Pendekar Hina Kelana - Bab 3: Memberi Pertolongan

Terjemahan Cersil Balada Kaum Kelana

oleh Grace Tjan
Cerita asli oleh Jin Yong (Chin Yung / Louis Cha)
Berdasarkan novel edisi ketiga.

Smiling Proud Wanderer Jilid 1

smiling proud wanderer 3
[Tirai pintu terangkat, dan kemudian seorang biarawati kecil berjalan diam-diam ke aula. Dia memiliki keanggunan dan keindahan. Tidak ada yang akan berdebat bahwa dia adalah ciptaan Surga yang sempurna. Meski berbalut jubah biarawati yang besar dan longgar, lekuk tubuhnya terlihat jelas dari gerakannya yang anggun. Dia berjalan sampai di depan master Dingyi lalu berlutut dengan anggun.]


Bab 3: Memberi Pertolongan

Bagian 1

Lao Denuo berkata lagi, "Waktu itu aku bertanya pada guru, 'Apakah kekuatan Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan keluarga Lin ini sangat besar? Kenapa Perguruan Qingcheng begitu bersungguh-sungguh melatihnya?' Guru tak menjawab, ia memejamkan matanya sambil berpikir selama beberapa saat, baru berkata, 'Denuo, sebelum kau masuk perguruan kita, kau sudah lama berkelana di dunia persilatan, kau pasti sudah pernah mendengar apa yang dikatakan orang di dunia persilatan tentang ketua Biro Pengawalan Fu Wei Lin Zhennan?' Aku berkata, 'Kata teman-teman di dunia persilatan, Lin Zhennan murah hati, cukup setia kawan, semua orang mempercayainya dan tidak mengusik biro pengawalannya. 

Tentang kungfunya, aku tak tahu jelas'. Guru berkata, 'Tepat sekali! Beberapa tahun belakangan ini Biro Pengawalan Fu Wei maju pesat karena kebanyakan teman-teman di dunia persilatan memberi muka padanya. Tapi aku dengar, pada saat guru Ketua Yu, Zhang Qingzhi, masih muda, ia pernah dikalahkan oleh Pedang Penakluk Kejahatan Lin Yuantu?' Aku berkata, 'Lin......Lin Yuantu? Ayah Lin Zhennan?' Guru berkata, 'Bukan, Lin Yuantu adalah kakek dalam[1] Lin Zhennan, dialah pendiri Biro Pengawalan Fu Wei. 

Bertahun-tahun yang lalu, ketika dengan tujuh puluh dua jurus Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan ia mendirikan biro pengawalan itu, tak seorangpun di dunia hitam mampu melawannya. Saat itu para pendekar dari aliran lurus yang mendengar nama besarnya, juga ingin mengadu ilmu dengannya, itu sebabnya Zhang Qingzhi bisa dikalahkan dengan beberapa jurus Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan'. Aku berkata, 'Kalau begitu, Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan itu benar-benar sangat lihai?' Guru berkata, 'Mengenai kekalahan Zhang Qingzhi, kedua belah pihak tutup mulut rapat-rapat, sehingga seluruh dunia persilatan tidak tahu. Zhang Qingzhi dan kakek gurumu adalah sahabat baik, dan belakangan ia berbicara tentang hal itu kepada kakek guru. 

Ia menganggap hal itu sebagai hal yang paling memalukan seumur hidupnya, tapi karena ia pikir ia tidak akan pernah bisa mengalahkan Lin Yuantu, ia tidak bisa membalas kekalahan itu. Setelah itu kakek gurumu dan dia mempelajari Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan untuk mencari kelemahan ilmu pedang itu, namun tujuh puluh dua jurus ilmu pedang itu kelihatannya biasa-biasa saja, tidak ada keanehannya. 

Tapi di dalamnya tersembunyi misteri yang tak bisa ditebak oleh orang lain, yang membuatnya tiba-tiba bisa berubah menjadi secepat setan, membuat orang sulit untuk mempertahankan diri. Kedua orang itu mempelajarinya dengan teliti selama beberapa bulan, namun tetap tak bisa memecahkannya. Waktu itu aku baru masuk perguruan, hanya seorang anak berumur sepuluh tahunan, tapi saat mengambilkan teh, aku melihat semuanya. Ketika kau memperagakan satu jurus, aku langsung tahu bahwa itu ialah Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan. Ai, waktu seperti air mengalir, peristiwa itu sudah terjadi bertahun-tahun yang lalu' ".

Sejak Lin Pingzhi dipukul oleh murid-murid Perguruan Qingcheng tanpa sedikitpun bisa membalas, ia sama sekali tidak punya kepercayaan terhadap ilmu silat warisan keluarganya, ia hanya ingin berguru pada orang lain supaya bisa membalas dendam. Ketika ia mendengar Lao Denuo berbicara tentang nama besar kakek dalamnya Lin Yuantu, mau tak mau ia menjadi bersemangat, pikirnya dalam hati, "Ternyata Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan keluargaku benar-benar tidak bisa disepelekan, saat itu tokoh-tokoh pemimpin Perguruan Qingcheng dan Huashan tak bisa mengalahkannya. Kalau begitu kenapa ayah tak bisa melawan anak muda Perguruan Qingcheng yang masih hijau? Kemungkinan besar ayah tidak memahami misteri kelihaian ilmu pedang itu".

Terdengar Lao Denuo berkata, "Aku bertanya pada guru, 'Apa kemudian sesepuh Zhang Qingzhi berhasil membalas dendam?' Guru berkata, 'Kekalahan dalam bertanding, sebenarnya tidak perlu dibalas. Lagipula, saat itu Lin Yuantu sudah lama terkenal, seorang pendekar yang dikagumi di dunia persilatan. Zhang Qingzhi cuma pendeta Tao muda yang baru muncul. Seorang bocah yang masih hijau kalah di tangan seorang sesepuh, apalah artinya? Kakek gurumu menghibur dia, dan masalah itu tak pernah diungkit-ungkit lagi. Kemudian Zhang Qingzhi meninggal pada usia tiga puluh enam tahun, barangkali ia masih memendam masalah itu di dalam hatinya, dan mati dengan penuh penyesalan. Setelah bertahun-tahun berlalu, Yu Canghai tiba-tiba memerintahkan semua murid-muridnya untuk bersama-sama mempelajari Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan, apa sebabnya? Denuo, menurutmu apa sebabnya?' "

"Aku berkata, 'Kalau melihat keadaan ketika mereka berlatih di Kuil Cemara Angin, sikap mereka serius, jangan-jangan Ketua Yu bermaksud menyerang Biro Pengawalan Fu Wei untuk membalas dendam generasi yang lalu?' Guru mengangguk, 'Aku juga berpikir begitu. Zhang Qingzhi berpikiran sempit, juga terlalu tinggi memandang dirinya sendiri. Kekalahannya di tangan Lin Yuantu tentunya dipendam dalam hatinya, kemungkinan pada saat ia sekarat ia memberi suatu wasiat kepada Yu Canghai. Lin Yuantu lebih dahulu meninggal dari Zhang Qingzhi, kalau Yu Canghai ingin membalas dendam gurunya, ia hanya tinggal mencari putra Lin Yuantu, Lin Zhongxiong, tapi entah kenapa, ia baru menyerang sekarang. Pikiran Yu Canghai benar-benar sulit diselami, ia selalu membuat rencana baru menyerang, kali ini akan terjadi pertarungan sengit diantara Perguruan Qingcheng dan Biro Pengawalan Fu Wei' ".

"Aku bertanya kepada guru, "Menurut guru, dalam pertarungan ini siapa yang akan menang dan siapa yang akan kalah?' Guru tersenyum, 'Kungfu Yu Canghai 'birunya dibuat dari nila, tapi lebih biru dari nila'[2], pencapaiannya sudah berada di atas Zhang Qingzhi. Walaupun ilmu silat Lin Zhennan tidak diketahui secara jelas oleh orang luar, tapi kemungkinan besar tidak melebihi kakeknya. Yang satu maju dan yang lain mundur, apalagi Perguruan Qingcheng melakukan perbuatannya secara diam-diam, sedangkan Biro Pengawalan Fu Wei secara terang-terangan, sebelum bertarung, mereka sudah kalah tujuh puluh persen. Kalau Lin Zhennan sudah tahu sebelumnya, dan mengundang Golok Emas Wang Yuanba dari Luoyang, barulah ia bisa melawan. Denuo, kau mau atau tidak melihat keramaian?' Tentu saja aku menerima perintah itu dengan senang hati. Guru lalu mengajari aku beberapa jurus ilmu pedang kesukaan Perguruan Qingcheng untuk dipakai membela diri".

Lu Dayou berkata, "Eh, bagaimana guru bisa ilmu pedang Perguruan Qingcheng? Ah, tentu saja. Bertahun-tahun yang lalu, ketika Zhang Qingzhi berlatih bersama kakek guru kita, tentunya ia menggunakan ilmu pedang Qingcheng untuk melawan Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan, guru yang ada di sisinya tentu menyaksikannya".

Lao Denuo berkata, "Adik keenam, mengenai asal usul ilmu silat guru, kita para murid tidak perlu terlalu banyak menduga-duga. Guru memberi perintah padaku supaya tidak berbicara pada murid-murid lain, agar tidak timbul desas-desus. Namun adik kecil memang pintar, ia mendengar tentang hal itu, lalu merengek-rengek pada guru supaya ia diperbolehkan pergi bersamaku. Kami berdua menyamar, pura-pura berjualan arak di luar kota Fuzhou, setiap hari kami pergi ke Biro Pengawalan Fu Wei untuk melihat keadaan disana. Kami tidak melihat hal-hal lain, hanya melihat Lin Zhennan mengajari putranya Lin Pingzhi ilmu pedang. Setelah menyaksikannya, adik kecil mengelengkan kepalanya dan berkata padaku, 'Seperti inikah Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan itu? Kalau Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan itu seperti ini, kalau iblis jahat datang, tuan muda Lin ini lebih baik bersembunyi jauh-jauh' ".

Di tengah-tengah suara tertawa para murid Huashan, wajah Lin Pingzhi menjadi merah padam, rasa malunya tak tertahankan, pikirnya, "Ternyata mereka berdua dari dahulu sudah sering datang ke kantor kami untuk memata-matai, tapi kami sama sekali tidak tahu, benar-benar tak becus".

Lao Denuo meneruskan, "Kami berdua baru tinggal di luar kota Fuzhou selama beberapa hari, ketika murid-murid Qingcheng mulai berdatangan satu persatu. Yang datang paling dahulu adalah Fang Renzhi dan Yu Renhao berdua. Mereka setiap hari datang ke biro pengawalan untuk mengawasi tempat itu. Aku dan adik kecil khawatir bertemu dengan mereka, lalu tak datang kesana lagi. Adalah benar-benar suatu kebetulan ketika suatu hari secara tak disangka-sangka tuan muda Lin ini datang ke kedai arak 'Permata Besar' yang dibuka olehku dan adik kecil, adik kecil terpaksa mengantarkan arak untuk mereka minum. Waktu itu kami khawatir mereka sudah tahu tentang kami dan sengaja datang untuk membongkar penyamaran kami, tapi setelah berbicara dengan mereka, ternyata mereka sama sekali tidak tahu. Bocah gedongan ini tak tahu apa-apa, tak ada bedanya dengan seorang dungu. Pada saat itu, dua orang yang paling brengsek di Perguruan Qingcheng, yaitu Yu Renyan dan Jia Renda juga datang ke kedai 'Permata Besar' kami......"

Lu Dayou bertepuk tangan sambil berkata, "Kakak kedua, kedai 'Permata Besar' yang kau buka bersama adik kecil dagangannya benar-benar laris, uang mengalir dari mana-mana. Kalian bisa jadi kaya di Fujian!"

Si gadis tertawa, "Tentu saja. Kakak kedua sudah dari dahulu jadi orang kaya, berkat keberuntungan sang majikan, aku juga berhasil mengais barang sepeser dua peser". Semua orang tertawa.

Lao Denuo tersenyum, "Walaupun ilmu silat tuan muda Lin rendah, bahkan jadi murid adik kecil pun tak pantas, tapi dia benar-benar berani. Putra Yu Canghai yang tak berguna, Yu Renyan itu begitu buta matanya sampai dia bersikap kurang ajar pada adik kecil dan mengolok-oloknya. Tak nyana tuan muda Lin ini turun tangan melindungi kami dan melawan ketidakadilan......"

Lin Pingzhi merasa malu dan marah sekaligus, pikirnya, "Ternyata Perguruan Qingcheng sudah lama merencanakan untuk menyerang perusahaan keluargaku, untuk membalas aib akibat kalah bertanding beberapa generasi yang lalu.Yang datang ke Fuzhou sebenarnya jauh lebih banyak dari hanya Fang Renzhi dan kawan-kawannya berempat. Apakah aku membunuh Yu Renyan atau tidak, boleh dibilang tidak ada hubungannya". Pikirannya kacau sehingga ketika Lao Denuo bercerita tentang bagaimana ia membunuh Yu Renyan, ia tidak benar-benar mendengarkan. Tapi ia mendengar Lao Denuo berbicara diselingi tawa semua orang, jelas menertawakan ilmu silatnya yang sangat rendah.

Lao Denuo berkata pula, "Malam itu, aku dan adik kecil pergi ke Biro Pengawalan Fu Wei untuk melihat keadaan. Aku melihat Hou Renying, Hong Renxiong dan lebih dari sepuluh murid lainnya yang dipimpin Ketua Yu tiba. Kami khawatir ditemukan orang Perguruan Qingcheng, maka kami hanya melihat keramaian itu dari kejauhan. Kami menyaksikan bagaimana mereka membunuh satu demi satu pengawal dan pengiring di kantor itu. Mereka mengirim banyak pengawal keluar untuk minta bantuan, namun mereka semua juga dibunuh. Mayat-mayat satu demi satu dikirim pulang, mereka turun tangan dengan sangat ganas. 

Saat itu aku berpikir, leluhur Perguruan Qingcheng Zhang Qingzhi kalah dalam pertandingan dengan Lin Yuantu, kalau Ketua Yu ingin membalas dendam, ia hanya perlu bertanding melawan Lin Zhennan dan putranya, setelah mengalahkan mereka, masalah pun akan selesai. Kenapa harus turun tangan dengan begitu ganas? Tentunya untuk membalas dendam bagi Yu Renyan. Tapi mereka sengaja tidak membunuh suami istri Lin dan Lin Pingzhi bertiga, hanya memaksa mereka keluar dari kantor mereka. Begitu ketiga anggota keluarga Lin dan semua pengawal meninggalkan kantor, Ketua Yu segera masuk, dengan angkuh ia pergi ke aula utama dan duduk di kursi yang berada di tengah ruangan itu. Akhirnya Biro Pengawalan Fu Wei diduduki oleh Perguruan Qingcheng".

Lu Dayou berkata, "Kalau Perguruan Qingcheng ingin membuka biro pengawalan, Yu Canghai harus jadi ketuanya!" Semua orang tertawa terbahak-bahak.

Lao Denuo berkata, "Ketiga anggota keluarga Lin menyamar, namun Perguruan Qingcheng sudah tahu terlebih dahulu, Fang Renzhi, Yu Renhao dan Jia Renda diperintahkan untuk mencari dan menangkap mereka. Adik kecil berkeras ingin ikut melihat keramaian, maka kami berdua mengikuti Fang Renzhi dan kawan-kawannya dari belakang. Setelah tiba di sebuah kedai nasi kecil di pegunungan di selatan kota Fuzhou, Fang Renzhi, Yu Renhao dan Jia Renda bertiga memperlihatkan diri mereka, lalu menangkap ketiga anggota keluarga Lin. Adik kecil berkata, 'Tuan muda Lin membunuh Yu Renyan demi aku, kita tak bisa membiarkannya mati tanpa menolongnya'. Aku berusaha sebisanya untuk mencegahnya, aku berkata kalau kita turun tangan, kita akan mencederai persahabatan diantara Perguruan Qingcheng dan Huashan. Lagipula, Ketua Yu ada di Fuzhou, kita berdua tak boleh berbuat onar".

