke pedang yang teracung itu. Fei Bin segera menarik pedangnya, lalu menotok dengan ibu jarinya, Qu Feiyan pun jatuh ke tanah. Fei Bin tertawa terbahak-bahak, "Iblis sesat, kalian banyak berbuat jahat, mau matipun tak bisa gampang. Enaknya sekarang kutusuk mata kirimu". Ia mengangkat pedangnya, hendak menusuk mata kiri Qu Feiyan.

Tiba-tiba dari belakang terdengar seseorang yang berteriak dengan lantang, "Jangan bergerak!" Fei Bin terkejut, secepat kilat ia membalikkan badan sambil memutar pedang untuk melindungi diri. Ia tak tahu bahwa Linghu Chong dan Yilin sudah lama bersembunyi di balik batu karang, mereka sama sekali tak bergerak-gerak, kalau tidak, dengan kungfunya yang tinggi, tentunya tak ada orang yang bisa diam-diam menyelinap di belakangnya. Di bawah cahaya rembulan ia melihat seorang pemuda sedang berdiri di hadapannya sambil berkacak pinggang.

Fei Bin meneriakkan sebuah pertanyaan, "Siapa kau?" Linghu Chong berkata, "Keponakan adalah Linghu Chong dari Perguruan Huashan, hendak menghadap Paman Guru Fei". Sambil berbicara, ia menjura, tubuhnya bergoyang-goyang, ia tak bisa berdiri tegak. Fei Bin mengangguk, "Oh begitu. Kiranya murid pertama kakak seperguruan Yue, kau sedang apa disini?" Linghu Chong berkata, "Keponakan dilukai murid Perguruan Qingcheng, sedang berada di sini untuk menyembuhkan luka, untung saja bisa bertemu Paman Guru Fei".

Fei Bin mendengus, lalu berkata, "Bagus kau datang kesini. Gadis ingusan ini adalah iblis aliran sesat dari Sekte Iblis, dia pantas dihukum mati. Kalau aku sendiri yang turun tangan, akan nampak seperti orang dewasa menganiaya anak kecil. Kau saja yang membunuhnya". Sembari berbicara ia menunjuk ke arah Qu Feiyan.

Linghu Chong menggeleng dan berkata, "Kakek gadis kecil ini dan Paman Guru Liu dari Perguruan Heng Shan bersahabat, dia terhitung satu generasi dibawahku, kalau aku membunuhnya, di dunia persilatan tentu orang akan berkata bahwa Perguruan Huashan menganiaya anak kecil. Kalau berita ini tersebar dari mulut ke mulut, nama baik kita bisa tercoreng. Lagipula, Sesepuh Qu dan Paman Guru Liu ini sudah terluka parah, kalau kita menganiaya anak kecil ini di hadapan mereka, ini tentunya bukan tindakan seorang gagah. Hal semacam ini pasti tidak akan dilakukan oleh Perguruan Huashan kami. Mohon maafkan aku, Paman Guru Fei". Maksud dari perkataannya sangat jelas, kalau Perguruan Huashan tidak mau melakukan perbuatan hina itu, maka kalau Perguruan Songshan melakukannya, jelas-jelas Perguruan Songshan lebih rendah dari Perguruan Huashan.

Fei Bin mengerutkan dahinya, matanya bersinar menyeramkan, dengan bengis ia berkata, "Ternyata kau diam-diam bersekongkol dengan setan Sekte Iblis ini. Baiklah, barusan Liu Zhengfeng berkata bahwa iblis marga Qu ini telah mengobati lukamu dan menyelamatkan nyawamu. Aku tak menyangka bahwa seorang murid Huashan yang begitu hebat seperti kau ini, begitu cepatnya bergabung dengan Sekte Iblis". Pedang yang digengamnya bergetar, sinar dingin berkilauan di ujung pedang itu, seakan hendak menikam ke arah Linghu Chong.

Liu Zhengfeng berkata, "Keponakan Linghu, kau tidak ada sangkut pautnya dengan masalah ini, tak perlu ikut-ikutan basah. Cepat-cepatlah pergi, supaya tidak menyeret gurumu dalam kesulitan".

Linghu Chong tertawa dan berkata, "Paman Guru Liu, kita menganggap diri kita sebagai ksatria dan bersumpah tak mau hidup berdampingan dengan iblis sesat, kata 'ksatria' ini apa artinya? Menganiaya orang yang terluka parah, ini tindakan ksatria atau bukan? Membunuh seorang anak gadis yang tak bersalah dengan darah dingin, terhitung tindakan ksatria atau tidak? Kalau kita melakukan perbuatan-perbuatan semacam ini, apa bedanya kita dengan aliran sesat?"

Qu Yang menghela napas dan berkata, "Perbuatan-perbuatan semacam itu, kami dari Sekte Matahari Rembulan juga tak pernah melakukannya. Adik Linghu, silahkan kau pergi. Kalau Perguruan Songshan suka melakukan perbuatan-perbuatan semacam ini, biar saja ia melakukannya".

Linghu Chong tersenyum, "Aku tak akan pergi. Pendekar Fei Si Tapak Songyang nama besarnya berkibar-kibar di dunia persilatan sebagai salah seorang pendekar yang paling terkemuka dari Perguruan Songshan. Ia mengucapkan kata-kata semacam ini pasti cuma untuk menakut-nakuti gadis kecil ini, mana bisa ia benar-benar melakukan perbuatan memalukan seperti ini. Tentunya Paman Guru Fei bukan orang semacam ini". Sambil berbicara, ia melipat tangannya di depan dada, punggungnya bersandar pada batang sebuah pohon cemara.

Tiba-tiba nafsu membunuh Fei Bin memuncak, ia menyeringai menyeramkan dan berkata, "Kau mau menjebakku dengan kata-kata, ingin memaksaku mengampuni ketiga iblis ini. He he, benar-benar mimpi di siang bolong. Kau sudah bergabung dengan Sekte Iblis, si Fei ini kalau membunuh tiga orang atau empat orang, apa bedanya?" Sembari berbicara ia mulai melangkah.

Linghu Chong melihat raut wajahnya yang ganas, mau tak mau ia merasa terkejut, diam-diam ia mencari akal untuk menolong mereka, namun air mukanya sendiri sama sekali tak berubah. Ia berkata, "Paman Guru Fei, kau mau bunuh aku untuk menghilangkan saksi, benar tidak?"

Fei Bin berkata, "Kau memang sangat pintar. Perkataanmu itu sama sekali tidak salah". Sembari berkata, ia maju selangkah mendekati mereka.

Sekonyong-konyong dari balik karang muncul seorang biksuni muda, ia berkata, "Paman Guru Fei, lautan kesengsaraan tiada bertepi, bertobatlah maka kau akan selamat. Saat ini hatimu hanya ingin melakukan perbuatan jahat, tapi kalau kau tak melakukan perbuatan jahat itu, kau akan selamat dari bencana, sama sekali belum terlambat". Dialah Yilin. Linghu Chong telah menyuruhnya bersembunyi di balik karang, dan melarangnya memperlihatkan dirinya pada orang. Akan tetapi ketika ia melihat Linghu Chong dalam bahaya, tanpa banyak pikir ia langsung keluar. Ia juga ingin menasehati Fei Bin dengan harapan agar ia mengurungkan niatnya.

Fei Bin terkejut dan berkata, "Kau dari Perguruan Hengshan, benar tidak? Kenapa kau diam-diam sembunyi di sini?"

Wajah Yilin merona merah, dengan terbata-bata ia berkata, "Aku......aku......"

Qu Feiyan yang telah tertotok jalan darahnya terbaring di tanah, tak bisa berkutik, namun ia masih bisa berteriak, "Kakak Yilin, aku sudah menebak dahulu bahwa kau bersama Kakak Linghu. Kau pasti bisa menyembuhkan lukanya, tapi sayang......tapi sayang, kita semua akan mati".

Yilin menggeleng, "Tak mungkin. Paman Guru Fei adalah seorang pahlawan yang punya nama besar di dunia persilatan, mana mungkin benar-benar akan mencelakai orang yang terluka parah dan nona kecil seperti kau ini? "Hehehe", Qu Feiyan tertawa dingin, "Memangnya dia benar-benar pahlawan, benar-benar orang gagah?" Yilin berkata, "Perguruan Songshan adalah pemimpin perserikatan Perguruan Pedang Lima Puncak, pemimpin aliran lurus di di dunia persilatan, dalam melakukan hal apapun tentunya harus mempertimbangkan prinsip-prinsip keadilan".

Perkataan itu dikatakannya dengan tulus, namun di telinga Fei Bin kedengarannya seperti ejekan, pikirnya, ”Sudah kepalang basah, kalau hari ini ada seorang saja saksi mata yang membocorkan kejadian ini, nama baik si Fei ini akan tercoreng. Walaupun yang kubunuh adalah setan Sekte Iblis, namun membunuh orang yang terluka bukanlah perbuatan seorang gagah, aku pasti akan dipandang rendah orang”. Ia mengacungkan pedang kearah Yilin sambil berkata, ”Kau tidak terluka dan juga bukan nona cilik yang tak bisa berkutik, aku bunuh kau saja, ya?”

Yilin sangat terkejut, ia mundur beberapa langkah seraya berkata dengan suara gemetar, ”Aku……aku……aku? Kenapa kau mau bunuh aku?”

Fei Bin berkata, "Kau bersekongkol dengan setan Sekte Iblis, kalian kakak beradik seperguruan begitu cocok satu sama lain. Setelah kau memihak yang sesat, tentu saja aku tak bisa membiarkanmu”. Sambil berbicara ia melangkah maju, hendak menikamkan pedangnya kearah Yilin.

Dengan terkejut, Linghu Chong cepat-cepat melompat ke depan, menghadang di depan Yilin sambil berseru, ”Cepat lari adik, mohon gurumu datang ke sini untuk menyelamatkan nyawa kita". Ia tahu bahwa air yang jauh tak bisa memadamkan api yang dekat, jadi ia minta Yilin mohon bantuan hanya sebagai alasan untuk menyuruh dia melarikan diri untuk menyelamatkan nyawanya sendiri.

Pedang Fei Bin bergoyang-goyang, ujung pedangnya menikam ke sisi kanan Linghu Chong. Linghu Chong segera menghindar dengan memiringkan tubuhnya ke samping. “Wus, wus, wus!” Fei Bin berturut-turut menebas tiga kali, serangannya sungguh berbahaya. Yilin sangat cemas, cepat-cepat ia menghunus pedang patah yang tergantung di pinggangnya, lalu menikam bahu Fei Bin seraya berseru, ”Kakak Linghu, kau terluka, cepat mundur”.

Fei Bin tertawa terbahak-bahak, “Biksuni kecil sudah lupa segala pantangan, begitu melihat pemuda ganteng, rela berkorban nyawa”. Ia membacokkan pedangnya ke bawah. “Trang!” Kedua pedang saling berbenturan. Pedang patah di tangan Yilin seketika terlepas dan melayang jatuh. Pedang Fei Bin terus menusuk ke depan, mengarah ke jantung Yilin. Orang-orang yang ingin segera dibunuh oleh Fei Bin berjumlah lima orang, walaupun tak satu pun dari kelima orang itu mampu melawannya, namun malam masih panjang, seandainya satu orang saja bisa lolos, tentunya akan timbul masalah yang tak ada habisnya di kemudian hari. Oleh karena itu ia berkeras untuk melancarkan jurus-jurus yang mematikan.

Linghu Chong menubruk Fei Bin, dua jari tangan kirinya menusuk ke arah bola mata Fei Bin. Kedua kaki Fei Bin cepat-cepat menjejak ke tanah, lalu melompat ke belakang, pedangnya dengan tangkas menebas ke belakang mengikuti gerakan tubuhnya dan menorehkan sebuah irisan panjang di lengan kiri Linghu Chong.

Linghu Chong menubruk lagi tanpa memperdulikan nyawanya untuk menyelamatkan Yilin, namun tindakannya itu membuatnya tak bisa bernafas, tubuhnya bergoyang-goyang seperti akan ambruk. Yilin segera berlari untuk memapahnya dan berkata sambil tersedu sedan, ”Biarkan dia membunuh kita semua!” Sambil terengah-engah Linghu Chong berkata, ”Kau……kau cepat pergi……”

Qu Feiyan tersenyum, ”Hei bodoh, sampai sekarang kau masih tak mengerti maksudnya. Dia mau menemanimu mati……” Sebelum kalimat itu selesai diucapkannya, pedang Fei Bin telah menusuk jantungnya.

Qu Yang, Liu Zhengfeng, Linghu Chong dan Yilin serentak berseru kaget.

Seringai yang menyeramkan muncul di wajah Fei Bin, perlahan-lahan ia melangkah kearah Linghu Chong dan Yilin. Selangkah demi selangkah. Darah segar yang melumuri ujung pedangnya menetes-netes jatuh ke tanah.

Pikiran Linghu Chong galau, ”Dia……tak disangka dia membunuh nona kecil ini, kejam sekali! Aku juga akan mati. Kenapa Adik Yilin ingin menemaniku mati? Walaupun aku telah menolongnya, tapi dia juga pernah menolongku. Ia sudah membalas budi padaku. Aku belum pernah bertemu dengannya sebelumnya, walaupun kami berdua sama-sama kakak beradik seperguruan di Perguruan Pedang Lima Puncak, walaupun ada prinsip kesetiaan di dunia persilatan, namun tak perlu mengorbankan nyawa untuk menemaniku. Tak nyana murid-murid Perguruan Hengshan begitu menjunjung tinggi persaudaraan dunia persilatan. Biksuni Dingyi pasti seorang yang tokoh yang luar biasa. Hei, adik Yilinlah yang menemaniku mati, bukan adik Lingshanku. Dia……dia saat ini sedang apa?” Wajah Fei Bin yang menyeringai menyeramkan sedikit demi sedikit makin mendekat. Linghu Chong tersenyum kecil, menghela napas, lalu memejamkan matanya.

Tiba-tiba telinganya mendengar dengan sayup-sayup suara rebab, suara rebab itu begitu memilukan, seakan mendesah, juga seakan menangis, bergetar naik turun, berdesau tak putus-putusnya bagai suara tetesan gerimis di atas dedaunan. Linghu Chong tercengang, ia membuka matanya lebar-lebar.

Pikiran Fei Bin terguncang, “‘Hujan Malam di Xiaoxiang’, Tuan Mo Da datang”. Suara rebab makin lama makin pilu, namun Tuan Mo Da sama sekali tidak keluar dari balik pepohonan. Fei Bin berseru, ”Tuan Mo Da, kenapa anda tidak keluar?”

Suara rebab itu berhenti. Dari balik sebuah pohon cemara keluarlah sosok seseorang yang kurus kering. Linghu Chong sudah lama mendengar tentang nama besar ‘Hujan Malam di Xiaoxiang’ Tuan Mo Da, namun belum pernah melihat wajahnya. Saat ini dibawah sinar rembulan, terlihat ia seperti kerangka berjalan, punggungnya bungkuk, benar-benar seperti orang yang sewaktu-waktu bisa mati mendadak. Tak nyana ketua Perguruan Heng Shan yang namanya begitu besar di seantero dunia persilatan, ternyata adalah orang yang penampilannya begitu menyedihkan ini. Tangan kiri Tuan Mo Da mengengam rebab, dengan kedua tangannya ia menjura kepada Fei Bin seraya berkata, ”Adik Fei, bagaimana kabar ketua Zuo?”

