[Pendekar Shenzhou] Bab 18: Kelompok Persaudaraan Shenzhou (-Tamat-)
Saat Yan Guigui jatuh ke air, justru itulah kesempatan bagi Zuo Qiu Chaoran untuk membalikkan keadaan!
Lemparan tombak Xiao Qiushui sebelumnya, sebenarnya adalah untuk dilemparkan ke arah Hakim An.
Pelana Hakim An memang berbahaya, tetapi terasa bahwa kedua tangan Zuo Qiu Chaoran seperti berbobot ribuan kati, ia pun harus menggunakan kekuatan kedua tangan untuk menahannya. Hakim An memantapkan hati, ingin memanfaatkan kekuatan kait berduri itu, memelintir kedua tangan Zuo Qiu Chaoran ke arah berlawanan, lebih dulu melumpuhkan tangannya, baru kemudian dihabisi.
Harus diketahui, dalam teknik saling mengunci seperti ini, yang paling utama adalah kekuatan. Tetapi Zuo Qiu Chaoran terjebak karena kedua tangannya terikat oleh duri dan kait, ia hanya bisa menarik berlawanan arah. Hakim An menarik ke arah lain, sangat mungkin Zuo Qiu Chaoran karena rasa sakit justru kehilangan tenaga, juga membuat kedua tangannya rusak. Zuo Qiu Chaoran mati-matian melawan, menahan sakit, bukankah situasinya sangat genting?!
Pada saat serba bahaya itu, tombak panjang yang dilempar Xiao Qiushui melayang datang!
Biasanya, Hakim An menangkis tombak seperti itu sangatlah mudah. Tetapi sekarang ia sedang mengerahkan seluruh tenaga untuk berebut kekuatan dengan Zuo Qiu Chaoran, tidak bisa membagi perhatian, sementara tombak datang dengan bahaya besar.
Dalam keadaan genting, Hakim An mendapat akal. Meski tak bisa melepaskan tangan, ia akan menggunakan tenaga, memiringkan tubuh dan kedua pergelangan tangan Zuo Qiu Chaoran, menghantam tombak panjang itu. “Beng!” suara keras terdengar, pelana berhasil menangkis tombak. Namun, pada saat itulah, kedua tangan Zuo Qiu Chaoran tiba-tiba terlepas!
Hakim An tertegun. Sebelum ia sempat bereaksi, kedua tangan Zuo Qiu Chaoran sudah mencengkeram pergelangan tangannya!
“Ahli nomor satu ilmu kuncian” Xiang Shiruo bukan hanya ahli kuncian tingkat pertama, tetapi juga seorang pakar kelas atas dalam teknik membalikkan kuncian atau “melawan kuncian dengan kuncian.”
Zuo Qiu Chaoran sejak kecil dilatih olehnya, bisa menangkap ikan yang berenang di air, dan juga bisa lolos dari kuncian delapan pria kuat seperti ikan yang licin.
Karena terjebak kait berduri di pelana, Zuo Qiu Chaoran sebelumnya tidak bisa lepas. Kini saat Hakim An kehilangan konsentrasi sesaat, kedua tangannya bebas. Mengetahui betapa berbahayanya Hakim An, ia segera menyerang balik, menggunakan jurus “Kuncian Jangkrik” langsung mencengkeram pergelangan tangan Hakim An. Begitu pergelangan tangannya terjepit, segera terasa mati rasa, pelana pun jatuh ke tanah.
Sesaat kemudian, ia mendengar suara pergelangan tangannya sendiri terpelintir patah.
Ia ingin berteriak, tetapi Zuo Qiu Chaoran sudah secepat kilat mengunci sendi-sendi lengannya.
Barulah rasa sakit di sendi pergelangan itu merambat ke otak. Hakim An meraung kesakitan, namun seketika mendengar suara kedua lengannya terlepas dari sendi.
Hakim An ketakutan luar biasa, menjerit: “Tidak…!”
Kedua tangan Zuo Qiu Chaoran sudah menekan bahunya. Pada saat bersamaan, Hakim An merasakan tulang selangka kiri-kanannya “krek” patah, kedua tangannya pun lunglai tanpa tenaga.