Lu Dayou berkata, "Kakak kedua sudah cukup berumur, oleh karena itu tindakannya tenang dan hati-hati, bagaimana hal ini tidak membuat adik kecil kecewa?"

Lao Denuo tersenyum, "Adik kecil begitu bersemangat, kakak kedua tak bisa membuatnya kecewa kalaupun ia mau. Adik kecil langsung pergi ke dapur, lalu mengebuk kepala Jia Renda sampai berdarah. Ia menangis seperti bayi, dan memancing Fang dan Yu berdua untuk datang. Adik kecil memutar ke depan dan menolong tuan muda Lin, membebaskan dia supaya ia bisa melarikan diri".

Lu Dayou bertepuk tangan sambil berkata, "Hebat sekali, hebat sekali! Aku tahu, adik kecil tidak cuma menyelamatkan pemuda marga Lin itu. Di dalam hatinya ia mempunyai maksud lain. Bagus, bagus!" Si gadis berkata, "Aku punya maksud lain apa? Kau bicara sembarangan". Lu Dayou berkata, "Karena aku dipukul guru gara-gara Perguruan Qingcheng, dalam hati adik merasa marah, jadi ia memukuli orang-orang Perguruan Qingcheng untuk membalaskan dendam dan melampiaskan amarahku. Banyak terima kasih......" Sembari berbicara ia bangkit berdiri, lalu menjura dalam-dalam kepada si gadis. Si gadis tersenyum, lalu balas menjura, katanya, "Kakak Monyet Keenam, tak usah banyak peradatan".

Si pembawa sempoa tersenyum dan berkata, "Adik kecil memukuli murid-murid Qingcheng memang untuk melampiaskan amarah orang. Tapi apakah demi kau, masih harus diteliti lagi. Yang dipukul guru kan tidak cuma kau Monyet Keenam seorang". Lao Denuo tersenyum, "Kali ini adik keenam benar, adik kecil mengebuki Jia Renda memang untuk melampiaskan amarah adik keenam. Kalau nanti guru bertanya, adik kecil juga akan berkata begitu". Lu Dayou berkali-kali mengoyang-goyangkan tangannya dan berkata, "Ini......ini adalah kehormatan yang tak berani kuterima, jangan kaitkan hal ini denganku, nanti aku kena pukul sepuluh kali lagi".

Si jangkung bertanya, "Fang Renzhi dan Yu Renhao tidak mengejar kalian?"

Si gadis berkata, "Bagaimana mereka bisa tidak mengejar kami? Tapi kakak kedua sudah mempelajari ilmu pedang Perguruan Qingcheng, hanya dengan satu jurus 'Angsa Terbang ke Langit', ia membuat pedang mereka terbang ke langit. Namun sayang waktu itu kakak kedua menutupi wajahnya dengan kain hitam, sampai sekarang Fang dan Yu berdua tidak tahu mereka dikalahkan oleh orang Perguruan Huashan".

Lao Denuo berkata, "Bagus sekali kalau mereka tak tahu, kalau tidak akan timbul keonaran besar. Kalau hanya mengandalkan kungfu asliku, aku belum tentu bisa menang terhadap Fang dan Yun berdua, cuma karena aku tiba-tiba mengeluarkan ilmu pedang Perguruan Qingcheng, menyerang titik-titik kelemahan ilmu pedang mereka, dua saudara seperguruan itu sangat terkejut, sehingga kita bisa berada di atas angin".

Para murid saling bercakap-cakap, mereka semua berkata bahwa kalau kakak pertama tahu tentang hal ini nanti, ia tentunya akan sangat senang.

* * *

Saat itu suara hujan makin keras, semakin lama semakin lebat. Nampak seorang penjual pangsit dengan pikulannya muncul di tengah hujan, lalu berhenti di bawah atap kedai teh, berteduh menghindari hujan. Orang tua penjual pangsit itu mengketuk-ketukan tongkat bambunya, pancinya mengeluarkan uap panas.

Para murid Huashan sudah lama merasa lapar, begitu melihat pikulan pangsit, wajah mereka langsung berseri-seri. Lu Dayou berteriak, "Hei, buatkan kami sembilan mangkuk pangsit! Pakai telur". Orang tua itu menjawab, "Baik! Baik!" ia membuka tutup panci dan melemparkan pangsit ke dalam kuah panas, tak lama kemudian, ia telah memasak lima mangkuk, yang dibawanya masuk masih dalam keadaan panas-panas.

Lu Dayou ternyata amat mematuhi aturan kesopanan, mangkuk pertama diberikannya pada Kakak Kedua Lao Denuo, mangkuk kedua diberikan kepada Kakak Ketiga Liang Fa, lalu berikutnya ke Kakak Keempat Shi Daizi, dan Kakak Kelima Gao Genming, mangkuk kelima seharusnya untuk dirinya sendiri, namun ia membawanya ke hadapan si gadis sambil berkata, "Adik kecil, kau makan dulu". Gadis itu dari tadi bercanda dengannya, memanggilnya Monyet Keenam, tapi begitu melihat ia membawakan mangkuk pangsit itu, ia pun berdiri dan berkata, "Banyak terima kasih, kakak".

Lin Pingzhi diam-diam memperhatikan mereka. Ia berpikir bahwa sepertinya aturan perguruan mereka sangat ketat, mereka biasa bersenda gurau, tapi tidak melupakan aturan kesopanan. Lao Denuo dan yang lain-lain mulai makan, akan tetapi si gadis menunggu sampai beberapa kakak seperguruan itu selesai makan pangsit, baru ia sendiri makan.

Liang Fa bertanya, "Kakak kedua, kau baru saja berkata bahwa Ketua Yu menduduki Biro Pengawalan Fu Wei, lalu setelah itu bagaimana?"

Lao Denuo berkata, "Setelah adik kecil menyelamatkan tuan muda Lin, ia ingin diam-diam mengikuti Fang Renzhi dan kawan-kawan, sambil menunggu kesempatan untuk menolong suami istri Lin. Aku berbicara untuk menyakinkannya, 'Saat itu Yu Renyan kurang ajar padamu, lalu tuan muda Lin turun tangan menolongmu, kau merasa berhutang budi padanya, sekarang kau telah menyelamatkan nyawanya, ini sudah cukup untuk membalas budinya. Perguruan Qingcheng dan Biro Pengawalan Fu Wei sudah bermusuhan sejak beberapa generasi yang lalu, untuk apa kita mencampuri urusan mereka?' Adik kecil menurut. Kami segera kembali ke kota Fuzhou, disana kami melihat lebih dari sepuluh murid Qingcheng menjaga ketat Biro Pengawalan Fu Wei".

"Ini sangat aneh. Semua orang di kantor itu sudah lama tercerai berai, bahkan suami istri Lin juga sudah pergi, apa yang ditakuti Perguruan Qingcheng? Aku dan adik kecil jadi ingin tahu dan memutuskan untuk menyelidikinya. Kami pikir murid-murid Qingcheng begitu ketat menjaga tempat itu, sehingga tidak mudah untuk menyelinap masuk pada malam hari, maka sore itu, ketika mereka bertukar giliran jaga dan makan, kami masuk secepat kilat ke kebun sayur dan bersembunyi disana".

"Setelah itu kami mengintip keluar, kami melihat banyak murid Qingcheng sedang membuka laci dan membongkar peti, mengebor tembok dan menggali tanah, sepertinya seluruh kantor sudah diacak-acak dari depan sampai belakang. Di dalam kantor itu sendiri tidak sedikit terdapat berbagai barang berharga yang tak sempat dibawa, tapi orang-orang ini setelah menemukannya dengan enteng menaruhnya di samping, sama sekali tak memperlakukannya sebagai barang berharga. Saat itu kami berpikir bahwa mereka pasti sedang mencari barang yang sangat berharga, tapi apa itu?"

Tiga atau empat murid Huashan berkata, "Kitab Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan!"

Lao Denuo berkata, "Benar. Aku dan adik kecil pun berpikiran sama. Nampaknya, setelah mereka menduduki Biro Pengawalan Fu Wei, mereka cepat-cepat mencari kitab itu. Mereka kelihatan begitu sibuk sampai kepala mereka penuh keringat, namun jelas bahwa mereka telah berkerja keras tanpa hasil".

Lu Dayou bertanya, "Akhirnya mereka bisa menemukannya atau tidak?" Lao Denuo berkata, "Aku dan adik kecil ingin melihat hasilnya, akan tetapi orang-orang Perguruan Qingcheng ini sudah mencari ke segala penjuru, bahkan sampai kakus pun tak mereka lewatkan. Aku dan adik kecil tak bisa bersembunyi lagi, maka kami terpaksa menyelinap pergi".

Murid kelima Gao Genming bertanya, "Kakak kedua, kali ini Yu Canghai sendiri turun tangan, menurutmu apa ia tidak membesar-besarkan masalah kecil?"

Lao Denuo berkata, "Guru Ketua Yu telah dikalahkan oleh Lin Yuantu dengan Pedang Penakluk Kejahatan, apakah Lin Zhennan adalah keturunan yang tidak layak, atau bahkan lebih hebat dari ayah dan kakeknya, orang luar tak tahu keadaan yang sebenarnya. Kalau Ketua Yu cuma menyuruh beberapa murid untuk menyelesaikan masalah ini, tentunya agak kurang pantas. Ia turun tangan sendiri, setelah sebelumnya memimpin murid-muridnya berlatih ilmu pedang itu. Ia sudah bersiap-siap dahulu sebelum bertindak, sehingga tak bisa dibilang bahwa ia membesar-besarkan masalah kecil. Tapi aku lihat, ia datang ke Fuzhou, lebih untuk kitab pedang itu daripada untuk membalas dendam".

Murid keempat Shi Daizi berkata, "Kakak kedua, di Kuil Cemara Angin kau telah melihat mereka bersama-sama berlatih Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan, karena mereka sudah bisa menggunakan ilmu pedang ini, untuk apa sekarang mereka mencari kitab ilmu pedang itu? Mungkin mereka mencari benda lain".

Lao Denuo menggeleng, "Tak mungkin. Ketua Yu adalah tokoh berilmu tinggi, diluar rahasia ilmu silat, di dunia ini apa lagi yang lebih dianggap penting olehnya? Setelah itu, di Yushan di Jiangxi, aku dan adik kecil bertemu dengan mereka sekali lagi. Aku dengar Ketua Yu menyuruh semua murid dari Zhejiang, Guangdong dan tempat-tempat lain untuk datang melapor. Ia menanyai mereka apakah mereka sudah menemukan benda itu, wajahnya nampak khawatir, sepertinya mereka semua belum menemukannya".

Shi Daizi masih tak mengerti, ia mengaruk kepalanya, "Mereka jelas-jelas sudah bisa ilmu pedang itu, untuk apa mereka mencari kitab pedang itu lagi? Benar-benar aneh bin
ajaib!" Lao Denuo berkata, "Murid keempat, coba kau pikir-pikir, saat itu Lin Yuantu sudah bisa mengalahkan Zhang Qingzi, ilmu pedangnya pasti sangat tinggi. Tapi Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan yang diingat dan diajarkan Zhang Qingzi biasa-biasa saja dan tidak ada keanehannya, dan sekarang Ketua Yu juga melihat dengan mata kepalanya sendiri bahwa ilmu silat ayah beranak Lin sama sekali tidak ada apa-apanya.  Dalam masalah ini pasti ada sesuatu yang aneh". Shi Daizi bertanya, "Apanya yang aneh?" Lao Denuo berkata, "Tentunya dalam Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan keluarga Lin ada suatu rahasia. Walaupun jurus-jurus ilmu pedang itu biasa-biasa saja, namun kekuatannya bisa sangat besar, inilah rahasia yang tak dipahami Lin Zhennan".

Shi Daizi berpikir sejenak lalu menganggukkan kepalanya, "Rupanya begitu. Tapi rumus ilmu pedang biasanya hanya diajarkan dari mulut ke mulut oleh guru. Lin Zhennan sudah mati puluhan tahun yang lalu, ingin mencari peti matinya dan menggeledah mayatnya, juga tidak ada gunanya".

Lao Denuo berkata, "Rumus ilmu pedang perguruan kita diturunkan dari mulut ke mulut dari guru ke murid, tidak pernah ditulis, tapi ilmu silat perguruan atau keluarga lain belum tentu demikian".

Shi Daizi berkata, "Kakak kedua, tapi aku masih tidak mengerti. Masuk akal kalau sebelumnya mereka ingin mencari rahasia Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan itu, 'kenali dirimu kenali musuhmu, berperang seratus kali menang seratus kali', kalau mau mengalahkan Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan, harus mengerti dimana kunci rumusnya. Tapi sekarang Perguruan Qingcheng sudah membawa pergi suami istri Lin, baik kantor pusat maupun cabang Biro Pengawalan Fu Wei sudah mereka serang habis-habisan, apa belum cukup membalas dendam? Walaupun ada rumus rahasia di dalam Ilmu Pedang Pembasmi Kejahatan, untuk apa mereka mencarinya?"

Lao Denuo berkata, "Adik keempat, ilmu silat Perguruan Qingcheng, kalau dibandingkan dengan Perguruan Pedang Lima Puncak bagaimana?" Shi Daizi berkata, "Aku tak tahu". Setelah beberapa saat, ia berkata lagi, "Mungkin tak terlalu bagus". Lao Denuo berkata, "Tepat sekali. Mungkin tak terlalu bagus. Coba kau pikir, Ketua Yu itu orang yang angkuh dan ambisius, mungkinkah dia tak ingin menjagoi dunia persilatan? Kalau keluarga Lin benar-benar punya rumus rahasia yang bisa merubah jurus-jurus Ilmu Pedang Penakluk Kejahatan menjadi sangat kuat, dan kalau rumus rahasia itu dipakai bersama ilmu pedang Perguruan Qingcheng, apa yang akan terjadi?"

Shi Daizi terdiam sesaat, lalu tiba-tiba mengebrak meja dan bangkit berdiri seraya berteriak, "Aku mengerti sekarang! Ternyata Yu Canghai ingin membuat ilmu pedang Perguruan Qingcheng tanpa tanding!"

Saat itu, di jalanan terdengar suara langkah kaki, ada serombongan orang yang sedang berlari menuju kedai teh, gerakannya lincah, jelas-jelas orang dunia persilatan. Semua orang menoleh ke arah jalan, mereka melihat sepuluh orang lebih sedang berlari dengan cepat di tengah hujan deras.

Orang-orang itu semua mengenakan pakaian dari kulit yang diminyaki, setelah mereka mendekat, terlihat jelas bahwa mereka adalah serombongan biksuni. Yang berada paling depan adalah seorang biksuni yang sosoknya sangat jangkung, ia berdiri di depan kedai teh dan berseru dengan lantang, "Linghu Chong, keluar!"

* * *

Ketika Lao Denuo dan yang lain-lain melihat orang ini, mereka mengenalinya sebagai seorang biksuni yang nama agamanya adalah Dingyi, kepala Biara Awan Putih Perguruan Hengshan, adik seperguruan ketua Perguruan Hengshan Biksuni Dingxian. Ia tak hanya terkenal di kalangan Perguruan Hengshan, di dunia persilatan pun semua orang agak jeri kepadanya. Semua orang segera berdiri dan serentak menyoja dengan hormat. Lao Denuo berkata dengan lantang, "Hormat kami kepada paman guru[3]".

Sinar mata Biksuni Dingyi menyapu wajah semua orang yang ada disitu, dengan suara berat ia berseru, "Linghu Chong sembunyi di mana? Cepat serahkan dia padaku!" Suaranya agak lebih berat dari suara lelaki.

Lao Denuo berkata, "Lapor kepada paman guru, Kakak Linghu tidak ada disini. Murid dan kawan-kawan sejak tadi menunggunya disini, tapi sampai sekarang dia belum datang".

Lin Pingzhi berpikir, "Ternyata kakak pertama yang mereka bicarakan terus menerus itu bernama Linghu Chong. Orang ini benar-benar suka membuat onar, entah kenapa ia membuat biksuni tua ini tersinggung".