Fei Bin melihat dia tak bermaksud jahat, dan juga tahu bahwa ia tak cocok dengan Liu Zhengfeng, maka ia berkata, ”Terima kasih banyak Tuan Mo Da, kakak seperguruanku baik-baik saja. Liu Zhengfeng dari perguruanmu yang terhormat telah berkomplot dengan setan Sekte Iblis ini untuk mengacau Perguruan Pedang Lima Puncak. Tuan Mo Da, menurut pendapat anda, apa yang harus kita lakukan?”

Tuan Mo Da perlahan-lahan mengambil dua langkah mendekati Liu Zhengfeng, dan berkata dengan tegas, ”Harus dibunuh!” Begitu kata ‘bunuh’ itu terucap, sinar pedang berkelebat, di tangannya nampak sebilah pedang yang sangat kurus dan sempit. Tiba-tiba ia menikam ke belakang ke arah dada Fei Bin. Jurus yang tiba-tiba dilancarkannya ini sangat cepat seperti mimpi, jurus itu adalah salah satu jurus ‘Tiga Belas Jurus Awan Kabut Heng Shan Dengan Seratus Perubahan dan Sepuluh Ribu Peralihan’. Di rumah Liu Zhengfeng, Fei Bin pernah dikalahkan dengan ilmu silat ini, saat ini ia kembali terjebak olehnya. Ia sangat terkejut dan cepat-cepat mundur ke belakang. “Sret!” Dadanya telah tertusuk pedang tajam yang membuat goresan luka panjang, pakaiannya robek, otot-otot di dadanya tertebas. Walaupun lukanya tak parah, namun ia merasa kaget bercampur marah hingga ia kehilangan nyali.

Fei Bin segera menikam dengan pedangnya, namun Tuan Mo Da sudah berada di atas angin, dan ia terus menerus melancarkan serangan, pedang tipisnya meliuk-liuk tanpa henti bagai seekor ular, menusuk diantara kilatan pedang Fei Bin dan memaksanya untuk terus menerus melangkah mundur, sampai-sampai ia tak sempat memaki sepatah katapun.

Qu Yang, Liu Zhengfeng dan Linghu Chong bertiga tanpa kecuali begitu heran dan terkejut melihat jurus-jurus pedang Tuan Mo Da yang terus berubah-ubah seperti kesetanan. Liu Zhengfeng belajar bersamanya di perguruan yang sama dan telah menjadi saudara seperguruannya selama puluhan tahun lamanya, namun ia sama sekali tak mengira bahwa ilmu pedang sang kakak telah mencapai taraf yang begitu tinggi.

Tetesan darah segar dari kedua bilah pedang itu menciprat kesana kemari. Fei Bin mengegos, menghindar dan melompat, berusaha sekuat tenaga untuk menangkis serangan, namun tak pernah bisa melepaskan diri dari kungkungan kilatan pedang Tuan Mo Da. Sedikit demi sedikit, darah segar yang menetes-netes menciptakan sebuah lingkaran merah di sekeliling kedua orang itu. Tiba-tiba terdengar Fei Bin mengeluarkan sebuah teriakan panjang yang brutal, lalu melompat tinggi-tinggi. Tuan Mo Da mundur dua langkah, menyelipkan pedangnya ke dalam rebab, lalu melangkah pergi. Lagu 'Hujan Malam Di Xiaoxiang' mengema di balik pohon-pohon cemara, sedikit demi sedikit makin menjauh.

Setelah melompat, Fei Bin terjatuh, dari dadanya darah menyembur bagai mata air. Saat bertarung barusan, ia mengerahkan tenaga dalam Perguruan Songshan, ketika dadanya tertusuk pedang, tenaga dalamnya belum hilang, oleh karenanya darah segar pun menyembur keluar dari lukanya, sungguh aneh dan mengerikan.

Yilin berpegangan pada lengan Linghu Chong, ia begitu takut hingga jantungnya seakan meloncat-loncat. Dengan suara lirih ia bertanya, "Kau tidak terluka?"


* * *

Qu Yang menghela nafas, "Adik Liu, kau pernah berkata bahwa kau tak cocok dengan kakak seperguruanmu itu. Tak nyana ketika kau menghadapi bahaya, ia datang menolong". Liu Zhengfeng berkata, "Kelakuan kakak seperguruanku itu sangat aneh, tak bisa ditebak. Aku dan dia tak cocok, bukan karena masalah kaya-miskin, hanya sifat kami memang tidak cocok". Qu Yang mengeleng, lalu berkata, "Ilmu pedangnya memang hebat. Tapi ia memainkan rebabnya dengan begitu sedih dan merana, membuat orang mengalirkan air mata, agak norak, belum bisa menanggalkan selera pasaran". Liu Zhengfeng berkata, "Tepat sekali. Kakak seperguruan kalau main musik nadanya itu-itu saja, lagi pula iramanya juga terlalu menyedihkan. Puisi yang bagus menyampaikan kegembiraan tapi tak berlebihan, menyampaikan kesedihan tapi tak sampai melukai diri sendiri, lagu yang bagus bukankah juga begitu? Begitu dengar suara rebabnya aku langsung ingin pergi jauh-jauh".

Linghu Chong berpikir, "Dua orang ini benar-benar gila musik, pada saat hidup dan mati seperti ini, masih sempat berdiskusi tentang 'kesedihan tapi tak sampai melukai diri sendiri' segala, tentang yang anggun dan yang norak. Untung Paman Guru Mo Da datang tepat pada waktunya untuk menyelamatkan nyawa kita."

Ia mendengar Liu Zhengfeng berbicara lagi, "Tapi kalau bicara tentang ilmu pedang dan silat, aku sama sekali bukan tandingannya. Biasanya aku kurang menghormatinya, sekarang ini aku benar-benar sangat malu". Qu Yang mengangguk sambil berkata, "Ketua Perguruan Heng Shan nama besarnya memang bukan omong kosong belaka". Ia menoleh ke arah Linghu Chong sambil berkata, "Adik, kau mau mati-matian menolong cucuku, sikap ksatria memang benar-benar sulit ditemui. Ada suatu hal yang aku ingin mohon darimu, entah kau bisa menyanggupinya atau tidak?"

Linghu Chong berkata, "Sayang sekali Nona Qu telah kena dicelakai oleh Fei Bin. Apapun yang diperintahkan oleh sesepuh, aku pasti akan melakukannya!"

Qu Yang melirik ke arah Liu Zhengfeng, lalu berkata, " Aku dan Adik Liu suka sekali dengan musik, setelah bekerja keras beberapa tahun, kami berhasil mengubah sebuah lagu, yaitu 'Xiao Ao Jiang Hu'. Aku yakin lagu ini bukan lagu biasa, di sepanjang zaman pun belum tentu ada yang menyamainya. Setelah ini, walaupun di dunia ini ada Qu Yang, belum tentu ada Liu Zhengfeng, kalau pun ada Liu Zhengfeng, belum tentu ada Qu Yang. Bahkan kalau ada orang seperti Qu Yang dan Liu Zhengfeng, belum tentu mereka lahir pada masa yang sama, bisa bertemu dan bersahabat. Harus ada dua orang yang ilmu musik dan ilmu silatnya sama tingginya, mempunyai cita-cita yang sama, cara menulisnya juga mirip, baru bisa mengubah lagu ini. Ini benar-benar sangat sukar ditemukan. Kalau lagu ini sampai tak berkumandang lagi, aku dan Adik Liu saat berada di akherat nanti akan sangat menyesal". Berbicara sampai disini, ia mengambil sebuah kitab dari dadanya, lalu berkata, "Ini adalah naskah lagu Xiao Ao Jiang Hu untuk kecapi dan seruling. "Adik, mohon ingat kerja keras kami berdua, bawalah naskah lagu untuk kecapi dan seruling ini ke dunia luar, carilah pewarisnya."

Liu Zhengfeng berkata, "Lagu Xiao Ao Jiang Hu ini kalau bisa disampaikan kepada dunia, aku dan Kakak Qu akan mati dengan mata tertutup".

Linghu Chong menyoja pada Qu Yang, menerima naskah lagu itu, lalu menyimpannya di dadanya sambil berkata, "Kalian berdua jangan khawatir, aku akan berusaha sekuat tenaga". Sebelumnya, ketika ia mendengar Qu Yang ingin mohon sesuatu dari dirinya, ia mengira bahwa hal itu pasti sesuatu yang sangat sukar dan berbahaya, ia khawatir kalau melakukan hal itu akan melanggar peraturan perguruan, takut kalau akan menyinggung kawan-kawan sesama perguruan lurus, tapi pada saat itu ia tak dapat menolak. Akan tetapi setelah tahu bahwa ia cuma diminta mencari dua orang yang mau belajar main kecapi dan seruling, ia langsung merasa lega dan perlahan-lahan menghembuskan nafas panjang.

Liu Zhengfeng berkata, "Keponakan Linghu, lagu ini bukan cuma hasil jerih payah seumur hidup kami berdua saja, tapi juga ada hubungannya dengan seorang tokoh zaman dahulu. Bagian panjang untuk kecapi di tengah-tengah lagu Xiao Ao Jiang Hu ini digubah oleh Kakak Qu berdasarkan lagu Guang Ling San milik Ji Kang dari Dinasti Jin".

Qu Yang sangat bangga akan hal ini, sambil tersenyum ia berkata, "Menurut tradisi, setelah kematian Ji Kang, lagu Guang Ling San ini hilang. Coba tebak, dari mana aku bisa mendapatkannya?"

Linghu Chong berkata dalam hati, "Tentang ilmu musik, aku sama sekali tidak mengerti apa-apa. Apalagi tingkah laku kalian berdua sangat berbeda dengan orang kebanyakan, bagaimana aku bisa main tebak?" Ia berkata, "Mohon sesepuh sudi memberi tahu".

Qu Yang tersenyum dan berkata, "Ji Kang ini orangnya cukup menarik. Menurut catatan sejarah, dia ini 'budi bahasanya sangat halus, mengutip Lao dan Zhuang,[5] menghargai orang-orang yang tidak biasa dan bersifat ksatria', orang semacam ini sangat sesuai dengan seleraku. Pada saat itu, Zhong Hui adalah pejabat tinggi, karena kagum akan nama besar Ji Kang, ia pergi mengunjunginya. Ji Kang sedang sibuk bekerja sebagai pandai besi, ia tak memperdulikannya. Zhong Hui merasa dihina dan langsung pergi meninggalkan tempat itu. Ji Kang bertanya, 'Apa yang kau dengar sebelum datang, apa yang kau lihat sebelum pergi?' Zhong Hui berkata, 'Aku mendengar apa yang kudengar sebelum aku datang, aku melihat apa yang kulihat sebelum aku pergi'. Zhong Hui ini terhitung seorang sastrawan yang cerdas dan bijaksana, sayang sekali pikirannya terlalu picik, hanya karena hal semacam ini ia jadi marah. Ia memberitahu Sima Zhao[6] tentang kata-kata tak enak Ji Kang, Sima Zhao langsung memerintahkan Ji Kang untuk dibunuh. Sebelum dihukum mati, Ji Kang memetik kecapi memainkan sebuah lagu, benar-benar sangat mengesankan, tapi ia lalu berkata, 'Sejak saat ini, Guang Ling San akan menghilang.' Dengan mengucapkan kata-kata ini ia agak meremehkan generasi yang akan datang. Lagu ini bukan dikarang oleh dia. Pengarangnya adalah seorang dari Dinasti Jin Barat, kalaupun lagu ini menghilang setelah Dinasti Jin Barat, apakah sebelum zaman Dinasti Jin Barat tidak ada?"

Linghu Chong tak mengerti, ia bertanya, "Sebelum Dinasti Jin Barat?" Qu Yang berkata, "Tepat sekali! Aku tidak percaya pada perkataannya itu, lalu kugali makam kaisar dan menteri dinasti Han Barat dan Timur, semuanya ada dua puluh sembilan makam kuno yang kugali. Akhirnya di makam Cai Yong kutemukan naskah lagu Guang Ling San itu". Setelah berbicara ia tertawa terbahak-bahak, kelihatannya amat bangga akan dirinya sendiri.

Linghu Chong diam-diam merasa terkejut, "Tak disangka-sangka, sesepuh ini demi mendapatkan sebuah naskah lagu, membongkar dua puluh sembilan makam kuno".

Ia mendengar Qu Yang terus berbicara, "Saudara kecil, kau adalah murid pertama dari perguruan lurus terkemuka, seharusnya aku tidak minta pertolonganmu, hanya saja dalam keadaan mendesak ini, kami terpaksa melibatkanmu, mohon jangan salahkan aku, jangan salahkan aku! Lagu Guang Ling San ini tentang kisah Nie Zheng[7] membunuh raja Han. Lagu ini sangat panjang, kami dalam mengubah lagu Xiao Ao Jiang Hu ini, hanya mengambil bagian yang terindah saja. Adik Liu menambahkan bagian seruling, untuk mengambarkan adegan kakak perempuan Nie Zheng menerima dan menguburkan jasadnya. Nie Zheng, bersama dengan Jing Ke[8] memiliki kesetiaan yang luar biasa, mereka adalah leluhur kita. Aku mohon padamu untuk mewariskan lagu ini karena aku mengagumi sifat ksatriamu". Linghu Chong menunduk hormat, "Aku tak berani!" Senyum di wajah Qu Yang menghilang, air mukanya menjadi sedih, sambil menoleh ke arah Liu Zhengfeng, ia berkata, "Adik, sekarang kita bisa pergi". Liu Zhengfeng berkata, "Baik!" Dijulurkannya tangannya, lalu sambil saling berpegangan tangan, mereka serentak tertawa keras-keras. Dengan menggunakan tenaga dalam mereka memecah pembuluh darah masing-masing. Kedua orang itu menutup mata lalu wafat.

Linghu Chong terkejut, lalu berseru, "Sesepuh. Paman Guru Liu". Dijulurkannya tangannya untuk mencari hembusan nafas kedua orang itu, ternyata mereka sudah tak bernafas lagi.

Yilin berkata dengan terkejut, "Mereka...mereka berdua sudah mati?" Linghu Chong mengangguk pelan, "Adik, kita harus segera mengubur keempat mayat ini, untuk menghindari ada orang yang mencarinya, dan menimbulkan kesulitan baru. Mengenai terbunuhnya Fei Bin oleh Tuan Mo Da, sama sekali tak boleh bocor sedikitpun". Berbicara sampai disini, ia memelankan suaranya, lalu berkata, "Kalau masalah ini sampai bocor keluar, Tuan Mo Da tentunya akan tahu kalau kita berdua yang membocorkannya, dan akan timbul bencana yang tidak kecil". Yilin berkata, "Baiklah. Kalau guru bertanya, aku bicara atau tidak?" Linghu Chong berkata, "Kepada siapapun kau tak boleh bicara. Sekali saja kau bicara, Tuan Mo Da akan beradu pedang dengan gurumu, gawat bukan?" Yilin berpikir tentang ilmu pedang Tuan Mo Da yang baru saja disaksikannya, mau tak mau sekujur tubuhnya gemetar, ia cepat-cepat berkata, "Aku tidak akan bicara".

Linghu Chong perlahan-lahan membungkukkan badan, memungut pedang Fei Bin, lalu menusuk-nusuk mayatnya dan membuat tujuh atau delapan belas lubang. Yilin diam-diam tak tahan, ia berkata, "Kakak Linghu, dia sudah mati, untuk apa kau begitu membencinya, sampai-sampai kau rusak mayatnya?" Linghu Chong berkata, "Pedang Tuan Mo Da begitu sempit dan tipis, seorang ahli begitu melihat luka Paman Guru Fei, akan langsung tahu siapa yang turun tangan. Aku bukannya ingin merusak mayatnya, tapi cuma menusuk-nusuknya untuk menyamarkan setiap lukanya, supaya siapapun tidak ada yang tahu".

