Sekelumit masalah Guo Xiang



Guo Xiang adalah anak dari pasangan pahlawan Guo Jing dan Huang Rong, dia seperti mewarisi gabungan kualitas baik ayah dan ibunya, berbeda dengan kakaknya Guo Fu. Dia muncul sebagai remaja 15-16 tahun pada cerita Kembalinya Pendekar Rajawali (the return of the condor heroes/roch) dan juga pada 2 bab awal cerita Golok Naga dan Pedang Langit (the heavenly sword and dragon saber/hsds). Dia adalah anak ke-2 dari 3 bersaudara.

Biarpun Guo Xiang hanya muncul di beberapa bab terakhir novel cerita Return of the Condor Heroes, dan cuma di dua bab awal Heaven Sword and Dragon Saber, tetapi dia menjadi salah satu tokoh wanita yang paling di favoritkan, menunjukkan efek-nya sangat besar. Dia juga adalah pendiri dari partai Emei yang buddhisme dan nantinya akan menjadi terkenal dan besar di dunia persilatan serta disegani. Tidak banyak cerita yang diketahui bagaimana dia mendirikan partai Emei, kita cuma diberi sedikit informasi dimana kecintaannya terhadap Yang Guo (Yoko) , membuatnya mencari Yang Guo kemana-mana segala penjuru dunia dimulai dari umur 19 tahun , dan setelah mencari belasan tahun tanpa hasil alias nihil, akhirnya pada umur 40 tahun, menyerah dan mendapatkan pencerahan menjadi biksuni, kemungkinan tidak lama setelah itu mendirikan partai Emei.


Guo Xiang lahir bersama dengan saudara kembarnya Guo Polu pada saat pergolakan perang dan penyerangan Mongol ke kota Xiangyang, itu juga yang menginspirasi nama-nya yang menggunakan nama kota yang dijaga oleh Guo Jing.
Guo Xiang adalah gadis yang mudah berteman dengan siapa saja, ceria, optimis, pemberani, dan lancang. Dia tidak segan-segan mengutarakan pendapatnya dan apa yang ada dipikirannya, itu juga yang membuatnya sering bertengkar dengan kakaknya Guo Fu, biarpun usia nya jauh lebih kecil, tetapi dia berani dengan lantang menentang jika berbeda pendapat. Demikian juga berbeda sifat dengan adiknya Guo Polu yang penurut (apa apa selalu bilang “kata ibu..., kata kakak….”). Dia juga mewarisi sifat dari kakeknya yang aneh, Huang Yaoshi, yang membuatnya juga mendapat julukan “Si Sesat Kecil” , karena pola pikirannya yang tidak umum dan tidak terikat. Dia tidak memikirkan bagaimana seorang gadis pada jaman itu harus begini atau begitu sesuai aturan. Guo Xiang adalah gadis pemberani, dibuktikan dengan tindakannya untuk bertemu pendekar rajawali seorang diri, mengikuti orang aneh yang tidak dikenalnya, berkelana kemana-mana seorang diri saat mendengar kabar Yang Guo. Dia juga berani membela 2 orang kenalannya, Jueyuan dan Zhang Junbao, saat merasa mereka di-bully oleh orang-orang Shaolin, dan merasa mereka tidak pantas dihukum.

Salah satu hal yang paling mengagumkan dari dia adalah, dia tidak pernah menggunakan status spesialnya sebagai anak orang besar Guo Jing dan Huang Rong dalam setiap masalah, dia akan selalu berusaha merahasiakannya dan juga tidak pamer.

Kemandirian dan keberaniannya berasal dari tekadnya, dan juga sifat keengganannya atau keras kepala untuk menyerah pada situasi. Dia berjuang atau melakukan hal-hal untuk apa yang dia rasa benar, dan karena kepribadiannya itu, dia juga harus menerima konsekuensi, menghabiskan banyak waktu puluhan tahun secara sia-sia mencari Yang Guo tanpa hasil, suatu cinta yang tak terbalas, yang membuahkan hasil sifat melankolis jangka panjang.
Orangtuanya adalah pahlawan yang paling dihormati dan dikagumi saat itu. Mereka adalah orang besar; karena itu kemungkinan mereka dapat menyediakan lingkungan yang baik untuk anak-anak mereka dibandingkan dengan sebagian besar anak pada waktu itu. Dapat diasumsikan bahwa ia menikmati masa kecil yang relatif bahagia, dan dengan kombinasi kepribadiannya yang bercahaya, ia adalah seorang gadis yang riang dengan sikap optimis terhadap kehidupan.