Sinar mata Biksuni Dingyi menyapu seluruh kedai teh itu, ketika pandangannya sampai ke wajah si gadis, ia berkata, "Bukankah kau Lingshan? Kenapa kau berdandan seram seperti ini, mau menakut-nakuti orang, ya?" Si gadis tersenyum, "Ada orang jahat yang membuatku susah, aku terpaksa berdandan seperti ini untuk menghindarinya".

Biksuni Dingyi mendengus, "Peraturan Perguruan Huashan kalian makin lama makin longgar, ayahmu selalu lemah terhadap murid-muridnya sehingga di luaran mereka berbuat onar. Setelah menyelesaikan masalah ini, aku sendiri akan naik ke Huashan untuk membicarakannya". Lingshan cepat-cepat berkata, "Paman guru, kau jangan sekali-kali pergi kesana. Baru-baru ini, kakak pertama dipukul ayah tiga puluh kali dengan tongkat, setelah dipukul ia tak bisa berjalan. Kalau kau bicara dengan ayahku, ia akan dipukul enam puluh kali, bukankah ini sama dengan memukuli dia sampai mati?" Biksuni Dingyi berkata, "Lebih cepat binatang ini dipukuli sampai mati lebih baik. Lingshan, kau jangan berbohong di depanku! Katamu Linghu Chong tak bisa berjalan? Kalau dia tak bisa berjalan, bagaimana dia bisa menculik murid kecilku?"

Setelah ia mengucapkan kata-kata itu, wajah semua murid Huashan menjadi pucat pasi. Lingshan begitu khawatir sehingga ia hampir menangis, ia cepat-cepat berkata, "Paman guru, tak mungkin! Kakak pertama memang suka ugal-ugalan, tapi pasti tak berani melecehkan kakak dari perguruanmu yang terhormat. Pasti ada orang yang membuat-buat cerita dan menghasut paman guru". Dingyi berkata dengan suara keras, "Kau masih menyangkal? Yiguang, orang Perguruan Taishan itu bicara apa kepadamu?"

Seorang biksuni setengah baya melangkah maju dan berkata, "Kakak-kakak dari Perguruan Taishan berkata, 'Ketika Pendeta Tiansong ada di kota Hengyang, ia melihat dengan mata kepala sendiri Kakak Linghu Chong bersama adik Yilin minum-minum di sebuah kedai arak. Kedai arak itu sepertinya bernama Kedai Huiyan. Adik Yilin jelas-jelas ditawan oleh Kakak Linghu Chong, ia tak berani tak ikut minum, raut wajahnya.......raut wajahnya sangat cemas. Bersama dia ada dua orang yang ikut minum-minum, ada si......si penjahat yang melakukan segala kejahatan Tian......Tian Boguang".

Dingyi sudah tahu terlebih dahulu tentang hal ini, saat itu ia sudah mendengar semuanya untuk kedua kalinya, tapi ia masih murka. Ia mengebrak meja keras-keras dengan telapaknya hingga dua mangkuk pangsit jatuh bergelontangan dan pecah berkeping-keping di lantai.

Rasa malu terpancar dari wajah masing-masing murid Huashan, air mata Lingshan berlinang-linang, ia berkata dengan suara gemetar, "Mereka pasti berbohong, atau......atau Paman Guru Tiansong keliru melihat orang". 

Dingyi berkata, "Memangnya Pendeta Tiansong dari Perguruan Taishan itu orang macam apa? Bagaimana ia bisa keliru melihat orang? Bagaimana ia bisa bicara sembarangan? Binatang Linghu Chong itu jelas-jelas berteman dengan penjahat Tian Boguang itu, bagaimana ia bisa terperosok sampai berubah menjadi seperti itu? Bahkan kalau gurumu melindungi dia, aku tak bisa mengampuninya dengan mudah. Si 'Kelana Tunggal Selaksa Li' Tian Boguang itu sering membuat gara-gara di dunia persilatan, aku si biksuni tua harus mengenyahkan dia dari kolong langit. Begitu mendengar berita itu aku langsung pergi kesana, tapi Tian Boguang dan Linghu Chong telah membawa lari dia! Aku......aku tak bisa menemukan dia......" Ketika ia berbicara sampai disini, suaranya menjadi parau, ia menghentakkan kakinya seraya berkata, "Ai, si bocah Yilin! Si bocah Yilin!"

Jantung semua murid Huashan berdebar-debar, masing-masing berpikir, "Kalau kakak pertama mengajak seorang biksuni murid Perguruan Hengshan minum-minum di kedai arak, merusak nama baik seseorang yang hidup membiara, ia telah melanggar peraturan perguruan, apalagi bergaul dengan orang macam Tian Boguang, hal ini membuat keadaan makin parah".  Setelah agak lama, Lao Denuo baru berkata, "Paman guru, mungkin Kakak Linghu dan Tian Boguang kebetulan bertemu, mereka sama sekali tak berteman. Beberapa hari belakangan ini Kakak Linghu mabuk berat, pikirannya kacau, melakukan apa-apa dalam keadaan mabuk, jangan dianggap serius......" Dingyi berkata dengan marah, "Kalau mabuk pun ia masih tiga puluh persen sadar, orang yang sudah dewasa, masa tak bisa membedakan mana yang baik dan yang buruk?" Lao Denuo berkata, "Baik, baik! Tapi kami tak tahu Kakak Linghu berada dimana, keponakan dan kawan-kawan ingin mencari dia, menegur dia sesuai dengan prinsip keadilan, setelah sebelumnya bersujud mohon ampun di hadapan paman guru, baru melapor pada guru supaya ia dihukum berat". Dingyi berkata dengan marah, "Apa aku harus mengantikan kalian mengurus kakakmu?" Tiba-tiba ia menjulurkan tangan, mencengkeram pergelangan tangan Lingshan. Pergelangan tangan Lingshan seperti dicengkeram gelang besi, "Ah!" Ia berseru dengan kaget, lalu berkata dengan suara gemetar, "Paman......paman guru!"

Dingyi berseru, "Kalian Perguruan Huashan telah membawa lari Yilin kami, untuk membalas, aku juga akan melarikan satu murid perempuan dari Perguruan Huashan. Kalau kalian melepaskan Yilin kami dan memulangkannya kepadaku, aku juga akan membebaskan Lingshan!" Ia berbalik, menyeretnya dan melangkah pergi. Lingshan merasa separuh tubuhnya dari pinggang ke atas kesemutan, badannya gemetar, ia hanya bisa tertatih-tatih mengikuti Dingyi ke jalan.

Lao Denuo dan Liang Fa serentak mengejar, menghadang di depan Biksuni Dingyi. Lao Denuo menyoja seraya berkata, "Paman guru, kakak pertama telah menyinggung paman guru, pantas saja paman guru marah. Akan tetapi sebenarnya masalah ini tidak ada hubungannya dengan adik kecil, mohon supaya paman guru sudi memberi ampun".

Dingyi berseru, "Baiklah, aku akan beri ampun". Tangan kanannya diangkat, lalu menyapu melintang.

Lao Denuo dan Liang Fa hanya merasakan angin kencang datang menyapu hingga mereka tak bisa menarik napas, lalu tubuh mereka terlempar ke belakang. Punggung Lao Denuo menabrak daun pintu sebuah toko yang berada di seberang kedai teh, "Brak!" Daun pintu itu patah menjadi dua, Liang Fa melayang ke arah pikulan penjual pangsit.

Tak lama kemudian ia menubruk pikulan penjual pangsit itu hingga terguling, kalau air mendidih di dalam panci menyiram tubuhnya, tentunya ia akan terluka parah. Orang tua penjual pangsit menjulurkan tangan kirinya untuk meyokong punggung Liang Fa sehingga Liang Fa langsung bisa berdiri dengan tegak.

Biksuni Dingyi berpaling, ia menatap orang tua penjual pangsit itu dan berkata, "Ternyata kau!" Orang tua itu tersenyum, "Benar, ini aku! Biksuni, kau terlalu cepat naik darah". Dingyi berkata, "Memangnya kenapa?"

Saat itu, di sudut jalan ada dua orang yang membawa payung dari kertas yang diminyaki dan membawa lentera, mereka berjalan dengan cepat menuju ke arah kedai teh sambil berseru, "Apakah beliau ini biksuni Perguruan Hengshan yang terhormat?" 

Dingyi berkata, "Aku tak berani menerima pujian itu. Dingyi dari Hengshan ada disini. Tuan siapa?"

Kedua orang itu berlari mendekat, nampak bahwa di lentera yang mereka bawa tertulis dua huruf merah yaitu 'Wisma Liu'. Orang yang paling depan berkata, "Aku menerima perintah guru untuk mengundang Paman Guru Dingyi dan para murid untuk makan malam di rumah kami yang sederhana. Aku belum mendapat berita tentang kedatangan para murid Hengshan, sehingga tidak sempat menyambut di pintu gerbang kota. Mohon maaf, mohon maaf!" Sambil berbicara mereka menyoja memberi hormat.

Dingyi berkata, "Tak usah banyak peradatan. Apakah kalian berdua murid Tuan Ketiga Liu?" Orang itu berkata, "Ya. Aku Xiang Danian, ini adik seperguruanku Mi Weiyi, hormat kami pada paman guru". Sambil berbicara ia bersama Mi Weiyi berdua memberi hormat dengan sungguh-sungguh. Ketika Dingyi melihat betapa sungguh-sungguhnya mereka memberi hormat, wajahnya langsung menjadi adem, katanya, "Baiklah, kami memang sedang akan pergi ke rumah kalian untuk mengunjungi Tuan Ketiga Liu".

Xiang Danian berkata pada Liang Fa dan kawan-kawan, "Dan anda sekalian adalah?" Liang Fa berkata, "Aku Liang Fa dari Huashan". Xiang Danian berkata dengan gembira, "Rupanya Kakak Ketiga Liang Fa dari Perguruan Huashan, sudah lama aku mengagumi nama besar anda. Mohon kalian semua bersama-sama pergi ke rumah kami yang sederhana. Guru kami menyuruh kami untuk menyambut para pahlawan dan orang gagah dari berbagai perguruan. Karena banyak orang yang datang, kami menjadi sangat lalai, sehingga menyinggung teman-teman. Kalian semua, mohon ikuti kami". 

Lao Denuo mendekati mereka dan berkata, "Kami bermaksud menunggu kakak pertama datang, lalu pergi ke rumah Tuan Ketiga Liu untuk mengucapkan selamat". Xiang Danian berkata, "Sepertinya anda adalah kakak kedua. Guru kami sering memuji para saudara seperguruan murid Paman Guru Yue dari Perguruan Huashan sebagai pahlawan. Kakak Linghu adalah seorang pendekar yang menonjol. Karena Kakak Linghu belum datang, lebih baik kalian pergi dahulu". Lao Denuo berpikir, "Adik kecil ditangkap oleh Paman Guru Dingyi, dan nampaknya ia tidak mau melepaskannya sehingga kami terpaksa menemaninya". Ia berkata, "Maaf kami telah merepotkan kalian". Xiang Danian berkata, "Kalian semua sudah bersusah payah datang ke Hengshan, kalian sudah membuat muka kami gilang gemilang, untuk apa harus sungkan-sungkan? Silahkan ikut kami! Silahkan ikut kami!".

Dingyi menunjuk si penjual pangsit, "Apa dia juga diundang?"

Xiang Danian melirik ke arah orang tua itu, tiba-tiba ia sadar lalu menyoja, "Rupanya Paman He dari Yandangshan sudah tiba, kami benar-benar kurang sopan. Mohon Paman He sudi mengunjungi rumah kami yang sederhana". Ia menerka bahwa orang tua penjual pangsit ini adalah He Sanqi, seorang jago dari Yandangshan di Zhejiang. Sejak kecil, orang ini mencari makan dengan berjualan pangsit. Setelah belajar ilmu silat, ia masih memikul pikulannya, berjualan pangsit sambil mengembara di dunia persilatan, pikulan pangsit itu adalah ciri khasnya. Walaupun ilmu silatnya tinggi, namun ia tak mencari kekayaan maupun kemasyuran, ia tetap mencari makan dari pekerjaannya semula yang sederhana. Semua orang dunia persilatan sangat menghormatinya. Di berbagai pasar dan lorong di kolong langit ini, ada berjuta penjual pangsit, namun penjual pangsit yang sekaligus jago dunia persilatan hanyalah He Sanqi seorang.

He Sanqi tertawa terbahak-bahak lalu berkata, "Merepotkan saja. Aku akan bereskan mangkuk pangsit yang ada di meja dulu". Lao Denuo berkata, "Aku punya mata tapi tak melihat Taishan[4], mohon maaf pada sesepuh". He Sanqi tersenyum, "Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Kalian membeli pangsitku yang kupakai untuk memberi makan anak istri, kenapa aku harus marah? Delapan mangkuk pangsit, satu mangkuk sepuluh kepeng, semuanya delapan puluh kepeng". Sambil berbicara ia menjulurkan telapak tangan kirinya.

Lao Denuo sangat malu, ia tidak tahu He Sanqi bercanda atau tidak. Dingyi berkata, "Kalau sudah makan pangsit, ya harus bayar. He Sanqi juga tidak bilang mau mentraktir kalian". He Sanqi tersenyum dan berkata, "Betul, daganganku ini cuma kecil-kecilan, harus langsung bayar, tak boleh kredit, walaupun keluarga atau teman". Lao Denuo berkata, "Baik, baik!" Tapi ia tak berani memberi terlalu banyak, saat memberikan delapan puluh keping kepeng itu, ia mengangsurkan kedua belah tangannya dengan sangat hormat. Setelah menerimanya, He Sanqi berbalik ke arah Dingyi dan menjulurkan tangannya sambil berkata, "Kau memecahkan dua mangkuk pangsitku dan dua sendok, semuanya empat belas kepeng, mohon ganti kerugian". Dingyi tersenyum, "Dasar pelit. Orang yang hidup membiara saja mau diperas. Yiguang, ganti kerugiannya". Yiguang mengambil empat belas kepeng dan juga mengangsurkan kedua belah tangannya untuk memberikannya dengan hormat. He Sanqi menerimanya, lalu memasukannya ke dalam tabung bambu yang tergantung di samping pikulannya. Ia mengangkat pikulan itu dan berkata, "Ayo berangkat!"

Xiang Danian berkata pada pelayan kedai teh, "Uang tehnya dihitung nanti saja, semua masukkan ke bon Tuan Ketiga Liu". Si pelayan kedai teh tersenyum, "Ha, rupanya tamu-tamu Tuan Ketiga Liu, ha, kami belum sempat mengundang kalian. Ha, ni jia masih mau memperhitungkan uang teh?"

* * *
Catatan Kaki
[1] Kakek dari pihak ibu.
[2] Ungkapan yang artinya 'murid menjadi lebih pandai dari gurunya'.
[3] Paman guru (shishu atau susiok dalam Bahasa Hokkian) adalah panggilan yang dipakai seorang junior kepada senior yang sepantaran dengan gurunya, tanpa memperdulikan apakah orang yang dipanggil itu lelaki atau perempuan.
[4] Simbol jagoan kelas wahid.

-- Bagian 2 

Xiang Danian mengambil payung dan memberikannya kepada masing-masing tamu, lalu memimpin rombongan di depan. Dingyi menyeret Lingshan, gadis dari Perguruan Huashan itu, ia berjalan berendeng dengan He Sanqi. Murid-murid Perguruan Hengshan dan Huashan mengikuti di belakang mereka.
 
Lin Pingzhi berpikir, "Lebih baik aku mengikuti mereka dari jauh, siapa tahu aku bisa menyelinap ke dalam rumah Liu Zhengfeng". Rombongan itu nampak berbelok di sudut jalan, ia pun segera melangkah menuju sudut jalan. Ia melihat rombongan itu berjalan ke arah utara, ia mengikuti mereka di tengah hujan deras dengan berjalan di bawah cucuran atap. Setelah melewati tiga jalan panjang, ia melihat bahwa di sebelah kiri nampak sebuah gedung besar. Pintu gerbangnya diterangi empat lentera besar. Sepuluh orang lebih berdiri di depan, ada yang membawa obor dan ada juga yang membawa payung, semuanya sibuk menyambut para tamu. Setelah Dingyi, He Sanqi dan yang lain-lain masuk, juga banyak tamu yang datang dari jalan.
 