Zuo Qiu Chaoran menghancurkan beberapa titik urat dan tulang Hakim An, lalu mundur ringan, terengah-engah berkata: “Ilmu silatmu sangat hebat, meski pelanamu penuh tipu daya, tapi kemenangan ini tidaklah adil bagiku.”
Hakim An menahan sakit, keringat sebesar kacang kedelai terus menetes.
Zuo Qiu Chaoran tertawa: “Pergilah. Aku tidak akan membunuhmu.”
Hakim An menatapnya dengan penuh kebencian. Keduanya bertarung dengan sengit, pertarungan dimulai ketika Zuo Qiu Chaoran yang mendekat dan menerjang duluan. Kini Hakim An masih berada di atas kuda, ia menjepit kakinya, mengendalikan kuda yang meringkik panjang, lalu menyeberangi sungai pergi.
Begitu Hakim An pergi, Zuo Qiu Chaoran hampir terjatuh, bersandar pada kuda di sampingnya, terengah-engah.
Ternyata di kait pelana itu ada racun, sekarang di kedua telapak tangan Zuo Qiu Chaoran terdapat puluhan luka kecil, semuanya mengeluarkan darah hitam. Jika orang biasa, sudah lama racun itu akan menjalar mematikan.
Tetapi Zuo Qiu Chaoran pernah mendapat latihan dari “Raja Cakar Elang” Lei Feng. Pada tahap terakhir latihan cakar elang adalah menghadapi lima racun, menangkap ular tanpa terluka, memegang kalajengking tanpa teracuni. Karena itu, kedua tangan Zuo Qiu Chaoran masih bisa menahan racun dari pelana Hakim An, meski dengan susah payah.
Di dunia persilatan kelak, selain “Raja Cakar Elang” Lei Feng, hanya ada beberapa orang saja, seperti Tie Shou dari “Empat Penangkap Besar”, yang benar-benar bisa melatih kedua tangannya hingga tak tertembus senjata, juga kebal terhadap racun.
--
Yan Guigui saat jatuh ke air, meraung, lalu mengayunkan cambuk!
Bagaimanapun, Yan Guigui adalah salah satu dari “Sembilan Langit Sepuluh Bumi, Sembilan Belas Iblis” milik “Perkumpulan Kekuasaan.” Meski terdesak, namun ia tetap tenang menghadapi bahaya!
Tang Fang dan Tie Xingyue pada saat itu juga melancarkan serangan!
Tang Fang melempar tiga buah paku besi berduri sekaligus, memaksa Yan Guigui mengubah arah sapuan cambuknya, menepis ketiga senjata rahasia itu!
Tie Xingyue segera menerjang, menebas dengan sebilah pedang besar!
Pedang itu seberat lima puluh enam kati, ditambah tenaga Tie Xingyue yang menggandakan kekuatan hingga seratus dua belas kati, total kekuatan serangan langsung membelah ke bawah dari sebilah pedang besar ini menjadi seratus enam puluh delapan kati.
Cambuk tiga ruas Yan Guigui terbuat dari gabungan tali rami, rantai besi, dan cambuk kulit. Karena itu bisa digunakan untuk menyapu musuh atau menepis senjata rahasia Tang Fang, tetapi untuk menahan secara langsung tebasan pedang itu, jelas mustahil.
Namun saat itu terdengar suara keras “deng!”, bunga api berhamburan. Entah sejak kapan, Yan Guigui sudah menghunus sebilah golok besar berlingkar tembaga dengan kepala iblis, menahan tebasan Tie Xingyue!
Dari benturan itu, Tie Xingyue sampai mundur tujuh delapan langkah di dalam air, sedangkan Yan Guigui terduduk di dalam air. Keduanya sama-sama bertangan kuat luar biasa. Biasanya, saat berada di atas kuda, Yan Guigui dengan cambuk di tangan kiri dan golok besar di tangan kanan menjadi tak tertandingi, entah sudah menebas berapa banyak musuh.
Dari benturan itu, keduanya terpental. Tie Xingyue masih belum stabil, Tang Fang juga tidak menyangka Yan Guigui masih menyimpan golok itu, sehingga belum sempat melontarkan senjata rahasia. Yan Guigui segera mengatur napas, lalu dengan cambuk panjang dan golok besar, menyerang membabi buta! Xiao Qiushui menghunus pedang dan menerjang, keduanya pun bertarung sengit tanpa bisa dibedakan siapa unggul.