Yilin menghela nafas sambil berpikir, "Di dunia persilatan terdapat banyak akal-akalan licik seperti ini, benar-benar...benar-benar susah dimengerti". Ia melihat Linghu Chong membuang pedangnya, memunggut sebuah batu, lalu melemparkannya ke atas mayat Fei Bin. Ia cepat-cepat berkata, "Kau tak usah bekerja, duduk saja sana beristirahat, biar aku saja". Ia memunggut batu, lalu dengan lembut meletakannya diatas mayat Fei Bin, seakan-akan mayat itu seperti masih bisa merasa dan ia takut akan menyakitinya.

Ia mengambil batu-batu untuk menutupi jasad Liu Zhengfeng berempat, lalu menghadap ke arah makam Qu Feiyan sambil berkata, "Adik kecil, kalau saja bukan demi aku, kau tentunya tak terkena bencana. Aku berharap agar kau masuk surga, berbahagia di sana, dan kalau kembali ke dunia dilahirkan kembali sebagai seorang pria, banyak mengumpulkan perbuatan baik dan berbahagia, dan pada akhirnya bisa masuk Nirwana Barat, namo amituofo, semoga sang Buddha dan Bodhisatwa Guanyin selalu menolong dan menyelamatkan..."

Linghu Chong duduk bersandar pada sebuah batu, ia memikirkan jasa Qu Feiyan yang telah menyelamatkan nyawanya, begitu muda usianya, namun dengan tak disangka-sangka terbunuh walaupun tak berdosa, hatinya sangat sedih. Ia tak percaya pada Buddha, namun tak bisa menahan diri mengikuti Yilin mengucapkan beberapa kalimat "namo amituofo".



* * *


Catatan Kaki

[1] Qin (kecapi berdawai tujuh).
[2] Xiao (seruling yang terbuat dari bambu).
[3] Ji Kang (223-262 M) adalah seorang penulis, penyair, filsuf Taois, pemusik dan ahli alkimia yang hidup di zaman Dinasti Jin Barat (atau ada juga yang menyebut di zaman Tiga Negara/ San Guo). Ia adalah anggota Tujuh Resi Hutan Bambu, sebuah kelompok yang ingin menghindari intrik dan korupsi di istana dengan menyendiri di sebuah hutan bambu di dekat Luoyang. Ji Kang sering mengkritik ajaran Konghucu dan ia akhirnya dieksekusi oleh Sima Zhao karena menolak pemerintahannya yang berideologi Konghucu. Sebelum dieksekusi ia memainkan lagu Guang Ling San, yang diperkirakan hilang setelah kematiannya.
[4] Xiao ao jiang hu secara harfiah berarti 'menertawakan sungai dan telaga (dunia persilatan) dengan angkuh'. Perkataan ini juga mengandung arti 'hidup bebas tanpa beban di dunia yang penuh pergolakan'.
[5] Laozi (abad ke 6 SM) dan Zhuangzi (369-286 SM) adalah filsuf Taois China.
[6] Sima Zhao (211-265) adalah seorang jenderal dan wali negara Cao Wei pada zaman Tiga Negara (San Guo atau Sam Kok dalam bahasa Hokkian). Negara Cao Wei didirikan oleh Cao Pi, putra Cao Cao.
[7] Nie Zheng adalah seorang tukang jagal anjing yang hidup di zaman Negara Berperang (Warring States) pada abad ke 4 SM. Ia terkenal karena keberaniannya. Pada suatu hari, Yan Zhongzi, seorang pejabat Negara Han yang ingin mencari seorang pembunuh untuk membalas dendam kepada Xia Lei, perdana menteri Negara Han, mendatanginya di tempat tinggalnya di Negara Qi. Nie Zheng menolak permintaan Yan Zhongzi karena ibunya yang sudah tua masih hidup, namun ia merasa tersentuh oleh persahabatan yang ditawarkan oleh Yan Zhongzi. Beberapa tahun kemudian setelah ibunya meninggal, Nie Zheng memutuskan untuk membalas budi Yan Zhongzi dengan membunuh musuh besarnya yaitu Xia Lei. Nie Zheng berhasil membunuh Xia Lei, namun ia sendiri juga bunuh diri, setelah sebelumnya merusak wajahnya sendiri supaya tak dikenali orang. Mayatnya kemudian dipajang di tempat umum dan siapapun yang bisa menyebutkan nama orang yang membunuh sang perdana menteri akan diberi hadiah besar. Kakak perempuan Nie Zheng mendatangi jasad adiknya dan memberitahukan identitas Nie Zheng kepada semua orang, lalu ia sendiri meninggal karena sedih. Kisah tentang Nie Zheng ini pertama kali muncul di dalam bab 'Biografi Para Pembunuh' di buku Catatan Sejarah (Shi Ji) yang ditulis oleh sejarahwan China Sima Qian (145/135 - 86 SM) yang hidup di zaman Dinasti Han. 
[8] Jing Ke (? - 227 SM) menjadi legenda karena usahanya membunuh Ying Zheng, raja Negara Qin yang kelak dikenal sebagai Qin Shi Huangdi, pendiri Dinasti Qin (221 - 207 SM). Kisah tentang Jing Ke ini juga muncul di buku Catatan Sejarah (Shi Ji ) yang ditulis Sima Qian. 

Bagian 2

Setelah beristirahat sejenak, rasa sakit lukanya agak berkurang, dari saku dadanya ia mengambil kitab lagu Xiao Ao Jiang Hu dan mulai membukanya. Ia melihat bahwa seluruh kitab itu dipenuhi huruf-huruf yang sangat aneh, tak satu huruf pun yang dikenalinya. Kemampuan membacanya memang sangat terbatas, ia tak tahu kalau naskah musik kecapi memang ditulis dalam huruf-huruf aneh seperti itu. Ia mengira huruf-huruf aneh dan sukar dimengerti itu belum pernah dipelajarinya, kitab itu pun langsung disimpannya kembali di saku dada. Ia mengangkat kepala dan menghela napas panjang sambil berpikir, "Paman Guru Liu demi menjalin persahabatan, keluarga dan harta bendanya semua ia relakan demi sang sahabat. Meskipun sahabatnya itu adalah seorang tetua Sekte Iblis, namun keduanya tulus dan adil, mereka berdua pantas disebut orang gagah yang kukuh pendiriannya, memang pantas dikagumi orang lain. Hari ini Paman Guru Liu mencuci tangan di baskom emas, hendak mengundurkan diri dari dunia persilatan, tapi entah bagaimana secara tak disangka-sangka terlibat permusuhan dengan Partai Songshan, sungguh sangat aneh".
 
Selagi memikirkan hal-hal itu, tiba-tiba ia melihat dari arah barat laut nampak sinar hijau berkilauan, ternyata berasal dari pedang yang menebas kesana kemari, nampaknya seperti sesuatu yang sangat dikenalnya, sepertinya seorang jago dari perguruan sendiri sedang beradu pedang dengan orang lain. Ia menjadi khawatir dan ia berkata, "Adik kecil, tunggu aku disini sebentar, aku akan pergi sebentar dan lalu segera kembali". Yilin diam di dekat makam yang ditutupi tumpukan batu itu, ia tidak melihat sinar hijau itu, tapi karena tahu Linghu Chong ingin turun tangan, ia pun mengangguk.
 
Dengan bertumpu pada sebuah tongkat dari cabang pohon, Linghu Chong berjalan sepuluh langkah lebih, lalu ia mengambil pedang Fei Bin dan menyelipkannya di pinggangnya, sambil terus berjalan menuju ke sinar hijau itu. Setelah berjalan beberapa saat, sayup-sayup terdengar suara pedang beradu, suaranya begitu gencar, pertarungan itu nampaknya begitu seru, ia berpikir, "Apakah itu guru yang sedang bertarung? Pertarungan sudah berlangsung lama, pasti lawannya seorang jagoan".
 
Ia membungkuk, lalu pelan-pelan merayap mendekat. Ia mendengar suara beradunya senjata tidak jauh lagi dan segera menyembunyikan diri dibalik sebuah pohon besar sambil mengintip. Di bawah cahaya rembulan, ia melihat seorang sastrawan yang memegang pedang, memang benar ia adalah sang guru, Yue Buqun. Seorang pendeta Tao bertubuh pendek dengan luar biasa cepatnya mengelilinginya, pedang yang digengamnya berkelebat dengan cepat, setiap kali mengelilingi ia menikam lebih dari sepuluh kali, ternyata ia adalah ketua Perguruan Qingcheng Yu Canghai.
 
Linghu Chong tak menyangka akan melihat gurunya bertarung melawan musuh, apalagi musuhnya ternyata ketua Perguruan Qingcheng, maka ia menjadi bersemangat. Ia melihat pembawaan gurunya begitu anggun, setiap tusukan Yu Canghai selalu dengan mudah ditangkisnya. Ketika Yu Canghai memutar ke belakang, ia tak ikut berbalik, namun hanya memutar pedang melindungi punggungnya. Yu Canghai makin cepat menyerang, namun Yue Buqun hanya melindungi diri dan tidak balas menyerang. Diam-diam Linghu Chong merasa kagum, "Di dunia persilatan guru dijuluki 'Pedang Budiman', tentu saja sikapnya anggun dan halus, walaupun sedang bertarung, ia tak nampak agresif". Setelah menonton beberapa saat, ia berpikir, "Guru sama sekali tak menunjukkan amarah, karena ia selalu tenang dan ilmu silatnya tinggi".
 
Yue Buqun sangat jarang bertarung dengan orang lain. Biasanya, Linghu Chong hanya pernah melihat ia turun tangan saat ia bersama dengan ibu gurunya memberi contoh kepada para murid. Namun itu hanya pertarungan pura-pura, sedangkan saat ini ia benar-benar terlibat perkelahian sungguhan, tentu sangat berbeda; ia melihat setiap kali Yu Canghai memainkan pedangnya, selalu timbul suara berdesir tanda betapa kuatnya tenaga pedangnya. Linghu Chong diam-diam merasa terkejut, "Aku selama ini memandang rendah Perguruan Qingcheng, tak tahunya ilmu silat si pendeta Tao pendek ini sedemikian rupa, kalaupun aku tidak terluka, aku juga bukan tandingannya. Kalau lain kali bertemu lagi dengannya, aku harus hati-hati, paling bagus kalau dari mula-mula aku bisa menjaga jarak untuk menghindar".
 
Setelah menonton lagi selama beberapa saat, ia melihat Yu Canghai mempercepat gerakannya, ia seakan berubah menjadi sebuah lingkaran berbayang hijau yang berputar di sekeliling Yue Buqun. Suara beradunya sepasang pedang itu begitu cepat, sehingga suara-suara itu menjadi satu, tak lagi berdenting-denting, namun berubah menjadi serentetan suara panjang yang tak ada putus-putusnya. Linghu Chong berkata dalam hati, "Kalau saja jurus-jurus pedang ini ditujukan padaku, jangan-jangan satu jurus pun tak akan bisa kutangkis. Bisa-bisa seluruh tubuhku akan habis berlubang-lubang kena tusukannya. Pendeta pendek ini kalau dibandingkan dengan Tian Boguang, sepertinya masih jauh lebih lihai". Ia melihat sang guru belum melancarkan serangan, tak bisa tidak diam-diam ia merasa cemas, "Ilmu pedang pendeta cebol ini begitu tinggi, guru tak boleh lengah sedikit pun supaya tidak kalah". "Trang!" Tiba-tiba ia mendengar suara keras, Yu Canghai melesat satu zhang lebih ke belakang bagai sebuah anak panah, lalu berdiri diam, entah kapan ia telah menyarungkan pedangnya. Linghu Chong terkejut, ia memandangi sang guru dan melihat bahwa ia juga telah menyarungkan pedangnya dan berdiri tegak di tempat tanpa bersuara. Kejadian yang tak disangka-sangka ini terjadinya begitu cepat, sehingga Linghu Chong tak tahu siapa yang menang dan siapa yang kalah, tak tahu siapa yang menderita luka dalam atau tidak.
 
Kedua orang itu berdiri di tempat untuk beberapa saat. Yu Canghai mendengus dengan dingin dan berkata, "Baiklah. Sampai jumpa lagi di kemudian hari!" Tubuhnya seakan melayang ke sebelah kanan lalu melesat pergi. Yue Buqun berkata dengan lantang, "Tuan Yu, tunggu dulu! Bagaimana dengan suami istri Lin Zhennan itu?" Selagi berbicara tubuh mereka berkelebat pergi, suara mereka masih bergema, namun bayangan mereka telah lenyap.
 
Linghu Chong mengerti dari makna perkataan kedua orang itu bahwa sang guru telah mengalahkan Yu Canghai, diam-diam ia merasa gembira. Karena menderita luka parah, ia merasa sangat lelah, pikirnya, "Guru telah pergi mengejar Yu Canghai. Mereka berdua memakai ilmu ringan tubuh, sebentar saja pasti sudah beberapa li jauhnya!" Ia berjalan sambil bertumpu pada cabang pohon, hendak kembali menemui Yilin, namun tiba-tiba dari sebelah kiri hutan muncul teriakan panjang yang memilukan, begitu sedih dan melengking. Linghu Chong terkejut, baru saja berjalan beberapa langkah ke tengah hutan itu, dari sela-sela pepohonan ia melihat secara samar-samar ada sebuah tembok berwarna kuning, sepertinya sebuah kuil. Ia khawatir teman-teman seperguruannya telah bertempur dengan murid-murid Perguruan Qingcheng dan terluka maka ia cepat-cepat melangkah menuju tembok kuning itu.
 
Ketika masih beberapa zhang jauhnya dari kuil, ia mendengar suara seseorang yang sudah tua namun tajam melengking, "Kitab Pedang Penakluk Kejahatan itu sekarang dimana? Kau harus bicara terus terang padaku, akan kutumpas habis seluruh Perguruan Qingcheng untuk membalas dendam kalian berdua suami istri". Dari balik jendela ketika ia berbaring di atas ranjang di Wisma Kumala, Linghu Chong sudah pernah mendengar suara itu, ia tahu bahwa dia adalah Si Bongkok Dari Utara Mu Gaofeng. Ia berpikir, "Guru sedang mencari dimana suami istri Lin Zhennan berada, ternyata mereka telah jatuh ke tangan Mu Gaofeng".
 
Terdengar suara seorang lelaki berkata, "Aku tak tahu apa itu Kitab Pedang Penakluk Kejahatan. Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan keluarga Lin kami diwariskan turun temurun dari mulut ke mulut saja, tidak ada kitab pedangnya". Linghu Chong berkata dalam hati, "Yang berbicara ini tentunya ayah adik Lin, pemimpin Biro Pengawalan Fu Wei Lin Zhennan". Suara itu terdengar lagi, "Sesepuh sudah sudi membalaskan dendam kami, kami sangat berterima kasih. Yu Canghai dari Perguruan Qingcheng telah banyak berbuat kejahatan, di kemudian hari pasti tidak akan menemui akhir yang baik. Kalaupun tidak dihukum oleh sesepuh, tentu akan mati di bawah pedang pendekar gagah lain".
 