Pada akhir Return of the Condor Heroes, dia tidak lagi riang dan positif seperti di bab-bab sebelumnya. Dia bahkan lebih melankolis dalam dua bab pertama HSDS; dia membacakan beberapa puisi yang cukup menyedihkan. Cinta nya terhadap Yang Guo telah membuatnya menjadi orang yang lebih gelap. Dia tidak menjadi obsesif atau marah seperti Li Mochou, tetapi dia juga bukan orang yang bahagia. Kisah Guo Xiang berakhir setelah dua bab pertama HSDS, Jin Yong tidak pernah menulis tentang petualangannya dalam kehidupan. Namun, sudah menjadi rahasia umum bahwa orang tua dan saudara lelakinya yang tercinta meninggal dalam pertempuran terakhir di Xiangyang. Jika cintanya yang tak berbalas kepada Yang Guo memberi dampak negatif pada kepribadiannya, kematian keluarganya yang tercinta akan lebih berdampak besar pada dirinya. Hampir tidak mungkin dia akan tetap bahagia dan positif seperti dulu setelah tragedi hebat ini.

Saat umur 40 tahun, Guo Xiang mendapat pencerahan dan menjadi biksuni, alasan terkuatnya adalah karena kegagalannya dan kekecewaannya dalam mencari Yang Guo, sedangkan alasan memilih menjadi biksuni buddhisme dibanding yang lain tidak lepas dari pengaruh Jueyuan dari Shaolin yang dikenalnya saat masih remaja, juga pengaruh dari gurunya Hakim Roda Emas yang juga menganut aliran Buddhisme. Jueyuan juga lah yang mengajari prinsip dari kitab 9-Yang yang nantinya akan menjadi fondasi untuk partai Emei.

Buddhisme menjadi tempat pelarian Guo Xiang untuk mendapat jawaban atas kebuntuannya, dan mungkin juga untuk melupakan kesedihannya, serta mencari kedamaian pikiran. Apakah Guo Xiang benar-benar mendapatkan pencerahan sejati seperti Jiumozhi, Xie Xun, Murong Bo ataupun Xiao Yuanshan? Ataukah seperti Putri Changping?

Jika dilihat dari informasi kecil di HSDS, kemungkinan dia tidak sepenuhnya mendapat pencerahan dan tidak benar-benar melupakan secara total perasaan cinta masa lalu, salah satu alasannya adalah pemberian nama murid nya yang nanti menjadi ketua Emei generasi ke-2, yaitu bernama Feng Ling, sebuah tempat dimana Guo Xiang pertama kali mendengar cerita tentang Yang Guo, kemudian juga salah satu ilmu pedang Emei, diciptakan oleh Guo Xiang berdasarkan memory nya terhadap petualangan dia dengan Yang Guo saat berburu rubah 9-ekor . Pada edisi 1 (edisi lama), bahkan cincin besi Emei pun berasal dari pedang berat Yang Guo, seolah-olah sebagai kenangan yang melekat (biarpun edisi 3 dihilangkan cerita ini) . Kita tidak tahu Guo Xiang itu biksuni buddhisme yang bagaimana saat itu , tapi kemungkinan dia menjadi sebuah jiwa sedih yang berusaha keras menggunakan filosofi buddhisme untuk menekan dan menghilangkan kesedihannya, mungkin setiap dia mengingat Yang Guo atau orang tua nya yang binasa, dia akan membaca mantra untuk menenangkan hati.


Artikel Terkait:
Next Post Previous Post
1 Comments
  • Unknown
    Unknown 20 November 2021 pukul 03.41

    Kisah cinta yang sejati?

Add Comment
comment url