Sementara di sisi lain, pertempuran Qiu Nangu juga masih seimbang.
Lawannya ada dua orang. Sejak awal, ia sudah menargetkan mereka, dan mereka pun juga menyerangnya.
Tugas awal “Enam Hakim Kuda Baja” memang untuk mengikat Tie Xingyue dan Qiu Nangu.
Dua “Hakim” ini, satu menggunakan rantai besi, satu lagi menggunakan tombak panjang, keduanya senjata jarak jauh.
Yang menggunakan rantai disebut “Kunci Neraka” Hakim Tie. Yang menggunakan tombak disebut “Satu Tombak Menembus Jantung” Hakim Mao.
Kedua orang ini melawan Qiu Nangu, tetapi Qiu Nangu terkenal dengan gerakannya yang lincah dan jurusnya yang licik, sehingga mereka tidak bisa berbuat banyak. Lebih dari sepuluh jurus berlalu, tetap belum ada pemenang.
Saat itu tepat ketika Tie Xingyue membunuh Shi Panguan dan segera bergegas membantu Tang Fang.
*catatan: Panguan = hakim / judge, tapi bukan hakim beneran, cuma semacam julukan di dunia persilatan. Jadi Shi Panguan = Hakim Shi.
Penggunaan rantai panjang Tie Panguan ganas dan bertenaga, Qiu Nangu masih bisa menyingkir dan menghindar, tetapi Mao Panguan sungguh menakutkan.
Tombak panjang Mao Panguan bukan hanya satu. Setiap kali ia melemparkan tombak, Qiu Nangu seolah-olah sudah berputar-putar di depan Istana Yama (raja kematian), hampir saja tidak bisa kembali hidup-hidup.
Ketika Mao Panguan melempar tombak kedua, Qiu Nangu sudah mati-matian menghindar, tapi secara tidak sengaja terkena cambukan dari Tie Panguan di pantatnya, sakitnya membuat ia menjerit kacau balau.
Saat itu kebetulan Zuo Qiu Chaoran membunuh Suo Panguan dan menyelamatkan Xiuo Qiushui dari bahaya.
"Kalau pertarungan begini terus, bukanlah jalan keluar!" pikir Qiu Nangu dalam hati.
Saat itu Mao Panguan hendak melemparkan tombak keempat!
Qiu Nangu berguling sambil berteriak keras:
“Hai, berhenti dulu, kalian tahu siapa aku?”
Kalimat ini membuat kedua panguan itu tertegun, saling pandang, tidak tahu maksudnya.
Qiu Nangu mengangkat dagunya dengan sombong dan berkata:
“Aku ini orang dari keluarga Murong. Kalau aku benar-benar berniat membunuh kalian, kalian pasti sudah mati entah berapa kali!”
Wajah Tie dan Mao Panguan seketika berubah. Harus diketahui, pada masa itu empat keluarga besar dunia persilatan bukanlah seperti dalam Empat Penangkap Besar di Ibukota (cerita the Four Constables atau 4 Opas) yang terdiri dari “Benteng Timur, Desa Selatan, Kota Barat, Kota Utara”, melainkan keluarga “Murong, Mo, Nangong, Tang”.
Dalam cerita ini, dari keluarga Tang sudah muncul tiga murid generasi penerus; ilmu bela diri dan pengetahuan mereka semuanya sangat luar biasa. Dari keluarga Nangong hanya muncul satu murid yang agak tak patuh, Nangong Songzhong, tapi kemampuan bela dirinya pun sangat hebat.
Keluarga Mo adalah garis keturunan langsung dari Mo Di. Mo Di adalah pendekar besar pertama negeri ini, selalu menolong orang dalam kesulitan, berani melakukan hal yang benar, bahkan rela mengorbankan nyawanya tanpa ragu. Sedangkan keluarga Murong, kedudukannya bahkan lebih tinggi lagi, terkenal dengan seni penyamaran, lengan baju air, dan ilmu pedang. Yang paling menakutkan adalah ilmu rahasia keluarga Murong yang misterius: “menggunakan cara orang lain, untuk mengalahkan orang itu sendiri” , benar-benar tak ada tandingannya di dunia.