Lin Pingzhi memberanikan diri dan melangkah menuju ke mulut gerbang. Saat itu sedang ada dua rombongan orang dunia persilatan yang dipimpin murid-murid Liu memasuki gerbang, tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Lin Pingzhi ikut mereka masuk. Para penyambut tamu hanya tahu bahwa dia adalah salah satu tamu yang datang memberi selamat, sambil tersenyum ramah, mereka berkata, "Silahkan masuk minum teh".
 
Ketika memasuki aula utama, ia mendengar suara ribut, lebih dari dua ratus orang duduk di dalamnya, saling mengobrol dan tertawa. Lin Pingzhi merasa tenang, pikirnya, "Disini begitu banyak orang, siapa yang akan memperhatikan aku, aku tinggal mencari murid-murid Perguruan Qingcheng yang jahat itu, supaya bisa mengetahui dimana ayah dan ibu berada". Di sudut aula yang gelap, ia duduk di samping sebuah meja kecil, tak lama kemudian, seorang pelayan datang mengantarkan teh hijau, makanan kecil dan handuk panas.
 
Ia memandang ke sekelilingnya, ia melihat murid-murid Hengshan duduk mengelilingi sebuah meja di sebelah kiri, sedangkan murid-murid Huashan duduk mengelilingi sebuah meja lain di sisinya, si gadis Lingshan juga duduk disitu, rupanya Dingyi telah membebaskannya. Tapi Dingyi dan He Sanqi tidak nampak di dalam. Lin Pingzhi mengawasi setiap meja, tiba-tiba hatinya terguncang, darah panas bergolak di dadanya, ia melihat Fang Renzhi, Yu Renhao dan serombongan orang duduk mengelilingi dua buah meja, jelas-jelas mereka adalah murid-murid Perguruan Qingcheng. Tapi ayah ibunya tidak berada diantara mereka, entah mereka ditahan dimana.
 
Lin Pingzhi merasa sedih sekaligus marah, dan juga sangat cemas, ia khawatir ayah ibunya telah dibunuh. Ia ingin duduk di meja yang bertetangga, agar bisa mencuri dengar percakapan mereka. Tapi ia mengurungkan niatnya dan berpikir lagi bahwa ia lebih baik bercampur baur dengan tamu-tamu lain. Kalau ia berbuat gegabah dan ditemukan oleh Fang Renzhi dan kawan-kawannya, tidak hanya semua usahanya selama ini akan sia-sia, namun ia juga bisa terbunuh.
 
Pada saat itu, tiba-tiba timbul keributan di mulut pintu, beberapa lelaki berbaju hijau mengusung dua buah daun pintu dan cepat-cepat masuk. Di atas daun pintu tergeletak dua orang, tubuh mereka diselimuti kain putih yang penuh darah segar. Begitu semua orang di aula itu melihatnya, mereka langsung menghampiri untuk melihat lebih jelas. Terdengar seseorang berkata, "Ini orang Perguruan Taishan!" "Pendeta Tiansong dari Perguruan Taishan terluka parah, tapi yang satu ini siapa?" "Ini murid ketua Perguruan Taishan, Pendeta Tianmen, marganya Chi, apa dia sudah mati?" "Sudah mati, kau lihat golok ini menembus dari dada sampai ke punggung, bagaimana bisa tidak mati?"
 
Di tengah suara keributan yang ditimbulkan semua orang itu, kedua orang itu, yang seorang mati dan yang seorang lagi terluka, diusung ke belakang aula, diikuti oleh banyak orang. Semua orang di aula itu saling berkomentar, "Pendeta Tiansong adalah seorang jago Perguruan Taishan, entah siapa yang berani menusuk dia sampai luka parah seperti ini?" "Kalau bisa menusuk Pendeta Tiansong sampai luka seperti ini, pasti ia adalah seorang jago yang ilmu silatnya lebih tinggi. Orang yang ilmunya tinggi tentu berani, apa anehnya".
 
Di tengah berbagai komentar yang dilontarkan orang-orang dalam aula besar itu, Xiang Danian buru-buru masuk dan mendatangi tempat dimana para murid Huashan duduk mengelilingi meja, ia berkata pada Lao Denuo, "Kakak Lao, guruku ingin bicara denganmu". Lao Denuo menjawab, "Baik!" Ia bangkit berdiri, mengikutinya masuk ke ruangan dalam, lalu melewati sebuah lorong panjang sampai ke ruang tamu.
 
* * *
 
Ia melihat ada lima kursi kehormatan yang diatur berjejer, namun empat diantaranya kosong, hanya di kursi yang menghadap ke timur duduk seorang pendeta Tao yang sosoknya tinggi besar dan wajahnya merah. Lao Denuo tahu bahwa lima kursi kehormatan itu disediakan untuk kelima ketua Perguruan Pedang Lima Puncak. Ketua empat perguruan, yaitu Songshan, Hengshan, Huashan dan Heng Shan, semua belum datang. Pendeta Tao berwajah merah itu adalah ketua Perguruan Taishan, Pendeta Tianmen. Di kedua sisinya duduk sembilan belas sesepuh dunia persilatan, Biksuni Dingyi dari Perguruan Hengshan, Yu Canghai dari Perguruan Qingcheng, He Sanqi dari Yandangshan di Zhejiang, semua ada disitu. Di sisi selatan duduk seseorang yang memakai jubah sutra berwarna merah tua, tubuhnya buntak, penampilannya seperti seorang kaya setengah baya, ia adalah sang tuan rumah Liu Zhengfeng. Lao Denuo terlebih dahulu memberi hormat kepada tuan rumah Liu Zhengfeng, lalu bersujud kepada Pendeta Tianmen dan berkata, "Murid Huashan Lao Denuo menghadap Paman Guru Tianmen".
 
Wajah Pendeta Tianmen dipenuhi nafsu membunuh, seakan amarah luar biasa yang terpendam dalam hatinya akan meledak. Tangan kirinya mengebrak keras-keras sandaran tangan kursi kehormatan yang didudukinya, ia berkata dengan lantang, "Mana Linghu Chong?" Suaranya ketika mengatakan kalimat itu sangat keras, benar-benar seperti petir yang menguncang separuh langit.
 
* * *
 
Semua orang di aula besar mendengar teriakannya yang ganas itu dari kejauhan, setiap orang sangat terkejut sehingga air muka mereka berubah.
 
Si gadis Lingshan berkata dengan kaget, "Kakak ketiga, mereka mencari kakak pertama lagi". Liang Fa mengangguk, tapi tak berbicara apa-apa, setelah beberapa saat, ia berkata dengan pelan, "Semua tetap tenang! Di aula besar ini berkumpul banyak orang gagah dari segala penjuru, jangan sampai orang memandang rendah Perguruan Huashan".
 
Lin Pingzhi berpikir, "Lagi-lagi mereka mencari Linghu Chong. Si tua bangka Linghu Chong ini telah membuat kekacauan yang tidak sedikit".
 
* * *
 
Telinga Lao Denuo terguncang hingga berdenging mendengar teriakan keras Pendeta Tianmen itu, ia berlutut di lantai untuk beberapa saat, lalu bangkit berdiri dan berkata, "Lapor kepada paman guru, rombongan kami berpisah dengan Kakak Linghu di Hengyang. Kami berjanji untuk bertemu di kota Hengyang, lalu bersama-sama datang ke rumah Paman Guru Liu untuk mengucapkan selamat. Sepertinya hari ini ia belum datang, tapi besok pasti akan datang".
 
Pendeta Tianmen berkata dengan marah, "Dia masih berani datang? Dia masih berani datang? Linghu Chong adalah murid pertama ketua Perguruan Huashan kalian, ia tergolong seorang tokoh dari perguruan aliran lurus yang terkemuka. Tak nyana dia malah bergaul dengan bandit besar pemetik bunga Tian Boguang, perampok dan pemerkosa yang tak segan-segan melakukan segala kejahatan itu, untuk apa dia berbuat seperti itu?"
 
Lao Denuo berkata, "Setahu murid, kakak pertama dan Tian Boguang belum pernah bertemu. Biasanya kakak pertama suka minum-minum, kemungkinan besar ia tak tahu teman minumnya itu Tian Boguang, ia tak sengaja ikut dia minum arak".
 
Pendeta Tianmen menghentakkan kakinya, ia bangkit dan berkata dengan geram, "Kau masih bicara sembarangan, masih membela bajingan Linghu Chong itu. Muridku Tiansong, kau......kau beritahu dia bagaimana kau terluka. Linghu Chong kenal atau tidak dengan Tian Boguang?"
 
Kedua daun pintu diletakkan di sisi barat, di atas daun pintu yang satu tergeletak sesosok mayat, di atas daun pintu yang lain terbaring seorang pendeta Tao berjenggot panjang, wajahnya pucat pasi, jenggotnya bersimbah darah segar, ia berkata dengan suara pelan, "Pagi hari ini.......aku......aku bersama keponakan Chi di Hengyang......Huiyan......Kedai Arak Huiyan, melihat Linghu Chong......juga ada Tian Boguang dan seorang biksuni kecil......" Berbicara sampai disini, ia sudah kehabisan napas.
 
Liu Zhengfeng berkata, "Kakak Tiansong, kau tak usah mengulangi ceritamu, aku akan mengatakan pada dia apa yang baru saja kau ceritakan kepada kami". Ia memalingkan kepala ke arah Lao Denuo dan berkata, "Keponakan Lao, kau dan Keponakan Linghu beserta saudara-saudara seperguruanmu sudah datang dari jauh untuk mengucapkan selamat kepadaku, aku merasa sangat berterima kasih kepada Kakak Yue dan keponakan semua. Hanya aku tidak mengerti bagaimana Keponakan Linghu bisa kenal dengan Tian Boguang. Kami akan menyelidiki kejadian yang sebenarnya, kalau Keponakan Linghu benar-benar bersalah, kita Perguruan Pedang Lima Puncak adalah satu keluarga, kita harus menasehati dia baik-baik......"
 
Pendeta Tianmen berkata dengan geram, "Menasehati dia baik-baik! Bersihkan perguruan, penggal kepalanya!"
 
Liu Zhengfeng berkata, "Kakak Yue selalu menjalankan peraturan perguruan dengan sangat ketat. Di dunia persilatan, reputasi Perguruan Huashan selalu nomor satu, hanya kali ini Keponakan Linghu agak keterlaluan".
 
Pendeta Tianmen berkata dengan gusar, "Kenapa kau masih memanggilnya 'keponakan'? Keponakan apa, kentut!"  Setelah selesai mengucapkan kalimat itu, ia merasa bahwa ia tak boleh mengucapkan kata-kata yang tak pantas di depan seorang biksuni seperti Dingyi, perbuatan itu sangat tak sesuai dengan kedudukannya sebagai guru besar sebuah perguruan. Tapi apa yang sudah diucapkan tak mungkin ditarik kembali, maka ia menghembuskan napas panjang untuk meredam amarahnya, lalu kembali duduk di kursi.
 
Lao Denuo berkata, "Paman Guru Liu, mohon paman guru beritahu kami mengenai apa yang terjadi sebenarnya".
 
Liu Zhengfeng berkata, "Baru saja Kakak Tiansong berkata, 'Pagi-pagi hari ini, dia dan murid Kakak Tianmen, Keponakan Chi Baicheng, minum arak di Kedai Arak Huiyan di Hengyang. Setelah mereka naik ke loteng kedai, mereka melihat tiga orang sedang makan dan minum disana. Ketiga orang ini adalah si maling cabul Tian Boguang, Keponakan Linghu dan murid Biksuni Dingyi, biksuni kecil Yilin. Pada awalnya Kakak Tiansong tidak mengenali ketiga orang itu, hanya dari warna baju mereka ia tahu bahwa salah satunya adalah murid Perguruan Huashan, dan yang satu lagi adalah murid Perguruan Hengshan. Biksuni Dingyi, mohon jangan marah, Keponakan Yilin dipaksa orang, ia tidak mau berada disana, hal itu jelas terlihat. Kakak Tiansong berkata, orang ketiga adalah seorang lelaki berumur tigapuluhan tahun yang memakai baju kembang-kembang, tapi ia tidak tahu orang ini siapa. Setelah itu ia mendengar Keponakan Linghu berkata, 'Kakak Tian, walaupun ilmu ringan tubuhmu tak tertandingi di kolong langit ini, tapi kalau kau bernasib buruk, walaupun ilmu ringan tubuhmu tinggi, kau juga tak bisa melarikan diri'. Karena marganya Tian dan katanya ilmu ringan tubuhnya tak tertandingi di kolong langit, dia pasti si 'Kelana Tunggal Selaksa Li' Tian Boguang. Kakak Tiansong membenci kejahatan seperti seorang musuh. Ketika ia melihat mereka minum-minum bertiga satu meja, ia jadi naik darah".
 
Lao Denuo menjawab, "Benar!" Ia berpikir, "Di loteng kedai Huiyan, tiga orang minum-minum bersama, yang seorang adalah maling cabul yang terkenal jahat, yang seorang lagi adalah seorang biksuni kecil yang hidup membiara, tapi orang ketiga adalah murid pertama Perguruan Huashan kita. Benar-benar aneh bin ajaib".
 
Liu Zhengfeng berkata, "Setelah itu mereka mendengar Tian Boguang berkata, "Aku Tian Boguang datang dan pergi sesuka hatiku, mengacaukan seluruh kolong langit, kenapa harus banyak pikir? Biksuni kecil ini, karena kita sudah melihatnya, biar saja dia menemani kita disini......' "
 
Ketika Liu Zhengfeng berkata sampai disini, Lao Denuo melirik ke arahnya, dan juga memperhatikan Pendeta Tiansong, rasa curiga terbayang di wajahnya. Liu Zhengfeng langsung mengerti, ia berkata, "Kakak Tiansong terluka parah, ia tidak bisa bicara dengan sejelas ini, aku menambahkan satu dua kata, namun garis besarnya tidak salah. Kakak Tiansong, benar tidak?" Pendeta Tiansong berkata, "Be......benar. Tidak salah......tidak.......tidak salah!"
 
Liu Zhengfeng berkata, "Saat itu Keponakan Chi Baicheng sudah tak bisa menahan diri lagi, ia mengebrak meja sambil memaki, 'Kau ini maling cabul Tian Boguang bukan? Semua orang di dunia persilatan akan membunuhmu dengan senang hati, tapi kau malah membual sesuka hatimu disini. Apa kau sudah bosan hidup?' Ia menghunus senjatanya dan maju bertarung. Namun sayangnya ia dibunuh oleh Tian Boguang. Nyawa seorang pendekar muda hilang di tangan orang jahat, sangat menyedihkan. Kakak Tiansong segera maju berlaga, ia menjunjung tinggi keadilan, selalu siap untuk membunuh orang jahat. Setelah bertarung seratus jurus lebih, ia kurang berhati-hati, dan secara tak disangka-sangka termakan akal busuk Tian Boguang, dadanya terkena tikam golok. Akan tetapi setelah itu Keponakan Linghu malah duduk bersama maling cabul Tian Boguang itu minum arak. Ia benar-benar tak memperdulikan rasa setia kawan diantara perserikatan Perguruan Pedang Lima Puncak kita. Oleh karena itu Kakak Tiansong sangat marah".
 
Pendeta Tianmen berkata dengan gusar, "Rasa setia kawan perserikatan Perguruan Pedang Lima Puncak apa, hah, hah! Bagi kita orang yang mempelajari ilmu silat, batas diantara yang benar dan yang salah harus jelas. Bersama maling cabul macam ini......maling cabul macam ini......" Ia begitu marah hingga wajahnya merah padam, setiap helai rambut di jenggotnya seakan berdiri tegak. Tiba-tiba dari balik pintu terdengar seseorang berkata, "Guru, murid hendak melaporkan sesuatu". Pendeta Tianmen mengenali suara itu sebagai suara muridnya, maka ia berkata, "Masuk! Ada apa?"
 