Mu Gaofeng berkata, "Rupanya kalian masih tak mau berbicara. Mungkin kalian pernah dengar tentang nama besar Si Bongkok Dari Utara". Lin Zhennan berkata, "Sesepuh Mu mengetarkan dunia persilatan, siapa yang belum pernah dengar?" Mu Gaofeng berkata, "Bagus! Bagus! Mengetarkan dunia persilatan, semua juga tahu. Tapi si marga Mu ini kalau turun tangan sungguh tanpa ampun, tak pernah menunjukkan belas kasihan. Kalian agaknya juga sudah tahu". Lin Zhennan berkata, "Sesepuh Mu akan menggunakan kekerasan terhadap kami, hal ini kami sudah tahu dari dulu. Tak ada yang mengatakan kami keluarga Lin punya Kitab Pedang Penakluk Kejahatan, kalaupun benar punya, walaupun dibujuk atau diancam orang lain, sudah pasti kami tak akan mau bicara. Sejak aku mengalami bencana jatuh ke tangan Perguruan Qingcheng, tiada hari dimana aku tak menerima siksaan kejam. Walaupun ilmu silatku rendah, namun tulangku keras". Mu Gaofeng berkata, "Baiklah. Baiklah!"
 
Linghu Chong mendengarkan dari luar kuil, berkata dalam hati, " 'Baiklah. Baiklah' apa? Oh, baiklah. Begitu rupanya".
 
Benar juga, terdengar Mu Gaofeng terus berbicara, "Kau memuji diri sendiri punya tulang keras, tahan siksaan kejam. Tak perduli bagaimana si setan cebol hidung kerbau Perguruan Qingcheng itu memaksamu, kau selalu berkeras tidak mau memberitahu. Kalau kalian keluarga Lin memang tak punya Kitab Pedang Penakluk Kejahatan, tentunya kau tak akan memberitahu, karena tidak ada yang diberitahukan, tak perduli tulangmu keras atau tidak. Baiklah, kalian memang punya Kitab Pedang Penakluk Kejahatan, namun walau bagaimanapun kalian tidak mau menyerahkannya". Setelah beberapa saat, ia menghela napas, "Kulihat kalian memang benar-benar bodoh. Ketua Lin, kenapa kau sampai mati pun tidak mau menyerahkan kitab pedang itu? Kitab itu sama sekali tak ada gunanya bagimu. Menurut pandanganku, ilmu pedang dari kitab pedang itu benar-benar biasa saja. Kalau tidak, kenapa kau tak bisa melawan murid-murid Perguruan Qingcheng itu? Ilmu silat macam ini, buat apa dibicarakan?"
 
Lin Zhennan berkata, "Benar sekali. Sesepuh Mu tidak salah bicara. Tak usah dibilang kami tak punya Kitab Pedang Penakluk Kejahatan, kalaupun benar punya, ilmu pedang biasa yang macam 'kucing kaki tiga' ini tak bisa melindungi harta benda keluarga kami, Sesepuh Mu untuk apa mencarinya?"
 
Mu Gaofeng tertawa dan berkata, "Aku cuma ingin tahu, si setan cebol hidung kerbau itu mengerahkan begitu banyak orang, bersusah payah memaksamu, pasti ada sesuatu hal yang aneh di dalamnya. Mungkin ilmu pedang dalam kitab pedang itu memang benar-benar tinggi, tapi karena kau bodoh, tak bisa mengerti artinya, sehingga membuat malu nama besar leluhur keluarga Lin. Cepat keluarkan kitab itu, perlihatkan pada aku si tua, tunjukkan kehebatan Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan kalian, supaya semua pendekar di kolong langit ini tahu, bukankah itu akan menambah kemasyuran nama besar keluarga Lin kalian?" Lin Zhennan berkata, "Aku sangat berterima kasih atas kebaikan Sesepuh Mu. Kenapa tak kau geledah saja sekujur tubuhku, supaya bisa melihat apakah ada Kitab Pedang Penakluk Kejahatan itu atau tidak". Mu Gaofeng berkata, "Tak ada gunanya. Kalian jatuh ke tangan Perguruan Qingcheng sudah berhari-hari lamanya, pasti mereka sudah mengeledah kalian habis-habisan. Ketua Lin, menurutku kau sangat bodoh, mengerti tidak?" Lin Zhennan berkata, "Aku memang sangat bodoh, tidak minta petunjuk Sesepuh Mu, dari dulu aku sudah mengerti". Mu Gaofeng berkata, "Salah. Kau tidak mengerti. Mungkin nyonya Lin bisa mengerti, siapa yang tahu? Ibu yang penuh kasih biasanya lebih mencintai anak daripada ayah yang keras".
 
Nyonya Lin berkata dengan suara melengking, "Kau bilang apa? Apa hubungannya dengan Ping erku ? Memangnya Ping er kenapa? Dia, dia...ada dimana?" Mu Gaofeng berkata, "Ping er bocah yang pintar dan banyak akal, aku si tua begitu lihat langsung suka, anak ini tahu cara bersikap, begitu tahu kungfuku lihai, langsung ingin menjadi murid si tua ini". Lin Zhennan berkata, "Ternyata anakku sudah mengangkat Sesepuh Mu sebagai guru, ini benar-benar adalah nasib baik baginya. Kami suami istri telah mendapat siksaan berat, tubuh kami terluka parah, berada diantara hidup dan mati. Kami harap Sesepuh Mu mau memanggil anak kami supaya bisa bertemu dengan kami untuk terakhir kalinya". Mu Gaofeng berkata, "Kau ingin putra kalian menguburkan kalian, itu sudah lazim, ini bukan perkara yang sulit". Nyonya Lin berkata, "Ping er
dimana? Sesepuh Mu, aku mohon dengan sangat, supaya memanggil dia kesini. Budi yang begitu besar, selamanya tak akan dilupakan". Mu Gaofeng berkata, "Baik. Akan kupanggil dia. Tapi Mu Gaofeng tidak biasa menerima perintah. Aku akan panggil anakmu, hal ini semudah membalik telapak tangan, tapi kalian harus jujur memberitahu aku dimana Kitab Pedang Penakluk Kejahatan itu berada".
 
Lin Zhennan menghela nafas lalu berkata, "Sesepuh Mu benar-benar tidak percaya, aku juga tak bisa apa-apa. Hidup kami suami istri sudah diujung tanduk, kami cuma berharap bisa bertemu anak kami untuk terakhir kalinya, sebentar lagi keinginan kami ini sudah akan sulit kesampaian. Kalau memang Kitab Pedang Penakluk Kejahatan itu ada, tanpa kau minta pun, aku akan mohon sesepuh untuk memberitahu anak kami".
 
Mu Gaofeng berkata, "Betul. Dalam hal ini menurutku kau benar-benar bodoh. Pembuluh darahmu sudah putus, aku tak perlu menyentuh kau dengan kelingkingku, hidupmu akan berakhir tiga perempat jam lagi. Kau akan mati tanpa memberitahu aku dimana kitab pedang itu, untuk apa? Tentunya untuk melindungi kungfu warisan leluhur keluarga Lin. Tapi setelah kau mati, di keluarga Lin hanya akan tinggal si bocah Lin Pingzhi seorang, seandainya ia ikut mati bersama kalian, di dunia ini hanya akan ada kitab pedang saja, tidak akan ada anak cucu keluarga Lin yang mempelajari ilmu pedang itu. Kitab pedang yang ditinggalkan di dunia ini, untuk kalian keluarga Lin apa gunanya?"
 
Nyonya Lin berkata dengan cemas, "Anakku...anakku apakah selamat?" Mu Gaofeng berkata, "Sekarang ini tentu saja dia sehat walafiat. Kau beritahu aku dimana kitab pedang itu berada, setelah kuambil, aku berjanji akan memberikannya kepada anakmu. Kalau dia tidak mengerti, aku bisa mengajari dia, supaya tak seperti ketua Lin ini, sudah mempelajari Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan seumur hidup, sampai tua masih tidak mengerti ujung pangkalnya. Bukankah ini jauh lebih baik daripada membacok mati dia?" Setelah itu terdengar suara gemelontangan, jelas bahwa di dalam kuil itu ia telah membacok sebuah barang besar sehingga hancur berkeping-keping.
 
Nyonya Lin bertanya dengan cemas, "Kau...kau kenapa ingin membacok anakku sampai mati?" Mu Gaofeng tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Lin Pingzhi itu muridku, kalau aku mau dia hidup, dia akan hidup, kalau aku mau dia mati, matilah dia. Kapan saja aku ingin membacok dia sampai mati, akan kubacok sampai mati". Terdengar suara bergemelontangan, dengan kekuatan tangannya ia telah memukul beberapa barang sampai hancur berkeping-keping.
 
Lin Zhennan berkata, "Istriku, tak usah banyak bicara, anak kita pasti tak ada di tangannya, kalau ya, kenapa ia tidak membawanya ke sini untuk memaksa kita?"
 
Mu Gaofeng tertawa terbahak-bahak, lalu berkata, "Aku bilang kau bodoh, kau memang benar-benar bodoh. 'Si Bongkok Dari Utara' kalau mau bunuh anakmu, apa susahnya? Kalaupun sekarang ia tak ada di tanganku, aku sudah memutuskan akan mencari dia untuk dibunuh, kau bisa apa?"
 
Nyonya Lin berkata dengan suara pelan, "Suamiku, kalau ia benar-benar berniat mencelakai anak kita..." Mu Gaofeng menimpali, "Tepat sekali. Kalian bicara saja. Kalaupun hidup kalian suami istri sulit diselamatkan, tapi bisa meninggalkan si bocah Lin Pingzhi ini untuk mendoakan kalian, bukankah ini suatu hal yang baik?"
 
Lin Zhennan tertawa terbahak-bahak, "Istriku, walaupun kita memberitahu dia dimana Kitab Pedang Penakluk Kejahatan itu berada, hal pertama yang akan dikerjakan si bongkok ini adalah mengambil kitab pedang itu; hal kedua yang akan dikerjakannya ialah membunuh anak kita. Kalau kita tidak bicara, si bongkok ini kalau mau mendapatkan kitab pedang itu, mau tak mau harus menjaga keselamatan Ping er, selama Ping er tidak bicara, si bongkok ini juga tak akan berani melukai dia, inilah kuncinya, kau harus mengerti."
 
Nyonya Lin berkata, "Tepat sekali! Hei bongkok, cepat bunuh kami suami istri!"
 
Ketika Linghu Chong mendengarkan sampai disini, ia merasa bahwa Mu Gaofeng sudah murka karena sudah tak punya akal lagi untuk memancing mereka, hidup pasangan Lin Zhennan terancam, maka ia segera berkata dengan lantang, "Sesepuh Mu, murid Perguruan Huashan Linghu Chong atas perintah guruku mohon Sesepuh Mu keluar, karena ada hal yang harus dibicarakan".
 
Mu Gaofeng murka, ia telah siap mengangkat tangannya, hendak memukul batok kepala Lin Zhennan, namun tiba-tiba ia mendengar suara lantang Linghu Chong berbicara dari luar kuil, mau tak mau ia menjadi kaget. Seumur hidupnya ia sangat jarang mengalah pada orang lain, akan tetapi terhadap ketua Perguruan Huashan Yue Buqun ia cukup jeri, terutama setelah ia mencicipi kelihaian 'Ilmu Sakti Awan Ungu' Yue Buqun di luar Wisma Kemala. Tindakannya memaksa suami istri Lin Zhennan dipandang rendah oleh perguruan-perguruan lurus terkemuka. Yue Buqun dan muridnya tentunya telah lama mencuri dengar diluar kuil, ia berkata dalam hati, "Yue Buqun minta aku keluar mau membicarakan hal apa? Apa bukan cuma pura-pura bermanis-manis membujuk aku, tapi sebenarnya dengan sinis mencemoohkanku? Seorang gagah tak boleh jatuh dalam kesulitan yang ada di depan mata, aku harus segera menyingkir".
 
Linghu Chong mendengar suara langkahnya menjauh, diam-diam ia merasa gembira, ia berkata dalam hati, "Si bongkok ini ternyata takut setengah mati pada guruku. Kalau ia belum benar-benar pergi, dan mau main kasar denganku, tentu akan sangat berbahaya". Sambil bertumpu pada cabang kayu, ia segera masuk ke kuil dewa tanah itu. Ruangan itu gelap gulita tanpa pelita, namun ia bisa melihat sosok seorang lelaki dan seorang wanita, setengah duduk dan setengah berbaring di lantai, saling bersandar satu sama lain. Ia segera menyoja sambil berkata," Keponakan adalah murid Perguruan Huashan, teman seperguruan adik Pingzhi. Hormatku kepada paman dan bibi Lin".
 
Lin Zhennan berkata dengan gembira, "Pendekar muda tak usah banyak peradatan. Aku si tua dan istriku menderita luka parah, tak bisa membalas salammu, mohon maklum. Anakku itu, apakah benar sudah mengangkat pendekar besar Yue sebagai
guru?" Ketika mengucapkan beberapa kata terakhir suaranya gemetar. Nama besar Yue Buqun dibanding Yu Canghai jauh lebih bergema di dunia persilatan. Untuk mengambil hati Yu Canghai, Lin Zhennan tiap tahun mengirim hadiah, namun Yue Buqun adalah ketua salah satu Perguruan Pedang Lima Puncak, Lin Zhennan merasa tak pantas bergaul dengannya, memberi hadiah pun ia tak berani. Bajingan besar seperti Mu Gaofeng pun begitu mendengar nama besar Perguruan Huashan, langsung lari tunggang langgang. Kalau sang anak secara tak disangka-sangka bernasib baik bisa masuk ke Perguruan Huashan, ini adalah suatu hal yang sangat mengembirakan.
 
Linghu Chong berkata, "Benar. Si bongkok Mu Gaofeng itu hendak memaksa putramu untuk menjadi muridnya, putramu berkeras menolak, lalu si bongkok itu mau mencelakainya, guruku kebetulan sedang lewat dan turun tangan menolongnya. Putramu memohon-mohon untuk masuk perguruan kami, guru melihat bahwa ia tulus dan bisa menjadi murid yang baik, maka ia mengizinkannya. Baru saja guru beradu pedang dengan Yu Canghai, yang mengaku kalah lalu melarikan diri. Guru mengejar dia, mau menanyai dia tentang keberadaan paman dan bibi. Tak dinyana kalian berdua ternyata ada disini".
 
Lin Zhennan berkata, "Kalau saja......kalau saja sekarang Ping er bisa datang ke sini akan sangat baik, terlambat......jangan sampai terlambat". Linghu Chong melihat bahwa ketika ia berbicara nafas yang keluar banyak, sedangkan nafas yang masuk sedikit, jelas hidupnya sedang berada di ujung tanduk, maka ia berkata, "Paman tak usah bicara. Setelah guruku membereskan hutang dengan Yu Canghai, ia akan datang kesini mencarimu, beliau pasti punya cara untuk menyembuhkanmu".
 
Lin Zhennan tertawa pahit, ia memejamkan sepasang matanya, setelah beberapa saat, ia berkata dengan suara lirih, "Adik Linghu, aku......aku......tak bisa. Ping er bisa diterima di Huashan, aku sungguh senang. Mohon......mohon......agar di kemudian hari kau banyak membimbing dan mengurus dia". Linghu Chong berkata, "Paman jangan khawatir. Kami sesama saudara seperguruan seperti saudara kandung sendiri. Keponakan akan mengurus Adik Lin". Nyonya Lin menyela, "Budi baik pendekar muda Linghu begitu besar, kami suami istri di akherat nanti akan terus mengingatnya". Linghu Chong berkata, "Kalian berdua silahkan memulihkan diri dengan tenang, tak usah bicara".
 