Apa yang disebut “menggunakan cara orang lain, untuk mengalahkan orang itu sendiri”, artinya tak peduli senjata, jurus, ilmu atau teknik apa yang digunakan lawan, orang dari keluarga Murong bisa menggunakan cara yang sama untuk mengalahkan musuhnya. Begitu orang dunia persilatan mendengar nama keluarga Murong, rahasia senjata ataupun jurus pamungkas yang tak pernah diajarkan pun bisa berubah menjadi bumerang yang mematikan bagi pemiliknya. Karena itu, siapa pun pasti menghindar tiga langkah bila mendengar nama Murong.
Kini Qiu Nangu mengaku sebagai keturunan keluarga Murong. Tie dan Mao Panguan yang awalnya merasa bangga dengan rantai besi dan tombak panjang mereka, tiba-tiba merasa kalau benar bertemu orang Murong, bukankah itu sama saja mencari mati? Maka mereka tak bisa tidak berhenti sejenak.
Qiu Nangu sebenarnya bermaksud mengacaukan hati keduanya dengan kata-kata, tapi ia tidak tahu bahwa ocehannya kali ini akan menimbulkan bencana besar di kemudian hari. Namun itu belum dibahas di sini.
Tie dan Mao Panguan saling pandang sekali lagi, lalu tertegun. Mao Panguan mendengus kesal:
“Omong kosong! Kalau benar kau dari keluarga Murong, kenapa tidak mengerti ‘menggunakan cara orang lain, untuk mengalahkan orang itu sendiri’?”
Qiu Nangu mendengar ini, tahu bahwa keduanya sudah agak percaya, segera berkata:
“Itu karena aku masih menahan diri! Baik! Sekarang aku tak akan menahan diri lagi! Keluarkan jurus pamungkas kalian! Supaya kalian tahu apa arti ‘menggunakan cara orang lain, untuk mengalahkan orang itu sendiri’!”
Ucapan Qiu Nangu ini jelas ditujukan kepada Mao Panguan. Mao dan Tie Panguan saling bertukar pandang, lalu kembali menyerang. Qiu Nangu menghadapi keduanya sendirian, dengan susah payah bertahan. Namun di dalam hati, keduanya sudah ada rasa was-was: lebih baik percaya ada daripada tidak ada, jangan sampai jurus mereka dibalikkan melawan diri sendiri dan justru kehilangan nyawa. Karena itu serangan mereka tidak berani terlalu mematikan.
Akibatnya, serangan rantai tidak sekuat sebelumnya, dan tombak hanya dilempar satu kali dalam waktu lama. Dengan begitu, Qiu Nangu jadi bisa lebih leluasa menghadapi.
Saat itu, kebetulan Zuo Qiu Chaoran berhasil mengalahkan An Panguan, sementara Xiao Qiushui berhasil menumbangkan Yan Tiexì.
Tepat ketika Mao Panguan melemparkan satu tombak lagi!
Namun kali ini karena hatinya sedang ragu, tombak itu dilempar dengan kurang mantap. Qiu Nangu berguling dan mengulur lengannya, berhasil menangkapnya tepat sasaran.
Qiu Nangu memegang tombak, mengayunkannya untuk menangkis rantai, lalu menancapkan ujung gagang tombak ke tanah, melompati kepala Mao Panguan dan mendarat di belakang kudanya.
Mao Panguan memiliki sembilan tombak panjang secara keseluruhan. Empat sudah dilempar, satu di tangan, dan masih ada empat terselip di pelana di kiri dan kanan kuda. Ia terbiasa menarik tombak dan melemparnya, posisi sudah sangat hafal, jadi tidak perlu menoleh ke belakang lagi.
Sekarang begitu Qiu Nangu mendarat di belakang kudanya, Mao Panguan tentu harus memutar kudanya.
Saat ia memutar kudanya, Qiu Nangu melakukan satu hal.
Dengan cepat bagaikan kilat, ia membalik tombak yang dipegangnya dan menyelipkannya ke sarung kulit di dekat pantat kuda Mao Panguan.