Seorang lelaki berusia tiga puluhan tahun masuk ke dalam ruangan, pertama-tama ia memberi hormat pada tuan rumah Liu Zhengfeng, lalu ia memberi hormat kepada para sesepuh yang lain, setelah itu ia berpaling kepada Pendeta Tianmen dan berkata, "Guru, Paman Guru Tianbai menyampaikan berita bahwa dia memimpin para murid perguruan kita untuk mencari kedua maling cabul Tian Boguang dan Linghu Chong di Hengyang, tapi masih belum menemukan jejak mereka......"
 
Ketika Lao Denuo mendengar bahwa secara mengejutkan kakak pertamanya juga digolongkan sebagai 'maling cabul', ia sangat malu, tapi sang kakak pertama memang benar-benar bersama Tian Boguang, jadi apa yang bisa ia katakan?
 
Murid Taishan itu melanjutkan berbicara, "Tapi diluar Kota Hengyang, ditemukan sesosok mayat, di perutnya tertancap sebilah pedang, pedang itu milik si maling cabul Linghu Chong......" Pendeta Tianmen bertanya dengan cemas, "Siapa yang mati?" Tatapan mata orang itu berpindah ke arah Yu Canghai, ia berkata, "Ia adalah seorang kakak dari perguruan Ketua Yu, waktu itu kami tidak mengenalinya, setelah jenazah itu dipindahkan ke kota Hengshan, baru ada orang yang mengenalinya, ternyata ia adalah Kakak Luo, Luo Renjie......"
 
"Ah!" ujar Yu Canghai, ia bangkit berdiri dan berkata, "Dia adalah Renjie? Jenazahnya dimana?"
 
Dari balik pintu terdengar seseorang menyela, "Disini". Yu Canghai merasa sangat
terpukul, orang yang mati itu ialah Luo Renjie, salah satu dari keempat murid utama perguruannya yang dijuluki 'Empat Ksatria Qingcheng', namun ia tetap tenang. Ia berkata, "Mohon supaya keponakan membawa masuk jenazahnya". Di balik pintu seseorang menjawab, "Baik!" Dua orang mengusung sebuah daun pintu dan membawanya masuk. Kedua orang itu yang satu adalah murid Perguruan Heng Shan, sedangkan yang satu lagi murid Perguruan Qingcheng.
 
Di perut mayat yang tergeletak di atas daun pintu itu tertancap sebuah pedang tajam. Pedang yang tertancap di perut orang mati itu tertusuk miring. Pedang itu panjangnya tiga chi, namun bagian yang berada di luar tubuh mayat itu hanya tiga cun lebih. Ujung pedang menembus tenggorokan mayat itu. Jurus yang menikam dari bawah secara kejam seperti ini sungguh jarang ditemui di dunia persilatan. Yu Canghai mengumam, "Linghu Chong, hah, Linghu Chong, kau.......kau begitu kejam".
 
Murid Perguruan Taishan itu berkata, "Paman Guru Tianbai mengirim orang untuk menyampaikan berita bahwa lebih baik kalau satu atau dua orang paman guru disini membantunya untuk mencari kedua maling cabul itu". Dingyi dan Yu Canghai serentak berkata, "Kami akan pergi!"
 
Saat itu dari balik pintu terdengar suara yang lembut dan merdu, suara itu berseru, "Guru, aku sudah pulang!"
 
Air muka Dingyi tiba-tiba berubah, ia berkata dengan lantang, "Apa itu kau, Yilin? Cepat masuk kesini!"
 
Semua orang serentak memandang ke mulut pintu, mereka ingin melihat seperti apa rupa biksuni kecil yang tanpa malu-malu minum-minum di kedai arak bersama dua orang maling cabul yang sangat jahat itu.
 
* * *
 
Tirai yang menutupi pintu terbuka, mata semua orang tiba-tiba seakan disinari cahaya terang, seorang biksuni kecil berjalan tanpa suara masuk ke dalam ruang tamu itu. Wajahnya begitu cantik dan halus, raut mukanya bercahaya, benar-benar seorang wanita cantik yang kecantikannya sukar ditandingi. Ia masih berumur enam atau tujuh belas tahun, sosok tubuhnya luwes dan anggun, walaupun tubuhnya dibalut oleh jubah hitam yang longgar, namun jubah itu tak dapat menyembunyikan pembawaannya yang halus dan lemah gemulai. Ia berjalan ke hadapan Dingyi, lalu dengan luwes memberi hormat, serunya, "Guru......" Baru saja kata itu terucap, tiba-tiba tangisnya meledak.
 
Dengan wajah tenang Dingyi berkata, "Kau......kau baik-baik saja? Bagaimana kau bisa pulang?"
 
Yilin berkata sambil menangis, "Guru, kali ini murid......kali ini hampir saja tak bisa bertemu dengan guru lagi". Suaranya ketika berbicara begitu manis dan menawan. Sepasang tangannya yang panjang dan langsing mencengkeram lengan baju Dingyi, kulitnya begitu putih hingga seakan tembus pandang. Semua orang mau tak mau berpikir, "Wanita secantik ini, kenapa jadi biksuni?"
 
Yu Canghai melirik ke arahnya, lalu tak memandangnya lagi karena pandangannya terpaku pada pedang yang tertancap di mayat Luo Renjie. Ia melihat bahwa rumbai sutra berwarna hijau yang menempel di gagang pedang itu melambai-lambai ditiup angin, dan di bagian mata pedang yang dekat dengan gagang pedang, terukir lima huruf kecil yaitu 'Linghu Chong Huashan'. Pandangan matanya berpindah, ia melihat bahwa pedang yang tergantung di pinggang Lao Denuo persis sama, juga memiliki rumbai hijau yang melambai-lambai. Tiba-tiba ia mendekat, tangan kirinya dengan cepat terjulur, menikam ke arah sepasang mata Lao Denuo, jarinya bergerak secepat angin, dalam sekejap ujung jarinya telah menyentuh kelopak matanya.
 
Lao Denuo sangat terkejut, ia cepat-cepat melancarkan jurus 'Menyalakan Api Menyangga Langit', ia mengangkat tangannya tinggi-tinggi untuk menangkis. Yu Canghai tertawa dingin, tangan kirinya membuat gerakan melingkar yang sangat kecil, lalu mencengkeram sepasang tangan Lao Denuo dengan telapaknya, disusul dengan tangan kanannya yang terjulur, "Wus!" Pedang di pinggang Lao Denuo pun terhunus. Sepasang tangan Lao Denuo terkunci di telapak lawan, ia meronta, namun lawan sama sekali tak bergeming. Ujung pedangnya sendiri menuding ke arah dadanya, ia berteriak kaget, "Tak......tak ada hubungannya denganku!"
 
Yu Canghai memandang mata pedang itu, ia melihat bahwa di permukaannya terukir lima huruf yaitu 'Huashan Lao Denuo', bentuk dan ukuran hurufnya persis sama dengan yang terdapat di pedang satunya. Ia menurunkan pergelangan tangannya sehingga ujung pedang menuding ke perut Lao Denuo, lalu berkata dengan suara yang mendirikan bulu roma, "Jurus yang menusuk miring ke atas ini adalah jurus yang mana dari ilmu pedang Perguruan Huashanmu yang terhormat?"
 
Keringat dingin bercucuran di dahi Lao Denuo, dengan suara gemetar ia berkata, "Dalam ilmu pedang Perguruan Huashan kami......tidak......tidak ada jurus semacam itu".
 
Yu Canghai berpikir, "Jurus yang membunuh Renjie ini, gerakan pedangnya menusuk perut sampai tembus ke tenggorokan, apakah Linghu Chong membungkukkan tubuhnya, lalu menusuk dari bawah? Setelah membunuh orang, kenapa ia tak mencabut pedangnya? Apakah ia sengaja meninggalkan bukti? Apakah dia punya maksud untuk menantang Perguruan Qingcheng?" Tiba-tiba terdengar suara Yilin berkata, "Paman Guru Yu, jurus Kakak Linghu ini sepertinya bukan jurus Perguruan Huashan".
 
Yu Canghai berbalik, wajahnya seperti diselimuti es, ia berkata kepada Biksuni Dingyi, "Biksuni, kau telah mendengar perkataan muridmu yang pandai ini, ia memanggil maling cabul itu sebagai apa?"
 
Dingyi berkata dengan gusar, "Memangnya aku tak punya kuping? Sampai harus kau ingatkan?". Ketika ia mendengar Yilin memanggil Linghu Chong sebagai 'Kakak Linghu' ia sudah merasa kesal. Kalau saja Yu Canghai menunggu sejenak sebelum mengucapkan kata-kata itu, ia sendiri sudah akan menegur Yilin, namun tak nyana Yu Canghai telah berbicara terlebih dahulu, apalagi cara berbicaranya juga kasar, maka ia malah berbalik melindungi muridnya. Ia berkata, "Dia cuma asal bicara saja, memangnya kenapa?" Kita anggota Perguruan Pedang Lima Puncak menjadi saudara demi perserikatan, diantara kelima perguruan kita, semua adalah saudara seperguruan,  apanya yang aneh?"
 
Yu Canghai tersenyum dan berkata, "Baik, baik!" Ia mengerahkan tenaga yang tersimpan di dantian dan mengeluarkannya dari tangan kirinya untuk mendorong Lao Denuo. "Buk!" Dengan keras ia menubruk tembok, plester atap rumah pun langsung berguguran. Yu Canghai berkata dengan lantang, "Menurut kalian apa bagusnya orang ini? Di sepanjang jalan ia sembunyi-sembunyi memata-mataiku, apa maksudnya sebenarnya?"
 
Setelah Lao Denuo didorong olehnya, seluruh organ dalam tubuhnya seakan jungkir balik, ia menjulurkan tangannya untuk bertumpu pada tembok, ia merasa kedua lututnya lemas tak bertenaga seperti sehelai benang basah, ia ingin duduk di tanah, namun berusaha sekuat tenaga untuk tetap berdiri. Ketika ia mendengar Yu Canghai berkata demikian, diam-diam ia mengeluh, "Ternyata ketika aku dan adik kecil memata-matai mereka, kami meninggalkan jejak, sehingga pendeta kerdil yang licik ini tahu".
 
Dingyi berkata, "Yilin, kemarilah, bagaimana kau bisa bisa jatuh ke tangan mereka? Katakanlah secara jelas kepada guru". Seraya berbicara ia menarik tangannya dan membawanya keluar ruang tamu. Semua orang jelas-jelas mengerti bahwa seorang biksuni yang begitu cantik tanpa tanding seperti ini, apabila jatuh ke tangan Tian Boguang si maling cabul pemetik bunga, bagaimana bisa tetap menjaga kesuciannya? Mengenai hal-hal tertentu, ia tidak mau membeberkannya di depan orang lain, maka Biksuni Dingyi harus mengajak dia ke tempat dimana tidak ada orang lain, baru menanyainya secara tuntas.
 
Tiba-tiba berkelebat sebuah bayangan hijau, dengan secepat kilat, Yu Canghai telah berada di depan pintu dan menutupi jalan keluar mereka, katanya, "Masalah ini menyangkut nyawa dua orang, mohon minta Biksuni Yilin untuk berbicara disini". Ia berhenti sejenak, lalu berkata lagi, "Keponakan Qi Baicheng adalah orang Perguruan Pedang Lima Puncak, semua murid lima puncak adalah saudara seperguruan, ketika ia dibunuh Linghu Chong, mungkin Perguruan Taishan tidak tersinggung. Akan tetapi muridku Luo Renjie ini tidak pantas memanggil Linghu Chong saudara seperguruannya".
 
Dingyi adalah seseorang yang berkepribadian kuat, biasanya, bahkan kakak seperguruannya Dingjing dan Ketua Dingxian juga agak mengalah padanya, bagaimana ia bisa membiarkan Yu Canghai menghalangi jalannya dan menyindirnya? Ketika ia mendengar perkataan itu, kedua alisnya pun langsung terangkat.
 
Liu Zhengfeng sudah lama tahu tentang sifat Biksuni Dingyi yang berangasan, begitu melihat sepasang alisnya terangkat, ia memperkirakan bahwa akan terjadi pertarungan. Pada saat ini, ia dan Yu Canghai adalah sama-sama jago kelas satu di dunia persilatan, kalau mereka berdua bertarung, keadaan akan menjadi sangat runyam. Ia langsung melangkah ke depan, menjura, lalu berkata, "Kalian berdua telah sudi berkunjung ke rumahku yang sederhana ini, kalian semua adalah tamu-tamuku yang terhormat, mohon pandang mukaku yang tak berarti ini, mohon jangan merusak persahabatan. Ini semua adalah akibat si Liu ini yang tak becus melayani tamu". Sambil berbicara ia berkali-kali menjura.
 
"Ha!" Dingyi tertawa, "Perkataan Tuan Ketiga Liu sangat lucu. Aku sendiri yang marah pada si hidung kerbau ini, apa hubungannya denganmu? Dia melarang aku pergi, tapi aku tetap akan pergi. Kalau ia tidak menghalangi jalanku, aku juga tidak keberatan tinggal disini".
 
Yu Canghai sebenarnya juga agak jeri pada Dingyi, kalau ia berkelahi dengannya, ia tidak sepenuhnya yakin akan menang. Lagipula, walaupun kakak seperguruannya Dingxian ramah kepada orang, semua orang tahu bahwa ilmu silatnya tinggi. Kalaupun hari ini ia bisa menang terhadap Dingyi, kakak seperguruannya sang ketua tak akan melepaskannya begitu saja. Lagipula, Perguruan Hengshan adalah salah satu dari Perguruan Pedang Lima Puncak, kelima perguruan itu sama-sama berjaya atau sama-sama runtuh, kalau ia menyinggung Perguruan Hengshan akan timbul masalah yang tiada habisnya di masa depan, maka ia segera tertawa terbahak-bahak dan berkata, "Aku hanya berharap Biksuni Yilin mau menceritakan kejadian yang sebenarnya di hadapan kita semua. Siapakah Yu Canghai ini hingga berani menghalangi jalan ketua Biara Awan Putih dari Perguruan Hengshan?" Sembari berbicara sosok tubuhnya berkelebat, kembali ke tempat duduknya.
 
Dingyi berkata, "Bagus kalau kau tahu hal itu". Ia menarik tangan Yilin dan membawanya kembali ke tempat duduknya semula, lalu bertanya, "Pada hari itu setelah kau terpisah dengan yang lainnya, apa yang terjadi setelah itu?" Ia khawatir Yilin yang masih muda dan tak berpengalaman akan mengatakan hal-hal yang bisa mempermalukan dirinya dan perguruannya sendiri, maka ia cepat-cepat menambahkan, "Hanya ceritakan yang penting saja, yang tak ada hubungannya tak perlu diketahui".
 
Yilin menjawab, "Baik! Murid tidak melakukan sesuatu yang melanggar perintah guru,  tapi Tian Boguang penjahat itu, penjahat itu......dia......dia......dia......" Dingyi mengangguk, "Baiklah. Kau tak usah cerita, aku sudah tahu semuanya. Aku harus membunuh dua maling cabul Tian Boguang dan Linghu Chong itu untuk melampiaskan amarahmu......"
 
Yilin membuka sepasang matanya yang bening, raut wajahnya memperlihatkan rasa terkejut, ia berkata, "Kakak Linghu? Dia......dia......" Tiba-tiba air matanya berlinang, ia berkata sambil tersedu-sedan, "Dia......dia sudah mati!"
 
Ketika semua orang mendengarnya, mereka terkejut. Begitu Pendeta Tianmen mendengar bahwa Linghu Chong sudah mati, amarahnya pun langsung padam, ia bertanya, "Bagaimana dia bisa mati? Siapa yang membunuhnya?"
 
Yilin berkata, "Ia adalah......orang jahat.....orang jahat dari Perguruan Qingcheng". Ia menunjuk ke arah mayat Luo Renjie.
 