Nafas Lin Zhennan memburu, dengan putus-putus ia berkata, "Tolong......tolong beritahu anakku, benda yang ada di ruang bawah tanah di rumah lama di Gang Xiangyang di Fuzhou, adalah......adalah benda warisan keluarga Lin kami. Harus......harus dijaga baik-baik. Tapi......tapi kakek buyutnya, Kakek Tu, meninggalkan wasiat, semua anak cucu kami, dilarang keras membacanya, kalau tidak akan tertimpa bencana yang tidak ada habisnya, dia harus......harus mengingatnya baik-baik". Linghu Chong mengangguk, lalu berkata, "Baik. Kata-kata ini akan kusampaikan padanya". Lin Zhennan berkata, "Banyak......banyak......banyak......" Kata 'terima kasih' itu dari awal mula sampai akhir tak terucap, karena nafasnya telah putus. Sebelumnya ia berusaha keras untuk bertahan karena ingin melihat anaknya untuk terakhir kalinya. Setelah mengucapkan kata-kata yang penting itu, setelah Linghu Chong menyanggupi untuk menyampaikan pesan itu, dan juga tahu bahwa anaknya bisa pulang ke tempat yang baik, ia sangat gembira dan tak khawatir lagi, lalu menghembuskan nafas terakhir.
 
Nyonya Lin berkata, "Pendekar muda Linghu, aku harap kau bisa memberitahu Ping er supaya tidak melupakan dendam ayah ibunya". Ia membenturkan kepalanya ke tangga batu dibawah tiang di tengah kuil itu. Sebelumnya ia telah menderita luka yang tidak ringan maka ia pun tewas seketika terkena benturan itu.
 
Linghu Chong menghela napas panjang, pikirnya, "Yu Canghai dan Mu Gaofeng memaksa mereka untuk memberitahukan tempat Kitab Pedang Penakluk Kejahatan, tapi mereka lebih suka mati daripada bicara. Ketika ia tahu saatnya hampir tiba, ia tak punya pilihan lain selain memohon padaku untuk menyampaikan pesan. Akan tetapi sampai saat terakhir ia masih takut kalau-kalau aku akan mengambil kitab pedang keluarga Lin mereka, jadi ia berkata bahwa 'dilarang keras membacanya, kalau tidak akan tertimpa bencana yang tidak ada habisnya' segala macam. He he, kau pikir Linghu Chong ini orang macam apa, ingin mencuri kitab pedang keluarga Lin kalian. Benar-benar seperti bajingan saja......" Ia sangat lelah, maka ia segera duduk di lantai sambil bersandar pada tiang, lalu memejamkan mata untuk mengumpulkan tenaga.
 

Setelah agak lama, ia mendengar suara Yue Buqun berbicara di luar kuil, "Ayo kita periksa kuil ini". Linghu Chong berteriak, "Guru! Guru!" Yue Buqun berkata dengan gembira, "Apa itu kau Chong er? Linghu Chong berkata, "Betul!" Dengan bertumpu pada tiang, ia pelan-pelan bangkit berdiri.
 
Saat itu fajar telah menyingsing, ia melihat Yue Buqun masuk ke dalam kuil bersama murid ketujuh Tao Jun dan murid kedelapan Ying Pailuo. Ketika melihat mayat suami istri Lin, Yue Buqun mengerutkan dahinya, "Apakah mereka ini ketua Lin dan istrinya?" Linghu Chong berkata," Betul!" Ia lalu bercerita tentang bagaimana Mu Gaofeng memaksa mereka, bagaimana dengan meminjam nama besar sang guru, ia menakut-nakutinya supaya pergi, dan bagaimana suami istri Lin meninggal dunia. Ia juga melaporkan kata-kata terakhir yang dibisikkan Lin Zhennan kepada sang guru.
 
Yue Buqun bergumam pada dirinya sendiri, "Hmm, Yu Canghai melakukan perbuatan yang sia-sia, dosa yang diperbuatnya sungguh tidak kecil". Linghu Chong berkata, "Guru, apa si cebol Yu itu sudah membayar hutangnya kepadamu?" Yue Buqun berkata, "Ketua Yu larinya cepat sekali. Aku telah cukup lama mengejarnya, tapi tak terkejar, malah makin lama makin jauh. Ilmu ringan tubuh Perguruan Qingcheng mereka memang sedikit lebih unggul dari Huashan kita". Linghu Chong tertawa, "Ilmu pedang si cebol Yu itu dibandingkan guru masih kalah jauh, setelah adu pedang tadi, mereka pasti kabur. Kungfu 'Pantat Menghadap Belakang, Angsa Mendarat Di Pasir' Perguruan Qingcheng mereka memang kalau dibandingkan perguruan lain lebih tinggi". Wajah Yue Buqun menjadi masam, tegurnya, "Chong er, mulutmu ini memang tidak keruan, perkataanmu sedikit pun tidak ada benarnya. Bagaimana kau bisa menjadi contoh bagi para adik seperguruanmu?" Linghu Chong menoleh dan menjulurkan lidah ke arah Tao Jun dan Ying Pailuo, lalu menjawab, "Ya!" Tao dan Ying berdua melihat sang guru berada di sisi mereka, mereka hendak tertawa tapi tak berani.
 
Yue Buqun berkata, "Kau kalau sudah janji ya janji, kenapa masih menjulurkan lidah segala, apa kau tidak sungguh-sungguh?" Linghu Chong menjawab, "Baik!" Dari kecil ia dibesarkan oleh Yue Buqun, mereka sudah seperti ayah dan anak, walaupun ia mengagumi sang guru, tapi ia sama sekali tak menahan diri di hadapannya. Ia tersenyum dan bertanya, "Guru, bagaimana guru tahu kalau aku menjulurkan lidah?" Yue Buqun mendengus, lalu berkata," Otot-otot dibawah kupingmu tertarik, kalau sedang tidak menjulurkan lidah kau sedang apa? Kau ini memang liar, kali ini kau kena masalah besar! Apa lukamu sudah agak baikan?" Linghu Chong berkata, "Ya. Sudah jauh lebih baik". Lalu berkata lagi, "Kali ini kena masalah, lain kali tambah pintar!"
 
Yue Buqun berkata, "Dari dulu juga kau sudah pintar. Masih kurang pintar lagi, ya?" Dari saku dadanya ia mengeluarkan sebuah roket suar, berjalan ke halaman, menyulutnya dengan mesiu dan melontarkannya ke atas.
 
"Wus!" Roket suar itu melesat ke angkasa dan meledak, meninggalkan bekas berbentuk pedang putih keperakan yang nampak di angkasa untuk beberapa waktu lamanya. Pedang putih itu lalu pelan-pelan luruh, dan setelah turun sepuluh zhang lebih berubah menjadi meteor yang memenuhi seluruh langit. Ini adalah roket suar yang digunakan ketua Perguruan Huashan untuk memanggil para anggotanya.
 
Tak sampai sepenanakan nasi kemudian, terdengar suara langkah kaki dari jauh mendatangi, berlari menuju ke kuil dewa tanah itu. Tak lama kemudian terdengar suara Gao Genming berbicara dari luar kuil, "Guru, apakah guru ada disini?" Yue Buqun berkata, "Aku ada di dalam kuil". Gao Genming berlari masuk, lalu menunduk sambil berkata, "Guru!" Ketika melihat Linghu Chong berada di sisi sang guru, dengan gembira ia berkata,"Kakak! Kau baik-baik saja? Setelah dengar kau luka parah, kami semua jadi sangat khawatir". Linghu Chong tersenyum lalu berkata, "Aku masih bernasib baik. Kali ini belum mati".
 
Selagi berbicara, dari kejauhan sayup-sayup terdengar suara langkah kaki, kali ini yang datang adalah Lao Denuo dan Lu Dayou. Lu Dayou begitu melihat Linghu Chong, sebelum terlebih dahulu menyapa sang guru, langsung berlari ke depan memeluknya sambil berteriak karena begitu gembiranya. Ia diikuti oleh murid ketiga Liang Fa dan murid keempat Shi Daizi yang berurutan masuk ke kuil. Sepeminuman teh kemudian, putri Yue Buqun, Yue Lingshan, datang bersama dengan si murid baru Lin Pingzhi.
 
Lin Pingzhi begitu melihat jasad ayah ibunya, langsung melemparkan diri ke tanah, bersujud di depan jasad mereka sambil menangis keras-keras. Teman-teman seperguruan lain tak bisa tidak ikut merasa berduka.
 
Yue Lingshan begitu melihat Linghu Chong selamat, langsung menjadi sangat gembira, akan tetapi melihat betapa sedihnya Lin Pingzhi, ia tidak jadi mengungkapkan
kegembiraannya pada Linghu Chong. Ia berjalan mendekatinya, dengan lembut mengengam tangan kanan Linghu Chong, lalu berkata, "Kau......kau tidak apa-apa? Linghu Chong berkata, "Tidak apa-apa!"
 
Beberapa hari belakangan ini, Yue Lingshan sangat mengkhawatirkan sang kakak pertama, saat ini tiba-tiba mereka bertemu, kecemasan yang telah disimpannya selama beberapa hari ini sukar untuk ditahan. Tiba-tiba ia menarik lengan baju Linghu Chong lalu menangis.
 
Linghu Chong menepuk pundaknya dengan lembut, lalu berkata dengan suara pelan, "Adik kecil, kau kenapa? Siapa yang menganggumu? Akan kubalas untukmu!” Yue Lingshan tak menjawab, malahan menangis tersedu-sedu, setelah menangis beberapa saat, rasa cemas di hatinya pun menghilang. Ditariknya lengan baju Linghu Chong untuk menyeka air matanya, katanya, ”Kau tidak mati! Kau tidak mati!” Linghu Chong  menggeleng lalu berkata, "Aku tidak mati!” Yue Lingshan berkata, “Aku dengar kau kena pukulan si Yu Canghai dari Perguruan Qingcheng itu, Tapak Penghancur Jantungnya bisa membunuh orang tanpa mengeluarkan darah, aku sudah lihat dengan mata kepala sendiri ia membunuh banyak orang. Ketika mendengar tentang hal itu, aku......aku takut......” Ia mengingat betapa cemas dan tersiksanya hatinya beberapa hari belakangan ini, ia tak kuasa menahan air matanya jatuh berderai-derai.
 
Linghu Chong tersenyum lalu berkata, ”Untungnya tapaknya itu tidak mengenai aku. Barusan ini setelah guru bertarung dengan Yu Canghai, dia lari tunggang langgang ketakutan, seru sekali kelihatannya, sayang sekali kau tidak ikut lihat”.
 
Yue Buqun berkata, ” Hal-hal semacam ini tidak boleh kalian beritahukan pada orang luar”. Linghu Chong dan murid-murid lain pun serentak berjanji.
 
 .
 
Dengan matanya yang dipenuhi air mata, Yue Lingshan memandangi Linghu Chong, ketika melihat penampilannya yang kurus dan pucat, sama sekali tak ada rona merah di wajahnya, dalam hatinya ia merasa kasihan, lalu berkata, "Kakak, kau kali ini......kali ini menderita luka yang tidak ringan, nanti setelah pulang ke gunung, harus baik-baik beristirahat dan merawat diri”.
 
Yue Buqun, ketika melihat Lin Pingzhi masih bersujud di depan jasad ayah ibunya sambil menangis pilu, berkata, ”Ping er, tak usah menangis. Uruslah pemakaman ayah ibumu dengan baik”. Lin Pingzhi bangkit dan menjawab, ”Baik!” Tapi ketika melihat wajah ibunya yang berlumuran darah segar, ia tak kuasa menahan air matanya jatuh berderai-derai, sambil tersedu sedan ia berkata, "Papa, Mama sebelum meninggal, tak sempat melihat aku untuk terakhir kalinya, tak tahu......tak tahu apa mereka punya pesan untukku”.
 
Linghu Chong berkata, “Adik Lin, ketika ayah ibumu meninggal dunia, aku ada disini. Beliau berdua ingin aku baik-baik menjagamu, itu memang sesuatu yang seharusnya dilakukan, tak usah disuruh pun akan aku lakukan. Selain itu ayahmu punya dua pesan lagi yang ia minta aku beritahukan padamu”.
 
Lin Pingzhi menunduk sambil dan berkata, ”Kakak......waktu papa, mamaku meninggal dunia, kau menemani mereka, sehingga mereka tidak sendirian, adik......adik benar-benar sangat berterima kasih”.
 
Linghu Chong berkata, "Ayah ibumu disiksa dengan kejam oleh bajingan jahat Perguruan Qingcheng itu, dipaksa untuk memberitahukan dimana Kitab Pedang Penakluk Kejahatan itu berada. Beliau berdua sama sekali tak sudi menyerah, sehingga pembuluh darah jantung mereka pecah. Setelah itu Mu Gaofeng juga memaksa beliau berdua bicara. Mu Gaofeng memang bajingan yang kejam, begitulah sifatnya. Yu Canghai telah menganiaya orang baik-baik, perbuatan semacam ini hina dan menjijikkan, pasti dinista oleh semua orang gagah di kolong langit ini”.
 
Lin Pingzhi mengertakkan gigi dan berkata, "Kalau dendam ini tak dibalas, Lin Pingzhi bukan manusia!” Ia meninju tiang keras-keras. Ilmu silatnya biasa-biasa saja, tapi karena hatinya dipenuhi kemarahan, tinjunya penuh tenaga sehingga debu dari balok-balok atap luruh ke segala penjuru.
 
Yue Lingshan berkata, "Adik Lin, masalah ini bisa dibilang timbul karena diriku, kalau kau nanti mau balas dendam, sebagai kakak seperguruan aku juga tidak bisa berdiam diri”. Lin Pingzhi menunduk dan berkata, ”Terima kasih banyak, kakak".
 
Yue Buqun menghela nafas dan berkata, ”Semboyan perguruan Huashan kita adalah selalu ‘kalau orang tidak menyerang aku, aku juga tidak menyerang orang’, kecuali musuh bebuyutan kita Sekte Iblis, kita tak punya permusuhan dengan perguruan-perguruan lain di dunia persilatan. Tapi setelah hari ini, Perguruan Qingcheng......Perguruan Qingcheng......ai, di dunia persilatan ini, tak ingin menyinggung orang lain, ternyata lebih mudah diucapkan daripada dilakukan”.
 
Lao Denuo berkata, ”Adik Lin, bencana yang bertubi-tubi ini bukan disebabkan karena kau melakukan tindakan ksatria membela yang lemah dan membunuh putra Yu Canghai, tapi seluruhnya disebabkan karena ketamakan Yu Canghai akan Kitab Pedang Penakluk Kejahatan warisan keluarga Linmu itu. Dahulu, ketua Partai Qingcheng Zhang Qingzi dikalahkan oleh kakek buyut Adik Lin dengan Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan, akar permasalahan ini terletak pada kejadian saat itu”.
 
Yue Buqun berkata, ”Benar, pertarungan di dunia persilatan sulit dihindari, begitu terdengar ada kitab misterius, tidak perduli apakah asli atau palsu, semua siap untuk mempertaruhkan nyawa untuk memperolehnya. Sebenarnya, orang-orang seperti ketua Yu dan Si Bongkok Dari Utara itu adalah tokoh-tokoh yang ilmu silatnya sudah tinggi, seharusnya tidak perlu merebut kitab pedang keluarga Lin itu”. Lin Pingzhi berkata, "Guru, di rumah murid sama sekali tidak ada Kitab Pedang Penakluk Kejahatan. Tujuh
puluh dua jurus Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan itu diajarkan ayah dari mulut ke mulut, murid disuruh untuk menghafalkannya di luar kepala. Kalau memang benar-benar ada kitab pedang semacam itu, ayahku walaupun tidak mau mengungkapkannya pada orang luar, tentunya tidak akan merahasiakannya dari murid". Yue Buqun mengangguk dan berkata,
 
"Pada mulanya aku juga tidak percaya ada Kitab Pedang Penakluk Kejahatan semacam itu, kalau tidak, Yu Canghai tentu bukan tandingan ayahmu, hal ini sudah pasti".
 