Mao Panguan yang baru memutar kuda tidak melihat gerakan ini.
Tie Panguan kebingungan, mengira Qiu Nangu menyerang meleset dan justru kehilangan tombak. Ia segera mengayunkan rantai besinya ke arah Qiu Nangu!
Begitu Mao Panguan memutar kuda, ia pun segera melempar tombak lagi!
Qiu Nangu susah payah memakai kata-kata untuk memperdaya Tie dan Mao Panguan agar bisa menyelinap dekat. Namun ternyata tombak yang direbutnya malah ia selipkan ke sarung kuda lawan. Apa maksudnya? Apa mungkin ia benar-benar gugup hingga salah sasaran?
Saat itu kebetulan Yan Guigui bangkit dengan cambuk panjang dan pedang besar, bertarung mati-matian melawan Xiao Qiushui, Tang Fang, dan Tie Xingyue bertiga.
Di sisi ini, Qiu Nangu tanpa ragu menangkap rantai dan membuat simpul, lalu berhasil mengaitkan tombak!
Dalam sekejap, ia memegang rantai dengan kedua tangan, bersiap untuk melepaskan tombak. Itu sebenarnya adalah saat terbaik bagi musuh untuk menyerangnya!
Mao Panguan segera menyadari hal itu, langsung menarik tombak dan melemparkannya!
Tapi saat menarik tombak, ia tidak bisa menahan rasa heran: ia jelas ingat hanya tersisa empat tombak, kenapa sekarang ada tombak kelima?
Namun kesempatan berlalu secepat kilat, ia tak punya waktu berpikir panjang, langsung menarik dan melempar!
Sesaat sebelum melempar, ia sudah merasa tombak ini memang tombak, tapi terasa aneh di tangan, tidak pas, tapi sudah terlambat, tombak itu pun meluncur!
Pada saat jeda singkat itu, Qiu Nangu sudah memegang rantai dengan satu tangan, dan dengan tangan lain melempar balik tombak yang direbutnya tadi!
Perubahan ini sangat cepat, Qiu Nangu melempar tombak, Mao Panguan juga melempar tombak, hampir bersamaan. Dalam jarak sedekat ini, hampir mustahil menghindar, maka hampir bersamaan pula keduanya terkena tombak.
Namun keadaan keduanya yang terkena tombak itu, sama sekali berbeda.
Mao Panguan tertembus perutnya oleh sebuah tombak, darahnya muncrat membasahi Sungai Wu.
Qiu Nangu terkena hantaman gagang tombak, mulutnya terasa manis, lalu memuntahkan darah segar.
Tie Panguan melihat kejadian itu, terkejut besar, segera menarik rantai sekuat tenaga, hendak merebutnya kembali.
Sekali tarik itu, rantai memang berhasil ditarik kembali, tetapi Qiu Nangu ringan bak sehelai daun jatuh, masih menggenggam ujung rantai, ikut terhempas kembali ke arahnya!
Tie Panguan kaget setengah mati, terpaksa melepaskan rantai. Qiu Nangu di udara melemparkan rantai, bukan untuk menyerang Tie Panguan, melainkan menghantam kudanya. Kuda itu meringkik kaget, kesakitan, lalu melarikan diri, membawa Tie Panguan yang tujuh jiwanya sudah hilang tiga, lenyap dalam sekejap.
Ketika kuda Tie Panguan terluka dan melarikan diri, Qiu Nangu memaksakan diri tersenyum pahit: “Benar kan? Aku sudah bilang aku ini Qiu Nangu, murid keluarga Murong, benar kan? Sekarang bukankah aku sudah menggunakan caramu untuk membalas pada dirimu?”
Sebenarnya, ketika kuda Tie Panguan melukai diri dan melarikan diri, ia masih sempat terlintas niat untuk kembali bertarung. Tetapi melihat di medan, Yan Guigui sudah terlempar dari kudanya, Shi Panguan, Mao Panguan, Suo Panguan, Xiang Panguan sudah mati, An Panguan kabur tunggang langgang, dirinya mana mungkin mampu membalikkan keadaan yang sudah runtuh? Mana berani lagi tinggal? Ia ketakutan, segera memacu kuda pergi, sambil dalam hati berkata: Qiu Nangu memang menggunakan tombak untuk membunuh Mao Panguan, rantai untuk mengalahkan dirinya, mungkinkah dia benar-benar keturunan keluarga Murong?