Yu Canghai mau tak mau merasa bangga, ia berkata dalam hati, "Ternyata bajingan Linghu Chong itu dibunuh oleh Luo Renjie. Boleh dibilang mereka bertarung sampai mati. Bagus. Si bocah Luo Renjie itu, dari dahulu aku sudah tahu bahwa dia punya keberanian, benar-benar tidak membuat malu nama Perguruan Qingcheng kita". Ia menatap Yilin, lalu tertawa sinis, "Jadi anggota Perguruan Pedang Lima Puncak semua orang baik, sedangkan anggota Perguruan Qingcheng kami semua orang jahat?"
 
Yilin berkata sambil menangis, "Aku......aku tak tahu. Aku bukan berbicara tentang Paman Guru Yu, hanya berbicara tentang dia". Sembari berbicara ia lagi-lagi menunjuk ke arah mayat Luo Renjie.
 
Dingyi berkata kepada Yu Canghai, "Untuk apa kau menakut-nakuti anak kecil? Yilin, tak usah takut. Kenapa orang ini jahat? Ceritakanlah semuanya. Guru ada disini, siapa yang berani membuatmu susah?" Sambil berbicara ia menatap Yu Canghai.
 
Yu Canghai berkata, "Orang yang hidup membiara tidak boleh berdusta. Biksuni kecil, apa kau berani bersumpah atas nama Bodhisatwa Guanyin?" Ia khawatir Yilin telah menerima hasutan gurunya, sehingga ia akan mengatakan bahwa perbuatan Luo Renjie sangat buruk. Karena muridnya ini sudah mati dalam pertarungan habis-habisan dengan Linghu Chong, mati tanpa ada saksi lain, maka hanya akan ada kesaksian Yilin semata.
 
.
 
 
Yilin berkata, "Aku sudah pasti tak berani berdusta kepada guru". Setelah itu ia bersujud ke arah luar dan menangkupkan tangannya, lalu berkata sambil menunduk, "Murid Yilin melapor kepada guru dan paman guru sekalian, aku sama sekali tidak berani mengatakan satu kata pun yang tidak benar. Bodhisatwa Guanyin yang mahakuasa akan menyaksikan perkataanku".
 
Semua mendengar bahwa ia mengatakan hal itu dengan tulus, ditambah lagi dengan penampilannya yang halus dan menawan, maka mereka mempunyai pandangan yang baik terhadapnya. Saat itu, seorang sastrawan berjenggot hitam yang sejak tadi mendengarkan di sisinya tanpa mengatakan sepatah kata pun, menyela, "Karena biksuni kecil sudah bersumpah seperti ini, tentunya bisa dipercaya oleh siapa pun". Dingyi berkata, "Hidung kerbau, sudah dengar belum? Tuan Wen saja sudah berkata begini, apakah dia masih bisa berbohong?" Ia tahu bahwa sastrawan berjenggot hitam ini  bermarga Wen, semua orang memanggilnya Tuan Wen, namun ia tak tahu nama kecilnya. Ia hanya tahu bahwa ia orang Shanxi selatan, keahliannya menggunakan sepasang kuas tulis sudah mencapai kesempurnaan, dan ia juga ahli menotok jalan darah.
 
Mata semua orang menatap wajah Yilin, akan tetapi melihat wajahnya yang cantik dan bercahaya bagai permata atau batu kumala yang indah, suci murni dan sempurna, bahkan Yu Canghai juga berpikir, "Sepertinya biksuni kecil ini tidak bisa berbohong". Seluruh ruang tamu itu sunyi senyap, menunggu Yilin mulai berbicara.
 

Terdengar ia berkata, "Kemarin siang, aku mengikuti guru dan saudari-saudari seperguruan lain ke Hengyang, setelah setengah jalan, turun hujan. Ketika turun gunung, aku terpeleset. Aku berpegangan pada tebing gunung hingga tanganku penuh lumpur dan lumut. Setelah tiba di kaki gunung, aku pergi ke sebuah kali untuk mencuci tangan. Tiba-tiba, di sisi bayanganku di air kali muncul bayangan seorang lelaki. Aku kaget dan cepat-cepat berdiri, namun punggungku terasa sakit, ternyata telah kena ditotok olehnya. Aku sangat takut dan hendak berteriak memanggil guru untuk menyelamatkanku, tapi aku sudah tak bisa bersuara. Orang itu mengangkatku, setelah berjalan beberapa zhang, ia melepaskanku di sebuah gua. Aku sangat takut, namun aku sama sekali tak bisa bergerak dan tak bisa bersuara. Setelah beberapa saat, aku mendengar tiga kakak yang memanggilku dari tiga tempat yang berbeda, 'Yilin, Yilin, kau ada dimana?' Orang itu cuma tertawa, lalu berbisik, 'Kalaupun mereka bisa mencari sampai kesini, aku bisa menangkap mereka semua!' Setelah ketiga kakak itu mencari-cari selama beberapa saat, mereka pergi ke arah lain.
 
Setelah agak lama, orang itu mendengar bahwa ketiga kakak sudah pergi jauh, lalu ia membuka jalan darahku yang tertotok. Aku langsung berlari keluar gua, tapi orang itu gerakannya jauh lebih cepat dariku. Aku cepat-cepat melangkah keluar, tak nyana ia sudah menghadang di mulut gua. Aku memukul dadanya, namun orang itu tertawa terbahak-bahak dan berkata, 'Kau mau lari, ya?' Aku cepat-cepat melompat kebelakang dan menghunus pedang untuk menusuk dia. Tapi aku berpikir bahwa orang ini tidak melukaiku, orang yang hidup membiara harus bersikap welas asih, untuk apa melukai dia? Bagi kami umat Buddha, membunuh orang adalah larangan utama, oleh karena itu, aku tidak jadi menikam. Aku berkata, 'Untuk apa kau menahan aku? Kalau kau tak melepaskan aku, aku......aku akan menusukmu dengan pedang ini' ".
 
Orang itu cuma tertawa, 'Biksuni kecil, hati nuranimu sangat lembut. Kau tak ingin membunuh aku, benar tidak?' Aku berkata, 'Aku tidak bermusuhan denganmu, untuk apa aku membunuhmu?' Orang itu berkata, 'Bagus sekali. Ayo duduk-duduk sambil mengobrol'. Aku berkata, 'Guru dan kakak-kakak sedang mencariku, lagipula guru melarang aku bicara dengan laki-laki yang tak kukenal'. Orang itu berkata, 'Kau sudah terlanjur bicara denganku, mau bicara sedikit atau bicara banyak, apa bedanya?' Aku berkata, 'Cepat bebaskan aku. Apa kau tak tahu guruku sangat lihai? Kalau beliau melihat kau kurang ajar seperti ini, mungkin ia akan mematahkan kedua kakimu'. Dia berkata, 'Kalau kau mau mematahkan kedua kakiku, aku akan membiarkan kau mematahkannya. Gurumu sudah tua, aku tak doyan......' "
 
Dingyi berkata dengan lantang, "Ngawur! Omongan gila seperti itu juga kau ingat-ingat".
 
Semua orang hampir tak bisa menahan tawa, tapi karena Biksuni Dingyi ada di tempat itu, tak ada yang berani tersenyum sedikitpun. Semuanya berusaha untuk tetap kelihatan serius.
 
Yilin berkata, "Dia memang berkata begitu". Dingyi berkata, "Baiklah. Omongan gila seperti itu tidak ada artinya, tidak usah disinggung-singgung, kau cukup menceritakan tentang bagaimana kau bertemu dengan Linghu Chong dari Perguruan Huashan saja".
 
Yilin berkata, "Baik. Orang itu juga berbicara macam-macam, dan tak mengizinkan aku keluar, katanya aku......aku cantik, ia ingin aku menemaninya tidur......" Dingyi berkata dengan lantang, "Berhenti bicara! Anak kecil bicaranya sembarangan, masa perkataan seperti itu juga kau sampaikan?" Yilin berkata, "Dia yang bicara begitu. Aku tak bisa menurutinya, dan juga tidak menemani dia tidur......" Dingyi berkata dengan suara yang lebih keras lagi, "Tutup mulut!"
 
Pada saat itu, murid Perguruan Qingcheng yang mengusung masuk mayat Luo Renjie tak bisa menahan diri lagi, akhirnya ia kelepasan tertawa. Dingyi merasa gusar, ia mengambil beberapa cawan teh dan melemparkannya ke arah orang itu. Ketika melemparkan cawan teh itu, ia memakai ilmu tenaga dalam simpanan Perguruan Hengshan, hingga lemparannya kuat dan tepat. Murid Qingcheng itu tak sempat menghindar, secawan teh panas itu menyiram wajahnya hingga ia berteriak kesakitan.
 
Yu Canghai berkata dengan marah, "Muridmu yang bicara, tapi muridku tidak boleh tertawa? Keterlaluan!"
 
Dingyi berkata sambil melotot, "Dingyi dari Perguruan Hengshan memang sudah puluhan tahun keterlaluan, kau baru tahu sekarang, ya?" Sambil berbicara ia memungut cawan teh yang sudah kosong, ia hendak melemparkannya ke arah Yu Canghai. Yu Canghai memandang ke depan, tapi tidak memandang ke arahnya, ia malah membalikkan tubuhnya. Dingyi melihat wajahnya begitu percaya diri, dan juga tahu bahwa ilmu silat ketua Perguruan Qingcheng itu tinggi, maka ia tidak berani gegabah. Dengan perlahan, ia menaruh mangkuk itu dan berkata pada Yilin, "Teruskan ceritamu. Hal-hal yang tak penting tak usah kau ceritakan".
 
Yilin berkata, "Baik, guru. Setiap kali aku ingin keluar gua, orang itu selalu menghalangiku. Aku melihat hari sudah gelap, hatiku sangat khawatir. Aku mengangkat pedang hendak menikam dia. Guru, murid tidak berani melanggar pantangan membunuh, aku tidak benar-benar ingin membunuh dia, cuma ingin menakut-nakutinya.  Aku memakai jurus 'Jarum Emas Menangkal Bahaya', tapi aku tak menduga bahwa tangan kirinya akan terjulur memegang......memegang tubuhku. Aku kaget dan cepat-cepat menghindar, namun pedang yang berada di tanganku diambil olehnya. Ilmu silat orang itu sangat lihai, tangan kanannya memegang gagang pedangku, ibu jari dan telunjuk tangan kirinya menjepit ujung pedang, lalu hanya dengan menekan sedikit, krek, ia memutuskan ujung pedangku itu sepanjang satu cun". Dingyi berkata, "Memutuskan ujung pedangmu sepanjang satu cun?" Yilin berkata, "Benar!"
 
Dingyi dan Pendeta Tianmen saling berpandangan, mereka berdua berpikir, "Kalau Tian Boguang mematahkan pedang dari tengahnya, itu sama sekali tidak ada anehnya. Tapi mematahkan ujung pedang yang terbuat dari baja murni sepanjang satu cun dengan kekuatan dua jari, itu berarti bahwa kekuatan jarinya benar-benar tak bisa disepelekan". Pendeta Tianmen menjulurkan tangannya dan mengambil sebilah pedang dari pinggang seorang murid, ibu jari dan telunjuk tangan kirinya menjepit ujung pedang, lalu  menekan sedikit. "Krek!" Ujung pedang pun patah sepanjang sekitar satu cun. Ia bertanya, "Seperti ini?" Yilin berkata, "Betul. Ternyata paman guru juga bisa!" Pendeta Tianmen mendengus, lalu memasukkan pedang yang patah ke dalam sarung pedang muridnya, tangan kirinya memukul meja beberapa kali, ujung pedang sepanjang satu cun yang patah nampak terbenam di permukaannya.
 
Yilin berkata dengan gembira, "Kungfu paman guru bagus sekali, aku yakin si penjahat Tian Boguang itu tidak bisa melakukannya". Tiba-tiba air mukanya berubah menjadi gelap, ia menundukkan kepalanya dan menghela napas, "Ai, sayang saat itu paman guru tidak ada disana, kalau tidak Kakak Linghu tentu tidak terluka parah". Pendeta Tianmen berkata, "Apa maksudmu terluka parah? Katamu dia sudah mati?" Yilin berkata, "Betul. Karena ia terluka parah, ia jadi bisa dibunuh oleh penjahat Perguruan Qingcheng ini, Luo Renjie".
 
Ketika Yu Canghai mendengar Yilin menyebut Tian Boguang sebagai 'penjahat', dan juga menyebut muridnya sendiri sebagai 'penjahat', dan oleh karena itu jelas-jelas menempatkan murid-murid Qingcheng dalam satu golongan dengan maling cabul yang namanya busuk itu, mau tak mau ia mendengus.
 
Semua orang melihat bahwa air mata bercucuran di mata Yilin yang indah, tak lama kemudian keluarlah suara sedu sedan, roman mukanya sedih namun juga manis, saat itu tak ada seorangpun yang berani menanyainya. Pendeta Tianmen, Liu Zhengfeng, Tuan Wen, He Sanqi dan para sesepuh lain semua mau tak mau merasa kasihan padanya, kalau saja dia bukan seorang biksuni yang hidup membiara, tak sedikit orang yang ingin menjulurkan tangan dan menepuk-nepuk punggungnya atau membelai-belai ubun-ubunnya untuk menghiburnya.
 
Yilin menghapus air matanya dengan lengan bajunya, sambil tersedu sedan ia berkata, "Penjahat Tian Boguang itu mendesakku dan merobek bajuku. Aku memukulnya dengan telapakku, tapi dua pukulanku berhasil ditangkapnya. Aku berteriak dan memaki dia beberapa kali. Guru, murid tak berani melanggar pantangan, aku memaki karena orang ini benar-benar kurang ajar. Tepat pada saat itu, tiba -tiba terdengar suara seseorang tertawa dari luar gua, hahaha, ia tertawa tiga kali, berhenti, lalu tertawa tiga kali lagi. Tian Boguang berkata dengan suara bengis, 'Siapa itu?' Orang yang diluar itu tertawa tiga kali lagi. Tian Boguang memaki, 'Pergilah jauh-jauh sana! Kalau Tuan Besar Tian marah kau bisa kehilangan nyawa!' Orang itu lagi-lagi tertawa tiga kali. Tian Boguang tak memperdulikannya dan mulai merobek-robek bajuku. Dari luar gua terdengar suara tawa orang itu, setiap kali ia tertawa, Tian Boguang makin marah. Aku sungguh berharap supaya orang itu cepat masuk dan menolongku. Tapi orang itu tahu Tian Boguang lihai, tidak berani masuk gua, hanya tertawa tanpa henti diluar gua".
 
"Tian Boguang memaki-maki orang itu, menotok jalan darahku, menghela napas, lalu meloncat keluar. Tapi orang itu sudah bersembunyi. Tian Boguang mencarinya untuk beberapa lama, tapi tak berhasil menemukannya, lalu ia kembali masuk ke gua. Ketika ia hampir sampai di tempatku, orang itu tertawa lagi dari luar gua. Aku merasa geli dan tak bisa menahan tawaku".
 
Dingyi menatapnya, lalu menegur, "Kau sedang dalam keadaan diantara hidup dan mati, tapi kau masih bisa tertawa?"
 
Rona merah muncul di wajah Yilin, "Benar, murid juga berpikir seharusnya tidak boleh tertawa, tapi entah bagaimana waktu itu aku tertawa. Tian Boguang membungkukkan badannya dan berjingkat-jingkat ke mulut gua, hendak menunggu orang itu tertawa lagi, lalu keluar gua. Tapi orang diluar gua itu sangat waspada, ia sama sekali tak mengeluarkan suara. Selangkah demi selangkah, Tian Boguang menuju keluar gua. Aku pikir kalau orang itu tertangkap, keadaan akan menjadi runyam, maka ketika Tian Boguang hendak lari keluar gua, aku berteriak, 'Awas, dia keluar!' Orang itu tertawa tiga kali dari kejauhan, lalu berkata, 'Banyak terima kasih, tapi kau tak akan bisa mengejar aku. Ilmu ringan tubuhmu payah' ".
 