Linghu Chong berkata, "Adik Lin, wasiat ayahmu berbunyi : Di Gang Xiangyang di Fuzhou......"
 
Yue Buqun melambaikan tangannya dan berkata, "Ini wasiat dari ayah Ping er, kau beritahu dia sendiri saja, orang lain tak usah tahu". Linghu Chong berkata, "Baik". Yue Buqun berkata, "Denuo, Genming, kalian berdua pergi ke kota Hengshan dan belilah dua buah peti mati".
 
Setelah meletakkan jenazah Lin Zhennan dan istrinya di dalam peti mati, mereka menyewa orang untuk memanggul peti-peti itu ke tepi sungai, lalu dengan menggunakan sebuah perahu besar, berangkat ke utara.
 
 
* * *
 
Setelah sehari berlalu, sampailah mereka di Puncak Putri Kumala di Huashan. Karena jalan naik ke gunung terjal dan berbahaya, untuk sementara waktu, peti mati Lin Zhennan dan istrinya diletakkan di kuil yang terletak di lereng gunung, sambil menunggu hari baik untuk pemakaman. Gao Genming dan Lu Dayou sebelumnya telah naik gunung untuk memberi kabar, murid-murid Huashan lain yang berjumlah dua puluh orang semua turun gunung untuk menyambut sang guru. Lin Pingzhi melihat bahwa umur murid-murid yang dewasa lebih dari tiga puluh tahun, sedangkan yang dibawah umur sekitar lima atau enam belas tahun. Diantara mereka terdapat enam murid perempuan, begitu melihat Yue Lingshan, mereka langsung sibuk berceloteh dan bercanda tanpa henti. Lao Denuo memperkenalkan mereka satu persatu kepada Lin Pingzhi. Menurut peraturan perguruan Huashan, siapa yang terlebih dahulu masuk perguruan, dialah yang terdahulu dalam hirarki. Oleh karena itu walaupun Shu Qi usianya masih jauh lebih muda, Lin Pingzhi memanggil dia kakak seperguruan. Lao Denuo umurnya jauh lebih tua, walaupun masuk perguruan lebih belakangan, kalau harus memanggil bocah Shu Qi yang sekitar sepuluh tahunan lebih muda sebagai kakak seperguruan, tentu akan janggal, maka Yue Buqun menjadikan ia sebagai kakak kedua; Yue Lingshan adalah putri Yue Buqun, ia tak bisa digolongkan menurut peraturan itu, hanya bisa dipanggil sesuai umurnya. Orang yang lebih tua memanggilnya adik. Ia sebenarnya lebih muda satu atau dua tahun dari Lin Pingzhi, tapi karena ia berkeras ingin dipanggil kakak seperguruan dan Yue Buqun tidak melarang, maka Lin Pingzhi pun memanggilnya 'kakak seperguruan'.
 
Diantara kelima puncak gunung, Huashan adalah yang paling terjal dan berbahaya, untungnya mereka menguasai ilmu silat, orang biasa tentu susah naik ke gunung itu. Lin Pingzhi mengikuti di belakang para murid seperguruan, setelah mendaki setengah harian baru bisa sampai di puncak. Ia melihat gunung itu begitu terjal, pemandangannya yang dihiasi pepohonan sunyi dan indah, burung-burung berkicau riuh dan air mengalir bergemericik. Di lereng gunung nampak empat atau lima buah rumah besar yang temboknya dikapur putih, ada yang tinggi dan ada yang pendek.
 
Seorang wanita setengah baya yang cantik berjalan menghampiri dengan tak tergesa-gesa. Yue Lingshan berlari menghampirinya, melemparkan diri ke dalam pelukannya dan berteriak, "Ma, kita punya adik seperguruan baru!" Sambil tersenyum, ia menunjuk ke arah Lin Pingzhi.
 
Sebelumnya Lin Pingzhi telah mendengar dari  pembicaraan para saudara seperguruan bahwa ibu guru Ning Zhongze dan sang guru Yue Buqun sebelumnya adalah kakak adik seperguruan, ilmu pedangnya tidak kalah dari sang guru, maka ia cepat-cepat bersujud dihadapannya dan berkata, "Murid Lin Pingzhi menghadap ibu guru!"
 
Nyonya Yue tersenyum menawan, "Bagus sekali! Berdirilah. Berdirilah". Kepada Yue Buqun ia berkata sembari tertawa, "Kau setiap kali turun gunung kalau tidak membawa pulang beberapa jenis harta karun pasti hatimu tidak puas. Kali ini ketika kau pergi ke pertemuan besar di Hengshan, aku kira kau akan bawa pulang paling sedikit tiga atau empat murid baru, kenapa cuma bawa satu orang?" Yue Buqun tersenyum dan berkata, "Kau sering bilang mutu lebih penting daripada jumlah. Menurut kau yang satu ini bagaimana?" Nyonya Yue tersenyum dan berkata, "Kelihatannya terlalu ganteng, tidak seperti orang yang mempelajari ilmu silat. Lebih baik ikut kau belajar Empat Buku Dan Lima Kitab[1] saja, supaya nanti bisa ikut ujian xiucai [2] dan jadi zhuangyuan [3]. Wajah Lin Pingzhi merona merah, pikirnya, "Ibu Guru melihat aku lemah sehingga agak mengangap enteng. Aku harus berusaha keras sekuat tenaga, kalau ketinggalan dari kakak-kakak seperguruan lain aku akan dipandang rendah orang". Yue Buqun tersenyum, "Itu bukan ide yang jelek. Kalau dari Perguruan Huashan bisa muncul seorang zhuangyuan seperti itu, tentunya akan jadi legenda sepanjang masa".
 
Nyonya Yue menatap Linghu Chong tanpa berkedip, katanya, "Kau berkelahi dengan orang lalu terluka, benar tidak? Kenapa mukamu pucat pasi seperti ini? Lukamu parah tidak?" Linghu Chong tersenyum dan berkata, "Sekarang sudah jauh lebih baik. Kali ini kalau aku tidak beruntung, aku tak bisa bertemu ibu guru lagi". Nyonya Yue sekali lagi menatapnya tanpa berkedip sambil berkata, "Baik bagimu kalau kau sekarang tahu bahwa diatas langit ada langit lagi, diatas seseorang ada orang lain yang lebih lihai. Kau kalah secara wajar atau tidak?" Linghu Chong berkata, "Golok kilatnya Tian Boguang itu, Chong er tak tahu cara mematahkannya, hendak minta petunjuk ibu guru".
 
Ketika Nyonya Yue mendengar dia bercerita bahwa ia terluka di tangan Tian Boguang, wajahnya segera berubah menjadi cerah, ia mengangguk dan berkata, "Ternyata kau
berkelahi dengan Tian Boguang si bandit jahat itu, bagus sekali, aku kira kau cuma cari gara-gara saja. Golok kilatnya Tian Boguang itu seperti apa? Kita harus mengasah kemampuan kita baik-baik, supaya lain kali kau bisa lawan dia". Di sepanjang jalan ketika mereka sedang dalam perjalanan pulang, Linghu Chong telah beberapa kali mohon kepada sang guru untuk menjelaskan metode golok kilat Tian Boguang. Namun Yue Buqun tak mau memberitahunya, ia ingin Linghu Chong minta petunjuk dari sang ibu guru sekembalinya mereka ke Huashan. Benar saja, begitu mendengar mengenai hal itu, Nyonya Yue langsung menjadi bersemangat.
 
Mereka semua masuk ke tempat tinggal Yue Buqun, 'Wisma Ketulusan', lalu saling bercerita mengenai berbagai kejadian yang mereka alami selama itu. Keenam murid perempuan ketika mendengar Yue Lingshan bercerita tentang petualangannya di Fuzhou dan Hengshan menjadi sangat kagum. Lu Dayou membual kepada para adik seperguruan tentang bagaimana kakak pertama bertarung dengan Tian Boguang dan bagaimana ia menewaskan Luo Renjie. Ceritanya itu ditambahi berbagai bumbu, sehingga seakan Tian Boguanglah yang kalah telak oleh kakak pertama, bukannya sang kakak yang menderita kekalahan. Setelah mereka semua makan makanan kecil dan minum teh, Nyonya Yue ingin Linghu Chong memperagakan jurus-jurus ilmu golok Tian Boguang, dan juga bertanya bagaimana ia mematahkan jurus-jurus itu.
 
Linghu Chong tertawa dan berkata, "Ilmu golok si Tian Boguang itu memang benar-benar luar biasa. Saat itu murid cuma melihat saja sudah pusing tujuh keliling, sudah mati-matian menangkis masih tak mampu, mana bisa bicara tentang cara mematahkannya?"
 
Nyonya Yue berkata, "Karena kau tak bisa menangkis serangan bocah itu, kau pasti pakai akal bulus, untuk membuat dia bingung". Linghu Chong sejak kecil dibesarkan olehnya, sifat dan kepandaiannya, bagaimana mungkin tak diketahuinya?
 
Wajah Linghu Chong menjadi merah, sembari tersenyum ia berkata, "Waktu bertempur di dalam gua itu, karena adik kecil dari Partai Hengshan sudah pergi, hati murid sudah tak khawatir lagi, ingin bertarung habis-habisan dengan si Tian Boguang itu. Tak nyana, setelah bertarung beberapa saat lamanya, ia mengeluarkan ilmu golok kilatnya. Setelah menangkis dua serangannya, dalam hati aku mengeluh, "Matilah aku". Aku langsung tertawa keras-keras. Tian Boguang menarik pulang goloknya, lalu bertanya, "Apanya yang lucu! Apa kau sudah bisa menangkis tiga belas jurus ilmu golok 'Pasir Terbang Ke Batu' ku?" Murid berkata sambil tertawa, "Ternyata Tian Boguang yang termasyur, adalah murid buangan dari perguruan Huashanku. Tak masuk akal, benar-benar tak masuk akal! Pasti kau dikeluarkan dari perguruan karena tingkahmu yang menjijikkan". Tian Boguang berkata, "Murid buangan Huashan apa, omong kosong. Ilmu silatku ini buatanku sendiri, apa hubungannya dengan perguruan Huashan sialanmu itu?" Murid tertawa dan berkata, "Ilmu pisaumu ini semuanya ada tiga belas jurus, betul tidak? 'Pasir Terbang Ke Batu' apa, aku belum pernah dengar nama macam itu. Aku sudah pernah lihat guru dan ibu guru mematahkannya. Idenya muncul waktu ibu guru sedang menyulam. Di Huashan kami ada Puncak Putri Kumala, kau pernah dengar tidak?" Tian Boguang berkata, "Di Huashan ada Puncak Putri Kumala, semua orang juga tahu,
memangnya kenapa?" Kataku, "Ibu guruku menciptakan sebuah ilmu pedang, namanya 'Tigabelas Jurus Jarum Emas Putri Kumala'. Di dalamnya ada jurus 'Jarum Tembus Menarik Benang' [4], ada 'Jubah Langit Tanpa Jahitan' [5], ada 'Menyulam Bebek Mandarin Di Malam Hari' [6] ". Murid selagi bicara, sekalian menghitung dengan jari, lalu meneruskan, "Baiklah. Dua jurus ilmu golokmu ini berasal dari jurus kedelapan ciptaan ibu guruku yang bernama 'Gadis Penenun[7] Melempar Teropong'. Kau lelaki gagah perkasa macam ini, tapi malah belajar meniru tingkah laku ibu guruku yang gemulai, benar-benar mirip Gadis Penenun Langit yang cantik rupawan itu, duduk di samping alat tenun menenun kain, tangannya putih halus bagai kumala, melempar teropong kesana kemari, aduh cantiknya......bagaimana tidak ditertawai orang......" Ia belum sempat menyelesaikan kata-katanya, tapi Yue Lingshan dan murid-murid perempuan semuanya sudah tertawa cekikikan.
 
Yue Buqun menegur tapi tak kuasa menahan tawa, "Dasar bandel! Dasar bandel!" "Hah!" kata Nyonya Yue, "Kau mau bikin dia bingung dengan bersilat lidah. Omongan macam apa itu, pakai nama ibu gurumu segala. Kau memang pantas dipukul!"
 
Linghu Chong tersenyum, "Ibu guru tidak tahu, Tian Boguang itu sangat sombong orangnya, begitu dengar murid membandingkan dia dengan wanita, dan juga dengar bahwa ilmu golok ajaibnya itu ciptaan ibu guru, mau tak mau dia harus menyangkalnya dan tak bisa langsung bunuh murid. Benar saja, sedikit demi sedikit aku berhasil memancing dia untuk mempertunjukkan satu demi satu jurus ilmu golok itu. Setiap kali selesai satu jurus, dia bertanya, "Ini buatan ibu gurumu, ya?" Murid sengaja bersikap misterius, mengumam-gumam tak jelas, sambil diam-diam mengingat-ingat ilmu goloknya. Aku tunggu sampai selesai tiga belas jurus, lalu berkata, "Ilmu golokmu ini dengan yang diciptakan ibu guruku, walaupun sedikit berbeda, tapi kurang lebih sama. Bagaimana kau bisa mencuri belajar dari perguruan Huashan? Benar-benar aneh". Tian Boguang berkata dengan marah, "Kau tak bisa menangkis ilmu golokku ini, lalu mau mengulur-ulur waktu dengan omong kosong, supaya bisa melihat jurus-jurus ilmu golokku ini, masa aku tidak tahu? Katamu perguruan Huashan punya ilmu golok ini, hayo keluarkan, biar si Tian ini buka mata lebar-lebar".
 
Murid berkata, "Perguruan kami pakai pedang bukan golok, lagipula oleh ibu guruku 'Ilmu Pedang Jarum Emas Putri Kumala' ini hanya diajarkan kepada murid perempuan, tidak diajarkan pada murid lelaki. Lelaki jantan gagah perkasa seperti kita ini kalau belajar ilmu pedang untuk perempuan seperti ini, apa tidak ditertawai teman-teman di dunia persilatan?" Tian Boguang makin marah, "Mau ditertawai atau tidak, aku tidak perduli. Hari ini aku mau kau mengaku, bahwa di perguruan Huashan sebenarnya sama sekali tidak ada ilmu silat macam ini. Saudaraku, si Tian ini kagum pada orang gagah seperti kau, aku tidak akan pakai golok kilat untuk membunuhmu. Kau seharusnya tidak usah bersilat lidah mengolok-olok aku".
 
Yue Lingshan menyela, "Bajingan jahat tak tahu malu seperti ini, masa sungguh-sungguh mengagumimu? Dia memang pantas dipermainkan". Linghu Chong berkata, "Tapi melihat keadaannya waktu itu, kalau aku tidak menunjukkan 'Ilmu Pedang Jarum Emas Putri Kumala' itu, bisa-bisa nyawaku melayang dibawah goloknya, maka aku
asal-asalan memperagakan beberapa jurus gemulai". Yue Lingshan tertawa, "Jurus gemulaimu itu, mirip sungguhan atau tidak?" Linghu Chong tertawa, "Kan biasanya aku sering lihat kau main pedang, bagaimana bisa tak mirip?" Yue Lingshan berkata, "Ah, kau mengolok-olok aku main pedang dengan gemulai, selama tiga hari ini aku tak akan memperdulikanmu".
 