Tie Panguan berpikir: kali ini jatuh di tangan orang keluarga Murong, keluarga Murong memang nama besarnya menggema di seluruh dunia persilatan, setidaknya ini bukan aib. Maka ia pun yakin benar ini perbuatan keluarga Murong, yang kelak menimbulkan gelombang besar lain di dunia persilatan.
Di sisi lain, Qiu Nangu goyah, terhuyung-huyung, bersandar di atas kuda, tersenyum getir: pukulan rantai di lengannya dari Tie Panguan, dan tombak di dadanya dari Mao Panguan, semuanya adalah serangan yang berbobot penuh.
Untungnya Qiu Nangu tetaplah Qiu Nangu, ia masih mampu bertahan.
Yan Guigui tahu dirinya sebentar lagi benar-benar akan “menemui hantu.”
Golok besarnya sepenuhnya ditekan oleh Tie Xingyue, cambuk panjangnya tak mampu menutupi kecepatan ringan tubuh Tang Fang dan ilmu “Jari Dewa” serta ilmu "Telapak Kapas Beterbangan" (飞絮掌 / Feixu Zhang / Flying Catkins Palm) milik Xiao Qiushui. Dahulu, “Empat Bersaudara Jinjiang” pernah menggunakan kekuatan gabungan Xiao Qiushui, Zuo Qiu Chaoran, dan Deng Yuhan, dengan nekat berhasil menantang dan membunuh “Dewa Iblis BerLengan Besi” Fu Tianyi.
Apalagi sekarang ada Tie Xingyue, kemampuan bela dirinya bahkan di atas Deng Yuhan, tidak kalah darinya. Adapun qinggong (ilmu meringankan tubuh) dan senjata rahasia Tang Fang, lebih unggul lagi dibanding Zuo Qiu Chaoran.
Sementara Yan Guigui sendiri, ilmunya belum tentu lebih tinggi dari Fu Tianyi.
Ditambah lagi ia sudah kehilangan tunggangannya, pasukan kalah bubar, enam Hakim Berkuda Besi, empat sudah benar-benar pergi ke alam baka menemui hakim neraka, dua lagi pun kabur ketakutan.
Semua ini sangat memengaruhi semangat bertarungnya.
Tepat pada saat itu, sebuah peristiwa lain terjadi.
Ia semula memang ingin mencari celah untuk kabur, tetapi peristiwa ini akhirnya membuatnya tidak bisa lolos.
Cambuknya putus.
Cambuknya tentu bukan barang gampang putus, tetapi tadi saat ia membelitkan cambuk pada pedang Xiao Qiushui, lalu menarik keras.
Memang pedang Xiao Qiushui sudah terlepas.
Namun pedang kecil yang tampak tak seberapa itu ternyata adalah pedang pusaka “Gusong Canque.”
Sekali tarikan, cambuknya sudah robek besar. Yan Guigui tidak menyadarinya, begitu dihantam keras beberapa kali lagi, akhirnya cambuk itu “whuus” patah jadi dua, separuh cambuk terbang ke udara.
Dalam sekejap itu juga, Tie Xingyue, Xiao Qiushui, dan Tang Fang, semuanya serentak melancarkan serangan terakhir.
Golok besar Tie Xingyue menekan golok besarnya.
Jari dan telapak Xiao Qiushui menahan cambuk yang sudah putus.
Tang Fang langsung mengeluarkan jurus pamungkas.
Senjata rahasia yang sejak tadi ia genggam , pasir beracun dan lima buah pedang terbang , pada detik itu semuanya meluncur keluar!
Yan Guigui tidak bisa melihat apa-apa, matanya sudah diselimuti oleh pasir beracun.
Saat Tang Fang menebarkan pasir beracun, ia mengenakan sarung tangan tipis. Racun pasir ini memang hanya sedikit, tapi di antara semua senjata rahasia Tang Fang, inilah yang paling beracun.
Tang Fang sendiri sebenarnya membenci senjata rahasia yang dilumuri racun.