Semua orang berpikir, Tian Boguang dijuluki 'Kelana Tunggal Selaksa Li', ilmu ringan tubuhnya sangat tinggi dan sudah lama terkenal di dunia persilatan. Orang itu berkata bahwa "ilmu ringan tubuhmu payah" tentunya sengaja untuk membuatnya marah.
 
Yilin meneruskan, "Penjahat Tian Boguang itu tiba-tiba membalikkan tubuh, ia mencubit wajahku keras-keras, aku kesakitan dan berteriak. Ia melompat keluar dan berseru, 'Hei anjing, ayo adu ilmu ringan tubuh denganku!' Siapa yang tahu kali ini ia kena tipu. Ternyata orang itu sudah bersembunyi di samping gua, begitu Tian Boguang lari keluar, ia segera menyelinap masuk, lalu berbisik, 'Jangan takut. Aku datang untuk menolongmu. Titik-titik mana yang ditotok olehnya?' Aku berkata, 'Yang di bahu kanan dan punggung, sepertinya 'jianzhen' dan 'dazui'. Kau siapa?' Dia berkata, 'Buka jalan darah dulu, baru bicara'. Dia memijat titik jianzhen dan dazui ku".
 
Kemungkinan besar aku salah memberitahu titik jalan darahnya, walaupun orang itu sudah memijat kuat-kuat, sama sekali tak bisa terbuka. Terdengar teriakan Tian Boguang makin mendekat. Aku berkata, 'Kau cepat lari, kalau dia kembali, dia pasti akan membunuhmu'. Ia berkata, 'Perguruan Pedang Lima Puncak adalah cabang dari pohon yang sama, kalau adik dalam kesusahan, bagaimana aku bisa tidak menolong?' "
 
Dingyi bertanya, "Dia juga dari Perguruan Pedang Lima Puncak?"
 
Yilin berkata, "Guru, dia adalah Kakak Linghu, Linghu Chong".
 
"Oh!" Dingyi dan Pendeta Tianmen, Yu Canghai, He Sanqi, Tuan Wen, Liu Zhengfeng dan yang lain-lain serentak berseru. Lao Denuo menghela napas panjang. Diantara hadirin, ada beberapa orang yang sudah menduga terlebih dahulu bahwa orang itu ialah Linghu Chong, tapi ingin menunggu Yilin sendiri mengatakannya agar bisa memastikan.
 
Yilin berkata, "Terdengar suara teriakan Tian Boguang makin mendekat. Kakak Linghu berkata, 'Mohon maaf!' Lalu ia mengendong aku, menyelinap keluar gua dan bersembunyi di balik rerumputan. Baru saja kami bersembunyi, Tian Boguang lari masuk ke gua, ia tak bisa menemukan aku dan menjadi murka. Ia memaki-maki, makiannya sangat kasar, aku juga tak mengerti apa artinya. Ia mengambil pedangku yang sudah patah lalu membacok sembarangan diantara rerumputan. Untungnya hari sudah malam dan turun hujan, bintang dan bulan tak bersinar, ia tak berhasil menemukan kami. Namun ia menduga kami lari tidak jauh, pasti masih bersembunyi di dekat tempat itu, oleh karena itu ia masih tetap membacok. Ada suatu kali yang sangat berbahaya, pedangnya menebas di atas ubun-ubunku, hanya kurang beberapa cun saja. Ia menebas-nebas untuk beberapa saat, sambil memaki tiada hentinya, mengucapkan banyak kata-kata kasar, aku juga tak ingat. Ia terus membacok, lalu mencari ke tempat lain".
 
"Tiba-tiba ada cairan yang menetes-tetes diatas wajahku, pada saat yang sama aku mencium bau darah. Aku terkejut lalu bertanya dengan pelan, 'Kau terluka?' Kakak Linghu membekap mulutku, setelah beberapa saat, suara Tian Boguang menebas rerumputan makin lama makin jauh. Aku berkata, 'Lukamu parah. Darah yang keluar harus dihentikan. Aku punya 'Perekat Tulang Harum Langit' '. Ia berkata, 'Jangan bersuara, begitu kita bergerak, ia akan menemukan kita!'. Ia menekan lukanya dengan tangannya sendiri. Setelah beberapa saat, Tian Boguang berlari kembali dan berteriak, 'Hahaha, ternyata ada disini, aku sudah lihat kalian, ayo berdiri!' Aku dengar Tian Boguang berteriak, tapi masih mencari kami, dalam hati aku mengeluh, ingin berdiri, namun kakiku tak bisa bergerak......".
 
Biksuni Dingyi berkata, "Kau kena tipu, Tian Boguang menipu kalian, ia belum bisa menemukan kalian". Yilin berkata, "Benar. Guru, waktu itu kau tak ada disana, bagaimana kau bisa tahu?" Dingyi berkata, "Apanya yang sulit ditebak? Kalau ia benar-benar telah melihat kalian, tentunya ia akan langsung menusuk mati Linghu Chong, untuk apa berteriak-teriak? Sepertinya si bocah Linghu Chong ini juga belum berpengalaman".
 
Yilin menggeleng, "Tidak, Kakak Linghu juga sudah menebaknya. Ia membekap mulutku, khawatir kalau-kalau aku takut lalu bersuara. Setelah Tian Boguang berteriak-teriak selama beberapa waktu, ia tidak mendengar suara apapun, maka ia mulai menebas-nebas rumput lagi untuk mencari kami. Kakak Linghu menunggu sampai ia pergi jauh, lalu berbisik, 'Adik, kalau kita bisa menunggu setengah shichen, ketika tenaga dalam dan darah bisa berjalan dengan lancar melewati jalan darahmu, aku akan  bisa membuka totokanmu. Tapi Tian Boguang pasti akan kembali, kali ini aku khawatir kita akan sukar menghindar. Kita harus mengambil resiko, sembunyi di dalam gua' ".
 
Ketika Yilin berbicara sampai disini, Tuan Wen, He Sanqi dan Liu Zhengfeng bertiga serentak bertepuk tangan. Tuan Wen berkata, "Bagus, punya nyali dan juga punya akal!"
 
Yilin berkata, "Ketika aku mendengar bahwa kami akan masuk kembali ke dalam gua, aku sangat takut, tapi saat itu aku sudah sangat percaya pada Kakak Linghu. Apa yang dia katakan, tentunya benar, maka aku berkata, 'Baik'. Ia mengendong aku masuk ke dalam gua lagi, lalu menurunkanku. Aku berkata, 'Di saku bajuku ada 'Perekat Tulang Harum Langit', obat luka yang mujarab, mohon kau......mohon kau ambil dan oleskan ke lukamu'. Ia berkata, 'Saat ini bukan saat yang tepat, tunggu sampai kaki dan tanganmu bisa bergerak, setelah itu baru beri aku obat'. Ia menghunus pedang dan memotong lengan bajunya, lalu mengikatkannya di bahu kirinya. Saat itu aku baru tahu, bahwa untuk melindungiku, ketika kami bersembunyi di rerumputan, Tian Boguang telah menyabet bahunya, tapi ia sama sekali tidak bergerak maupun bersuara, sehingga di tengah kegelapan Tian Boguang tak bisa menemukan kami. Dalam hatiku aku merasa kasihan, tapi aku tak tahu saat itu waktu yang tepat atau tidak untuk mengeluarkan obat......"
 
Dingyi mendengus, "Ternyata Linghu Chong adalah seorang ksatria".
 
Yilin membuka matanya yang indah dan bercahaya lebar-lebar, wajahnya menampakkan rasa terkejut, ia berkata, "Kakak Linghu memang orang yang sangat baik. Dia dan aku sama sekali belum pernah bertemu, tapi ia mempertaruhkan nyawa dengan berani untuk menyelamatkan aku".
 
Yu Canghai berkata dengan sinis, "Walaupun kau dan dia sama sekali tidak kenal, kemungkinan besar dia telah melihat wajahmu, kalau tidak kenapa ia begitu baik hati?" Maksud dari perkataannya ialah bahwa demi kecantikannya yang luar biasa, Linghu Chong rela mempertaruhkan nyawanya.
 
Yilin berkata, "Tidak, ia berkata bahwa ia belum pernah bertemu denganku. Kakak Linghu tak mungkin berbohong padaku!" Beberapa kata itu dikatakannya dengan sangat tegas, walaupun suaranya lembut, namun ia mengatakannya dengan penuh keyakinan. Semua orang merasa tergugah oleh keyakinannya yang murni itu dan mau tak mau percaya padanya.
 
Yu Canghai berpikir, "Linghu Chong begitu berani seakan tak takut pada langit dan bumi, kalau bukan demi wajah cantik, tentunya karena ia sengaja ingin bertarung dengan Tian Boguang, supaya namanya terkenal di dunia persilatan".
 
Yilin meneruskan berbicara, "Setelah membalut lukanya, Kakak Linghu kembali memijat titik-titik di bahu dan punggungku. Tak lama kemudian, di luar gua terdengar suara berdesir yang makin lama makin dekat, suara Tian Boguang mengayunkan pedang  menebas rerumputan dengan sembarangan sampai ke mulut gua. Jantungku berdebar-debar seperti akan copot ketika mendengar dia masuk ke gua, lalu duduk di tanah, sama sekali tak bersuara. Aku menahan napas, tak berani bernapas. Tiba-tiba, bahuku terasa amat sakit, aku terkejut dan mau tak mau mengerang pelan. Keadaan menjadi runyam. Tian Boguang tertawa terbahak-bahak, dengan langkah-langkah lebar, ia menghampiriku. Kakak Linghu berjongkok di sampingku, sama sekali tak bergerak. Tian Boguang berkata, 'Domba kecil, ternyata selama ini kau sembunyi di gua'. Ia menjulurkan tangan dan menangkap aku. Aku mendengar suara berdesir, ternyata Kakak Linghu telah menikam dia".
 
"Tian Boguang terkejut, pedang patah yang ada di tangannya jatuh ke tanah. Sayang tikaman Kakak Linghu tidak mengenai bagian penting tubuhnya. Tian Boguang cepat-cepat melompat ke belakang, menghunus golok yang tergantung di pinggangnya dan membacok ke arah Kakak Linghu. Dengan suara berdentang, golok dan pedang beradu dan mereka mulai berkelahi. Mereka berdua tak bisa saling melihat, terdengar suara berdentang beberapa kali, setelah bertukar beberapa jurus, mereka berdua melompat mundur. Aku hanya bisa mendengar suara napas mereka, aku sangat ketakutan".
 
Pendeta Tianmen menyela dan bertanya, "Linghu Chong bertarung dengannya berapa ronde?"
 
Yilin berkata, "Waktu itu murid begitu ketakutan sehingga bingung, tidak tahu berapa lama mereka bertarung. Aku hanya mendengar Tian Boguang berkata, 'Aha, kau dari Perguruan Huashan! Ilmu pedang Huashan bukan tandinganku. Siapa namamu?' Kakak Linghu berkata, 'Perguruan Pedang Lima Puncak, satu akar banyak cabangnya, Perguruan Huashan atau Perguruan Hengshan sama saja, semua adalah musuhmu, maling cabul......' Sebelum ia menyelesaikan perkataannya, Tian Boguang sudah menyerang lagi, rupanya dia mau memancing Kakak Linghu berbicara, supaya ia tahu dimana ia berada. Kedua orang itu bertarung lagi beberapa ronde. Kakak Linghu berteriak, 'Ah!' rupanya ia terluka lagi. Tian Boguang tertawa, 'Aku sudah bilang tadi bahwa ilmu pedang Huashan bukan tandinganku, kalau gurumu si tua Yue datang sendiri ia juga tak bisa melawan aku'. Tapi Kakak Linghu tidak memperdulikan dia".
 
"Sebelumnya, ketika bahuku amat sakit, ternyata titik di bahuku terbuka. Saat itu titik di punggungku juga terasa sakit. Aku merangkak sambil meraba-raba tanah untuk mencari pedang yang patah. Ketika mendengar suaranya, Kakak Linghu berkata dengan gembira, 'Jalan darahmu telah terbuka, cepat lari, cepat lari'. Aku berkata, 'Kakak dari Perguruan Huashan, mari menempur penjahat ini bersama-sama!' Kakak Linghu berkata, 'Kau cepat pergi! Walaupun kita berdua bergabung, kita masih tak bisa melawan dia'. Tian Boguang tertawa, 'Bagus kalau kau tahu itu! Kenapa harus sia-sia mengantar nyawa? Hei, aku kagum pada pahlawan sepertimu, siapa namamu?' Kakak Linghu berkata, 'Kau menanyakan namaku yang mulia, tadinya aku mau memberitahumu, memangnya kenapa? Tapi karena kau bertanya dengan kurang ajar, bapakmu ini tidak akan memperdulikanmu'. Guru dia bicaranya lucu tidak? Kakak Linghu bukan ayahnya, tapi menyebut dirinya 'bapakmu' ".
 
Dingyi mendengus, 'Itu cuma omongan kasar, dia bukan benar-benar 'bapaknya' ".
 
Yilin berkata, "Oh, rupanya begitu. Kakak Linghu berkata, 'Adik, kau cepat pergi ke kota Hengshan, banyak teman-teman kita ada disana, aku rasa si maling cabul ini tak akan berani mencarimu di kota Hengshan'. Aku berkata, 'Kalau aku pergi, bagaimana kalau dia membunuhmu?' Kakak Linghu berkata, 'Dia tak bisa membunuhku! Aku akan membuat dia repot, kau cepat lari! Aiyo!' Terdengar suara berdentang dua kali, pedang dan golok kedua orang itu beradu, Kakak Linghu lagi-lagi terluka. Ia marah dan berteriak, 'Kalau kau tak pergi, akan kumaki kau!' Saat itu aku telah berhasil menemukan pedang patah yang tergeletak di tanah, aku berseru, 'Ayo menempur dia dua lawan satu'. Tian Boguang tertawa, 'Bagus! Tian Boguang sendirian dengan sebatang golok melawan Perguruan Huashan dan Hengshan sekaligus' ".
 
"Kakak Linghu benar-benar memaki-maki aku, ia berseru, 'Biksuni kecil yang tak tahu apa-apa, kau ini benar-benar bodoh, masih belum kabur juga! Kalau kau belum lari, kalau aku bertemu kau lagi, kugampar kau!' Tian Boguang tertawa, 'Biksuni kecil ini enggan berpisah denganku, dia tak mau pergi!' Kakak Linghu marah dan berteriak, 'Kau mau pergi tidak?' Aku berkata, 'Tidak!' Kakak Linghu berkata, 'Kalau kau tak mau pergi, aku akan maki-maki gurumu! Dingjing biksuni bangkotan pikun, coba lihat muridmu yang linglung ini!' Aku berkata, 'Paman Guru Dingjing bukan guruku'. Dia berkata, 'Baik, kalau begitu aku akan memaki Biksuni Dingxian!' Aku berkata, 'Biksuni Dingxian juga bukan guruku!' Dia berkata, 'Bah! Kau masih belum pergi juga! Aku akan memaki Dingyi si tua pikun......'"
 
Air muka Dingyi berubah masam, wajahnya nampak sangat kesal.
 
Yilin cepat-cepat berkata, "Guru, kau jangan marah. Kakak Linghu bermaksud baik terhadap aku, sama sekali bukan benar-benar ingin memakimu. Aku berkata, 'Aku sendiri yang linglung, bukan karena ajaran guru!' Tiba-tiba Tian Boguang mengambil kesempatan untuk menyerang ke arahku, ia menjulurkan jari untuk menotok aku. Dalam kegelapan aku mengayunkan pedang sembarangan dan memaksa dia mundur".
 