Nyonya Yue bergumam untuk beberapa saat, lalu berbicara, "Shan er, berikan pedangmu ke kakak pertama". Yue Lingshan menarik keluar pedangnya, membalikannya, lalu memberikannya kepada Linghu Chong sembari tersenyum, "Ma ingin lihat ilmu pedang gemulaimu yang menyeramkan itu". Nyonya Yue berkata,"Chong er, tak usah perdulikan ulah Shan er. Waktu itu, bagaimana caramu memperagakannya?"
 
Linghu Chong tahu yang ingin dilihat ibu guru ialah ilmu golok Tian Boguang, ia segera mengambil pedang itu, lalu membungkuk hormat kepada ibu guru dan sang guru, lalu berkata, "Guru, ibu guru, murid akan memperagakan jurus golok Tian Boguang". Yue Buqun mengangguk.
 
Lu Dayou berkata kepada Lin Pingzhi, "Adik Lin, menurut peraturan perguruan kita, sebelum seorang murid bersilat di depan guru dan orang yang dituakan, harus minta izin terlebih dahulu". Lin Pingzhi berkata, "Banyak terima kasih atas petunjuk kakak keenam".
 
Senyum mengembang di wajah Linghu Chong, dengan malas-malasan ia menguap lebar-lebar, lalu mengangkat kedua tangannya dengan perlahan-lahan seperti hendak mengulet, lalu tiba-tiba pergelangan tangan kanannya menyentak, berturut-turut menebas tiga kali, benar-benar cepat bagai kilat, berdesir-desir suaranya. Semua murid terkejut, beberapa murid perempuan serentak berseru, "Ah!" Linghu Chong mulai memainkan pedangnya, tiba-tiba seakan menebas kesana kemari tanpa aturan, namun di mata Yue Buqun dan Nyonya Yue, puluhan jurus itu nampak jelas, setiap bacokan, tusukan, potongan dan sabetan semuanya sangat ganas. Tiba-tiba Linghu Chong menarik pedangnya kembali, lalu menyoja pada ibu guru dan guru.
 
Yue Lingshan merasa agak kecewa, katanya, "Sebegitu cepatnya?" Nyonya Yue mengangguk, "Memang harus begitu cepatnya. Tiga belas jurus golok kilat ini, di dalam setiap jurusnya ada tiga sampai empat perubahan, dalam sekejap ia telah melancarkan empat puluh jurus, benar-benar ilmu golok yang sangat jarang ditemukan di dunia ini". Linghu Chong berkata, "Si Tian Boguang itu, waktu memainkan ilmu golok ini, dibanding murid jauh lebih cepat". Yue Buqun dan Nyonya Yue saling berpandangan, dalam hati keduanya merasa heran.
 
Yue Lingshan berkata, "Kakak pertama, kenapa kau sama sekali tidak gemulai?" Linghu Chong tersenyum, "Beberapa hari belakangan ini, aku sering memikirkan ilmu golok ini, saat memainkannya aku bisa agak lebih cepat. Pada hari itu ketika memperagakannya di bukit tandus di depan Tian Boguang, aku belum selincah ini, lagipula aku harus membuatnya seperti ilmu golok Tian Boguang, dan juga pura-pura meniru gerakan
wanita, oleh karena itu lebih lambat lagi". Yue Lingshan tertawa, "Kau bagaimana caranya meniru gerakan wanita? Ayo cepat tunjukkan padaku!"
 
Nyonya Yue berbalik ke samping, lalu mengambil sebilah pedang dari pinggang salah seorang murid perempuan, dan berkata pada Linghu Chong, "Mainkan golok kilat!" Linghu Chong berkata, "Baik!" Dengan suara berdesir, pedang pun mengelilingi tubuh Nyonya Yue, ujungnya menusuk ke arah punggungnya. Yue Lingshan menjerit kaget, "Ma, hati-hati!" Nyonya Yue melompat ke depan, sama sekali tak memperdulikan pedang Linghu Chong yang menusuk dari belakang, pedang yang digengamnya langsung mengarah ke dada Linghu Chong dengan begitu cepatnya. Lagi-lagi Yue Lingshan berteriak kaget, "Kakak, hati-hati!" Linghu Chong tidak menangkis, ia menebas ke belakang sambil berkata, "Ibu guru, dia masih jauh lebih cepat". "Wus! Wus! Wus!" Nyonya Yue menikam tiga kali, pada saat yang sama, Linghu Chong juga balas menikam tiga kali. Kedua orang itu bertarung dengan sangat cepat, keduanya sama sekali tak menangkis untuk melindungi diri. Dalam sekejap, guru dan murid telah bertukar dua puluh jurus lebih.
 
Lin Pingzhi melihatnya dengan tercengang, ia berkata dalam hati, "Kakak pertama tingkah laku dan cara berbicaranya seperti orang sinting, tapi tak nyana ilmu silatnya seperti ini, setelah ini aku tak boleh malas-malasan latihan silat, supaya tidak diremehkan orang".
 
Saat itu, Nyonya Yue menusuk ke depan, ujung pedangnya mengarah ke leher Linghu Chong. Linghu Chong tak kuasa menghindar dan berkata, "Dia bisa menangkisnya". Nyonya Yue berkata, "Baik!" Pedang di tangannya bergetar, dan beberapa jurus kemudian, ujung pedang mengarah ke jantung Linghu Chong. Linghu Chong lagi-lagi berkata, "Dia bisa menangkisnya". Maksudnya, walaupun ia tak bisa menangkis jurus-jurus itu, tapi ilmu golok Tian Boguang jauh lebih cepat, dua jurus itu pasti bisa ditangkisnya.
 
Kedua orang itu semakin lama bertarung semakin cepat, setelah beberapa saat, Linghu Chong terlalu sibuk untuk berkata, "Dia bisa menangkisnya". Setiap kali Nyonya Yue menikam, ia hanya memberi isyarat dengan mengelengkan kepala, memberitahukan bahwa jurus ini masih belum bisa mencabut nyawa Tian Boguang. Nyonya Yue memainkan pedangnya dengan penuh semangat. Tiba-tiba, dengan sebuah teriakan lantang, ujung pedangnya yang berkilauan mengelilingi tubuh Linghu Chong, sinarnya yang keperakan menari-nari, menyilaukan mata para penonton. Sekonyong-konyong dengan secepat kilat dan sekuat guntur, ia menyarangkan pedangnya ke jantung Linghu Chong. Linghu Chong terkejut, "Ibu guru!" Saat itu, ujung pedang telah menembus bajunya, namun tangan kanan Nyonya Yue masih terus mendorong ke depan, hingga pelindung tangan pedang telah menyentuh dada Linghu Chong, seakan pedang itu telah menembus tubuhnya sampai ujungnya.
 
Yue Lingshan berteriak kaget, ”Ibu!” Akan tetapi suara denting pedang tidak berhenti, tiba-tiba potongan-potongan pedang sepanjang satu cun berjatuhan di dekat kaki
Linghu Chong. Nyonya Yue tersenyum lebar, ia menarik tangannya, ternyata pedang yang digengamnya tinggal gagangnya saja.
 
Yue Buqun tersenyum, "Adik, tenaga dalammu ternyata sudah begitu hebat, selama ini kau menyembunyikannya dariku”. Suami istri itu adalah saudara seperguruan sebelum menikah, panggilan yang sudah terbiasa mereka gunakan semasa muda, setelah menikah tetap dipakai. Nyonya Yue tersenyum, "Kakak terlalu tinggi memuji aku, ilmu yang tak seberapa ini, untuk apa disebut-sebut?”
 
Linghu Chong memandang potongan-potongan pedang yang tergeletak di atas lantai dengan kagum, ia tahu bahwa saat ibu guru menikamkan pedangnya, pasti dengan sekuat tenaga, karena kalau tidak, tak mungkin ia bisa memainkan pedang dengan begitu lincah. Tapi begitu ujung pedang menyentuh kulit, ia segera menarik kembali tenaga dalam yang kuat itu dan mengubah arah tenaga dari tegak menjadi mendatar, getaran kuat dari perubahan tenaga itu langsung menghancurkan pedang hingga berkeping-keping. Pemakaian tenaga dalamnya telah mencapai puncak kesempurnaan. Ia sangat kagum dan berkata, ”Walaupun ilmu golok Tian Boguang begitu cepat, tapi pasti ia tidak bisa menghindari tikaman pedang ibu guru”.
 
Lin Pingzhi memandang pakaian Linghu Chong yang penuh lubang-lubang karena terkena tusukan pedang Nyonya Yue dan berpikir, ”Ternyata di dunia ini ada ilmu pedang yang begitu cemerlang. Aku cuma perlu mempelajari beberapa bagian saja, sudah cukup untuk membalas dendam ayah ibu”. Ia berpikir lagi, ”Perguruan Qingcheng dan Mu Gaofeng keduanya menginginkan Kitab Pedang Penakluk Kejahatan keluargaku, tapi sebenarnya kalau Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan keluargaku dibandingkan dengan ilmu pedang ibu guru, bagaikan langit dan bumi bedanya”.
 
Nyonya Yue benar-benar merasa puas, ia berkata, ”Chong er, katamu jurus ini bisa mencabut nyawa Tian Boguang, kau berlatihlah dengan sungguh-sungguh, aku akan mengajarkannya kepadamu". Linghu Chong berkata, ”Banyak terima kasih, ibu guru”.
 
Yue Lingshan berkata, "Ma, aku juga mau ikut belajar”. Nyonya Yue menggeleng dan berkata, "Tenaga dalammu belum cukup tinggi, belum bisa mempelajari jurus ini”. Yue Lingshan cemberut, dalam hati ia merasa tidak puas, katanya, "Tenaga dalam kakak pertama tidak banyak bedanya denganku, kenapa dia bisa belajar, sedangkan aku tidak bisa?” Nyonya Yue tersenyum tanpa berbicara. Yue Lingshan menarik-narik lengan baju ayahnya sambil berkata, "Ayah, ajarkan padaku kungfu yang bisa memecahkan jurus ini, supaya nanti kalau kakak pertama sudah selesai mempelajari jurus itu, ia tidak sombong padaku”. Yue Buqun menggeleng sambil tersenyum, “Jurus pedang ibumu ini namanya ‘Jurus Tanpa Tanding Keluarga Ning’, di kolong langit ini tak terkalahkan, bagaimana aku bisa memecahkannya?”
 
Nyonya Yue tersenyum, ”Kau mengarang cerita apa? Tidak apa-apa kalau kau memujiku seperti ini, tapi kalau sampai tersebar di kalangan dunia persilatan pasti akan ditertawai habis-habisan". Tadinya Yue Buqun bermaksud memberi nama jurus itu ‘Jurus Tanpa Tanding Nyonya Yue’, tapi berubah pikiran. Sang istri tinggi hati dan
ambisius, bahkan setelah menikah pun, tetap ingin dipanggil orang dunia persilatan ‘Pendekar Wanita Ning’, tidak suka dipanggil ‘Nyonya Yue’. Ia tahu bahwa tiga kata itu, yaitu ‘Pendekar Wanita Ning’ merupakan pujian bagi kemampuan dan sikapnya sendiri, akan tetapi dua kata lainnya, yaitu ‘Nyonya Yue’ mengesankan bahwa ia menggantungkan diri pada nama besar suaminya. Walaupun mulutnya menegur sang suami karena beromong kosong, namun dalam hati ia merasa benar-benar suka pada lima kata yang berbunyi ‘Jurus Tanpa Tanding Keluarga Ning’ itu. Diam-diam ia memuji suaminya sebagai seorang terpelajar yang bisa memberikan nama yang begitu indah bagi jurus ciptaannya itu. Walaupun kedengarannya seakan menyesali, namun diam-diam ia merasa sangat senang.
 
Yue Lingshan berkata, ”Ayah, kau kapan akan menciptakan ‘Sepuluh Jurus Tanpa Tanding Keluarga Yue’, lalu kau ajarkan pada anakmu ini supaya aku bisa bertanding dengan kakak pertama?” Yue Buqun menggeleng sambil tersenyum, "Tidak bisa, ayah tidak sepintar ibumu, tidak bisa menciptakan jurus baru!” Yue Lingshan berbisik dengan suara lirih di telinga sang ayah, "Ayah bukannya tak bisa menciptakan jurus baru, tapi ayah takut istri, dan tak berani menciptakannya!” Yue Buqun tertawa terbahak-bahak, lalu menjulurkan tangan untuk mencubit kedua pipi putrinya itu dengan lembut seraya berkata, ”Omong kosong”.
 
Nyonya Yue berkata, “Shan er, jangan cerewet menganggu ayahmu. Denuo, kau siapkan lilin dan dupa supaya Adik Lin bisa menghormati papan nama leluhur perguruan kita.” Lao Denuo menjawab, "Baik!”
 
Tak lama kemudian persiapan telah selesai, Yue Buqun memanggil semua orang ke aula belakang. Lin Pingzhi melihat di balok penyangga atap terdapat sebuah papan melintang yang bertuliskan empat huruf besar ‘Tenaga Dalam Mengerakkan Pedang’. Aula itu dihias dengan serius dan khidmat. Di kedua dindingnya tergantung berbilah-bilah pedang bergagang hitam, rumbai pedangnya bermodel kuno, nampaknya adalah pedang milik para guru besar Perguruan Huashan dari beberapa generasi yang lalu. Ia berpikir dalam hati, ”Saat ini reputasi Perguruan Huashan di dunia persilatan begitu tinggi, entah ada berapa banyak bandit dan penjahat yang menemui ajalnya di bawah pedang para guru besar dari generasi terdahulu ini”.
 
Yue Buqun berlutut di depan meja altar, bersujud empat kali lalu berdoa, "Murid Yue Buqun, hari ini menerima Lin Pingzhi dari Fuzhou sebagai murid, mohon berkat dari arwah para leluhur di surga agar Lin Pingzhi mau belajar dengan sungguh-sungguh, menjaga kesucian, mematuhi peraturan perguruan kita dan tidak menodai nama Perguruan Huashan’. Mendengar sang guru berkata demikian, dengan penuh hormat ia ikut berlutut.
 
Yue Buqun bangkit berdiri, dengan berwibawa ia berkata, ”Lin Pingzhi, kau hari ini masuk perguruan Huashan kami, kau harus mematuhi peraturan perguruan, kalau kau sampai melanggarnya, kau akan dihukum sesuai dengan berat atau ringannya pelanggaran. Kalau kau melakukan kejahatan yang paling berat akan dihukum mati tanpa ampun. Perguruan kita sudah berdiri di dunia persilatan selama beberapa ratus
tahun, walaupun ilmu silat kita bisa menandingi perguruan lain, namun kuat-lemah, kalah-menang sesaat tiada artinya. Yang terpenting sebenarnya adalah kalau semua murid perguruan kita menjunjung tinggi nama baik perguruan. Hal ini harus kalian camkan baik-baik”. Lin Pingzhi berkata, “Baik, murid akan mengingat ajaran guru.”
 
Yue Buqun berkata, "Linghu Chong, bacakanlah peraturan perguruan kita, supaya diketahui oleh Lin Pingzhi”.
 