Tetapi lima bilah pedang terbang yang ia lepaskan itulah yang sungguh mematikan.
Ketika Yan Guigui roboh, darahnya sudah menyembur memenuhi Sungai Wu.
Semua orang akhirnya menghela napas lega. Tang Fang menarik napas panjang, berkata: “Syukurlah dia tumbang juga, karena senjata rahasiaku pun hampir habis, kalau tidak…”
Kalau tidak, sungguh tak terbayangkan akibatnya.
Xiao Qiushui, Tie Xingyue, Qiu Nangu, Zuo Qiu Chaoran, Tang Fang melompat naik kuda. Pakaian mereka semua sudah basah kuyup, ditambah berada di tengah sungai, ketika angin besar berhembus, terasa amat menyegarkan. Tiba-tiba semua orang dipenuhi gairah kepahlawanan. Tie Xingyue tertawa keras: “‘Perkumpulan Kekuasaan’ yang namanya mengguncang dunia, dari sembilan langit sepuluh bumi sembilan belas iblis, kini ‘Iblis Dewa Berkuda Besi’ Yan Guigui, ‘Iblis Pedang Tiga Kesempurnaan’ Kong Yangqin, ‘Iblis Dewa Pisau Terbang’ Sha Qiandeng, dan para pengikut mereka: ‘Tiga Penjelajah Pedang Berbakat’, ‘Dua Iblis Kembar Gua/Lubang’ Liu Youkong dan Zhong Wuli, ‘Enam Hakim Berkuda Besi’, semuanya mati atau kalah di tangan kita. Menurutku, meski ‘Perkumpulan Kekuasaan’ namanya mengguncang dunia, meski Li Chenzhou namanya menjulang di dunia persilatan, toh tak ada yang tidak bisa kita lawan.”
Xiao Qiushui tersenyum: “Selama kita masih ada, meski hanya segelintir, tetap akan menumpas mereka. Hanya saja kita juga harus mengisi diri, mengasah ilmu bela diri, memperluas pengetahuan, barulah bisa menunaikan cita-cita menyapu bersih dunia ini.”
Zuo Qiu Chaoran berkata: “Maka semua pertarungan beruntun ini hanyalah sebuah awal, prasyarat untuk cita-cita besar menenteramkan dunia. Sekarang menyeberangi Sungai Wu dengan kuda, betapa nikmat rasanya!”
Xiao Qiushui tertawa terbahak: “Sungai ini memang bukan tempat Raja Chu dahulu bunuh diri, meski dulu ia adalah musuh sepuluh ribu orang. Tapi sungai ini berbahaya dan curam, hari ini kita menyeberanginya, berarti kita akan membuka jalan baru bagi dunia persilatan! Saat ini kita memberi minum kuda di Sungai Wu, kelak bila kita berhasil menertibkan dunia, menggetarkan Tiongkok Tengah, mari kita kembali bersama, menyeberangi Sungai Kuning!”
Qiu Nangu pun tertawa terbahak: “Dulu Kaisar Gaozu dari Han menebas ular untuk membuka jalan, sekarang kita membersihkan iblis dari air terjun, membasmi tiran di Sungai Wu… ini kemenangan pertama persaudaraan Shenzhou kita!”
Xiao Qiushui menengadah tertawa panjang: “Puasss! Nikmat sekali! Jalan ke depan memang penuh liku, tapi panji-panji ‘Persaudaraan Shenzhou’ sudah berkibar tinggi, awan berarak, angin bertiup kencang!”
Tang Fang melihat semua orang di atas kuda, angin besar menderu di sungai, semangat mereka meluap-luap. Ia menahan senyum, bibir mungilnya tersungging dan berkata: “Keadaan di Paviliun Pedang genting, lebih baik kita pacu kuda cepat menuju Guilin, lalu menyusun rencana lebih besar.”
Xiao Qiushui mendengar itu, segera tersadar, menoleh pada Tang Fang sambil tersenyum: “Benar. Kita memang hendak menyeberangi Sungai Wu ini.”
Tang Fang tersenyum, berseri-seri bagai bunga yang sedang mekar, hatinya lembut, tatapannya penuh dengan kehangatan yang lembut.── Tamat ──