"Kakak Linghu berkata, 'Aku punya banyak kata-kata kotor, yang akan kugunakan untuk memaki gurumu, kau takut tidak?' Aku berkata, 'Kau tak usah memaki, kita lari bersama saja!' Kakak Linghu berkata, 'Kalau kau bersamaku, kau cuma akan menjadi batu sandungan, aku tak bisa mengeluarkan ilmu pedang Perguruan Huashanku yang lihai, kalau kau pergi, aku bisa bunuh penjahat ini'. Tian Boguang tertawa terbahak-bahak, 'Kau begitu sayang dan setia pada biksuni kecil ini, sayang dia masih tak tahu namamu'. Aku pikir kata-kata penjahat ini benar juga, maka aku berkata, 'Kakak dari Perguruan Huashan, siapa namamu? Aku akan pergi ke Hengshan dan memberitahu guru nama orang yang menyelamatkan nyawaku'. Kakak Linghu berkata, 'Cepat pergi, cepat pergi! Kenapa kau begitu cerewet? Aku si tua ini marga Lao, namaku Lao Denuo!'  
"
 
Ketika Lao Denuo mendengar sampai disini, mau tak mau ia tertegun, "Kenapa kakak pertama mengaku-aku sebagai aku?"
 
Tuan Wen berkata, "Linghu Chong ini menggunakan namamu demi kebaikan, ini adalah ciri khas ksatria kita".
 
Biksuni Dingyi melirik ke arah Lao Denuo, ia berkata pada dirinya sendiri, "Linghu Chong ini benar-benar kurang ajar, berani-beraninya memaki aku, hah, kemungkinan besar ia takut aku akan menyelidiki hal ini, jadi ia mau menimpakan kesalahan kepada orang lain". Ia memelototi Lao Denuo, "Hei, yang memaki aku si tua pikun di gua itu adalah kau, benar tidak?" Lao Denuo cepat-cepat menjura sambil berkata, "Bukan, bukan! Murid tak berani melakukan hal itu".
 
Liu Zhengfeng tersenyum kecil, "Biksuni Dingyi, Linghu Chong memakai nama adik seperguruannya Lao Denuo, ada alasannya. Keponakan Lao ini sudah berilmu ketika masuk perguruan, walaupun kedudukannya lebih rendah, namun usianya tidak muda lagi, jenggotnya sudah begitu panjang, pantas untuk menjadi kakek Keponakan Yilin".
 
Dingyi pun sadar bahwa Linghu Chong berusaha untuk melindungi kehormatan Yilin. Saat itu di dalam gua gelap gulita, mereka saling tak bisa melihat. Setelah Yilin bisa membebaskan diri, kalau dikatakan bahwa yang menolongnya adalah Lao Denuo dari Perguruan Huashan, seorang tua yang sudah kakek-kakek, orang lain tak akan menyebarkan desas-desus. Hal ini tak hanya melindungi nama baik Yilin yang suci bersih, namun juga melindungi nama baik Perguruan Hengshan. Ketika ia berpikir tentang hal ini, mau tak mau senyum tipis terkembang di wajahnya, ia mengangguk, "Bagus sekali, anak muda ini bijaksana. Yilin, apa yang terjadi setelah itu?"
 
"Saat itu aku belum pergi juga, aku berkata, 'Kakak Lao, kau menempuh bahaya untuk menolongku, bagaimana aku bisa meninggalkan kau dalam keadaan bahaya? Kalau guru tahu aku tak punya rasa setia kawan seperti ini, ia pasti akan membunuhku. Guru selalu mengajarkan, walaupun Perguruan Hengshan kita anggotanya wanita semua, dalam hal setia kawan ini kami tak boleh kalah dari lelaki'".
 
Dingyi bertepuk tangan sambil berseru, "Bagus, bagus, perkataanmu itu benar! Kita orang yang belajar ilmu silat, kalau tak membela keadilan di dunia persilatan, lebih baik mati daripada hidup, lelaki atau perempuan sama saja".
 
Semua orang melihat bahwa ketika mengucapkan perkataan itu, wajahnya nampak gagah berani, semua berkata, "Biksuni tua ini pemberani, benar-benar tak kalah dengan lelaki".
 
Yilin meneruskan berbicara, "Tapi Kakak Linghu masih memaki-maki, ia berkata, 'Biksuni kecil keparat, kau bawel sekali, sehingga aku tak bisa mengeluarkan ilmu silat Perguruan Huashan yang tak ada tandingannya di kolong langit. Nyawaku yang tua ini ditakdirkan untuk hilang di tangan Tian Boguang. Ternyata kau bersekongkol dengan Tian Boguang, sengaja menjebak aku. Hari ini aku Lao Denuo bernasib buruk, begitu keluar rumah bertemu dengan seorang biksuni yang tak akan punya anak cucu. Biksuni kecil keparat yang terkutuk delapan belas turunan, kau menyia-siakan ilmu pedang bapakmu yang tak terkalahkan ini, ilmu pedang yang sangat kuat dan lihai. Tapi aku khawatir kalau angin dari pedangku yang cepat dan ganas ini mengenai tubuhmu, akan membunuhmu si biksuni kecil, karena itu aku tak bisa mengeluarkan ilmuku ini. Ya sudah, ya sudah, Tian Boguang, kau bacok aku sampai mati saja, aku si tua ini sudah hidup tujuh atau delapan puluh tahun, sudah cukup, hari ini aku akan menerima takdirku!'
 
Ketika semua orang mendengar suara Yilin yang merdu dan lembut menirukan perkataan kasar Linghu Chong, mereka tak bisa menahan senyum.
 
Terdengar ia berkata lagi, "Setelah aku mendengar dia berkata begitu, walaupun aku tahu dia cuma pura-pura memaki aku, aku pikir ilmu silatku memang rendah, tak mampu membantunya, di gua itu aku benar-benar cuma jadi batu sandungan, sehingga membuat dia tak bisa mengeluarkan ilmu pedangnya yang luarbiasa......"
 
Dingyi mendengus, "Bocah ini cuma membual saja! Ilmu pedang Perguruan Huashan biasa-biasa saja, bagaimana bisa dikatakan tak ada tandingannya di kolong langit?"
 
Yilin berkata, "Guru, dia cuma mau menakut-nakuti Tian Boguang saja supaya dia mundur. Aku dengar makiannya makin lama makin gencar, maka aku berkata, 'Kakak Lao, aku pergi dulu! Aku sangat berterima kasih, sampai bertemu di lain hari'. Dia memaki, 'Pergi sana, telur busuk sialan, lebih jauh lebih baik! Begitu lihat biksuni, pasti kalah judi. Aku si tua dari dahulu sampai sekarang belum pernah melihatmu, setelah ini selamanya aku juga tak mau melihatmu lagi. Si tua ini seumur hidup paling suka judi, buat apa melihatmu?' "
 
Dingyi menjadi murka, ia mengebrak meja dan bangkit berdiri, lalu berkata dengan bengis, "Bocah ini benar-benar bajingan! Sampai saat itu kau masih belum pergi juga?"
 
Yilin berkata, "Aku takut membuat dia marah, maka aku pergi. Begitu keluar gua, aku mendengar suara senjata beradu dengan sengit. Aku pikir kalau penjahat Tian Boguang itu menang, dia bisa menangkap aku lagi. Kalau 'Kakak Lao' itu yang menang, begitu ia keluar gua dan melihat aku, aku khawatir akan mencelakai dia sampai "judi pasti kalah", maka aku menggertakkan gigi dan lari secepat-cepatnya untuk mengejar guru, dan mohon guru untuk membantu membereskan Tian Boguang si penjahat".
 
Dingyi mendehem, lalu mengangguk.
 
Tiba-tiba Yilin bertanya, "Guru, sayang setelah itu Kakak Linghu tewas, apa karena......karena melihatku nasibnya jadi jelek?"
 
Dingyi berkata dengan gusar, "Apa itu "begitu lihat biksuni, pasti kalah judi"? Itu cuma omong kosong yang tidak benar, bagaimana kau bisa mempercayainya? Disini ada banyak orang, semua sudah melihat kita guru dan murid, apa mereka semua akan bernasib buruk?"
 
Semua orang yang mendengar tersenyum, namun tak ada yang berani tertawa.
 
Yilin berkata, "Benar. Aku berlari sampai hari terang, ketika kota Hengyang terlihat, hatiku jadi agak lega. Aku pikir kemungkinan besar aku bisa bertemu guru di Hengyang, siapa yang tahu pada saat itu, Tian Boguang ternyata sudah berhasil mengejarku. Begitu aku melihat dia, kakiku menjadi lemas, hanya dalam beberapa langkah, ia sudah menangkapku. Aku pikir karena dia sudah mengejar sampai disitu, Kakak Lao dari Perguruan Huashan itu tentunya telah dibunuh olehnya di gua itu, hatiku terasa amat sedih. Tian Boguang melihat banyak orang lalu-lalang di jalan, ia tak berani kurang ajar padaku, maka ia hanya berkata, 'Kalau kau menurut padaku, aku tak akan berbuat kurang ajar padamu. Kalau kau bandel, aku akan langsung menelanjangimu, supaya semua orang di jalan ini menertawaimu'. Aku ketakutan dan tak berani melawan, hanya mengikuti dia masuk ke kota".
 
"Ketika tiba di depan kedai arak bernama Kedai Huiyan itu, ia berkata, 'Biksuni kecil, kau begitu cantik......begitu cantik sampai bisa menjatuhkan angsa[1]. Kedai Huiyan ini memang dibuka khusus untukmu. Kita minum-minum sampai mabuk dan bersenang-senang'. Aku berkata, 'Orang yang hidup membiara tidak makan daging dan minum arak, ini adalah peraturan Biara Awan Putih kami'. Ia berkata, 'Peraturan Biara Awan Putihmu banyak amat. Apa kau akan menuruti semuanya? Aku akan mengajarimu untuk melanggar aturan. Semua larangan dan aturan itu cuma untuk membohongi orang. Gurumu......gurumu......' Berbicara sampai disini, ia sembunyi-sembunyi melirik Dingyi, tak berani meneruskan berbicara.
 
Dingyi berkata, "Penjahat itu bicara sembarangan, tak usah kau sampaikan, kau hanya ceritakan apa yang terjadi setelah itu saja".
 
Yilin berkata, "Baik. Setelah itu, aku berkata, 'Kau bicara sembarangan, guruku tidak pernah sembunyi-sembunyi minum arak dan makan daging anjing' ". Semua orang ketika mendengarnya tak bisa menahan tawa. Walaupun Yilin tak menyampaikan perkataan Tian Boguang secara langsung, namun dari jawaban yang disampaikannya, semua orang tahu bahwa Tian Boguang menuduh Dingyi "sembunyi-sembunyi minum arak dan makan daging anjing".
 
Wajah Dingyi berubah masam, katanya di dalam hati, "Anak ini polos dan jujur, tidak tahu apa yang boleh dibicarakan atau tidak".
 
Yilin meneruskan berbicara, "Penjahat itu menarik bajuku, ia berkata, 'Kalau kau tak naik ke loteng untuk menemaniku minum arak, aku akan merobek-robek bajumu'. Aku tak berdaya dan hanya bisa mengikuti dia naik. Penjahat itu memesan makanan dan arak, dia benar-benar jahat, aku sudah berkata bahwa aku hanya makan sayur, tapi dia sengaja memesan hidangan berdaging seperti daging babi, ayam, itik, ikan dan udang.
Dia berkata kalau aku tidak mau makan, ia akan mencabik-cabik bajuku. Guru, bagaimanapun juga aku tak berani makan, umat Buddha dilarang makan daging, murid sama sekali tak bisa melanggar pantangan. Penjahat itu ingin mencabik-cabik bajuku, walaupun hal itu tidak baik, namun itu bukan kesalahan murid".
 
"Tepat pada saat itu, ada seseorang masuk ke kedai arak itu, di pinggangnya tergantung pedang, wajahnya pucat pasi, seluruh tubuhnya bernoda darah. Ia duduk di sebelah meja kami tanpa berkata apa-apa, mengambil mangkuk arak yang ada di depan kami, lalu menenggaknya dengan sekali teguk. Ia sendiri menuang semangkuk arak lagi, mengangkatnya ke arah Tian Boguang dan berkata, 'Mari minum!' Kepadaku ia juga berkata, 'Mari minum!' Lalu ia meminumnya. Begitu aku mendengar suaranya, mau tak mau aku terkejut sekaligus gembira, ternyata dia adalah 'Kakak Lao' yang menolongku di gua itu. Terima kasih pada langit dan bumi, dia belum dibunuh oleh Tian Boguang, hanya sekujur tubuhnya berlumuran darah, demi menyelamatkan aku, ia menderita luka yang tidak ringan".
 
"Tian Boguang menatapnya dari telapak kaki sampai ke ubun-ubun dan berkata, 'Ternyata kau!' Ia berkata, 'Ternyata aku!' Tian Boguang mengacungkan jempolnya ke arahnya dan memujinya, 'Kau seorang gagah!' Ia juga mengacungkan jempolnya ke arah Tian Boguang dan memujinya, 'Ilmu golok yang hebat!' Mereka berdua tertawa terbahak-bahak, lalu bersama-sama menenggak semangkuk arak. Aku merasa sangat heran, kemarin malam mereka bertarung dengan begitu sengit, bagaimana saat ini mereka bisa menjadi sahabat? Orang itu tak mati, aku sangat senang; tapi ternyata dia adalah teman si penjahat Tian Boguang itu, maka murid menjadi khawatir lagi".
 
"Tian Boguang berkata, 'Kau bukan Lao Denuo! Lao Denuo adalah seorang tua bangka, sedangkan kau masih muda dan gagah'. Aku sembunyi-sembunyi melihat orang itu, dia masih berumur dua puluhan tahun, ternyata kemarin malam ketika ia berkata bahwa 'aku si tua ini sudah hidup tujuh atau delapan puluh tahun', itu hanya untuk menipu Tian Boguang saja. Orang itu tersenyum dan berkata, 'Aku bukan Lao Denuo'. Tian Boguang mengebrak meja dan berkata, 'Betul. Kau adalah Linghu Chong dari Huashan, seorang tokoh dunia persilatan' ".
 
"Saat itu Linghu Chong sudah mengakui jati dirinya, ia tersenyum, 'Aku tak berani menerima sebutan itu! Linghu Chong adalah lawan yang telah kau kalahkan, sangat patut ditertawakan'. Tian Boguang berkata, 'Kalau kita tak berkelahi, kita tak akan pernah bertemu. Bagaimana kalau kita berteman saja? Kalau Kakak Linghu suka pada biksuni kecil yang cantik ini, akan kuberikan padamu. Untuk apa kita menempatkan cinta diatas persahabatan?' "
 
Wajah Dingyi menjadi masam, ia hanya berkata, "Penjahat itu benar-benar keterlaluan! Benar-benar keterlaluan!"
 
Air mata Yilin hampir mengucur, sambil tersedu ia berkata, "Guru, Kakak Linghu tiba-tiba memaki aku, ia berkata, 'Wajah biksuni kecil ini pucat pasi, sehari-hari cuma makan sayur dan tahu, wajahnya tak enak dipandang. Kakak Tian, seumur hidupku setiap melihat biksuni aku selalu marah, aku ingin sekali membunuh semua biksuni di kolong langit ini!' Tian Boguang tertawa dan bertanya, 'Memangnya kenapa?' "
 
Kakak Linghu berkata, 'Aku tak bisa menyembunyikannya dari Kakak Tian, seumur hidup adik punya sebuah kebiasaan, yaitu cinta judi lebih dari hidupku sendiri. Begitu melihat kartu domino atau dadu, marga sendiri pun aku lupa. Tapi begitu melihat biksuni, seharian tak ada gunanya berjudi, karena setiap kali bertaruh pasti kalah, hal ini benar-benar sudah berkali-kali terbukti. Bukan cuma aku seorang, semua saudara seperguruan di Perguruan Huashan juga begitu. Oleh karena itu kami murid-murid Huashan, setiap kali melihat paman guru dan saudari seperguruan dari Perguruan Hengshan, walaupun tampang kami penuh rasa hormat, tapi dalam hati kami semua berteriak sialan!' "
 
Dingyi murka, ia membalikkan tangannya, "Plak!" Ia menampar wajah Lao Denuo dengan nyaring. Tamparannya cepat dan keras, Lao Denuo tak sempat menghindar,
hanya merasa kepalanya pusing tujuh keliling dan hampir terjatuh.
 
Catatan Kaki
[1] Huiyan berarti 'memanggil angsa pulang'.

No Comment
Add Comment
comment url