Linghu Chong berkata, "Baik. Adik Lin, kau dengar baik-baik. Larangan perguruan pertama ialah dilarang berlaku tidak jujur pada guru dan tidak sopan kepada para sesepuh dan senior. Kedua, dilarang menindas yang lemah dan melukai orang tak berdosa. Ketiga, dilarang melecehkan wanita dan melakukan hubungan terlarang. Keempat, dilarang iri pada sesama murid perguruan dan saling membunuh. Kelima, dilarang mengabaikan keadilan demi keuntungan diri sendiri, mencuri uang dan barang. Keenam, dilarang bersikap sombong dan angkuh. Ketujuh, dilarang berteman dan bersekongkol dengan orang jahat. Itulah tujuh larangan Huashan. Semua murid kita harus mematuhinya". Lin Pingzhi berkata, "Baik. Adik akan mengingat baik-baik tujuh larangan Huashan yang telah disampaikan oleh kakak pertama. Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk mematuhinya, tak akan berani melanggarnya".
 
Yue Buqun tersenyum, ”Baiklah, peraturannya memang banyak. Perguruan kita tidak seperti perguruan lain, kita punya seribu satu pantangan dan larangan. Kau harus sungguh-sungguh mematuhi tujuh larangan ini, senantiasa mengingat dan menjunjung kebajikan dan keadilan, menjadi seseorang yang terhormat, guru dan ibu guru akan merasa sangat senang”.
 
Lin Pingzhi berkata, ”Baik!” Ia bersujud kepada guru dan ibu guru, dan menjura  memberi hormat kepada semua kakak seperguruan.
 
Yue Buqun berkata, "Ping er, sekarang kita akan memakamkan ayah ibumu dulu, supaya pikiranmu tak lagi terbebani, setelah itu aku akan mengajarkan teknik-teknik dasar perguruan kita”. Air mata Lin Pingzhi berlinangan, ia bersujud di lantai dan berkata, ”Banyak terima kasih guru, ibu guru”. Yue Buqun menjulurkan tangan untuk membantunya berdiri, dan berkata dengan ramah, "Di perguruan kita ini, kita semua seperti keluarga sendiri. Apapun masalahnya, kita semua saling berbagi susah dan senang. Setelah ini kau tak usah terlalu banyak peradatan”.
 
Ia menoleh dan memandang Linghu Chong dari telapak kaki sampai ke ubun-ubunnya, setelah beberapa saat ia berkata, ”Chong er, kau sekali ini turun gunung, dari tujuh larangan Huashan berapa yang telah kau langgar?”
 
Linghu Chong terkejut, ia tahu biasanya sang guru sangat baik dan penuh kasih pada semua muridnya, akan tetapi kalau ada yang melanggar peraturan perguruan, akan dihukum tanpa ampun. Ia segera berlutut di depan meja altar dan berkata, ”Murid sadar telah berbuat salah, murid tidak mendengarkan ajaran guru dan ibu guru, telah melanggar larangan keenam tidak boleh bersikap sombong dan angkuh, telah
membunuh Luo Renjie dari Perguruan Qingcheng di Kedai Arak Huiyan di Hengshan". Yue Buqun mendengus, air mukanya sangat serius.
 
Yue Lingshan berkata,” Ayah, Luo Renjielah yang menganiaya kakak pertama. Waktu itu setelah perkelahian sengit kakak dengan Tian Boguang, ia terluka parah, Luo Renjie datang untuk mengambil kesempatan ditengah kesempitan. Bagaimana kakak pertama bisa berpangku tangan saja menunggu kematian?” Yue Buqun berkata, "Kau tak usah mengurusi urusan yang bukan urusanmu. Masalah ini terjadi karena sebelumnya Chong er menendang dua orang murid Qingcheng. Kalau sebelumnya tak ada permusuhan, semuanya baik-baik saja, si Luo Renjie itu kenapa mengambil kesempatan pada saat Chong er dalam bahaya?” Yue Lingshan berkata, "Setelah kakak pertama menendang murid Qingcheng, ayah telah memukul dia dengan tongkat tiga puluh kali, ia sudah dihukum, hutang sudah dibayar, tak bisa diperhitungkan lagi. Kakak pertama menderita luka parah, tak sanggup menerima pukulan lagi”.
 
Yue Buqun memandang putrinya dengan tajam, dengan tegas ia berkata, "Sekarang kita sedang membicarakan peraturan perguruan kita,  kau murid Huashan, jangan sembarangan ikut bicara”. Yue Lingshan sangat jarang mendengar perkataan keras atau menerima pelototan semacam ini dari sang ayah, hatinya terluka, matanya menjadi merah, ia hampir menangis. Biasanya, kalaupun Yue Buqun tidak perduli, Nyonya Yue akan menghiburnya dengan kata-kata lembut. Namun saat ini Yue Buqun sedang menjalankan tugasnya sebagai ketua perguruan untuk menegakkan peraturan perguruan, tidak pantas bagi Nyonya Yue untuk menunjukkan perhatian kepada putrinya, maka ia hanya pura-pura tidak tahu.
 
Yue Buqun berkata pada Linghu Chong, "Saat Luo Renjie mengambil kesempatan saat kau dalam bahaya dan menghinamu habis-habisan, kau merasa lebih baik mati. Itu memang adalah sikap seorang gagah. Akan tetapi kenapa kau mengeluarkan banyak omongan yang tidak sopan tentang Perguruan Hengshan, seperti ‘begitu lihat biksuni, pasti kalah judi?’ Juga berkata bahwa aku juga takut bertemu biksuni?” Yue Lingshan tertawa dan berseru, "Ayah!” Yue Buqun melambaikan tangan kepadanya, tapi air mukanya tak lagi terlihat keras.
 
Linghu Chong berkata, "Waktu itu murid cuma ingin membuat adik dari Perguruan Hengshan itu cepat-cepat pergi. Murid tahu murid bukan tandingan Tian Boguang, tak berdaya untuk menolong adik dari Perguruan Hengshan itu. Akan tetapi dia sangat memperdulikan rasa setiakawan, tidak mau pergi dahulu. Murid terpaksa bicara sembarangan, kalau kata-kata seperti itu didengar para paman guru dari Perguruan Hengshan, memang benar-benar tak sopan”. Yue Buqun berkata, ”Kau ingin Keponakan Yilin pergi, walaupun tujuannya tidak salah, tapi kenapa harus mengeluarkan kata-kata yang melukai orang lain? Kau memang selalu sembrono. Masalah ini pasti telah diketahui semua orang di Perguruan Pedang Lima Puncak. Orang luar di belakang punggung kita pasti akan berkata bahwa kau bukan seseorang yang terhormat, menyalahkan aku yang tidak mendidikmu dengan benar”. Linghu Chong berkata, ”Ya, murid sadar telah bersalah”.
 
Yue Buqun berkata lagi, ”Ketika kau menyembuhkan diri di Wisma Kumala, masih boleh dibilang memang karena terpaksa, tapi ketika kau menyembunyikan Keponakan Yilin dan setan perempuan kecil dari Sekte Iblis itu dibawah selimut, lalu mengatakan pada Ketua Yu dari Perguruan Qingcheng bahwa mereka adalah pelacur dari Kota Hengshan, bukankah ini sangat berbahaya? Kalau hal ini sampai tersiar keluar, nama baik Perguruan Huashan kita akan masuk tong sampah. Selain itu, nama baik Perguruan Hengshan yang sudah dijaga dengan susah payah selama beberapa ratus tahun juga akan hancur luluh. Bagaimana kita bisa tetap hidup di dunia ini?” Keringat dingin mengucur di punggung Linghu Chong, dengan suara gemetar ia berkata, ”Belakangan, ketika murid memikirkan hal-hal itu, murid berkeringat dingin. Ternyata guru sudah tahu dahulu”. Yue Buqun berkata, "Tentang Qu Yang dari Sekte Iblis itu mengirim kau ke Wisma Kumala untuk menyembuhkan lukamu, aku tahu belakangan, tapi ketika kau menyuruh kedua anak gadis itu bersembunyi dibawah selimut, aku ada diluar”. Linghu Chong berkata, ”Untungnya, guru tahu murid bukan berandalan yang tak bermoral”. Yue Buqun berkata dengan tegas, ”Kalau kau benar-benar tidur dengan pelacur, sebelumnya kepalamu pasti sudah kupenggal, aku mana punya muka untuk membiarkanmu hidup sampai hari ini?” Linghu Chong berkata, ”Ya!”
 
Air muka Yue Buqun makin lama makin keras, setelah beberapa lama, ia berkata, "Kau jelas-jelas tahu bahwa gadis kecil marga Qu itu adalah orang Sekte Iblis, tapi kenapa tidak kau bunuh? Walaupun kakeknya berjasa menyelamatkan nyawamu, tapi ini jelas adalah tipu daya menanam budi minta balasan orang Sekte Iblis, akal bulus untuk mengadu domba Perguruan Pedang Lima Puncak kita. Kau bukan orang bodoh, bagaimana kau bisa tak tahu? Orang itu menyelamatkan nyawamu, tapi diam-diam menyembunyikan suatu rencana besar. Liu Zhengfeng walaupun begitu pintar, juga tak bisa lolos dari perangkap mereka, kehilangan seluruh nama baiknya, keluarganya hilang tercerai berai. Cara-cara jahat dan keji Sekte Iblis semacam itu, kau sudah lihat dengan mata kepala sendiri. Tapi di sepanjang perjalanan dari Hengshan sampai ke Huashan, aku tak mendengar kau mengucapkan sepatah kata pun mengutuk perbuatan Sekte Iblis itu. Chong er, aku lihat setelah orang itu menyelamatkan nyawamu, kau agak bingung membedakan siapa yang baik dan yang jahat, yang setia dan yang berkhianat. Hal ini adalah hal sangat penting yang akan mempengaruhi seluruh hidupmu setelah ini. Larangan ketujuh Perguruan Huashan ini memang begini, aku tak bisa tidak melaksanakannya".
 
Linghu Chong mengenang malam di bukit tandus itu ketika ia mendengarkan dengan seksama duet kecapi dan seruling Qu Yang serta Liu Zhengfeng. Adalah sangat sangat tidak mungkin apabila Qu Yang menyimpan niat jahat dan hendak menjebak Liu Zhengfeng.
 
Yue Buqun melihat kebimbangan di wajahnya, jelas-jelas ia meragukan perkataan sang guru. Ia berkata lagi, "Chong er, masalah ini menyangkut kehormatan dan masa depan Perguruan Huashan kita, dan juga menyangkut keselamatan dan masa depanmu. Kau sama sekali tak boleh menyembunyikan apapun dariku. Aku tanya lagi, kalau kau bertemu orang Sekte Iblis di kemudian hari, apakah kau akan menjadikan kejahatan sebagai musuhmu dan siap membunuh tanpa ampun?"
 
Linghu Chong termenung-menung memandang sang guru, sebuah ide terlintas di dalam pikirannya, "Setelah ini kalau aku bertemu dengan orang Sekte Iblis, aku harus langsung menghunus pedang dan membunuhnya, tanpa mempertanyakan lagi apakah itu benar atau tidak? Kalau Sesepuh Qu dan nona cilik Qu Feiyang tidak mati, tidak perduli benar atau tidak, begitu kutemui harus langsung dibunuh?" Dirinya sendiri tak tahu jawabannya, maka ia tak bisa menjawab pertanyaan gurunya itu.
 
Yue Buqun memandanginya untuk beberapa saat, ia melihat bahwa dari awal sampai akhir Linghu Chong tidak menjawab, maka ia menghela napas panjang dan berkata, "Saat ini kalau aku memaksamu menjawab juga tak akan ada gunanya. Kau turun gunung kali ini benar-benar menodai nama baik perguruan kita. Akan tetapi, kau telah dengan gagah berani menolong Keponakan Yilin, hal ini kuhitung sebagai sebuah jasa, menebus dosa dengan perbuatan baik. Kau kuhukum menghadap tembok selama setahun supaya kau bisa merenungkan masalah ini". Linghu Chong menyoja dan berkata, "Baik. Murid menerima hukuman ini".
 
Yue Lingshan berkata, "Menghadap tembok selama setahun? Dalam setahun itu, setiap hari harus berapa jam menghadap tembok?" Yue Buqun berkata, "Berapa jam? Setiap hari harus menghadap tembok sampai malam, kecuali waktu makan dan tidur, harus menghadap tembok merenungkan perbuatannya". Yue Lingshan berkata dengan khawatir, "Mana bisa begitu? Apa tidak membuatnya begitu bosan sampai mati? Kalau dia ingin kencing juga tidak boleh?" Nyonya Yue berkata dengan keras, "Nak, bicaramu sama sekali tidak sopan!" Yue Buqun berkata, "Menghadap tembok selama setahun, apa anehnya? Ketika leluhur kita melanggar peraturan dahulu, beliau harus tinggal di Puncak Putri Kumala ini selama tiga setengah tahun, ia sama sekali tak mengambil satu langkah pun meninggalkan puncak ini".
 
Yue Lingshan menjulurkan lidahnya, "Menghadap tembok selama setahun itu dianggap hukuman ringan? Sebenarnya ketika kakak pertama berkata 'sekali lihat biksuni, pasti kalah judi' itu karena maksud baiknya untuk menolong orang, sama sekali bukan karena sengaja ingin menghina orang!" Yue Buqun berkata, "Justru karena ia bermaksud baik, aku hanya menghukumnya menghadap tembok selama setahun, sekiranya ia bermaksud jahat, akan sangat aneh kalau aku tidak merontokkan semua giginya atau menyate lidahnya". Nyonya Yue berkata, "Shan er, kau jangan cerewet dengan ayahmu. Nanti kalau kakak pertama naik ke Puncak Putri Kumala untuk menghadap tembok, jangan naik ke atas untuk mengobrol dengannya, kalau tidak, usaha ayahmu untuk membantunya mewujudkan niat baiknya akan hancur karenamu". Yue Lingshan berkata, "Ayah menghukum kakak pertama dengan memenjaranya di Puncak Putri Kumala, tapi masih bisa bilang untuk membantu dia! Melarang aku naik untuk mengobrol dengan dia, nanti kalau kakak pertama sedang kesepian, siapa yang mengajaknya bercakap-cakap? Setahun ini saja, siapa yang akan menemani aku berlatih pedang?" Nyonya Yue berkata, "Kalau kau mengobrol dengan dia, nanti dia tidak bersemedi, lalu akan merenungkan perbuatan apa? Di gunung ini banyak saudara-saudara seperguruan, semua juga bisa diajak berlatih pedang". Yue Lingshan menelengkan kepala sambil berpikir selama beberapa saat, lalu bertanya, "Nanti kakak pertama makan apa? Setahun tidak turun gunung, apa dia tidak mati kelaparan?" Nyonya Yue berkata, "Kau tak usah khawatir, kita bisa menyuruh orang untuk mengirim nasi dan lauk-pauk untuknya".
 
 
Catatan Kaki
 
[1] Empat Buku dan Lima Kitab (Sishu Wujing) adalah buku-buku ajaran Konghucu yang ditulis sebelum tahun 300 SM.
[2] Xiucai adalah orang yang telah lulus ujian pegawai negeri tingkat daerah.
[3] Zhuangyuan adalah orang yang lulus ujian pegawai negeri tingkat kerajaan dengan peringkat pertama.
[4] Chuanzhen yinxian berarti 'menjadi mak comblang'.
[5] Tianyi wufeng berarti 'tanpa cacat'.
[6] Bebek Mandarin adalah kiasan untuk 'sepasang kekasih'.
[7] Gadis Penenun (Zhi Nu) adalah tokoh cerita rakyat China tentang terbentuknya Bima Sakti yang dikenal sebagai cerita Niu Lang Zhi Nu (Gadis Penenun Dan Penggembala Sapi).

No Comment
Add Comment
comment url